Anda di halaman 1dari 50

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Daya Dukung Tanah Pasir

Kapasitas dukung menyatakan tahanan geser tanah untuk melawan

penurunan akibat pembebanan, yaitu tahanan geser yang dapat dikerahkan oleh

tanah di sepanjang bidang-bidang gesernya.

Perancangan pondasi harus mempertimbangkan adanya keruntuhan geser

dan penurunan yang berlebihan. Untuk itu perlu dipenuhi dua kriteria, yaitu

kriteria stabilitias dan kriteria penurunan.

Analisis-analisis kapasitas dukung, dilakukan dengan cara pendekatan

untuk memudahkan hitungan. Persamaan-persamaan yang dibuat, dikaitkan

dengan sifat-sifat tanah dan bentuk bidang geser yang terjadi saat keruntuhan.

Analisisnya dilakukan dengan menggangap bahwa tanah berkelakuan sebagai

bahan yang bersifat plastis. Konsep ini pertama kali dikenalkan oleh Prandtl

(1921), yang kemudian dikembangkan oleh Terzaghi (1943), Meyerhof (1955),

De Beer dan Vesic (1958), dan lain-lainnya.

2.1.1 Analisis Terzaghi

Terzaghi (1934) melakukan analisis kapasitas dukung tanah dengan

beberapa asumsi, sebagai berikut:

- Pondasi berbentuk memanjang tak terhingga.

- Tanah di bawah dasar pondasi homogen.


6

- Berat tanah di atas dasar pondasi digantikan dengan beban terbagi rata

sebesar po = D f γ , dengan D f adalah kedalaman dasar pondasi dan γ adalah

berat volume tanah di atas dasar pondasi.

- Tahanan geser tanah di atas dasar pondasi diabaikan.

- Dasar pondasi kasar.

- Bidang keruntuhan terdiri dari lengkung spiral logaritmis dan linier.

- Baji tanah yang terbentuk di dasar pondasi dalam kedudukan elastis dan

bergerak bersama-sama dengan dasar pondasi.

- Pertemuan antara sisi baji dan dasar pondasi membentuk sudut sebesar sudut

geser dalam tanah ϕ .

Kapasitas dukung ultimit (qu ) didefinisikan sebagai beban maksimum

per satuan luas di mana tanah masih dapat mendukung beban tanpa mengalami

keruntuhan. Bila dinyatakan dalam persamaan, maka:

Pu
qu = (2.1)
A

dengan:

qu = kapasitas dukung ultimit A = luas pondasi

Pu = beban ultimit

Untuk analisis kapasitas dukung tanah, ditinjau suatu pondasi berbentuk

memanjang tak terhingga, dengan lebar B yang terletak diatas tanah yang

homogen dan dibebani dengan beban terbagi rata qu (Gambar 2.1 (a)). Beban

total pondasi per satuan panjang adalah Pu = qu B . Karena pengaruh beban Pu

tersebut, pada tanah tepat di bawah pondasi akan terbentuk sebuah baji yang
7

menekan tanah ke bawah. Gerakan baji memaksa tanah di sekitarnya bergerak,

yang menghasilkan zona geser di kanan dan kirinya dengan tiap-tiap zona terdiri

dari 2 bagian, yaitu bagian geser radial yang berdekatan dengan baji dan bagian

geser linier yang merupakan kelanjutan dari bagian geser radial. (dikutip dari :

Hardiyatmo, H.C.)

Baji

Ge
se ier
r li lin
nie ser
r Ge

Geser radial Geser radial

Gambar 2.1 (a) Pembebanan Pondasi dan Bentuk Bidang Geser


Sumber : Hardiyatmo, H.C. (2002).

B
Pu

β = ϕ (analisis Terzaghi)

Df γDf
A B β
H C I F
45° - φ2 45° + φ2
D
Pp Pp
III ϕ ϕ III
II
G E

Gambar 2.1 (b) Bentuk Keruntuhan Dalam Analisis Kapasitas Dukung


Sumber : Hardiyatmo, H.C. (2002).
8

B/2

H= B/2 tgφ

D
δ=φ
1/2 γ+FKpγ

Gambar 2.1 (c) Distribusi Tekanan Tanah Pasif Pada Permukaan BD


Sumber : Hardiyatmo, H.C. (2002).

Dalam mengevaluasi kapasitas dukung tanah, Terzaghi (1943)

mengembangkan teori keruntuhan platis Prandtl (1921). Mekanisme keruntuhan

pondasi memanjang yang terletak pada kedalaman D f dan mempunyai dasar

yang kasar, dianalisis dengan anggapan bahwa keruntuhan terjadi pada kondisi

keruntuhan geser umum (gambar 2.1(b)). Baji tanah ABD pada zona I adalah di

dalam zona elastis. Bidang-bidang AD dan BD membuat sudut β terhadap

horisontal. Area pada zona II merupakan zona radial, sedang zona III merupakan

zona pasif Rankine. Lengkung DE dan DG dianggap sebagai lengkung spiral

logaritmis, bagian EF dan GH merupakan garis lurus. Garis-garis BE, FE, AG

dan HG membentuk sudut (45° − ϕ/2 ) terhadap horisontal.


9

Pada kondisi keruntuhan geser umum, jika beban per satuan luas (qu )

diterapkan, maka gaya tekanan pasif Pp akan bekerja pada permukaan baji zona

I, yaitu permukaan-permukaan AD dan BD. Bidang AD dan BD ini, dapat

dibayangkan sebagai dinding penahan tanah yang mendorong tanah di

belakangnya (dalam hal ini mendorong tanah bagian-bagian BDEF dan ADGH)

sampai tanahnya mengalami keruntuhan. Tekanan ke bawah akibat beban

pondasi Pu ditambah berat baji tanah pada zona I, ditahan oleh tekanan tanah

pasif Pp yang berkembang pada bagian AD dan BD. Tekanan tanah pasif Pp ini,

membuat sudut δ dengan garis normal yang ditarik pada bagian AD dan BD,

dengan δ adalah sudut gesek dinding. Karena gesekan pada bagian AD dan BD

yang terjadi adalah antara tanah dengan tanah, maka δ = ϕ (dengan ϕ = sudut

gesek dalam tanah). Untuk per meter panjang pondasi, pada saat tercapainya

keseimbangan batas, maka :

Pu = 2Pp cos (β − ϕ ) + 2(BD)c sin β − W

BD = B/ (2cosβ ) (2.2)

dengan:

Pp = tekanan pasif total yang bekerja pada bagian AD dan BD

W = berat baji tanah ABD per satuan panjang = 1 B 2 γtgβ


4

c = kohesi tanah

β = sudut antara bidang-bidang BD dan BA.


10

Terzaghi mengganggap β = ϕ , sehingga cos( β − ϕ) = 1 . Karena bidang-

bidang AD dan BD membentuk sudut ϕ dengan horisontal, maka arah Pp

vertikal. Dari nilai-nilai yang telah diperoleh. Persamaan 2.2 dapat dinyatakan

dengan:

Pu = Bqu = 2 Pp + Bctgϕ − 1 B 2 γtgϕ (2.3)


4

Tekanan tanah pasif total (Pp ) adalah jumlah tekanan pasif akibat kohesi tanah,

berat tanah, dan beban terbagi rata, yaitu:

Pp = Ppc + Ppq + Ppγ (2.4)

dengan:

Ppc = tahanan tanah pasif dari komponen kohesi (c)

Ppq = tahanan tanah pasif akibat beban terbagi rata di atas tanah dasar

pondasi

Ppγ = tahanan tanah pasif akibat berat tanah.

Gambar 2.1 (c) menjelaskan masing-masing distribusi tekanan tanah pasif

pada salah satu bagian AD dan BD, yang dalam hal ini diambil bagian BD.

Tekanan tanah pasif yang bekerja tegak lurus arah normal (P pn ) terhadap bidang

BD adalah:

 K pγ 
Ppn =
H
sin α
[ ] 1
cK pc + po K pq + γH 2   (2.5)
2  sin α 

Dengan H = 1 Btgϕ , α = 180 − ϕ = sudut antara bidang DB dan BF serta


2

K pc , K pq , K pγ berturut-turut adalah koefisien-koefisien tekanan tanah pasif


11

akibat, beban terbagi rata dan berat tanah, yang nilainya tidak bergantung pada H

dan γ . Gesekan yang terjadi antara tanah dengan tanah pada bidang BD

megakibatkan arah tekanan tanah pasif Pp miring sebesar δ . Karena δ = ϕ ,

maka:

Ppn Ppn
Pp = = (2.6)
cos δ cos ϕ

Kombinasi dari persamaan 2.5 sampai persamaan 2.7, dapat diperoleh:

 tgϕ 
Pp =
B
2 cos ϕ
[ 1
]
cK pc + p o K pq + γB 2   K pγ (2.7)
 cos ϕ 
2 2
8

Substitusi persamaan 2.8 ke persamaan 2.4, dapat ditentukan besarnya beban

ultimit:

 K pc   K pq  1 2  K pγ 
Pu = Bc  + tgϕ  + Bp o   + γβ tgϕ  − 1 (2.8)
 cos ϕ  cos ϕ  4  cos ϕ 
2 2 2

