PENDAHULUAN
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit tidak menular
yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Penyebabnya antara lain
meningkatnya usia harapan hidup dan semakin tingginya pajanan faktor risiko, seperti faktor
pejamu yang diduga berhubungan dengan kejadian PPOK; semakin banyaknya jumlah
perokok khususnya pada kelompok usia muda; serta pencemaran udara di dalam ruangan
maupun di luar ruangan dan di tempat kerja. Data Badan Kesehatan Dunia (WHO),
menunjukkan tahun 1990 PPOK menempati urutan ke-6 sebagai penyebab utama kematian di
dunia, dan tahun 2002 menempati urutan ke-3 setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker.
Penyakit paru kerja dan lingkungan adalah berbagai jenis penyakit paru yang terjadi
akibat individu-individu yang hidup di area lingkungan tertentu menghirup udara yang telah
dicemari oleh bahan berbahaya. Umumnya penyakit paru kerja bersifat kronis menetap
kadang-kadang sulit diketahui kapan mulainya, terpapar oleh polutan jenis apa atau saat
pekerja bekerja di bagian mana dari tempat kerjanya mendapatkan paparan.
Penyakit paru interstitial atau interstitial lung disease adalah kelompok berbagai
penyakit yang melibatkan dinding alveolus, jaringan sekitar alveolus dan jaringan penunjang
lain di paru. PPI merupakan gangguan akut dan kronik yang ditandai dengan inflamasi atau
fibrosis pada unit alveolar-arteri dan jalan nafas distal. Karena penyakit-penyakit tersebut
tidak hanya terbatas pada interstitinum tetapi dapat mengenai berbagai komponen matriks di
seluruh paru. Lebih dari seratus penyakit yang termasuk dalam kelompok PPI ini dan
sebagian besar belum diketahui penyebabnya.
2.1 DEFINISI
Penyakit paru kronis yang di tandai oleh hambatan aliran udara di saluran nafas yang
bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau
gas yang beracun berbahaya.
Kharakteristik Hambatan aliran udara pada PPOK disebabkan oleh gabungan antara
obstruksi saluran nafas kecil (obstruksi bronkiolitis) dan kerusakan parenkim (emfisema)
yang bervariasi setiap individu.
2.2 EPIDEMIOLOGI
Data badan kesehatan dunia (WHO), Menunjukan tahun 1990, PPOK menempati
urutan ke-6 sebagai penyebab utama kematian di dunia dan akan menempati urutan ke-3
setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker (WHO,2002). diperkirakan jumlah pasien
PPOK sedang hingga berat di Asia tahun 2006 mencapai 56,6 juta pasien dengan
prevalensi 6,3%. Di Indonesia diperkirakan tedapat 4,8 juta pasien dengan prevalens 5,6%.
Angka ini bisa meningkat dengan makin banyaknya jumlah perokok karena 90% pasien
PPOK adalah perokok atau mantan perokok.
Berdasarkan hasil SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2001,
sebanyak 54,5% penduduk laki-laki dan 1,2% perempuan merupakan perokok, 92,0% dari
perokok menyatakan kebiasanya merokok di dalam rumah ketika bersama anggota
keluarga lainya, dengan demikian sebagian besar anggota keluarga merupakan perokok
pasif. Hubungan antara rokok dengan PPOK merupakan hubungan dose respon, lebih
banyak batang rokok yang dihisap setiap hari dan lebih lama kebiasaan merokok tersebut
maka resiko penyakit yang ditimbulkan akan lebih besar.
1. Asap Rokok
Kebiasaan merokok adalah satu-satunya penyebab kausal yang terpenting, jauh
lebih penting dari faktor penyebab lainya. Asap rokok mempunyai prevalens yang tinggi
sebagai penyebab gejala respirasi dan gangguan fungsi paru. Dari beberapa penelitian
dilaporkan bahwa terdapat rerata penurunan VEP1. Angka kematian pada perokok pada
perokok mempunyai nilai yang bermakna dibandingkan bukan perokok. Resiko PPOK
pada perokok tergantung dari dosis rokok yang di hisap, usia mulai merokok, jumlah
batang rokok pertahun dan lamanya merokok (indeks Brinkman). Perokok pasif dapat
memberikan konstribusi terjadinya gejala respirasi dan PPOK, karena terjadi peningkatan
jumlah inhalasi partikel dan gas. Merokok selama kehamilan dapat beresiko terhadap
janin, mempengaruhi tumbuh kembang paru di uterus dan dapat menurunkan sistem imun
awal.
