Anda di halaman 1dari 12

12.

Jelaskan tentang Kanker Serviks

Jawab:

Kanker Serviks

Kanker Serviks adalah kanker primer sserviks (kanalis servikalis dan/atau porsio).
Kanker pada kehamilan merupakan hal yang jarang dan kanker serviks merupakan keganasan
yang paling sering pada kehamilan. Insidensi kanker serviks adalah 1,2 kasus per 10.000
kehamilan pada saat kehamilan saja dan 4,5 kasus per 10.000 kehamilan hingga 12 bulan
pasca persalinan.1

a) Etiologi
Sebab langaung dari kanker serviks belum diketahui. Ada bukti kuat kejadiannya
mempunyai hubungan erat dengan jumlah faktor ekstrinsik, di antaranya yang penting
adalah jarang ditemukan pada perawan (virgo), insidensi lebih tinggi pada mereka yang
kawin daripada yang tidak kawin, terutama pada gadis yang koitus pertama (coitarche)
dialami pada usia amat muda (kurang dari 16 tahun), insidensi meningkat dengan
tingginya paritas, apalagi bila jarak persalinan terlampau dekat, mereka dari golongan
sosial ekonomi rendah, higiene seksual yang jelak, aktivitas seksual yang sering
berganti-ganti pasangan (promiskuitas), jarang dijumpai pada masyarakat yang
suaminya disunat (sirkumsisi), sering ditemukan pada perempuan yang mengalami
infeksi virus HPV (Human Papilloma Virus) tipe 16 atau 18, dan akhirnya kebiasaan
merokok.1
Walaupun kanker serviks umumnya diderita oleh perempuan dalam umur lanjut,
kadang-kadang dijumpai pula pada perempuan yang lebih muda. Biasanya penderitas
tidak menjadi hamil; jika ditemukan, umumnya pada multigravida yang pernah
melahiran 4 kali atau lebih.1
Kanker serviks memberi pengaruh tidak baik dalam kehamilan, persalinan, dan
nifas. Selain kemandulan, sering pula terjadi abortus akibat infeksi, pendarahan, dan
hambatan dalam pertumbuhan janin karena neoplasma tersebut. Apabila penyakit ini
tidak diobati, pada kira-kira dua pertiga di antara para penderita, kehamilannya dapat
mencapai cukup-bulan. Kematian janin dapat pula terjadi.1
Karena serviks kaku oleh jaringan kanker, persalinan kala satu mengalami
hambatan. Ada kalanya tumornya lunak dan hanya terbatas pada sebagian serviks,
sehingga pembukaan dapat menjadi lengkap dan anak lahir spontan. Selain itu, dapat
pula terjadi ketuban pecah dini dan inersia uteri. Dalam masa nifas sering terjadi
infeksi.1
Dahulu disangka bahwa kehamilan menyebabkan tumor bertumbuh lebih cepat
dan menyebabkan prognosis menjadi lebih buruk. Akan tetapi, ternyata bahwa
kehamilan sendiri tidak mempengaruhi kanker serviks.1
Tumor pada serviks umumnya berasal dari jenis sel epitel dan disebabkan oleh
galur (strain) onkogenik human papilloma virus. Dalam perkembangan, epitel
kolumnar, yang mensekresikan mukus dari endoserviks, bergabung dengan epitel
skuamosa yang melapisi ektoserviks dimulut serviks. Dengan permulaan masa
pubertas, sambungan skuamokolumnar mengalami eversi, mengakibatkan epitel
kolumner terlihat di ektoserviks. Namun, epitel sel kolumnar yang terpajan, akhirnya
mengalami metaplasia skuamosa, membentuk daerah yang disebut transformasi zone.2

Gambar 1. Perkembangan zona transformasi serviks

b) Faktor Resiko
Penyebab kanker serviks diketahui adalah virus HPV sub tipe onkogenik,
terutama tipe 16 dan 18. Adapun faktor resiko terjadinya kanker serviks antara lain:
aktivitas seksual pada usia muda, berhubungan seksual dengan multipartner, merokok,
mempunyai banyak anak, sosial ekonomi rendah, pemakaian pil KB (dengan HPV
negatif atau positif), penyakit menular seksual dan gangguan imunitas.3

