Ske 1 KM
Ske 1 KM
No. 36 Th 2009 tentang Kesehatan, UU No. 44 Th. 2009 tentang Rumah Sakit, UU No. 29 Th.
2004 tentang Praktik Kedokteran, Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran Tahun 2006, dan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran.
Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran (terlampir), Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 585/MENKES/PER/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik
telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 290/MENKES/PER/III/2008 tentang
Persetujuan Tindakan Kedokteran tersebut, terdapat dua poin penting yang berkaitan dengan
persetujuan tindakan kedokteran yang berhubungan dengan kasus pada skenario, yaitu sebagai
berikut.
a. Dalam keadaan gawat darurat (Pasal 4)
(1) Dalam keadaan gawat darurat, untuk menyelamatkan jiwa pasien dan/atau mencegah
kecacatan tidak diperlukan persetujuan tindakan kedokteran.
(2) Keputusan untuk melakukan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diputuskan oleh dokter atau dokter gigi dan dicatat di dalam rekam medik.
(3) Dalam hal dilakukannya tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dokter atau dokter gigi wajib memberikan penjelasan sesegera mungkin kepada pasien
setelah pasien sadar atau kepada keluarga terdekat.
b. Yang berhak memberikan persetujuan (Pasal 13)
(1) Persetujuan diberikan oleh pasien yang kompeten atau keluarga terdekat.
(2) Penilaian terhadap kompetensi pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh dokter pada saat diperlukan persetujuan.
c. Penolakan tindakan kedokteran (Pasal 16)
(1) Penolakan tindakan kedokteran dapat dilakukan oleh pasien dan/atau keluarga
terdekatnya setelah menerima penjelasan tentang tindakan kedokteran yang akan
dilakukan.
(2) Penolakan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan
secara tertulis.
(3) Akibat penolakan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi
tanggung jawab pasien.
(4) Penolakan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memutuskan
hubungan dokter dan pasien.
---
Insulin rapid merupakan kelompok insulin kerja singkat (short acting), seperti insulin
aspart, lispro, dan glulisine. Inslin ini diberikan secara subcutan, dengan onset kerja sekitar 15
menit dan puncak kerja 1 jam selama 3-4 jam. Insulin ini dapat diinjeksikan tepat sebelum, saat,
atau segera setelah makan (Mooradian et al., 2006).
6-6-4 merupakan dosis yang diberikan dalam satuan unit. Satu unit insulin rapid dapat
menurunkan 12-15 gram karbohidrat, dengan kisaran yang lebih luas, yaitu 6-30 gram atau
lebih karbohidrat tergantung sensitivisitas insulin individual dan faktor-faktor lainnya. 6-6-4
berarti dosis tepat sebelum, saat, atau segera setelah makan pagi sebanyak 6 unit, makan siang
6 unit, dan makan malam 4 unit.
---
Pemeriksaan refleks fisiologik dan patologik bertujuan untuk melihat ada tidaknya
kelainan pada sistem saraf, baik upper motor neuron (UMN) maupun lower motor neuron
(LMN). Pada kasus, refleks fisiologik didapatkan normal, sedangkan refleks patologik tidak
didapatkan. Hal ini menyingkirkan kecurigaan terjadinya kelainan pada sistem saraf.
---
Pada kasus, pasien menderita hipertensi dan diabetes mellitus kronik (5 tahun). Kedua
penyakit metabolik ini saling berhubungan erat, bahkan terus berkembang membentuk
‘lingkaran setan’ dan berujung pada keadaan gawat darurat seperti yang terjadi pada kasus,
yaitu ketika pasien tidak meminum obat pengontrol kadar gula darah.
---