Tekanan-tekanan tanah pasif akibat kohesi ( Ppc ) dan beban terbagi rata ( Ppq )

diperoleh dengan menganggap tanah tidak mempunyai berat atau γ = 0 . Oleh

karena itu, pada persamaan 2.4, jika berat volume tanah γ = 0 , maka

Pu = Ppc + Ppq . Dari persamaan 2.8, untuk γ = 0 , dapat diperoleh:

 K pc   K pq 
Ppc + Ppq = BC  + tg ϕ  + Bp o   (2.9a)
 cos ϕ  cos ϕ 
2 2

= BcN c + Bp o N q (2.9b)

atau

qc + qq =
1
(Ppc + Ppq ) = cN c + po N q (2.9c)
B
12

dengan q c dan q q adalah tekanan tanah pasif per satuan luas dari komponen

kohesi dan beban terbagi rata p o . Nilai-nilai N c dan N q diperoleh Terzaghi

dari analisis Prandtl (1920) dan Reissner (1924) yang besarnya:

 
 a2 
N c = ctgϕ  − 1 (2.10)
 2 cos 2  45 + ϕ  
  2 

a2
Nq = = N c tgϕ + 1 (2.11)
2 cos  45 + ϕ 
2

 2

dengan:

 3π −ϕ  tgϕ
a = e  4 2 

Sebaliknya, jika c = 0 dan q = 0 , dari penyelesaian persamaan 2.4 dan

persamaan 2.8 dapat diperoleh:

 K pγ 
Ppγ = 1 γB 2 tgϕ  − 1 = B × 1 γBN γ (2.12a)
4 2
 cos ϕ 
2

Bila Ppγ dinyatakan dalam tahanan tanah pasif per satuan luas dari akibat berat

tanah (qγ ) , maka:

Ppγ
qγ = = 1 γBN γ (2.12b)
B 2

dengan:

tgϕ  K pγ 
Nγ =  − 1 (2.13)
2  cos ϕ 
2
13

Terzaghi tidak memberikan nilai-nilai K pγ , namun secara pendekatan

{ }
K pγ = 3tg 2 45° + 1 (ϕ + 33°) (Cernica, 1995).
2

Superposisi dari persamaan 2.9c dan persamaan 2.12b, yaitu jika

pengaruh-pengaruh kohesi, beban terbagi rata dan berat volume tanah, semua

diperhitungkan, maka akan diperoleh:

q u = q c + q q + qγ (2.13a)

Dari sini diperoleh persamaan umum kapasitas dukung Terzaghi untuk pondasi

memanjang:

qu = cN c + p o N q + 0,5γBN γ (2.14a)

Karena p o = D f γ , persamaan 2.14a dapat dinyatakan pula dengan:

qu = cN c + D f γN q + 0,5γBN γ (2.14b)

dengan:

qu = kapasitas dukung ultimit untuk pondasi memanjang (kN/m 2 )

c = kohesi (kN/m 2 )

Df = kedalaman pondasi (m)

γ = berat volume tanah (m)

po = D f γ = tekanan overburden pada dasar pondasi (kN/m 2 )

N γ , N c , N q = faktor kapasitas dukung Terzaghi.

Nilai-nilai N γ , N c , N q adalah faktor-faktor kapasitas dukung tanah yang

merupakan fungsi dari sudut gesek dalam (ϕ ) tanah dari Terzaghi (1943). Nilai-
14

nilai N γ , N c , N q dalam bentuk grafik, dapat dilihat pada Gambar 2.2, sedang

nilai-nilai numeriknya diberikan dalam Tabel 2.1.

Dalam persamaan kapasitas dukung ultimit di atas, qu adalah beban total

maksimum per satuan luas, ketika pondasi akan mengalami keruntuhan geser.

Beban total terdiri dari beban-beban struktur, pelat pondasi, dan tanah urug di

atasnya.

Gambar 2.2 Hubungan ϕ dan N γ , N c , N q (Terzaghi, 1943)

Sumber : Hardiyatmo, H.C. (2002).

Analisis kapasitas dukung tanah di atas berdasarkan pada kondisi keruntuhan

geser umum dari suatu bahan yang bersifat plastis, yang volume dan kuat

gesernya tidak berubah oleh adanya keruntuhan. Pada tanah-tanah yang

mengalami regangan yang besar sebelum tercapai keruntuhan geser, gerakan ke

bawah dari baji tanah mungkin hanya memampatkan tanah, tanpa adanya

regangan yang cukup untuk menghasilkan keruntuhan geser umum. Kondisi

keruntuhan semacam ini akan menimbulkan keruntuhan geser lokal. Tidak ada

analisis rasional untuk pemecahannya. Terzaghi memberikan koreksi empiris


15

pada faktor-faktor kapasitas dukung pada kondisi keruntuhan geser umum, yang

digunakan untuk hitungan kapasitas dukung pada kondisi keruntuhan geser lokal.

Caranya, seluruh faktor kapasitas dukung dihitung kembali dengan menggunakan

ϕ ' dan c' dengan:

2
tgϕ ' = tgϕ (2.15)
3

2
c' = c (2.16)
3

Persamaan umum untuk kapasitas dukung ultimit pada pondasi memanjang pada

kondisi keruntuhan geser lokal, dinyatakan oleh:

2
qu = cN c '+ po N q '+0,5γBN γ ' (2.17)
3

dengan N c ' , N q ' , dan N γ ' adalah faktor-faktor kapasitas dukung pada

keruntuhan geser lokal (lihat gambar 2.1 dan Tabel 2.1) yang nilai-nilainya

ditentukan dari N c , N q , dan N γ pada keruntuhan geser umum, yaitu dengan

mengambil:

2 
ϕ ' = arctg  tgϕ  (2.18)
3 
16

Tabel 2.1 Nilai-nilai Faktor Kapasitas Dukung Terzaghi(Hardiyatmo, H.C. (2002))

Keruntuhan geser Keruntuhan geser


ϕ umum lokal
Nc Nq Nγ Nc' Nq' Nγ'
0 5,7 1 0 5,7 1 0
5 7,3 1,6 0,5 6,7 1,4 0,2
10 9,6 2,7 1,2 8 1,9 0,5
15 12,9 4,4 2,5 9,7 2,7 0,9
20 17,7 7,4 5 11,8 3,9 1,7
25 25,1 12,7 9,7 14,8 5,6 3,2
30 37,2 22,5 19,7 19 8,3 5,7
34 52,6 36,5 35 23,7 11,7 9
35 57,8 41,4 42,4 25,2 12,6 10,1
40 95,7 81,3 100,4 34,9 20,5 18,8
45 172 173,3 297,5 51,2 35,1 37,7
48 258 287,9 780,1 66,8 50,5 60,4
50 348 415,1 1153,2 81,3 65,6 87,1
Umumnya jika perhitungan kapasitas dukung didasarkan pada analisis-

analisis keruntuhan geser lokal dan keruntuhan penetrasi, nilai kapasitas dukung

izin (qu ) akan lebih ditentukan dari pertimbangan besarnya penurunan.

2.1.2 Analisis Meyerhof

Analisis kapasitas dukung Meyerhof (1955) menganggap sudut baji β

(sudut antara bidang AD atau BD terhadap arah horisontal) tidak sama dengan ϕ ,

tapi β > ϕ . Akibatnya, bentuk baji lebih memanjang ke bawah bila

dibandingkan dengan analisis Terzaghi. Zona keruntuhan berkembang dari dasar

pondasi, ke atas sampai mencapai permukaan tanah. Jadi, tahanan geser tanah di

atas dasar pondasi diperhitungkan. Karena β > ϕ , nilai faktor-faktor kapasitas

dukung Meyerhof lebih rendah daripada yang disarankan oleh Terzaghi. Namun,
17

karena Meyerhof mempertimbangkan faktor pengaruh kedalaman pondasi,

kapasitas dukungnya menjadi lebih besar.

Meyerhof (1963) menyarankan persamaan kapasitas dukung dengan

mempertimbangkan bentuk pondasi, kemiringan beban dan kuat geser tanah di

atas pondasinya, sebagai berikut:

qu = s c d c ic cN c + s q d q iq po N q + sγ d γ iγ 0,5β ' γN γ (2.19)

dengan:

qu = kapasitas dukung ultimit

N c , N q , Nγ = faktor kapasitas dukung untuk pondasi memanjang

(Gambar 2.3 atau Tabel 2.2)

s c , s q , sγ = faktor bentuk pondasi (Tabel 2.2a)

dc , d q , dγ = faktor kedalaman pondasi (Tabel 2.3b)

ic , iq , iγ = faktor kemiringan beban (Tabel 2.3c)

β' = lebar pondasi efektif

po = D f / γ = tekanan overbuden pada dasar pondasi

Df = kedalaman pondasi

γ = berat volume tanah


18

Gambar 2.3 Faktor-faktor Kapasitas Dukung Meyerhof (1963)


Sumber : Hardiyatmo, H.C. (2002).