2. Polusi Udara
Berbagai macam partikel dan gas yang terdapat di udara sekitar, dapat menjadi
penyebab terjadinya polusi udara. Ukuran dan macam partikel akan memberikan efek
yang berbeda terhadap timbulnya dan beratnya PPOK.Agar lebih mudah mengidentifikasi
partikel penyebab, polusi udara terbagimenjadi :
a) Polusi dalam ruangan
Asap rokok
Asap kompor
b) Polusi di luar ruangan
Gas buang kendaraan bermotor
Debu jalanan
c) Polusi di tempat kerja
Bahan kimia
Zat iritasi
Gas beracun
3. Stres Oksidatif
Paru selalu terpajan oleh oksidan endogen dan eksogen. Oksidan endogen timbul
dari sel fagosit dan tipe sel lainya, sedangkan oksidan eksogen dari polutan dan asap
rokok. Oksidan intraseluler (endogen) seperti derivate electron mitokondria transpor
termasuk dalam mekanisme seluler signaling pathway. Sel paru dilindungi oleh oxidative
chalange yang berkembang secara sistem enzimatik atau non enzimatik. Ketika
keseimbangan antara oksidan dan antioksidan berubah bentuk, misalnya ekses oksidan dan
atau deplesi antioksidan akan menimbulkan stress oksidatif. Stress oksidatif tidak hanya
menimbulkan efek kerusakan pada paru tetapi juga menimbulkan aktifitas molekuler
sebagai awal inflamasi paru. Jadi, ketidakseimbangan antara oksidan dan anti oksidan
memegang peranan penting pada PPOK.
4. Infeksi saluran nafas bawah berulang
Infeksi virus dan bakteri berperan dalam pathogenesis dan progresifitas PPOK.
Kolonisasi bakteri menyebabkan inflamasi jalan nafas, berperan secara bermakna
menimbulkan eksaserbasi. Infeksi saluran berat pada anak, akan menyebabkan penurunan
fungsi paru dan meningkatka gejala respirasi pada saat dewasa. Terdapat beberapa
kemungkinan yang dapat menjelaskan penyebab keadaan ini, karena seringnya kejadian
infeksi berat pada anak sebagai penyebab dasar timbulnya hiperesponsif jalan nafas yang
merupakan faktor resiko pada PPOK. Pengaruh berat badan lahir rendah akan
meningkatkan infeksi viral yang juga merupakan faktor resiko PPOK. Kebiasaan
merokok berhubunngan dengan kejadian emfisema. Riwayat infeksi tuberculosis
berhubungan dengan obstruksi jalan nafas pada usia lebih dari 40 tahun.
5. Sosial Ekonomi
Sosial ekonomi sebagai faktor resiko terjadinya PPOK belum dapat di jelaskan
dengan pasti. Pajanan polusi di dalam dan luar ruangan, pemukiman yang padat, nutrisi
yang jelek dan faktor lain yang berhubungan dengan status sosial ekonomi kemungkinan
dapat menjeaskan hal ini. Malnutrisi dan penurunan berat badan dapat menurunkan
kekuatan dan ketahanan otot respirasi, karena penurunan masa otot dan kekuatan serabut
otot.
6. Tumbuh Kembang Paru
Pertumbuhan paru berhubungan dengan proses selama kehamilan, kelahiran dan
pajanan waktu kecil. Kecepatan maksimal penurunan fungsi paru seseorang adalah resiko
untuk terjadinya PPOK. Studi menyatakan bahwa berat lahir mempengaruhi nilai VEP 1
pada masa anak.
7. Asma
Asma kemungkinan sebagai faktor resiko terjadinya PPOK walaupun belum dapat
disimpulkan. Pada laporan the Tucson epidemiological styudy didapatkan bahwa orang
dengan asma 12 kali lebih tinggi resiko terkena PPOK daripada bukan asma meskipun
telah berhenti merokok. Penelitian lain 20% dari asma akan berkembang menjadi PPOK
dengan ditemukanya obstruksi jalan nafas irreversible.
8. Gen
PPOK adalah penyakit poligenik dan contoh klasik dari interaksi gen-lingkungan.
Faktor resiko genetic yang paling sering terjadi adalah kekurangan alfa-1 antitripsin
sebagai inhibitor dari protease serin. Sifat resesif ini jarang, paling sering dijumpai pada
individu yang berasal dari eropa utara. Di temukan pada usia muda dengan kelainan
emfisema panlobular dengan penurunan fungsi paru yang terjadi baik pada perokok atau
bukan perokok dengan kekurangan alfa-antitrypsin yang berat.