c) Patofisiologi
Perkembangan kanker invasif berawal dari terjadinya lesi neoplastik
pada lapisan epitel serviks, dimulai dari neoplasia intraepitel serviks
(NIS) 1, NIS 2, NIS 3 atau karsinoma in situ (KIS).
Selanjutnya setelah menembus membran basalis akan berkembang
menjadi karsinoma mikroinvasif dan invasif.3
Gambar 2. Patofisiologi Perjalanan Kanker Seviks

d) Klasifikasi Lesi Prakanker hingga Karsinoma Invasif


Terlampir Tabel klasifikasi lesi prakanker hingga karsinoma invasif serviks uteri.
Pemeriksaan sitologi papsmear digunakan sebagai skrining, sedangkan pemeriksaan
histopatologik sebagai konfirmasi diagnostik.3
Tabel 1. Klasifikasi Lesi Prakanker

e) Deteksi Dini
Deteksi lesi prakanker terdiri dari berbagai metode:
1) Papsmear
2) Inspeksi Visual Asam Laktat
3) Inspeksi Visual Lugoliodin
4) Test DNA HPV

f) Diagnosis
Tumor yang sudah lanjut mudah dikenali. Lain halnya dengan tumor stadium
dini, lebih-lebih tumor yang belum memasuki jaringan di bawah epitel (preinvasive
carcinoma, karsinoma in situ). Oleh karena itu, di beberapa negara pemeriksaan sitologi
vaginal merupakan pemeriksaan rutin pada setiap perempuan hamil, yang kemudian
dilanjutkan dengan pemeriksaan biopsi apabila diperoleh hasil yang mencurigakan.1
Diagnosis karsinoma in situ dalam kehamilan sangat sulit karena dalam
kehamilan dapat terjadi perubahan-perubahan pada epitel serviks, yang secara
mikroskopis hampir tidak dapat dibedakan dari tumor tersebut. Untuk membuat
diagnosis yang pasti perlu dilakukan pemeriksaan yang teliti berulang kali, bahkan
kadang0kadang kepastian baru diperoleh setelah bayi lahir. Perubahan-perubahan yang
disebabkan oleh pengaruh estrogen dalam kehamilan sifatnya reversibel, sedang
karsinoma in situ ada setelah bayi lahir. Apabila terdeteksi pada pemeriksaan prenatal,
maka diagnosisnya lebih dini.1
Diagnosis definitif ditegakkan berdasarkan:
1) Biopsi punch dari lesi serviks luas. Namun, masih kontroversi, apakah masih
dilakukan bila telah ada bukti kanker serviks invasif dari pemeriksaan
kolposkopi, dan apakah dilakukan pada semua lesi servikal yang dapat dideteksi
dengan kolposkopi.
2) Evaluasi yang tepat dari apusan abnormal
3) Evaluasi kolposkopi
4) Biopsi kerucut, dilakukan pada keadaan khusus (trimester kedua dan diagnosis
tidak dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan lain).1

Diagnosis ditegakkan atas atas dasar anamnesis, pemeriksaan klinik.


1) Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Pada umumnya, lesi prakanker belum memberikan gejala. Bila telah
menjadi kanker invasif, gejala yang paling umum adalah perdarahan
(contact bleeding, perdarahan saat berhubungan intim) dan keputihan.
Pada stadium lanjut, gejala dapat berkembang menjadi nyeri pinggang
atau perut bagian bawah karena desakan tumor di daerah pelvik ke
arah lateral sampai obstruksi ureter, bahkan sampai oligo atau anuria.
Gejala lanjutan bisa terjadi sesuai dengan infiltrasi tumor ke organ
yang terkena, misalnya: fistula vesikovaginal, fistula rektovaginal,
edema tungkai.3
2) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan klinik ini meliputi inspeksi, kolposkopi, biopsi serviks,
sistoskopi, rektoskopi, USG, BNO -IVP, foto toraks dan bone scan , CT scan atau
MRI, PET scan. Kecurigaan metastasis ke kandung kemih atau rektum harus
dikonfirmasi dengan biopsi dan histologik. Konisasi dan amputasi serviks
dianggap sebagai pemeriksaan klinik. Khusus pemeriksaan sistoskopi dan
rektoskopi dilakukan hanya pada kasus dengan stadium IB2 atau lebih.
Stadium kanker serviks didasarkan atas pemeriksaan klinik oleh karena itu
pemeriksaan harus cermat kalau perlu dilakukan dalam narkose. Stadium klinik
ini tidak berubah bila kemudian ada penemuan baru. Kalau ada keraguan dalam
penentuan maka dipilih stadium yang lebih rendah.3

g) Klasifikasi Histologi dan Stadium


Stadium kanker serviks dinilai berdasarkan ketgori FIGO (2000), penilaian dinilai
berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan pencitraan. Pada kehamilan, penentuan
diagnostik lebih rumit karena adanya keterbatasan pemeriksaan pencitraan yang dapat
dilakukan (MRI). Evaluasi klinik pada saat hamil kurang akurat untuk menentukan
diagnosis kanker serviks.1
Tabel 2. Klasifikasi Stadium FIGO3