Faktor-faktor kapasitas dukung yang diusulkan oleh Meyerhof (1963), adalah:

N c = (N q − 1) ctgϕ (2.20a)

N q = tg 2 (45° + ϕ / 2 )e (π tg ϕ ) (2.20b)

N γ = (N q − 1) tg (1,4ϕ ) (2.20c)

Nilai-nilai faktor kapasitas dukung Meyerhof untuk dasar pondasi kasar yang

berbentuk memanjang dan bujursangkar ditunjukkan dalam Gambar 2.3 sedang

Tabel 2.2 menunjukkan nilai-nilai faktor kapsitas dukung tanah untuk pondasi

memanjang dari usulan-usulan Meyerhof (1963), dan sekaligus peneliti-peneliti

yang lain seperti: Brinch Hahnsen (1961), dan Vesic (1973). Terlihat dalam

gambar 2.3 nilai-nilai faktor kapasitas dukung pondasi bujursangkar lebih besar

daripada pondasi memanjang.


19

Tabel 2.2 Faktor-faktor Kapasitas Dukung (Hardiyatmo, H.C. (2002))

Meyerhof (1963) Hansen (1961) Vesic (1973)


ϕ(°)
Nc Nq Nγ Nc Nq Nγ Nc Nq Nγ
0 5.14 1.00 0.00 5.14 1.00 0.00 5.14 1.00 0.00
1 5.38 1.09 0.00 5.38 1.09 0.00 5.38 1.09 0.07
2 5.63 1.20 0.01 5.63 1.20 0.01 5.63 1.20 0.15
3 5.90 1.31 0.02 5.90 1.31 0.02 5.90 1.31 0.24
4 6.19 1.43 0.04 6.19 1.43 0.05 6.19 1.40 0.34
5 6.49 1.57 0.07 6.49 1.57 0.07 6.49 1.57 0.45
6 6.81 1.72 0.11 6.81 1.72 0.11 6.81 1.72 0.57
7 7.16 1.88 0.15 7.16 1.88 0.16 7.16 1.88 0.71
8 7.53 2.06 0.21 7.53 2.06 0.22 7.53 2.06 0.86
9 7.92 2.25 0.28 7.92 2.25 0.30 7.92 2.25 1.03
10 8.34 2.47 0.37 8.34 2.47 0.39 8.34 2.47 1.22
11 8.80 2.71 0.47 8.80 2.71 0.50 8.80 2.71 1.44
12 9.28 2.97 0.60 9.28 2.97 0.63 9.28 2.97 1.69
13 9.81 3.26 0.74 9.81 3.26 0.78 9.81 3.26 1.97
14 10.37 3.59 0.92 10.37 3.59 0.97 10.37 3.59 2.29
15 10.98 3.94 1.13 10.98 3.94 1.18 10.98 3.94 2.65
16 11.63 4.34 1.37 11.63 4.34 1.43 11.63 4.34 3.06
17 12.34 4.77 1.66 12.34 4.77 1.73 12.34 4.77 3.53
18 13.10 5.26 2.00 13.10 5.26 2.08 13.10 5.26 4.07
19 13.93 5.80 2.40 13.93 5.80 2.48 13.93 5.80 4.68
20 14.83 6.40 2.87 14.83 6.40 2.95 14.83 6.40 5.39
21 15.81 7.07 3.42 15.81 7.70 3.50 15.81 7.07 6.20
22 16.88 7.82 4.07 16.88 7.80 4.13 16.88 7.82 7.13
23 18.05 8.66 4.82 18.05 8.66 4.88 18.05 8.66 8.20
24 19.32 9.60 5.72 19.32 9.60 5.75 19.32 9.60 9.44
25 20.72 10.66 6.77 20.72 10.66 6.76 20.72 10.66 10.88
26 22.25 11.85 8.00 22.25 11.85 7.94 22.25 11.85 12.54
27 23.94 13.20 9.46 23.94 13.20 9.32 23.94 13.20 14.47
28 25.80 14.72 11.19 25.80 14.72 10.94 25.80 14.72 16.72
29 27.86 16.44 13.24 27.86 16.44 12.84 27.86 16.44 19.34
30 30.14 18.40 15.67 30.14 18.40 15.07 30.14 18.40 22.40
31 32.67 20.63 18.56 32.67 20.63 17.69 32.67 20.63 25.99
32 35.49 23.18 22.02 35.49 23.18 20.79 35.49 23.18 30.21
33 38.64 26.09 26.17 38.64 26.09 24.44 38.64 26.09 35.19
34 42.16 29.44 31.15 42.16 29.44 28.77 42.16 29.44 41.06
35 46.12 33.30 37.15 46.12 33.30 33.92 46.12 33.30 48.03
36 50.59 37.75 44.43 50.59 37.75 40.05 50.59 37.75 56.31
37 55.63 42.92 53.27 55.63 42.92 47.38 55.63 42.92 66.19
38 61.35 48.93 64.07 61.35 48.93 56.17 61.35 48.93 78.02
39 67.87 55.96 77.33 67.87 55.96 66.76 67.87 55.96 92.25
40 75.31 64.20 93.69 75.31 64.20 79.54 75.31 64.20 109.41
41 83.86 73.90 113.99 83.86 73.90 95.05 83.86 73.90 130.21
20

Meyerhof (1963) Hansen (1961) Vesic (1973)


ϕ(°)
Nc Nq Nγ Nc Nq Nγ Nc Nq Nγ
42 93.71 85.37 139.32 93.71 85.37 113.96 93.71 85.37 155.54
43 105.11 99.01 171.14 105.11 99.01 137.10 105.11 99.01 186.53
44 118.37 115.31 211.41 118.37 115.31 165.58 118.37 115.31 224.63
45 133.87 134.87 262.74 133.87 134.87 200.81 133.87 134.87 271.75
46 152.10 158.50 328.73 152.10 158.50 244.65 152.10 158.50 330.34
47 173.64 187.21 414.33 173.64 187.21 299.52 173.64 187.21 403.65
48 199.26 222.30 526.45 199.26 222.30 368.67 199.26 222.30 496.00
49 229.92 265.50 674.92 229.92 265.50 456.40 229.92 265.50 613.14
50 266.88 319.06 873.86 266.88 319.06 568.57 266.88 319.06 762.86
Sumber : Hardiyatmo, H.C. (2002)..

Faktor-faktor bentuk pondasi (sc , s q , sγ ), dilihatkan dalam Tabel 2.2a, faktor-

faktor kedalaman (d c , d q , d γ ) dan kemiringan beban (ic , iq , iγ ) berturut-turut ditunjukkan

dalam Tabel 2.3a dan tabel 2.3b

Tabel 2.3a Faktor Bentuk Pondasi Meyerhof (Hardiyatmo, H.C. (2002))


Faktor
Nilai Keterangan
Bentuk
1 + 0.2(B/L )tg (45 + ϕ/2 )
sc 2 untuk sembarang ϕ

1 + 0,1(B/L)tg (45 + ϕ/2 )


2 untuk ϕ ≥ 10°
sq = sγ
1 untuk ϕ = 0

Tabel2.3b Faktor Kedalaman Pondasi Meyerhof (Hardiyatmo, H.C. (2002))


Faktor Kedalaman Nilai Keterangan
1+ 0,2 (D/B) tan (45 +
dc untuk sembarang φ
φ/2)°
1+ 0,1 (D/B) tan (45 +
untuk φ ≥ 10°
dq=dγ φ/2)°
1 untuk φ = 0
21

Tabel 2.3c Faktor-faktor Kemiringan Beban Meyerhof (Hardiyatmo, H.C. (2002))


Faktor kemiringan beban Nilai Keterangan
2
 δ°  untuk sembarang ϕ
ic=iq 1 − 
 ϕ
2
 δ°  untuk ϕ >10
dc 1 − 
 ϕ
1 untuk ϕ =0
Catatan : δ = sudut kemiringan beban terhadap garis vertikal

2.1.3 Analisis Brinch Hansen

Brinch Hansen (1970) menyarankan persamaan kapasitas dukung yang

pada dasarnya sama dengan Terzaghi, hanya di dalam persamaannya

memperhatikan pengaruh-pengaruh bentuk pondasi, kedalaman, inklinasi beban,

inklinasi dasar dan inklinasi permukaan tanah (Gambar 2.4).