2.4 KLASIFIKASI
Derajat III : Gejala sesak lebih berat, penurunan VEP1/KVP < 70%
PPOK Berat aktivitas, rasa lelah dan serangan 30% ≤ VEP1< 50%
eksaserbasi semakin sering dan prediksi
berdampak pada kualitas hidup
pasien.
2.5 PATOGENESIS
b) Batuk kronik
Batuk kronik hilang timbul dan mungkin tidak berdahak.
c) Batuk kronik berdahak
Setiap batuk kronik berdahak dapat mengindikasikan PPOK.
Pertimbangkan PPOK dan lakukan uji spirometri jika salah satu indikator ini
ada pada individu di atas usia 40 tahun. Indikator ini bukan merupakan diagnosis
pasti, tetapi keberadaan beberapa indikator kunci meningkatkan kemungkinan
diagnosis PPOK. Spirometri diperlukan untuk memastikan diagnosis PPOK.
2.7 DIAGNOSIS
Anamnesa o Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa
gejala pernapasan
o Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
o Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
o Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis
berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas
berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
o Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
o Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
Pemeriksaan Inspeksi
fisik - Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup
mencucu)
- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal
sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut
vena jugularis i leher dan edema tungkai
- Penampilan pink puffer atau blue bloater
• Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
• Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil,
letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah.
• Auskultasi
- suara napas vesikuler normal, atau melemah
- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa
atau pada ekspirasi paksa
- ekspirasi memanjang
- bunyi jantung terdengar jauh
Pemeriksaan 1. Faal paru
penunjang • Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan
atau VEP1/KVP ( % )
- Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1%
(VEP1/KVP) < 75 %.
- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai
untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan
penyakit.
- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin
dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai
sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi
dan sore, tidak lebih dari 20%
• Uji bronkodilator
- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada
gunakan APE meter.
- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8
hisapan, 15 - 20 menit kemudian dilihat perubahan nilai
VEP1/APE, perubahan VEP1/APE < 20% dan < 200 ml dari
nilai awal.
- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil.
2. Laboratorium darah
Hemoglobin (Hb), Leukosit, Trombosit.
3. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan
penyakit paru lain
Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
- Jantung menggantung (jantung pendulum)
Pada bronkitis kronik :
- Normal
- Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
Diagnosis Gejala
PPOK Onset pada usia pertengahan.
Gejala progresif lambat.
Lamanya riwayat merokok.
Sesak saat aktivitas.
Sebagian besar hambatan aliran udara.
Ireversibel
Asma Onset awal sering pada anak.
Gejala bervariasi dari hari ke hari.
Gejala pada malam / menjelang pagi.
Disertai atopi, rhinitis, atau eksim.
Riwayat keluarga dengan asma.
Sebagian besar keterbatasan aliran udara.
Reversible
Gagal jantung kongestif Auskultasi terdengar ronki halus di bagian basal.
Foto thorak tampak jantung membesar, edema paru.
Uji faal paru menunjukkan restriksi bukan obstruksi.
SOPT (sindrom obstruk penyakit obstruksi saluran napas yang ditemukan pada
si pasca tuberculosis) pasien pascatuberkulosis dengan lesi paru yang minimal
2.9 PENATALAKSANAAN
A. Penatalaksanaan umum PPOK
Tujuan penatalaksanaan :
Mengurangi gejala
Mencegah progresifitas penyakit
Meningkatkan toleransi latihan
Meningkatkan status kesehatan
Mencegah dan menangani komplikasi
Mencegah dan menangani eksaserbasi
Menurunkan kematian
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :
1. Edukasi
2. Berhenti merokok
3. Obat – obatan
4. Rehabilitasi
5. Terapi oksigen
6. Ventilasi mekanis
7. Nutrisi
1. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada
PPOK stabil.Inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan
mencegah kecepatan perburukan fungsi paru.
Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut secara
berulang pada setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun bagi
keluarganya.
Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah :
1. Pengetahuan dasar tentang PPOK
2. Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya
3. Cara pencegahan perburukan penyakit
4. Menghindari pencetus (berhenti merokok)
5. Penyesuaian aktiviti
Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan
skala prioritas bahan edukasi sebagai berikut :
1. Berhenti merokok
Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK
ditegakkan.
