Anda di halaman 1dari 13

Laporan Kasus

Recurrent Aphthous Stomatitis pada Anak dengan Status


Body Mass Index Underweight

Abstak
Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS) merupakan lesi pada mukosa mulut
berupa ulser kambuhan (recurrent), dapat single atau multiple dengan penyebab
yang belum diketahui. RAS mempunyai kecenderungan untuk terjadi pada
mukosa bergerak yang terletak pada jaringan kelenjar saliva minor. Seringkali
terjadi pada mukosa bibir dan pipi, tetapi lesi jarang dijumpai pada mukosa
berkeratin banyak seperti gusi dan paltum keras. Saat ini, RAS merupakan
penyakit pada rongga mulut yang paling banyak terjadi dan diperkirakan
mengenai 20 % dari penduduk, dapat dijumpai pada setiap orang tetapi wanita dan
orang dewasa muda sedikit lebih rentan. Pola keturunan telah terbukti menjadi
faktor etiologi terjadinya RAS pada beberapa kasus. Faktor yang dapat memicu
terjadinya RAS antara lain kondisi kebersihan rongga mulutyang kurang baik,
herediter (keturunan), defisiensi nutrisi, trauma, infeksi, pengaruh hormon,
pengaruh emosi (kelelahan), dan gangguan imunologi.
Sebuah kasus terjadi pada pasien anak perempuan berusia 7 tahun dengan
keluhan sariawan pada bibir dalam sebelah kanan, secara teori akan dijelaskan.
BAB I
PENDAHULUAN

Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS) merupakan salah satu penyakit


mulut yang paling umum terjadi. Penyakit ini ditandai oleh ulser kambuhan pada
mukosa oral dan orofaring. Recurrent berarti kambuhan, aphthous berarti tidak
diketahui penyebabnya, dan stomatitis berarti peradangan jaringan lunak rongga
mulut. Istilah lain dari RAS seperti stomatitis aphthosa, canker sore, dyspeptic
ulser, habitual ulser, ulser mukosa, mikuliez ulser, ulser nekrotikum mukosa oris,
sering ditemukan pada literature-literatur (Gayford dan Haskell, 1991).
Pada tahap awal, RAS dirasakan oleh penderita sebagai rasa sakit, ditandai
dengan adanya lesi berbentuk bulat atau oval, tunggal maupun multiple, jelas,
dengan pusat nekrotik berwarna putih keabuan dan tepi berwarna kemerahan,
dapat sembuh sendiri dalam waktu satu sampai dua minggu tanpa meninggalkan
bekas, akan tetapi dapat kambuh kembali (Soewondo, 2005).
Penyakit RAS belum diketahui etiologinya, sehingga perawatan yang
diberikan hanya bisa menekan gejala yang ada. Beberapa faktor predisposisi yang
dapat berkaitan dengan timbulnya RAS yaitu defisiensi nutrisi, trauma, stress,
hormonal, herediter, riwayat penyakit atopic, maupun aktivitas imunologik
(Pindborg, 2009).
Salah satu faktor predisposisi timbulnya RAS adalah gangguan nutrisi.
Gangguan nutrisi sering kali berhubungan dengan pola konsumsi dan faktor
geografis. Serangan pertama RAS muncul dan berkembang selama mas anak-anak
atau dewasa muda, memuncak pada sekitar usia 10-19 tahun, kemudian
mengalami penurunan frekuensi dan tingkat keparahan sejalan dengan
bertambahnya usia, dan cenderung mereda di atas usia 21 tahun (Gandolfo, 2006).
BAB II
LAPORAN KASUS