V

H B
D=
0
+a

Gambar 2.4 Pondasi Dengan Dasar dan Permukaan Miring

Untuk tanah dengan ϕ > 0 , Brinch hansen menyarankan persamaan

kapasitas dukung ultimit:

Qu
qu = = sc d c ic bc g c cN c + s q d q iq bq g q po N q + sγ d γ iγ bγ g γ 0,5B ' γN γ
B ' L'
22

(2.21)

dengan:

Qu = beban vertikal ultimit (kN)

L' , B ' = panjang dan lebar efektif pondasi (m)

γ = berat volume tanah (kN/m 3 )

c = kohesi tanah (kN/m 2 )

po = D f γ = tekanan overburden di dasar pondasi (kN/m 2 )

sc , sq , sγ = faktor-faktor bentuk pondasi (Tabel 2.4a)

dc , d q , dγ = fakor-faktor kedalaman pondasi (Tabel 2.4b)

ic , iq , iγ = faktor-faktor kemiringan beban (Tabel 2.4c)

bc , bq , bγ = faktor-faktor kemiringan dasar (Tabel 2.4d)

gc , g q , gγ = faktor-faktor kemiringan permukaan (Tabel 2.4e)

N c , N q , Nγ = faktor-faktor kapasitas dukung Hansen (Tabel 2.2)

Pada persamaan Brinch Hansen tersebut, faktor-faktor kapasitas dukung

dinyatakan oleh:

N q = e (πtgϕ )tg 2 (45° + ϕ / 2 ) (2.22a)

N c = (N q − 1)ctgϕ (2.22b)

N γ = 1,5(N q − 1)tgϕ (2.22c)

Nilai-nilai faktor kapasitas dukung Brinch Hansen (1970) dapat dilihat

dalam Tabel 2.2


23

Tabel 2.4a Faktor-faktor Bentuk Pondasi Hansen (Hardiyatmo, H.C. (2002))


Arah Beban
Faktor
Bentuk Tegak lurus dasar Miring searah panjangnya
Miring searah lebarnya (B)
pondasi (L)
sc (
1 + (B' /L') N q /N c ) (
1 + (B' /L') N q /N c i cB ) ( )
1 + (B' /L') N q /N c i cL

sc ' 0,2(B' /L') 0,2(B' /L')i cB 0,2(B' /L')i cL


sq 1 + (B' /L')sinϕ (
1 + B' i qB /L' sinϕ ) ( )
1 + L' i qL /B' sinϕ

sγ 1 − 0,4(B' /L') ≥ 0,6 ( )


1 − 0,4 B' i γB /L' i γL ≥ 0,6 ( )
1 − 0,4 L' i γL /B' i γB ≥ 0,6

Tabel 2.4b Faktor Kedalaman Pondasi Hansen (Hardiyatmo, H.C. (2002))


Faktor
Nilai Keterangan
kedalaman
dc 1 + 0,4(D/B ) Bila

dc ' 0,4(D/B )
(D/B) > 1 ,
maka
dq 1 + 2(D/B )tgϕ (1 − sinϕ )
2
(D/B)
diganti
dengan
arctg (D/B )
dγ 1

Tabel 2.4c Faktor Kemiringan Beban Hansen (Hardiyatmo, H.C. (2002))


Faktor
kemiringan Nilai Keterangan
beban
(1 − iq )
ic iq −
(N q − 1)
ic' 0,5 - 0,5 1 - H/A' c a Untuk dasar
horisontal
5
iq
 0,5 H 
1 −  ≥0
 V + A' c a ctg ϕ 
5 Untuk dasar

 0,7 H  miring Batasan :
1 −  ≥0
 V + A' c a ctg ϕ  H ≤ c a A' +V tg δ
24

Tabel 2.4d Faktor Kemiringan Dasar Pondasi Hansen (Hardiyatmo, H.C. (2002))
Faktor
kemiringan Nilai Keterangan
dasar
α°
bc 1−
147°
α° α = kemiringan
bc '
147° dasar pondasi
(gambar 2.4)
bq −2α tg ϕ
e
bγ −2,7 α tg ϕ
e

Tabel 2.4e Faktor Kemiringan Permukaan Hansen (Hardiyatmo, H.C. (2002))


Faktor
kemiringan Nilai Keterangan
permukaan
β°
gc 1− β = kemiringan
147°
β° permukaan tanah
gc' (Gambar 2.4)
147°
α + β ≤ 90°
g c = gγ (1 − 0,5 tg β ) 5

Dalam Tabel 2.4c, bila dasar pondasi tidak sangat kasar, maka c (kohesi)

diganti ca (adhesi) = faktor adhesi x kohesi (c). Pada Tabel-tabel 2.4a sampai

2.4e.

A' = luas efektif pondasi = B ' L'

L' = L − 2eL = panjang efektif

B' = B'−2eB = lebar efektif

eL = eksentrisitas beban terhadap pusat luasan pondasi arah L

eB = eksentrisitas beban terhadap pusat luasan pondasi arah B

Df = kedalaman pondasi

ca = faktor adhesi x c = adhesi antara tanah dan dasar pondasi


25

c = kohesi tanah di dasar pondasi

ϕ = sudut gesek dalam tanah

δ = sudut gesek antara tanah dan dasar pondasi

H = komponen beban sejajar dasar pondasi

V = komponen beban tegak lurus dasar pondasi

α = sudut kemiringan dasar pondasi (positif searah jarum jam)

β = sudut lereng pendukung pondasi (positif searah jarum jam)

Hansen menganalisis kapasitas dukung sebagai masalah plane strain (regangan

bidang atau dua dimensi), yang mana hal ini hanya benar bila pondasi berbentuk

memanjang tak terhingga. Pada tinjauan regangan bidang, nilai sudut gesek

dalam (ϕ) yang diperoleh dari uji triaksial cenderung lebih kecil. Karena itu,

Hansen seperti halnya Meyerhof, menyarankan sudut gesek dalam yang

digunakan dalam hitungan kapasitas dukung adalah:

ϕ ps = 1,1ϕ tr (2.23)

dengan ϕ ps = ϕ plane strain adalah sudut gesek dalam yang digunakan dalam

hitungan kapasitas dukung tanah, dan ϕ tr = sudut gesek dalam dari uji triaksial.

(dikutip dari Hardiyatmo, H.C.)


26

2.1.4 Analisis Vesic (1975)

Persamaan kapasitas dukung Terzaghi, menganggap bahwa permukaan

baji tanah BD dan AD membuat sudut ϕ terhadap arah horisontal. Beberapa

peneliti telah mengamati bahwa sudut baji tidak membentuk sudut ϕ , namun

membentuk (45° + ϕ / 2 ) terhadap horisontal. Berdasarkan prinsip superposisi,

Vesic menyarankan penggunaan faktor-faktor kapasitas dukung yang diperoleh

dari beberapa peneliti, sebagai berikut:

Usulan Reissner (1924):

q p = po N q (2.24)

dengan,

N q = e ( πtgϕ ) tg 2 (45 + ϕ / 2 ) (2.25)

dari analisis Prandtl (1924):

qc = cN c (2.26)

dengan:

N c = (N q − 1)ctgϕ (2.27)

sedangkan dari Caquout dan Kerisel (1953):

q γ = 0,5BγN γ (2.28)

Nilai numerik N γ yang diusulkan oleh Caquout dan Kerisel ini secara

pendekatan sama dengan (Vesic, 1973):

N γ = 2(N q + 1)tgϕ (2.29)

Superposisi ketiga persamaan tersebut di atas:


27

qu = qc + q q + q γ (2.30)

Substitusi persamaan (2.24), (2.26) dan (2.28) ke persamaan (2.30), diperoleh

persamaan kapasitas dukung ultimit pondasi memanjang:

qu = cN c + po N q + 0,5BγN γ (2.31)

Nilai-nilai numerik dari persamaan persamaan faktor kapasitas dukungnya

ditunjukkan dalam Tabel 2.2.

Persamaan kapasitas dukung yang disarankan Vesic tersebut sama

dengan persamaan Terzaghi, hanya persamaan faktor-faktor kapasitas dukungnya

berbeda, yaitu seperti yang ditunjukkan dalam persamaan (2.25), (2.27) dan

(2.29).

Persamaan kapasitas dukung Vesic (1975) selengkapnya, seperti juga

persamaan Brinch Hansen, memberikan pengaruh-pengaruh seperti kedalaman,

bentuk pondasi, kemiringan dan eksentrisitas beban, kemiringan dasar dan

kemiringan permukaan, yaitu:

Qu
qu = = sc d c ic bc g c cN c + s q d q iq bq g q po N q + s γ d γ iγ bq g γ 0,5BγN γ (2.22)
B' L'

dengan:

Qu = komponen vertikal ultimit (kN)

B = lebar pondasi (m)

L' , B ' = panjang dan lebar efektif pondasi (m)

γ = berat volume tanah kN/m 3 ( )


c = kohesi tanah (kN/m 2 )
28

po = D f γ = tekanan overburden di dasar pondasi (kN/m 2 )

sc , s q , s γ = faktor-faktor bentuk pondasi (Tabel 2.6a)

dc , dq , dγ = faktor-faktor kedalaman pondasi (Tabel 2.6b)

ic , i q , i γ = faktor-faktor kemiringan beban (Tabel 2.6c)

bc , bq , bγ = faktor-faktor kemiringan dasar (Tabel 2.6d)

gc , gq , gγ = faktor-faktor kemiringan permukaan (Tabel 2.6e)

Nc , Nq , Nγ = faktor-faktor kapasitas dukung Vesic (Tabel 2.2)

Untuk faktor-faktor bentuk pondasi Vesic menyarankan pemakaian faktor

bentuk pondasi ( sc , s q , s γ ) dari De Beer (1970). Sedang untuk faktor-faktor

kedalaman, Vesic (1973) menyarankan pemakaian faktor-faktor kedalaman

(d c , d q , d γ ) dari Hansen (1970) (Tabel 2.6b). Dalam persamaan (2.22) beban

yang bekerja pada pondasi merupakan beban sembarang, dapat miring dan

eksentris.