2. Pengunaan obat - obatan
- Macam obat dan jenisnya
- Cara penggunaannya yang benar ( oral, MDI atau nebuliser )
- Waktu penggunaan yang tepat ( rutin dengan selangwaku tertentu atau kalau
perlu saja )
- Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya
3. Penggunaan oksigen
- Kapan oksigen harus digunakan
- Berapa dosisnya
- Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen
4. Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen
5. Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya
Tanda eksaserbasi :
- Batuk bertambah
- Sesak bertambah
- Sputum bertambah
- Sputum berubah warna
6. Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi
7. Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktivitas
Edukasi diberikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah diterima, langsung ke
pokok permasalahan yang ditemukan pada waktu itu.Pemberian edukasi sebaiknya
diberikan berulang dengan bahan edukasi yang tidak terlalu banyak pada setiap kali
pertemuan.Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada
PPOK stabil, karena PPOK merupakan penyakit kronik progresif yang ireversibel.
Pemberian edukasi berdasar derajat penyakit.
2. Berhenti merokok
Berhenti merokok merupakan satu-satunya intervensi yang paling efektif dalam
mengurangi risiko berkembangnya PPOK dan memperlambat progresifitas penyakit.
3. Obat-obatan
a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan
disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit.Pemilihan bentuk obat
diutamakan inhalasi, nebulizer tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang.
Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau obat
berefek panjang ( longacting).
Macam - macam bronkodilator :
- Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator
juga mengurangi sekresi mukus( maksimal 4 kali perhari ).
- Golongan agonis beta - 2
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah
penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan
sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang.Bentuk nebuliser dapat
digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka
panjang.Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
- Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena
keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat
kombinasi lebih sederhana dan mudah digunakan.
- Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang,
terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi
sesak (pelega napas), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut.
Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.
b. Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena,
berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau
prednison.Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji
kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat >
20% dan minimal 250 mg.
c. Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat eksaserbasi.
d. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N-
asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak
dianjurkan sebagai pemberian yang rutin
e. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat
perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang kental.
Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai
pemberian rutin.
f. Antitusif
Diberikan dengan hati-hati
4. Rehabilitasi
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki
kualiti hidup pasien PPOK.Pasien yang dimasukkan ke dalam program rehabilitasi adalah
mereka yang telahmendapatkan pengobatan optimal yang disertai :
Simptom pernapasan berat
Beberapa kali masuk ruang gawat darurat
Kualiti hidup yang menurun
Program dilaksanakan di dalam maupun diluar rumah sakit oleh suatu tim multidisiplin
yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori terapis dan psikolog.Program rehabilitiasi
terdiri dari 3 komponen yaitu : latihan fisis, psikososial dan latihan pernapasan.
5. Terapi oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan
kerusakan sel dan jaringan.Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting
untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun
organ - organ lainnya.
Indikasi :
Pao2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90%
Pao2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal, perubahan
Ppullmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru
lain
6. Ventilasi mekanis
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut,
gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan napas
kronik.Ventilasi mekanik dapat digunakan dirumah sakit di ruang ICU atau di rumah.Ventilasi
mekanik dapat dilakukan dengan cara :
ventilasi mekanik dengan intubasi
ventilasi mekanik tanpa intubasi
7. Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan
energy akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan
hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme.Kondisi malnutrisi akan menambah
mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan
analisis gas darah.
B. Penatalaksanaan pada eksaserbasi akut
Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan dengan
kondisi sebelumnya.Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor lainnya seperti polusi
udara, kelelahan, atau timbulnya komplikasi.
Tanda eksaserbasi :
Sesak bertambah
Batuk bertambah
Produksi sputum meningkat
Perubahan warna sputum (menjadi purulent)
C. Terapi Pembedahan
Bertujuan untuk :
- Memperbaiki fungsi paru
- Memperbaiki mekanik paru
- Meningkatkan toleransi terhadap eksaserbasi
- Memperbaiki kualiti hidup
Operasi paru yang dapat dilakukan yaitu :
1. Bulektomi
2. Bedah reduksi volume paru (BRVP) / lung volume reduction surgey (LVRS)
3. Transplantasi paru
BAB III
LAPORAN KASUS
Nama : Tn.F
Umur : 43 tahun
Pekerjaan : Pedagang.
Alamat : VI Suku
Nomor MR : 051669
3.2 Anamnesis
a. Keluhan Utama : Sesak napas meningkat sejak 1 hari yang lalu SMRS.
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
- Sesak napas meningkat sejak 1 hari yang lalu SMRS, sesak sudah dirasakan
sejak ±2 tahun yang lalu. Serangan sesak napas muncul hampir setiap hari
dalam 1 minggu terakhir setelah melakukan aktivitas. Sesak napas menciut,
sesak dipengaruhi aktivitas, tidak dipengaruhi cuaca, emosi dan makanan
- Batuk berdahak meningkat sejak 2 hari yang lalu,batuk sudah dirasakan sejak 1
tahun lalu, batuk hilang timbul,dahak berwarna putih kekuningan.