0 Karsinoma in situ (karsinoma preinvasif)


I Karsinoma serviks terbatas di uterus (ekstensi ke korpus uterus dapat
diabaikan)
IA Karsinoma invasif didiagnosis hanya dengan mikroskop. Semua lesi yang
terlihat secara makroskopik, meskipun invasi hanya superfisial, dimasukkan
ke dalam stadium IB
IA1 Invasi stroma tidak lebih dari 3,0 mm kedalamannya dan 7,0 mm atau
kurang pada ukuran secara horizontal
IA2 Invasi stroma lebih dari 3,0 mm dan tidak lebih dari 5,0 mm dengan
penyebaran horizontal 7,0 mm atau kurang
IB Lesi terlihat secara klinik dan terbatas di serviks atau secara mikroskopik
lesi lebih besar dari IA2
IB1 Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter terbesar 4,0 cm atau
kurang
IB2 Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter terbesar lebih dari 4,0
cm
II Invasi tumor keluar dari uterus tetapi tidak sampai ke dinding panggul atau
mencapai 1/3 bawah vagina
IIA Tanpa invasi ke parametrium
IIA1 Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter terbesar 4,0 cm atau
kurang
IIA2 Les terlihat secara klinik berukuran dengan diameter terbesar lebih dari 4,0
cm
IIB Tumor dengan invasi ke parametrium
III Tumor meluas ke dinding panggul/atau mencapai 1/3 bawah vagina dan/atau
menimbulkan hidronefrosis atau fungsi ginjal
IIIA Tumor mengenai 1/3 bawah vagina tetapi tidak mencapai dinding panggul
IIIB Tumor meluas sampai ke dinding panggul dan/atau menimbulkan
hidronefrosis atau fungsi ginjal
IV A Tumor menginvasi mukosa kandung kemih atau rektum dan/atau meluas
keluar panggul kecil (true pelvic)
IV B Metastasis jauh (termasuk penyebaran pada peritoneal, keterlibatan dari
kelenjar getah bening supraklavikula, mediastinal, atau para aorta, paru, hati,
atau tulang)

Klasifikasi histopatologik sesuai dengan klasifikasi WHO 2014, sebagai berikut


1. Tipe Histopatologik
Tabel 3. Tipe Histopatologik4
a. Ephitelial Tumours

Squamous tumours and precursors


Squamous Cell Carcinoma, not otherwise specified 8070/3
Keratinizing 8071/3
Non-Keratinizing 8072/3
Basaloid 8083/3
Verrucous 8051/3
Warty 8051/3
Papillary 8052/3
Lymphoepithelioma-like 8082/3
Squamotransitional 8120/3
Early Invasive (Microinvasive) squamous cell carcinoma 8076/3
Squamous Intaepithelial Neoplasia
Cervical intraepithelial neoplasia (CIN 3) 8077/2
Squamous cell carcinoma in situ 8070/2
Benign squamous cell lesions
Condyloma acuminatum
Squamous papilloma 8052/0
Fibroepithelial polyp
Glandular Tumours and precursors
Adenocarcinoma 8140/3
Mucinous adenocarcinoma 8480/3
Endocervical 8482/3
Intestinal 8144/3
Signet-ring cell 8490/3
Minimal deviation 8480/3
Villoglandular 8262/3
Endometrioid adenicarcinoma 8380/3
Clear cell adenocarcinoma 8310/3
Serous adenocarcinoma 8441/3
Mesonephric adenocarcinoma 9110/3
Early invasive adenocarcinoma 8140/3
Adenocarcinoma in situ 8140/3
Glandular dysplasia
Benign glandular lesions
Mullerian papilloma 8560/3
Endocervical polyp 8015/3
Other Epithelial Tumours 8015/3
Adenosquamous carcinoma
Glassy cell carcinoma variant
Adenoid cystic carcinoma 8200/3
Adenoid basal carcinoma 8098/3
Neuroendocrine tumours
Carcinoid 8240/3
Atypical carcinoid 8249/3
Small cell carcinoma 8041/3
Large cell neuroendocrine carcinoma 8013/3
Undifferentiated carcinoma 8020/3