Tabel 2.5a Faktor-faktor Pondasi Vesic (Hardiyatmo, H.C. (2002))


Pondasi
Faktor Pondasi Pondasi empat
bujursangkar
bentuk memanjang persegi panjang
atau lingkaran
sc 1 (
1 + (B / L ) N q / N c ) (
1 + Nq / Nc )
sq 1 1 + (B / L )tgϕ 1 + tg ϕ

sγ 1 1 − 0 ,4(B / L ) ≥ 0 ,6 0,6
29

Tabel 2.5b Faktor Kedalaman Pondasi Vesic (Hardiyatmo, H.C. (2002))


Faktor
Nilai Keterangan
Bentuk
dc 1 − 0 ,4(D / B ) Batasan:Bila
(D / B > 1) , maka
1 + 2(D / B )tgϕ (1 − sin ϕ )
dq 2
(D / B) diganti
dγ 1 dengan
arc tg (D / B )

Tabel 2.5c Faktor Kemiringan Beban Vesic (Hardiyatmo, H.C. (2002))


Faktor
kemiringan Nilai Keterangan
beban
1 − iq
ic iq − Untuk ϕ > 0
N c tgϕ
mH
ic' 1− Untuk ϕ = 0
A' c a N c
m
iq  H  Untuk
1 −  ≥0 V / A' c a ≤ 1
 V + A' c a ctgϕ 
m+1
 H  Untuk dasasr
1 −  ≥0 horisontal
 V + A' c a ctgϕ 
2+B/ L Kemiringan beban
m = mB =
1+ B / L searah lebar B

2+L/ B Kemiringan beban
m = mL =
1+ L / B searah panjang L
Jika inklinasi beban pada arah
n dan membuat sudut ϕ n
H ≤ c a A' + V tgδ
terhadap arah L pondasi,
maka m n

Tabel 2.5d Faktor Kemiringan Dasar Pondasi Vesic (Hardiyatmo, H.C. (2002))
Faktor
kemiringan Nilai Keterangan
dasar
1 − bq
bc bq −
N c tgϕ
α dalam radian ϕ dalam

bc' 1− derajat
π +2
b q = bγ (1 − αtgϕ )2
30

Tabel 2.5e Faktor Kemiringan Permukaan Vesic (Hardiyatmo, H.C. (2002))


Faktor
kemiringan Nilai Keterangan
permukaan
1 − iq β dalam radian.
gc iq −
5 ,14 tgϕ
2β Batasan: β < 45° dan β < ϕ
g c' 1−
π + 2ϕ
g c = gγ (1 − tgβ )2

Pertimbangan pemakaian persamaan kapasitas dukung adalah sebagai berikut

(Bowles, 1996):

Tabel 2.6 Pertimbangan Kapasitas Dukung (Hardiyatmo, H.C. (2002))


Cara Sangat baik digunakan untuk
Tanah berkohesi, di mana
D/B ≤ 1 atau untuk estimasi
qu secara cepat untuk
Terzaghi dibandingkan dengan cara lain.
Jangan digunakan bila pondasi
mengalami momen (beban tidak
sentris) dan atau gaya horisontal,
atau bila dasar pondasi miring.
Hansen, Sembarang situasi dapat
Meyerhof, diterapkan, bergantung pada
Vesic kesukaan pemakai.
Jika dasar pondasi miring atau
Hansen, pondasi pada lereng atau bila
Vesic
D/B > 1

2.2 Pondasi

Pondasi adalah bagian terendah dari bangunan yang meneruskan beban

bangunan ke tanah atau batuan yang ada di bawahnya. Persyaratan-persyaratan

yang harus dipenuhi dalam perancangan pondasi adalah:

- Faktor aman terhadap keruntuhan akibat terlampauinya kapasitas dukung

tanah harus dipenuhi. Dalam hitungan kapasitas dukung umumnya digunakan

faktor aman 3.
31

- Penurunan pondasi harus masih dalam batas-batas nilai yang ditoleransikan.

Khususnya penurunan yang tak seragam harus diperhitungkan dengan teliti

supaya tidak mengakibatkan kerusakan pada struktur.

Terdapat dua klasifikasi pondasi yaitu pondasi dangkal dan pondasi dalam.

2.2.1 Pondasi Dangkal

Pondasi dangkal adalah pondasi yang mendukung bebannya secara

langsung seperti pondasi telapak, pondasi memanjang dan pondasi rakit.

Kedalaman pada pondasi dangkal ini umumnya D / B ≤ 1 . (D adalah nilai

kedalaman pondasi dan B adalah lebar pondasi).

Pondasi telapak merupakan pondasi yang berdiri sendiri dalam

mendukung kolom.

Pondasi memanjang adalah pondasi yang digunakan untuk mendukung

dinding memanjang atau digunakan untuk mendukung sederetan kolom-kolom

yang berjarak sangat dekat.

Pondasi rakit adalah pondasi yang digunakan untuk mendukung

bangunan yang terletak pada tanah lunak. Pondasi ini digunakan umumnya

dipakai untuk mengurangi penurunan yang tidak seragam (differensial

settlement).

DINDING KOLOM

Gambar 2.5a Pondasi Memanjang dan Pondasi Telapak


32

kOLOM

RAKIT

Gambar 2.5b Pondasi Rakit

2.2.2 Pondasi Dalam

Pondasi dalam adalah pondasi yang meneruskan beban bangunan ke

tanah keras atau batuan yang terletak relatif jauh dari permukaan, contoh dari

pondasi dalam ini adalah pondasi sumuran dan pondasi tiang. Kedalaman pada

pondasi dalam ini umumnya D / B ≥ 4 . (D adalah nilai kedalaman pondasi dan B

adalah lebar pondasi).

Pondasi sumuran merupakan bentuk peralihan antara pondasi dangkal

dan pondasi tiang, digunakan bila tanah dasar yang kuat terletak pada kedalaman

yang relatif dalam.

Pondasi tiang digunakan bila tanah pondasi pada kedalaman yang normal

tidak mampu mendukung beban kerja, sedangkan tanah keras terletak pada

kedalaman yang sangat dalam.


33

kOLOM

PILAR
JEMBATAN

RAKIT

SUMURAN

Gambar 2.6 Pondasi Sumuran dan Tiang

Beberapa definisi yang perlu diketahui dalam perancangan pondasi antara

lain:

- Tekanan overburden total (total overburden pressure) (p) adalah intensitas

tekanan total yang terdiri dari berat material di atas dasar pondasi total, yaitu

berat tanah dan air sebelum pondasi dibangun.

- Kapasitas dukung ultimit neto (net ultimate bearing capasity) (qun ) adalah

nilai intensitas beban pondasi saat tanah akan mengalami keruntuhan geser,

yang secara umum dapat dinyatakan dalam persamaan:

qun = qu − D f γ (2.23)

Pada persamaan 2.14, kapasitas dukung ultimit neto menjadi:

q u = cN c + D f γ (N q − 1) + 0 ,5γBN γ

atau

qu = cN c + p o (N q − 1) + 0,5γBN γ
34

- Tekanan pondasi total (total foundation pressure) atau intensitas

pembebanan kotor (q), adalah intensitas tekanan total pada tanah di dasar

pondasi, sesudah struktur selesai dibangun dengan pembebanan penuh.

Beban-beban termasuk berat pondasi, berat struktur atas, dan berat tanah

urug termasuk air di atas dasar pondasi.

- Tekanan pondasi neto (net foundation pressure) (q n ) untuk suatu pondasi

tertentu adalah tambahan tekanan pada dasar pondasi, akibat beban hidup

dan beban mati dari strukturnya. Secara umum q n dapat dinyatakan oleh

persamaan:

qn = q − D f γ (2.24)

- Kapasitas dukung izin (allowable bearing capacity) (q a ) adalah tekanan

pondasi maksimum yang dapat dibebankan pada tanah, sedemikian rupa

sehingga kedua persyaratan keamanan terhadap kapasitas dukung dan

penurunannya terpenuhi. Jika hitungan kapasitas dukung tanah yang

didasarkan pada keamanan terhadap keruntuhan tanah telah memenuhi,

sedangkan hitungan penurunan yang akan terjadi yang dihitung berdasarkan

tekanan kapasitas dukung tanah yang aman tersebut melampaui batas nilai

toleransinya, maka tekanan pondasi harus dikurangi sampai penurunan yang

terjadi masih dalam batas-batas yang memenuhi persyaratan.

- Faktor aman (F) dalam tinjauan kapasitas dukung ultimit neto, didefinisikan

sebagai

qun qu − D f γ
F= = (2.25)
qn q − Df γ
35

- Dari persamaan diatas (F), untuk faktor aman tertentu yang sesuai, kapasitas

dukung aman (safe bearing capacity) (q s ) didefinisikan sebagai tekanan

pondasi total ke dalam tanah maksimum yang tidak mengakibatkan risiko

keruntuhan kapasitas dukung, yaitu:

q un
q = + Df γ (2.26)
F

Jadi untuk persamaan 2.15, kapasitas dukung aman pondasi memanjang

dinyatakan oleh:

qs =
1
F
[ ]
cN c + p o (N q − 1) + 0,5γBN γ + D f γ (2.27)

2.2.3 Pondasi pada Tanah Pasir

Tanah granular, seperti pasir dan kerikil merupakan tanah yang tidak

berkohesi (c=0), atau mempunyai kohesi namun sangat kecil sehingga dalam

hitungan kapasitas dukung sering diabaikan. Kapasitas dukung pondasi pada

tanah granuler, dipengaruhi terutama oleh kerapatan relatif (relative density)

(Dr ) , kedudukan muka air tanah, tekanan kekang (confining presure), dan

ukuran pondasi. Untuk tanah tidak berkohesi, persamaan umum kapasitas

dukung ultimit Terzaghi akan menjadi sebagai berikut:

- Pondasi berbentuk memanjang:

qu = po N q + 0,5γBN γ (2.28)

- Pondasi berbentuk bujur sangkar

qu = po N q + 0,4γBN γ (2.29)
36

- Pondasi berbentuk lingkaran

qu = po N q + 0,3γBN γ (2.30)

- Pondasi berbentuk empat persegi panjang

qu = po N q + 0,5γBN γ (1 − 0,2 B / L ) (2.31)

dengan:

B = lebar atau diameter pondasi

L = panjang pondasi

po = D f γ = tekanan overburden pada dasar pondasi

Df = kedalaman pondasi

γ = berat volume tanah

N q , N γ = faktor-faktor kapasitas dukung

Tanah-tanah granular mempunyai permeabilitas yang besar, karena itu

pada tiap-tiap tahap pembebanan air selalu terdrainasi dari rongga pori tanah.