- Batuk berdarah disangkal
- Nyeri dada disangkal.
- Demam sejak 2 hari yang lalu, demam tidak tinggi dan tidak disertai menggigil.
- Berkeringat malam disangkal.
- Nafsu makan menurun sejak 3 hari belakangan.
- Pasien susah tidur 1 minggu belakangan karna serangan sesak nafas yang
muncul hamper tiap harinya
- Penurunan berat badan disangkal.
c. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat minum OAT disangkal.
- Riwayat dirawat di RSUD Solok bagian paru tahun 2015 ( 1 tahun lalu) dengan
keluhan yang sama seperti sekarang,dan sering kontrol ke poli paru RSUD
solok.
- Riwayat asma disangkal.
- Riwayat hipertensi disangkal.
- Riwayat alergi makanan ikan laut.
- Palpasi :
Fremitus taktil melemah pada kedua lapang paru
- Perkusi :
Sonor pada kedua lapang paru
- Auskultasi :
Vesicular ,Rhonki di basal paru (+/+), Wheezing (+/+), ekspirasi
memanjang (+/+)
d. Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : Ictus cordis tidak teraba.
- Perkusi : Jantung dalam batas normal
- Auskultasi : BJ I dan II reguler, bising (-), S3 gallop (-)
e. Abdomen
- Inspeksi : Perut tidak membuncit, asites (-), sikatrik (-)
- Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak teraba.
- Perkusi : Timpani
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
f. Ekstremitas
- Akral hangat, edema (-/-), sianosis (-/-)
3.4 Pemeriksaan Laboratorium
a. Hb : 14,8 g/dL
b. Hematokrit : 39,0 %
c. Leukosit : 8730 /mm3
d. Trombosit : 253.000 /mm3
a. Farmakoterapi
- Oksigen kanul nasal 2-4 Liter/menit
- Bronkodilator :
o Nebu Antikolinergik + Agonis β2 ipatropium bromide + salbutamol
3x1 cek KU,pemeriksaan fisik (Rh, Wh) tiap 15 menit sebanyak 3x,
bila tidak ada perubahan bolus IV dan drip dengan golongan
metilsantin dan pasien di rawat inap.
o Metilsantin :
- Aminofilin IV : dosis 5 mg/kg BB 5 x 50 = 250 mg (11cc)
diencerkan dalam dextrose 5% dan lanjut drip aminophilin 0,5 x 50
= 25 mg x 12jam = 300 mg ( 12,5 cc) dalam 500cc RL.
- Antibiotik : Amoksisilin 3 x 500 mg tab.
- Mukolitik : Ambroxol 3 x 30 mg tab.
- Analgetik antipiretik : Paracetamol 3x500 mg tab.
- Curcuma : 3x 200 mg.
- Kortikosteroid : Methylprednisolon 1 x 4 mg tab.
a. Non Farmakologi
- Kurangi aktivitas
- Jika BAK ditampung
- Berhenti merokok
- Makan-makan bergizi
- Hindari stress
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. FAAL PARU :SPIROMETRI
2. SENSITIVITY TEST : tes kultur dan sensitivitas kuman banal
3. Radiologi : Rontgen foto Thorax PA
FOLLOW UP
29/9/2016
Anamnesa
Pemeriksaan fisik
- KU : sakit sedang
- Kesadaran : compos mentis cooperative
- Tekanan Darah : 140/80 mmHg
- Nadi : 79x/menit
- Nafas : 23x/ menit
Paru
Inspeksi :Simetris kiri dan kanan dalam keadaan statis dan dinamis.
Palpasi : Fremitus taktil kiri dan kanan sama.
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru.
Auskultasi : vesicular, Rhonki dibasal paru (+/+) dan Wheezing (-/-)
Ekspirasi memanjang (+/+)
Saaran
b. Farmakologi
- O2 nasal kanul 2-3 liter/menit
- Ambroxol tab 3x30 mg
- Amoxicilin tab 3x500 mg
- Aminophilin tablet 1x 200 mg
- Metyl prednisolon 1x 4 mg
c. Non Farmakologi
- Kurangi aktivitas
- Jika BAK ditampung
- Berhenti merokok
- Makan-makan bergizi
- Hindari stress
Pasien boleh pulang dan control ke poli secara teratur 1 minggu setelah post rawat inap RS