I. DATA PRIBADI
Umur : 7 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan

II. RIWAYAT KASUS


1. Keluhan Utama : Bibir bawah bagian dalam sebelah kanan terasa
Perih
2. Riwayat Penyakit : Pasiendatang dengan keluhan sariawan pada bibir
dalam bagian bawah kanan terasa perih sejak ± 1 minggu yang lalu.
Awalnya, sariawan yang ada bentuknya kecil, namun sejak hari ke 4,
sariawan bertambah lebar. Ibu dari pasien menyatakan bahwa sering
terjadi sariawan yang tiba-tiba muncul tanpa sebab. Dalam 1 tahun, pasien
bisa mengalami 5 kali sariawan dan setiap sariawan diobati dengan
vitamin C dan larutan penyegar sehingga sariawan pasien dapat sembuh
setelah ± 10 hari. Pasien memang memiliki nafsu makan yang rendah
karena sering menolak ajakan makan orangtuanya.
3. Keadaan Umum
TB/ BB : 108 cm / 16 kg
Keterangan : 16 = 16 = 13,8 (Underweight)
1,082 1,16
4. Obat-obatan yang pernah dikonsumsi 6 bulan terakhir : Vitamin C dan
larutan penyegar
5. a. Keadaan sosial : Baik
b. Kebiasaan buruk :-
6. Riwayat Keluarga:
Riwayat Penyakit : Sariawan
Hubungan dengan penderita : Ibu
III. PEMERIKSAAN KLINIS
1. EKSTRA ORAL
a. Muka
a.1. Pipi Ka/Ki : N/N
a.2. Bibir Atas/Bawah : N/N
a.3. Sudut Atas/Bawah Ka/Ki : N/N
b. Kelenjar Saliva
b.1. Kelenjar Parotis Ka/Ki : N/N
b.2. Kelenjar Submandibularis :N
c. Kelenjar Limfe
c.1. Kelenjar Leher :N
c.2. Kelenjar Submandibularis :N
c.3. Kelenjar Pre dan Post Auricularis :N
c.4. Kelenjar Submentalis :N

2. INTRA ORAL √ O oo oo
a. Gigi Geligi V IV III II I I II III IV V
UE UE UE UE UE UE UE UE UE UE UE UE UE UE
8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
UE UE UE UE UE PE UE UE UE UE UE UE UE UE

V IV III II I I II III IV V
x O

Riwayat perawatan gigi geligi : Ekstraksi gigi 82 ± 1 bulan lalu

b. Mukosa Labial Atas :N


Bawah : Ulser membulat, diameter ± 4 mm,
tengah putih, tepi kemerahan,
berbatas jelas, sakit
c. Mukosa Pipi Kiri :N
Kanan :N
d. Bucal Fold Atas :N
Bawah :N
e. Gingiva Rahang Atas :N
Bawah :N
f. Lidah :N
g. Dasar Mulut, Kljr Sub Lingualis : N
h. Palatum :N
i. Tonsil Ka/Ki : N/N
j. Pharynx :N

Ulser membulat,
diameter ± 4 mm,
tengah putih, tepi
kemerahan,
berbatas jelas, dan
sakit

IV. DIAGNOSA SEMENTARA


Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS) pada mukosa labial sebelah kanan

V. RENCANA PERAWATAN
Pengobatan : Benzoil Borax Gliserin (BBG) dan Mecovita Syrup

VI. DIAGNOSA AKHIR


Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS) pada mukosa labial sebelah kanan
VII. LEMBAR PERAWATAN
Tanggal : 25 Juni 2013
Keterangan :
1. Anamnesa
2. Diagnosa
3. Terapi
4. Asepsis Recurent Apthous Stomatitis (RAS)
a. Lesi dikeringkan dengan cutton pellet steril
b. Lesi dioles dengan betadin
c. Lesi dioles dengan Benzoil Borax Gliserin (BBG)
5. Resep
R/ Benzoil Borax Gliserin fl 1
ʃ oleskan pada sariawan 3 x sehari

R/ Mecovita Syr fl 1
ʃ 1 dd ½ cth

6. Instruksi
a. Menjaga kebersihan rongga mulut
b. Gunakan obat sesuai anjuran
c. Makan-makanan yang bergizi
d. Kontrol setelah 7 hari kemudian