Maka, hitungan kapasitas dukung pasir selalu didasarkan pada kondisi terdrainasi

(drained) dengan penggunaan parameter tegangan efektif (ϕ ' > 0 dan c' = 0) .

Sudut gesek dalam (ϕ ') pasir sangat dipengaruhi oleh kerapatan relatif yang

nilainya berkisar antara 28° sampai 45° (pada umumnya diambil sekitar

30° − 40° ). U.S. Engineer Corp (1946) menyarankan ϕ ' = 30° untuk pasir lepas

atau tidak padat, dan ϕ ' = 35° untuk pasir padat. Nilai-nilai tersebut

dipertimbangkan sebagai nilai yang aman. Faktor lain yang mempengaruhi sudut

gesek dalam ϕ ' adalah bentuk dan gradasi butiran. Jika butiran bergerigi,

bergradasi baik, dan dalam kondisi padat, maka sudut gesek dalam pasir
37

diperkirakan akan besar. Tanah granular yang padat mempunyai kerapatan relatif

(Dr ), γ , dan ϕ ' yang besar, sehingga kapasitas daya dukung besar dan

penurunan kecil. Sebaliknya, jika pasir tidak padat, nilai γ dan ϕ ' kecil,

sehingga kapasitas daya dukungnya rendah dan penurunan besar.

2.3 Sistem Perkuatan Tanah

Prinsip dasar yang terdapat pada tanah yang diperkuat (reinforced soil)

adalah mudah untuk dipahami dan telah dipergunakan oleh manusia selama

berabad-abad lamanya. Sistem perkuatan tanah banyak mempermudah dalam

bidang teknik sipil dari segi manfaat teknis dan ekonomis. Menurut Jones (1996),

aplikasi perkuatan tanah meliputi permasalahan: pekerjaan jembatan, bendungan,

timbunan pondasi, jalan dan jalan kereta api.

Gambar 2.7 Aplikasi Perkuatan Pada Tanah Pondasi

(Sumber : www.ettlinic.com)
38

2.3.1 Sejarah Sistem Perkuatan Tanah

Konsep perkuatan tanah sebenarnya bukanlah merupakan hal baru,

prinsip dasarnya telah banyak didemonstrasikan di alam-alam oleh hewan-

hewan, terutamanya oleh burung-burung dalam membuat sarang yang

memanfaatkan kekuatan dari akar tumbuhan.

Contoh yang merupakan hasil karya manusia tentang teknologi perkuatan

tanah di zaman alam silam yang masih tersisa hingga kini adalah bangunan

ziggurat (tempat sesembahan) kota kuno Dur-Kurigatzu yang dibangun sekitar

2500-5000 tahun yang lalu, sekarang dikenal sebagai Agar-Quf dan The Great

Wall of China (tembok China). Zigurat Agar-Quf terletak 5 km utara kota

Bagdad, Irag, dibangun dari batu bata lempung dengan ketebalan 130 mm-400

mm, diperkuat dengan woven mat terbuat dari alang-alang diletakkan secara

horizontal pada lapisan tanah pasir dan kerikil pada spasi verikal bervariasi

antara 0,5m-2m. Alang-alang juga dipakai untuk membuat tali yang dijalin

dengan diameter 100 mm dipasang melewati struktur yang berfungsi sebagai

perkuatan. Agar-Quf sekarang ini memiliki tinggi kurang lebih 45 m, dahulu

diperkirakan tingginya mencapai 80m. Tembok China sebagian diselesaikan pada

550 sebelum masehi, pondasinya merupakan campuran lempung dan kerikil yang

diperkuat dengan cabang-cabang pohon.

Pada tahun 1820-an, Kolonel Pasley (1822) memperkenalkan bentuk

perkuatan tanah untuk kepentingan pembangunan sarana militer tentara angkatan

darat Inggris. Pasley melakukan serangkaian percobaan yang memberikan hasil

bahwa terjadi pengurangan tekanan lateral yang bekerja pada dinding penahan
39

jika backfill-nya diperkuat secara horizontal dengan tambahan semak belukar,

papan kayu atau kanvas, filosofi yang baru diteliti setelah 150 tahun kemudian.

Di masa silam, kebanyakan sistem perkuatan tanah diterapkan pada

sektor perbaikan sungai dan tanggul. Contoh tanggul tanah lempung yang

diperkuat dengan alang-alang terdapat di sepanjang sungai Eufrat dan Tigris.

2.3.2 Sejarah Sistem Perkuatan Tanah Modern

Konsep perkuatan tanah modern diperkenalkan oleh Prof. Casagrande

yang mengidealisasikan permasalahan dalam bentuk tanah lemah yang diperkuat

dengan membran dengan kekuatan tinggi yang diletakkan secara horisontal.

Bentuk modern sistem perkuatan tanah diperkenalkan oleh Henri Vidal pada

tahun 1960-an. Konsep Vidal adalah suatu material komposit yang dibentuk dari

perkuatan berbentuk strip yang diletakkan horizontal pada tanah granular.

Interaksi yang terjadi antara tanah dengan perkuatan semata-mata diperoleh

melalui friksi yang terjadi akibat beban gravitasi. Material ini disebutnya sebagai

“Reinforced Earth” suatu terminologi yang menjadi terkenal di banyak negara,

digunakan untuk mendekskripsikan semua bentuk sistem perkuatan tanah.

Dinding penahan pertama dibangun dengan memakai konsep Vidal terdapat di

Menton, Perancis Selatan pada tahun 1968, walaupun Vidal telah memulainya

pada permulaan tahun 1964.

Setelah era Vidal, perkembangan sistem perkuatan tanah begitu cepat,

antara lain dengan banyak penelitian yang disponsori oleh lembaga-lembaga

penelitian di berbagai negara. Penelitian-penelitian tersebut banyak memberikan


40

perkembangan pemahaman tentang sistem perkuatan tanah dan pengembangan

bentuk perkuatan yang diperbaharui.

Pengembangan jenis material perkuatan dan interaksinya dengan tanah

juga telah dikembangkan, dimana pada struktur perkuatan tanah zaman kuno,

banyak menggunakan material perkuatan yang berasal dari alam seperti:jerami,

alang-alang dan kayu. Pasley, telah meletakkan dasar perkembangan jenis

perkuatan sintetik, yaitu dengan mencoba kanvas sebagai bahan perkuatan.

Korosi pada perkuatan menjadi masalah besar, sehingga mulai dipikirkan

suatu jenis material yang tahan terhadap korosi, berumur panjang namun handal,

Sehingga pada tahun 1940 mulailah diperkenalkan material perkuatan jenis

sintetik yang diperkirakan mampu berumur panjang karena tahan terhadap

korosi. Pada tahun 1970 mulai dibangun struktur yang diperkuat Geotekstil.

Sejak itu mulailah berkembang geosintetik yang merupakan bahan baru dalam

dunia earth reinforcement. Salah satu produk geosintetik adalah geogrid, yang

berkembang pada tahun 1960-an. Salah satu yang pertama menggunakan geogrid

yang terbuat dari bahan High Density Polyethylene grid adalah proyek

pembangunan timbunan untuk pondasi jalan kereta api yang sekaligus ditunjukan

untuk mendapatkan kepadatan yang lebih tinggi (Yamamoto, 1966; Iwasaki and

Watanabe, 1978 dalam Jones, 1996). Pada sekitar tahun yang sama penggunaan

grid juga dilakukan untuk proyek reklamasi pembangunan lapangan terbang

Nyeta, Tokyo (Yamanouchi, 1967 dalam Jones, 1996).


41

2.3.3 Jenis-jenis Material Perkuatan

Jenis-jenis material perkuatan yang ada:

- Strip Reinforcement

Perkuatan tipe ini merupakan elemen yang fleksibel, biasanya memiliki lebar

(b) yang lebih besar daripada tebalnya (t). Biasanya tebalnya berkisar 3-20

mm dan b=30-100 mm. Yang paling luas digunakan adalah strip logam.

Strip juga dapat dibuat dari alang-alang dan bambu.

- Grid

Perkuatan grid dibentuk member arah transversal dan longitudional. Tujuan

utama dari member longitudional adalah untuk menahan agar member

transversal tetap pada posisinya. Grid dapat dibuat dari baja dan polimer.