b. Mesenchymal tumours and tumour-like conditions

Leiomyosarcoma 8890/3
Endometrioid stromal sarcoma, low grade 8931/3
Undifferentiated endocervical sarcoma 8805/3
Sarcoma botryoides 8910/3
Alveolar soft part sarcoma 9581/3
Angiosarcoma 9120/3
Malignant peripheral nerve sheath tumour 9540/3
Leiomyoma 8890/0
Genital rhabdomyoma 8905/0
Postoperative spindle cell nodule

c. Mixed epithelial and mesechymal tumours

Carcinnosarcoma (malignant mullerian mixed tumour) 8980/3


Adenosarcoma 8933/3
Wilms tumour 8960/3
Adenofibroma 9013/0
Adenomyoma 8932/0

d. Melanocytic tumours

Malignant melanoma 8720/3


Blue naevus 8780/3

e. Miscellaneous tumours

Tumours Of Germ Cell Type


Yolk sac tumour 9071/3
Dermoid cyst 9084/0
Mature cystic teratoma 9080/0
f. Lymphoid and haematopoetic

Malignant lymphoma (specify type)


Leukaemia (specify type)

g. Secondary tumour

2. Derajat Histologik
GX : Derajat tidak dapat ditentukan
G1 : Diferensiasi baik
G2 : Diferensiasi sedang
G3 : Diferensiasi buruk atau tidak berdiferensiasi