Kontrol
Tanggal : 1 Juli 2013
Keterangan
1. Anamnesa : setelah dilakukan perawatan selama 7 hari, sariawan pada
bibir dalam sebelah kanan telah sembuh dan tidak sakit.
2. Ekstra Oral : tidak ada apa-apa
3. Intra Oral : tidak ada apa-apa
4. Terapi : selesai.
Setelah dilakukan
perawatan selama 7
hari sariawan pada
bibir dalam sebelah
kanan telah sembuh
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Etiopatologi
Etiologi RAS belum diketahui secara pasti dan banyak faktor yang
mempengaruhinya. Ulser pada RAS bukan karena satu faktor saja tetapi terjadi
dalam lingkungan yang memungkinkannya berkembang menjadi ulser (Kilik,
2004). Salah satu faktor yang berperan dalam timbulnya RAS pada perempuan
berusia 7 tahun ini adalah defisiensi nutrisi dan genetik.
Defisiensi nutrisi sering kali berhubungan dengan pola konsumsi dan
faktor geografis. Salah satu faktor predisposisi timbulnya RAS adalah gangguan
nutrisi. Gangguan nutrisi ini dapat dianalisis dari Body Mass Index (BMI) pasien
yang menunjukkan angka 13,8 dan tergolong dalam status underweight. Sekitar
10-20 % penderita RAS menunjukkan defisiensi zat besi, asam folat, dan vitamin
B12. Sumber makanan yang mengandung zat besi yaitu daging, hati, ikan, kuning
telur, udang, salem, kacang-kacangan, dan sayuran berdaun hijau. Beberapa
fungsi esensial zat besi di dalam tubuh yaitu berfungsi dalam system kekebalan,
sebagai komponen hemoglobin, komponen beberapa enzim oksidatif, serta
berfungsi dalam metabolism energi. Defisiensi zat besi dapat menimbulkan
gangguan atau hambatan pada pertumbuhan, baik sel tubuh maupun sel otak,
terjadinya penurunan kekebalan tubuh serta gangguan penyembuhan luka
(Masrizal, 2007).
Sumber utama vitamin B12 umumnya berasal dari bahan pangan hewani
terutama pada daging, susu, dan telur (Smith, 2008). Sedangkan asam folat
banyak diperoleh pangan nabati, seperti sayuran hijau dan kembang kol
(Sulistyoningsih, 2011).
Vitamin B12 dan asam folat berperan penting dalam sintesis DNA. Untuk
mengubah folat menjadi bentuk aktif diperlukan vitamin B12, sehingga folat dapat
berfungsi normal memetabolisme semua sel, terutama sel-sel saluran cerna,
sumsum tulang, dan jaringan saraf (Guyton dan Hall, 2008).
Defisiensi vitamin B12 dan asam folat dapat menyebabkan penurunan
DNA sehingga mengakibatkan kegagalan pematangan dan pembelahan inti. Hal
ini dapat menghambat dalam proses penyembuhan luka (Guyton dan Hall, 2008).
Terhambatnya proses penyembuhan luka menunjukkan terjadinya penurunan
kualitas mukosa oral yang mengakibatkan mikroorganisme bakteri Steptococcus
sanguis mudah melekat pada mukosa dam menurunkan sintesis protein yang
menghambat metabolism sel. Perlekatan bakteri Streptococcus sanguis
menyebabkan terjadinya reaksi hipersensitivitas yang dapat menimbulkan RAS
(Lynch dkk,1994).
Apabila tubuh megalami defisiensi asam folat, maka dapat terjadi
gangguan metabolisme DNA yang mengakibatkan terjadinya perubahan
morfologi inti sel terutama sel-sel yang sangat cepat membelah, seperti sel darah
merah, sel darah putih, serta sel epitel lambung dan usus, vagina, dan serviks.
Defisiensi asam folat juga dapat menghambat pertumbuhan, menyebabkan anemia
megaloblastik, dan gangguan darah lainnya, peradangan lidah (glositis), dan
gangguan saluran cerna (Almatsier, 2001).
Asupan vitamin B12 dan asam folat yang cukup bagi tubuh dapat
mengurangi resiko terjadinya defisiensi vitamin B12 dan asam folat yang dapat
menyebabkan abnormalitas dan pengurangan DNA yang mengakibatkan
kegagalan pematangan inti dan pembelahan sel (Guyton dan Hall, 2008).
Faktor kedua yang berperan dalam timbulnya RAS pada anak perempuan
berusia 7 tahun ini adalah faktor genetik. Faktor genetic lebih sering ditemukan
sebagai penyebab yang melatarbelakangi timbulnya RAS. Pada riwayat keluarga
pasien telah ditemukan bahwa ibu kandung dari pasien juga memiliki riwayat
penyakit RAS. Lebih dari 42 % penderita RAS memiliki riwayat RAS dalam
keluarganya. Apabila kedua orang tua diriwayatkan pernah menderita RAS, maka
persentase kemungkinan timbulnya RAS 90 %. Tetapi jika kedua orang tua tidak
pernah menderita RAS maka persentase kemungkinan timbulnya RAS hanya 20
% (Scully dkk, 2003).
RAS memiliki empat tahap perkembangan jika dilihat dari gambaran
klinis ulser, yaitu yang pertama tahap premonitory merupakan tahap awal dari
timbulnya gejala seperti rasa terbakar di lokasi ulser akan berkembang. Tahap ini
terjadi selama 24 jam pertama dari perkembangan ulser RAS. Secara mikroskopis,
mulai terjadi infiltrasi sel mononukleus ke sel epitel dan juga mulai terjadi edema.
Tahap kedua adalah tahap pre-ulserasi, terjadi selama 18-72 jam pertama dari
perkembangan ulser RAS. Pada tahap ini macula dan papula akan berkembang
dengan tepi eritematous. Intensitas rasa nyeri akan meningkat sewaktu tahap pre-
ulserasi ini. Tahap ketiga adalah tahap ulserasi yang akan berlanjut selama
beberapa hari hingga dua minggu. Pada tahap ini papula-papula akan berulserasi
dan ulser itu akan diselaputi oleh lapisan fibromembranous yang akan diikuti oleh
intensitas nyeri yang berkurang. Tahap keempat, tahap penyembuhan terjadi pada
hari ke-4 hingga 35. Ulser tersebut akan ditutupi oleh epithelium. Penyembuhan
luka terjadi dan selalu tidak meninggalkan jaringan parut dimana lesi RAS pernah
muncul. Oleh karena itu, semua lesi RAS menyembuh dan lesi baru berkembang
(Rogers, 1997).
Berdasarkan gambaran klinis pada pasien, RAS pada pasien termasuk
dalam tipe RAS minor karena tampak ulser yang membulat, dangkal, kuning
kelabu, dengan diameter ±2-5 mm. tepi eritematous yang mencolok mengelilingi
pseudomembran fibrinosa (Langlais, 1998).