Grid yang dibuat dari polimer disebut geogrid. Umumnya geogrid

merupakan produk fabrikasi.

Gambar 2.8 Model Perkuatan Grid

(Sumber : www.geosistem.co.id)
42

- Perkuatan bentuk lembaran (Sheet Reinforcement)

Material perkuatan lembaran yang umum dipakai adalah geotekstil.

Geotekstil dibagi menjadi 2 tipe yaitu woven dan non woven. Geotekstil

nonwoven terdiri dari susunan yang acak dari serat yang terikat akibat panas

yang diberikan dalam proses pembuatannya. Geotekstil woven terdiri atas

serat yang disusun dengan cara dianyam.

2.3.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku dan Performa Sistem Soil-

Reinforcement

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku dan performa dari sistem

reinforced soil:

- Pengaruh perkuatan (Reinforcement)

Pengaruh perkuatan meliputi: bentuk, permukaan, dimensi, kekuatan dan

kekakuan. Reinforcement apabila disisipkan dalam massa tanah dan

bersama-sama dengan busur regangan tarik akan mengacaukan pola

regangan yang seharusnya terjadi bila reinforcement tidak ada dalam massa

tanah. Reinforcement juga akan menghalangi pembentukan bidang runtuh

dalam massa tanah, yang produknya berupa peningkatan kekuatan dan kuat

geser.

- Pengaruh bentuk perkuatan (Reinforcement Form)

Bentuk material perkuatan yang berbeda akan memberikan respons yang

berbeda terhadap kinerja komposit tanah-perkuatan. Agar dapat

meningkatkan performa, perkuatan harus melekat dengan tanah sedemikian


43

rupa sehingga deformasi yang terjadi pada tanah menghasilkan regangan

juga pada perkuatan.

- Pengaruh permukaan perkuatan (Reinforcement Surface)

Untuk sistem sheet, bar dan strip, nilai µ mengindikasikan koefisien friksi

antara tanah dengan perkuatan, makin tinggi nilai µ semakin efisien suatu

perkuatan. Sistem bar, sheet dan strip yang kasar permukaanya idealnya

memiliki karakteristik yang baik jika dibandingkan dengan yang smooth

(halus). Bentuk permukaan yang kasar dapat dibuat dengan jalan merekatkan

pasir pada permukaan perkuatan yang langsung memiliki kontak dengan

tanah yang diperkuatnya.

- Pengaruh dimensi perkuatan

Dimensi perkuatan harus kompatibel (cocok) dengan kondisi. Dimensi

teoritis dari perkuatan cenderung dimodifikasi untuk menyesuaikan dengan

persyaratan logika dan ketahanan.

- Pengaruh kekuatan perkuatan (Reinforcement Strength)

Kekuatan perkuatan sinonim dengan ketegaran, tuntutan logika

menghendaki agar perkuatan bisa tegar. Kehilangan ketegaran secara tiba-

tiba dapat mengakibatkan pengaruh yang besar bila sistem perkuatan tanah

sangat tergantung kepada besarnya kekuatan maksimum yang diberikan oleh

perkuatan. Kehilangan kekuatan secara tiba-tiba akibat keruntuhan yang

terjadi mengakibatkan penurunan pada kuat geser dari sistem perkuatan

tanah.
44

- Pengaruh kekakuan perkuatan (Reinforcement Stiffness)

Bending Stiffness (kekakuan tekuk), belum memperlihatkan efek yang berarti

pada performa sistem perkuatan tanah. Kecuali bila penerapan sistem

perkuatan tanah pada tanah yang sangat lunak dengan perkuatan yang

berfungsi sebagai membran tarik.

Longitudional Stiffness (kekakuan longitudinal), yang merupakan

perkalian modulus elastisitas dengan luas efektif potongan, telah terbukti

memiliki pengaruh yang berarti terhadap sistem perkuatan tanah. Kekakuan

longitudional memiliki pengaruh pada regangan yang terjadi pada sistem

perkuatan tanah. Pengaruh perkuatan yang diletakkan pada massa tanah pada

arah regangan tarik berfungsi sebagai penahan deformasi dan gaya yang

ditimbulkan, proporsional dengan regangan resultan yang timbul dalam

perkuatan. Kondisi keseimbangan tercapai tergantung kepada kekakuan

longitudional perkuatan dan karakteristik tegangan-regangan massa tanah.

- Pengaruh lokasi perkuatan

Agar dapat memaksimalkan fungsi sistem perkuatan tanah, mekanisme

keruntuhan potensial dan bidangnya harus bersesuaian dengan penempatan

perkuatan. Untuk hasil yang optimum, perkuatan harus ditempatkan pada

tempat di mana terjadinya regangan kritis, yaitu pada tempat di mana terjadi

regangan tarik paling besar.

- Pengaruh orientasi perkuatan

Mengubah orientasi perkuatan akan mereduksi keefektifannya dan jika

diorientasikan pada arah regangan tekan utama, perilaku perkuatan akan


45

berubah dari perkuatan regangan tarik menjadi perkuatan regangan tekan.

Jika perkuatan diorientasikan sepanjang arah dengan ekstensi sama dengan

nol, kehilangan kekuatan dari sistem perkuatan tanah akan terjadi.

Pada kebanyakan struktur yang menerapkan sistem perkuatan tanah,

perkuatan diletakkan secara horisontal.

- Pengaruh spasi perkuatan (Reinforcement Spacing)

Menurut Jewell (1980) dan Smith (1977), berdasarkan pengujian

laboratorium, bahwa peningkatan kekuatan dari suatu sistem perkuatan tanah

tidak selalu proporsional dengan jumlah perkuatan yang diinstalasikan. Spasi

antar perkuatan memiliki pengaruh pada performa individu elemen

perkuatan. Di bawah spasi tertentu terjadi interferensi, dengan konsekuensi

bahwa berkurangnya spasi akan mereduksi peningkatan kuat geser dari

sistem perkuatan tanah yang dipersiapkan oleh setiap perkuatan juga

menurun.

- Pengaruh kondisi tanah

Tanah yang digunakan dalam sistem perkuatan tanah tergantung dengan

situasi dan kondisi tertentu, pada kasus tertentu perkuatan berfungsi untuk

meningkatkan mutu tanah lunak atau material limbah. Di lain sisi, pada

pekerjaan abutment jembatan, tanah yang digunakan harus memiliki

kandungan material granular-well-graded yang dipadatkan dengan

kepadatan yang tinggi yang akan mengembang jika mengalami gaya geser.

Karakteristik tanah dan keadaan tanah akan mempengaruhi kinerja sistem

perkuatan tanah apabila tanah tersebut diperkuat.


46

- Pengaruh ukuran partikel tanah

Ukuran partikel yang ideal untuk membentuk sistem perkuatan tanah adalah

tanah berbutir kasar dengan kondisi well-drained, well-graded, tanah dengan

karakteristik seperti ini mampu menyajikan ketahanan jangka panjang

stabilitas pada saat konstruksi dan memiliki karakter fisika-kimia yang baik.

Pada kondisi tegangan normal yang bekerja pada sistem perkuatan tanah,

tanah berbutir kasar well-graded berperilaku elastis dan pergerakan pasca

konstruksi umumnya tidak terjadi.

Tanah berbutir halus (fine-grained soils) umumnya memiliki drainase

yang buruk dan transfer beban dari tanah ke perkuatan tidak bisa

berlangsung secara seketika. Tanah berbutir halus berperilaku plastis yang

dapat meningkat pada saat pasca konstruksi, sehingga menyebabkan

pergerakan.

- Pengaruh Grading (Distribusi Ukuran Butiran)

Well-graded soil dapat dipadatkan hingga suatu kepadatan yang disyaratkan

dan menghasilkan kondisi yang menguntungkan bagi sistem perkuatan

tanah. Poorly-graded soil dapat menghasilkan respons yang serupa dengan

perilaku tanah berbutir halus. Tanah dengan gradasi seragam dapat

menimbulkan masalah pada stabilitas struktur.

Materialnya dapat diperoleh baik lewat stone crusher maupun dengan jalan

mengambil di sungai. Di Inggris, material yang baik untuk sistem perkuatan

tanah adalah apabila dilakukan uji sieve, material yang lolos saringan

berukuran lubang 63 µm tidak lebihdari 10%. Di Perancis, material yang


47

digunakan untuk membentuk sistem perkuatan tanah adalah material yang

proporsinya tidak lebih dari 15 % dari berat, lebih kecil dari 15 µm .

- Pengaruh kandungan mineral

Komposisi tanah dapat memberikan manfaat terhadap ketahanan material

perkuatan. Beberapa mineral lempung seperti illite, dapat mengakibatkan

korosi pada perkuatan logam.

- Pengaruh kepadatan tanah

Kepadatan tanah memiliki pengaruh kepada perilaku tegangan-regangan

tanah. Tanah yang padat pada kondisi drained saat mengalami gaya geser

memiliki kecenderungan untuk mengembang, sementara tanah dalam

kondisi lepas memiliki tegangan deviator yang lebih rendah, tidak tercapai

tegangan puncak dan hanya memperlihatkan pengurangan volume. Pada

kondisi undrained, tidak terjadi perubahan volume, Bassett dan Last (1978)

menyamakan kondisi ini dengan kondisi yang ada pada sistem perkuatan

tanah. Tekanan air pori negatif akan terjadi pada tanah yang padat pada saat

dilakukan penggeseran dapat dipakai untuk mengestimasi peningkatan

tegangan overburden. Pengaruh ini dimanfaatkan untuk meningkatkan

tegangan normal yang bekerja pada perkuatan dan meningkatkan koefisien

friksi antara tanah dan perkuatan.