h) Tatalaksana
Modalitas penatalaksanaan yang dipilih (meliputi obstetri, onkologi ginekologi,
radiologi, neonatologi, dan patologi) harus sepengetahuan penderita, terutama
mengenai risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan ibu dan janinn. Secara umum,
penatalaksanaan bergantung pada usia kehamilan dan stadium kanker.
Dalam trimester pertama, penderita harus segera diobati, baik dengan penyinaran
maupun dengan operasi radikal. Penyinaran dengan sinar rontgen sebanyak 2.000 rad
pada seluruh pelvis biasanya menyebabkan hasil konsepsi mati dengan akibat abortus.
Selanjutnya penyinaran diteruskan sampai dosis lengkap. Kemudian setelah terjadi
involusi uteri, penderita diberi penyinaran dengan radium.
Dalam trimester kedua, segera dilakukan histerotomi untuk mengosongkan rahim,
yang kemudian disusul dengan penyinaran; atau segera dilakukan operasi radikal
apabila kanker tersebut masih dalam tingkat dini.
Dalam trimester ketiga, apabila kehamilan sudah mencapai 36 minggu atau lebih,
segera dilakukan seksio sesarea dan kemudian diberi penyinaran atau dilakukan
operasi. Akan tetapi, apabila kehamilan sudah mendekati 36 minggu, tetapi brlum
mencapai 36 minggu, sedapat-dapatnya seksio sesarea ditunda sampai berat badan janin
ditaksir 2.500 g. Penundaan selama satu sampai dua minggu pada umumnya masih
dianggap cukup aman. Dalam hal ini hendaknya diperhitungkan sungguh-sungguh
jumlah anak yang hidup serta keinginan suami-istri.1
1) Tatalaksana Lesi prakanker
Tatalaksana lesi pra kanker disesuaikan dengan fasilitas pelayanan kesehatan,
sesuai dengan kemampuan sumber daya manusia dan sarana prasarana yang ada.
Pada tingkat pelayanan primer dengan sarana dan prasarana terbatas dapat
dilakukan program skrining atau deteksi dini dengan tes IVA. Skrining dengan tes
IVA dapat dilakukan dengan cara single visit approach atau see and treat program,
yaitu bila didapatkan temuan IVA positif maka selanjutnya dapat dilakukan
pengobatan sederhana dengan krioterapi oleh dokter umum atau bidan yang
sudah terlatih.
Pada skrining dengan tes Pap smear, temuan hasil abnormal
direkomendasikan untuk konfirmasi diagnostik dengan pemeriksaan kolposkopi.
Bila diperlukan maka dilanjutkan dengan tindakan Loop Excision Electrocauter
Procedure (LEEP) atau Large Loop Excision of the Transformation Zone (LLETZ)
untuk kepentingan diagnostik maupun sekaligus terapeutik.
Bila hasil elektrokauter tidak mencapai bebas batas sayatan, maka bisa
dilanjutkan dengan tindakan konisasi atau histerektomi total.
Temuan abnormal hasil setelah dilakukan kolposkopi antara lain a) LSIL (low
grade squamous intraepithelial lesions), dilakukan LEEP dan observasi 1 tahun; b)
HSIL (high grade squamous intraepithelial lesion), dilakukan LEEP dan observasi 6
bulan.
Berbagai metode terapi lesi prakanker serviks:
1) Terapi NIS dengan Destruksi Lokal
Beberapa metode terapi destruksi lokal antara lain: krioterapi dengan N2O
dan CO2, elektrokauter, elektrokoagulasi, dan laser. Metode tersebut ditujukan
untuk destruksi lokal lapisan epitel serviks dengan kelainan lesi prakanker
yang kemudian pada fase penyembuhan berikutnya akan digantikan dengan
epitel skuamosa yang baru.
a) Krioterapi
Krioterapi digunakan untuk destruksi lapisan epitel serviks dengan
metode pembekuan atau freezing hingga sekurangkurangnya -20⸰C selama
6 menit (teknik Freeze-thaw-freeze) dengan menggunakan gas N2O atau
CO2. Kerusakan bioselular akan terjadi dengan mekanisme: (1) sel‐ sel
mengalami dehidrasi dan mengkerut; (2) konsentrasi elektrolit dalam sel
terganggu; (3) syok termal dan denaturasi kompleks lipid protein; (4)
status umum sistem mikrovaskular.
b) Elektrokauter
Metode ini menggunakan alat elektrokauter atau radio frekuensi
dengan melakukan eksisi Loop diathermy terhadap jaringan lesi prakanker
pada zona transformasi. Jaringan spesimen akan dikirimkan ke
laboratorium patologi anatomi untuk konfirmasi diagnostik secara
histopatologik untuk menentukan tindakan cukup atau perlu terapi
lanjutan.
c) Diatermi Elektrokoagulasi
Diatermi elektrokoagulasi dapat memusnahkan jaringan lebih luas
dan efektif jika dibandingkan dengan elektrokauter, tetapi harus dilakukan
dengan anestesi umum. Tindakan ini memungkinkan untuk memusnahkan
jaringan serviks sampai kedalaman 1 cm, tetapi fisiologi serviks dapat
dipengaruhi, terutama jika lesi tersebut sangat luas.
d) Laser
Sinar laser (light amplication by stimulation emission of radiation),
suatu muatan listrik dilepaskan dalam suatu tabung yang berisi campuran
gas helium, gas nitrogen, dan gas CO2 sehingga akan menimbulkan sinar
laser yang mempunyai panjang gelombang 10,6u. Perubahan patologis