3.2 Perawatan
RAS merupakan penyakit yang sampai saat ini belum diketahui
penyebabnya dengan pasti. Oleh karena penyebab dari RAS sulit diketahui maka
pengobatannya lebih untuk mengobati keluhannya (terapi simptomatis) dan juga
mengurangi faktor pendukung terjadinya RAS (terapi suportif). Terapi
simptomatis yang diberikan adalah anastesi topikal Benzokain Boraks Gliserin
(BBG) yang dapat membantu mengurangi rasa nyeri pada ulser. Benzokain
merupakan anastesi topical golongan ester yang dapat menurunkan permeabilitas
membran sel terhadap ion Na+ (yang berperan pada potensial aksi saraf) sehingga
terjadi penurunan potensial aksi saraf. Secara bersamaan akan terjadi peningkatan
ambang rangsang dan menurunkan ambang rasa sakit. Boraks merupakan
antibakteri (bakterisid) yang bekerja dengan menghambat metabolisme mikroba,
menghambat sintesis dinding sel mikroba, mengganggu keutuhan membrane sel
mikroba, menghambat sintesis protein sel mikroba, dan menghambat sintesis
asam nukleat sel mikroba. Gliserin merupakan pelarut/ pelembab.
Terapi suportif yang diberikan adalah Mecovita sirup yang merupakan
multivitamin terdiri dari vitamin C, vitamin B1, vitamin B2, vitamin B6, vitamin
B12, Nikotinamida, Kalsium Pantotenat, dan Lysin. Vitamin C disini berfungsi
dalam pembentukan kolagen, proteoglikan dan bahan-bahan organic lain pada
bagian antar sel dan jaringan.Vitamin B kompleks berfungsi sebagai koenzim
yang penting dalam metabolism karbohidrat, protein dan lemak. Lysin bermanfaat
sebagi penambah nafsu makan. Terapi multivitamin tersebut bertujuan untuk
meningkatkan kebutuhan nutrisi jaringan pada mukosa rongga mulut khususnya
dalam proses perbaikan dan proliferasi sel.