Pengaruh tanah yang mengembang sangat berarti terhadap tegangan normal

elemen perkuatan, namun peningkatan tegangan akan menurun dengan

meningkatnya regangan geser.


48

- Pengaruh sistem Tegangan

Dengan meningkatnya tegangan dalam massa tanah non kohesif diikuti

dengan menurunnya angka pori kritis, regangan relatif tanah menurun dan

tekanan tanah lateral cenderung menjadi aktif. Masa keadaaan tegangan

dalam sistem perkuatan tanah akan berbeda dengan meningkatnya

ketinggian dan dengan perbedaan kuantitas dan tipe perkuatan.

- Pengaruh derajat kejenuhan

Tanah non-kohesif yang well-graded tidak akan mengalami masalah jika

dikaitkan dengan kejenuhan. Pada tanah berbutir halus yang kohesif,

biasanya drainasenya jelek sehingga tidak mampu melakukan transfer beban

dengan segera. Akibatknya yaitu akan terjadi penurunan kekuatan geser

secara temporer yang akan memicu penurunan kecepatan konstruksi.

- Geometri Struktur

Terkadang keadaan struktur tanah memerlukan struktur dengan geometri

khusus. Perubahan geometri seperti pencuraman lereng timbunan akan

mengubah keadaan bidang regangan dalam struktur. Perubahan struktur

dapat meningkatkan atau justru menurunkan keefektifan perkuatan.

- Pengaruh pemadatan

Penggunaaan alat modern untuk memadatkan tanah dapat menghasilkan

tekanan lateral residuak yang mempengaruhi tekanan at rest K o yang

mendominasi pada banyak timbunan yang dipadatkan. Hal ini terjadi pada

kasus retaining wall dan abutment jembatan.


49

Pemadatan dipengaruhi oleh regangan geser, sepanjang regangan geser

tergantung kepada berat alat pemadat, semakin besar alat pemadat semakin

besar pemadatan yang dihasilkan. Tingkat kepadatan tergantung kepada

jumlah lintasan alat pemadat atau roller. Aksi dari perkuatan tanah pada saat

dipadatkan yaitu untuk menahan regangan geser yang disebabkan oleh alat

pemadat.

2.4 Geosintetik

Geosintetik berasal dari kata Geo dan Sintetik. Geo mempunyai arti yaitu

bumi/tanah dan Sintetik mempunyai arti bahan sintetis/buatan. Jadi pengertian

geosintetik adalah suatu produk yang dibentuk oleh bahan polimer dan

digunakan terkait dengan tanah, batuan, dan rekayasa geoteknik lainnya sebagai

bagian dari proyek konstruksi.

Sejarah perkembangan geosintetik pada awalnya diilhami dari

penggunaan material alami secara konvensional dengan menggunakan bahan

kayu, jerami, ijuk, pemadatan tanah.

Geosintetik memiliki berbagai fungsi, diantaranya adalah sebagai:

- lapis pemisah, yaitu memisahkan dua material yang berbeda sehingga

masing-masing mempunyai sifat yang tetap sebagaimana kondisi awalnya.

- lapis perkuatan, yaitu berfungsi untuk meningkatkan kemampuan sistem

komposit tanah dan perkuatan untuk memikul beban.

- lapis filtrasi, memungkinkan aliran air melalui bahan geosintetik namun

menahan butir tanah.


50

- lapis drainase, memungkinkan aliran air melewati bahan geosintetik baik

arah vertikal maupun horisontal.

- lapis kedap, sebagai lapisan yang memiliki permeabilitas sangat rendah

(kedap) untuk mencegah migrasi cairan.

- lapis pelindung, memberikan perlindungan terhadap material lain.

Geosintetik diklasifikasikan menjadi beberapa bagian yaitu: geotekstil,

geogrid, geonet, geomembrans, geofoam, dan lain sebagainya.

2.4.1 Geotekstil

Geotekstil merupakan salah satu bagian dari geosintetik yang berbentuk

lembaran dan mempunyai sifat yang tembus air (permeabel). Geotekstil dibagi

menjadi dua bagian yaitu geotekstil woven dan geotekstil nonwoven. Geotekstil

woven adalah geotekstil yang dianyam secara teratur. Geotekstil nonwoven

adalah geotekstil yang dinyam secara tidak teratur (secara acak) dengan

menggunakan bantuan jarum atau dipanaskan hingga menempel.

Gambar 2.9 Geotekstil Woven

Gambar 2.10 Geotekstil Non Woven


(sumber : ppt Andyan Suhendra)
51

2.5 Metode Elemen Hingga

Dalam perhitungan plaxis menggunakan metode elemen hingga. Metode

elemen hingga merupakan suatu metode perhitungan dengan cara membagi suatu

struktur menjadi elemen (kontinum) yang kecil dan beraturan. Elemen-elemen

tersebut dapat berupa garis, segitiga, dan segiempat. Semakin kecil elemen yang

ditinjau, maka hasil yang didapat akan semakin akurat asalkan elemen tersebut

tidak mengalami putus disuatu tempat.

Dalam metode elemen hingga, wilayah model didiskretisasi menjadi

elemen-elemen baik dengan jarak yang teratur maupun tidak teratur. Diskretisasi

adalah pembagian suatu sistem menjadi elemen-elemen yang lebih kecil dan

jumlahnya berhingga, yang disebut juga elemen hingga.

Untuk menentukan lokasi titik nodal pada elemen diperlukan suatu sistem

koordinat. Sistem koordinat tersebut terdiri dari koordinat global (x,y) dan

koordinat lokal (s,t).

Sistem koordinat global dan lokal apabila dihubungkan akan menjadi

suatu fungsi bentuk. Fungsi bentuk ini akan bernilai satu pada titik nodal yang

ditinjau dan bernilai nol pada titik lainnya.

Didalam metode elemen hingga terdapat syarat batas yang merupakan

suatu kondisi fisik untuk membatasi struktur sehingga sistem tersebut dapat berdiri

sendiri dalam suatu ruang. Syarat batas ini digunakan untuk menghindari adanya

matriks singular supaya besaran-besaran yang dicari dapat dihitung dan

diselesaikan dan perhitungan dapat dilakukan.


52

Syarat batas secara umum dibedakan menjadi:

- Syarat batas paksa atau syarat batas geometri

Merupakan syarat batas yang dinyatakan oleh besarnya peralihan. Contohnya

pada balok di atas dua perletakan memiliki syarat batas pada kedua titik

ujungnya, yaitu peralihannya adalah nol.

- Syarat batas alamiah

Syarat batas alamiah ini terjadi apabila turunan kedua dari peralihan adalah nol,

contohnya balok di atas dua perletakan memiliki momen nol pada kedua titik

ujungnya, dimana momen merupakan turunan kedua dari peralihan.

Dasar dari penyelesaian persamaan elemen hingga adalah dengan

menggunakan hubungan antara regangan, perpindahan dan tekanan. Hubungan

antara matriks regangan dan perpindahan adalah :

{ε } = [B]
u
 (2.24)
v

Dimana:

ε = vektor regangan

B = matriks regangan

u,v = perpindahan titik nodal arah x dan y

ε x 
ε 
ε = 
y

ε z 
 
ε xy 
53

δ δ δ 
 δx 0 0 0
 δy δz 
δ δ δ
B= 0 0 0
 δy δx δz 
 δ δ δ 
0 0 0 
 δz δy δx 

Hubungan antara tekanan dan regangan adalah sebagai berikut :

{σ } = [C]{ε } (2.25)

Dimana :

C = matriks kontitutif (properti material)

1 − v v v 0 
 v 1− v v 0 
E 
=
(1 + v )(1 − 2 v )  v v 1− v 0 
1 − 2v 
 0 0 0
2 

E = modulus Young

v = poisson ratio
54

2.6 Plaxis

Plaxis merupakan suatu program yang berbasis metode elemen hingga

yang digunakan untuk aplikasi geoteknik. Plaxis dapat digunakan untuk

menghitung berbagai macam perilaku tanah dalam pemodelannya, melakukan

analisis deformasi dan stabilitas dalam bidang rekayasa geoteknik.

Plaxis mulai dikembangkan pada tahun 1987 di Universitas Teknik Delft

(Technical University of Delft) inisiatif Departemen Tenaga Kerja dan Pengelolaan

Sumber Daya Air Belanda (Dutch Departement of Public Works and Water

Management). Tujuan awal dari Plaxis adalah untuk menciptakan sebuah program

komputer berdasarkan metode elemen hingga 2D yang mudah digunakan untuk

menganalisis tanggul-tanggul yang dibangun di atas tanah lunak di dataran rendah

Holland. Pada tahun berikutnya Plaxis dikembangkan lebih lanjut hingga

mencakup hampir seluruh aspek perencanaan geoteknik lainnya.

Anda mungkin juga menyukai