yang terdapat pada serviks dapat dibedakan dalam dua bagian, yaitu
penguapan dan nekrosis. Lapisan paling luar dari mukosa serviks
menguap karena cairan intraselular mendidih, sedangkan jaringan yang
mengalami nekrotik terletak di bawahnya. Volume jaringan yang menguap
atau sebanding dengan kekuatan dan lama penyinaran3
2) Tatalaksana Kanker Serviks Invasif
a) Stadium 0 / KIS (Karsinoma in situ)
Konisasi (Cold knife conization). Bila margin bebas, konisasi sudah
adekuat pada yang masih memerlukan fertilitas. Bila tidak tidak bebas, maka
diperlukan re-konisasi. Bila fertilitas tidak diperlukan histerektomi total Bila
hasil konisasi ternyata invasif, terapi sesuai tatalaksana kanker invasif.
b) Stadium IA1 (LVSI negatif)
Konisasi (Cold Knife) bila free margin (terapi adekuat) apabila fertilitas
dipertahankan. (Tingkat evidens B) Bila tidak free margin dilakukan rekonisasi
atau simple histerektomi. Histerektomi Total apabila fertilitas tidak
dipertahankan
c) Stadium IA1 (LVSI positif)
Operasi trakelektomi radikal dan limfadenektomi pelvik apabila fertilitas
dipertahankan. Bila operasi tidak dapat dilakukan karena kontraindikasi medik
dapat dilakukan Brakhiterapi
d) Stadium IA2,IB1,IIA1
Operatif: Histerektomi radikal dengan limfadenektomi pelvik. (Tingkat
evidens 1 / Rekomendasi A) Ajuvan Radioterapi (RT) atau Kemoradiasi bila
terdapat faktor risiko yaitu metastasis KGB, metastasis parametrium, batas
sayatan tidak bebas tumor, deep stromal invasion, LVSI dan faktor risiko
lainnya. Hanya ajuvan radiasi eksterna (EBRT) bila metastasis KGB saja.
Apabila tepi sayatan tidak bebas tumor / closed margin, maka radiasi eksterna
dilanjutkan dengan brakhiterapi.
Non operatif Radiasi (EBRT dan brakiterapi), Kemoradiasi (Radiasi :
EBRT dengan kemoterapi konkuren dan brakiterapi)
e) Stadium IB 2 dan IIA2
Operatif (Rekomendasi A) Histerektomi radikal dan pelvik limfadenektomi
Tata laksana selanjutnya tergantung dari faktor risiko, dan hasil patologi
anatomi untuk dilakukan ajuvan radioterapi atau kemoterapi.
Neoajuvan kemoterapi (Rekomendasi C) Tujuan dari Neoajuvan
Kemoterapi adalah untuk mengecilkan massa tumor primer dan mengurangi
risiko komplikasi operasi. Tata laksana selanjutnya tergantung dari faktor risiko,
dan hasil patologi anatomi untuk dilakukan ajuvan radioterapi atau kemoterapi.
f) Stadium IIB
Kemoradiasi (Rekomendasi A), Radiasi (Rekomendasi B), dan Neoajuvan
kemoterapi (Rekomendasi C)
Kemoterapi (tiga seri) dilanjutkan radikal histerektomi dan pelvik
limfadenektomi. Histerektomi ultraradikal, laterally extended parametrectomy
(dalam penelitian)
g) Stadium III A  III B
Kemoradiasi (Rekomendasi A) dan Radiasi (Rekomendasi B).
h) Stadium IIIB dengan CKD
Nefrostomi / hemodialisa bila diperlukan, Kemoradiasi dengan regimen non
cisplatin atau Radiasi
i) Stadium IV A tanpa CKD
Pada stadium IVA dengan fistula rekto-vaginal, direkomendasi terlebih
dahulu dilakukan kolostomi, dilanjutkan: Kemoradiasi Paliatif, atau Radiasi
Paliatif.
j) Stadium IV A dengan CKD, IVB
Paliatif. Bila tidak ada kontraindikasi, kemoterapi paliatif / radiasi paliatif
dapat dipertimbangkan.3
i) Edukasi
Edukasikan kepada pasien mengenai nutrisi. Edukasi untuk memiliki BB ideal
dan menerapkan pola makan yang sehat, tinggi buah, sayur, dan biji-bijian, serta rendah
lemak, daging merah, dan alkohol; dan direkomendasikan untuk terus melakukan
aktivitas fisik sesuai kemampuan secara teratur dan menghindari gaya hidup sedenter.
Jelaskan juga kepada pasien bahwa kanker ini juga dapat meluas ke jaringan
tulang, kemungkinan besar akan menyebabkan fraktur patologis, sehingga pada pasien
yang berisiko diedukasi untuk berhati-hati saat aktivitas atau mobilisasi.
Kemudian, anjurkan pasien untuk kontrol rutin pasca pengobatan dan untuk
menjaga pola hidup yang sehat.3
j) Prognosis
Kehamilan tidak mempengaruhi luaran dari perempuan dengan kanker serviks.
Prognosis kemungkinan lebih buruk pada perempuan yang daignosis kanker serviks
ditegakkan pada periode 12 bulan pascapersalinan dibandingkan yang ditegakkan
selama kehamilan.1

Sumber:
1. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2016; 895-98
2. Abbas, A.K., Aster, J.C., dan Kumar, V. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi
9. Singapura: Elsevier Saunders. 2013; 675-76
3. Komite Penanggulangan Kanker Nasional. Panduan Penatalaksanaan Kanker
Serviks. Diakses pada tanggal 12 Februari 2018. Diunduh dari URL:
kanker.kemkes.go.id/guidelines/PPKServiks.pdf
4. World Health Organization. Histopathology of the Uterine Cervix. [Online]
Diakses pada tanggal 12 Februari 2018. Diunduh dari URL:
http://screening.iarc.fr/atlasclassifwho.php

Anda mungkin juga menyukai