Pasien diberikan instruksi agar dapat menjaga kebersihan rongga mulut


minimal dengan belajar menggosok gigi secara rutin dua kali sehari pada saat pagi
dan malam hari guna mengurangi faktor predisposisi terjadinya RAS.
Menggunakan obat yang telah diberikan (Mecovita sirup dan BBG) sesuai dengan
anjuran, yaitu mengoleskan BBG pada ulser tiga kali dalam sehari dan minum
mecovita syrup satu kali sehari dengan takaran ½ sendok teh. Makan-makanan
yang bergizi (4 sehat 5 sempurna untuk meningkatkan nutrisi dalam tubuh
sehingga dapat mengurangi faktor predisposisi terjadinya RAS. Dan instuksi yang
terakhir adalah control setelah tujuh hari melakukan perawatan. Pada saat control,
keadaan rongga mulut pasien sudah tidah seperti tujuh hari yang lalu, karena ulser
pada mukosa bibir sebelah kanan sudah normal kembali.
BAB IV
KESIMPULAN

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pasien


mengalami Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS) oleh karena defisiensi nutrisi
yang ditarik dari hasil anamnesa, keadaan umum pasien (BMI = underweight) dan
pemeriksaan klinis serta faktor herediter (keturunan). Berdasarkan hal tersebut,
terapi yang diberikan adalah pemberian Mecovita sirup untuk mengurangi faktor
pendukung terjadinya RAS yaitu defisiensi nutrisi, Benzoil Boraks Gliserin
(BBG) juga diberikan sebagai obat anastesi topical karena dapat mengurangi rasa
sakit pada ulser, serta instruksi pada pasien untuk menjaga kebersihan rongga
mulut dan mengkonsumsi makanan 4 sehat 5 sempurna.
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Gandolfo, S., Scully, C., dan Carrozzo, M. 2006. Oral Medicine. Philadelphia:
Churchill Livingstone Elseiver.
Gayford, J. J dan Haskell, R. 1991. Penyakit Mulut. Alih bahasa, Lilian Yuwono.
Jakarta: EGC.
Guytom, Arthur C dan Hall, John E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi
11. Jakarta: EGC.
Kilik, S. S. 2004. Recurrent Aphthous Stomatitis in Children. Jaypee Brothers
Medical Publishers, New Delhi.
http://immunoloji.uludag.edu.tr/notlar_seminerler/aphthous_eng_w.htm[1
3September2012]
Langlais, Robert P dan Miller, Craig S. 1998. Atlas Berwarna Kelainan Rongga
Mulut yang Lazim. Alih bahasa, Budi Susetyo. Jakarta: Hipokrates.
Lynch, Malcolm A., Brightman, Vernon J., dan Greenberg, Martin S. 1994. Ilmu
Penyakit Mulut. Alih bahasa, drg. P. P. Sianita Kurniawan. Jakarta:
Binarupa Aksara.
Masrizal. 2007. Anemia Defisiensi Besi. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol II (1).
Pindborg, J., J. 2009. Atlas Penyakit Mukosa Mulut. Alih bahasa, Kartika
Wangsaraharja. Tangerang: Binarupa Aksara Publisher.
Rogers, Roy S. 1997. Recurrent Aphthous Stomatitis in the Diagnosis of
Bacheet’s Disease. Yonsei Medical Jurnal, Vol. 38(6).
Scully, C., Gorsky, M., dan Lozada-Nur, F. 2003. The Diagnosis and
Management of Recurrent Aphthous Stomatitis. American Dental
Association. JADA, Vol. 134.
Smith, Padraic. 2008. Vitamin B12 Deficiency: Causes, Evaluation and
Treatment. TSMJ, Vol. 9: 36.
http://www.ted.ie/tsmj/archives/2008/vitaminb12.pdf[10Oktober2012]

Anda mungkin juga menyukai