Anda di halaman 1dari 3

Resensi Artikel Warisan Mbaru Niang di Wae Rebo

A. Latar Belakang
Menurut WJS. Poerwadarminta (dalam Romli, 2003:75) resensi secara bahasa sebagai
pertimbangan atau perbincangan tentang sebuah buku yang menilai kelebihan atau
kekurangan buku tersebut, menarik-tidaknya tema dan isi buku, kritikan, dan memberi
dorongan kepada khalayak tentang perlu tidaknya buku tersebut dibaca dan dimiliki atau
dibeli. Perbincangan buku tersebut dimuat di surat kabar atau majalah.
Penulisan resensi Warisan Mbaru Niang di Wae Rebo dikaitkan dengan upaya
memenuhi kebutuhan yang dapat dijadikan acuan bagi tugas besar, Pendekatan Arsitektur
Desa Wisata Wae Rebo Nusa Tenggara Timur. Penulis dapat memperoleh informasi tentang
penting tidaknya artikel ini untuk dijadikan sumber bahan tugas besar dilihat dari keunggulan
dan kelemahan yang terdapat pada artikel.

B. Penyajian dan Sistematika Karya


1. Judul : Warisan Mbaru Niang di Wae Rebo
2. Penulis : Wendy Mehari
3. Penerbit : Media Indonesia
4. Terbit : 14 Agustus 2010
5. Halaman : 14

C. Deskripsi Teknis Karya


Kampung Wae Rebo mungkin misterius bagi sebagian besar orang. Tidak banyak yang
tahu. Sampai serombongan arsitek dari beberapa konsultan di Jakarta menyambanginya pada
2008 dengan niat belajar kearifan lokal, lalu menjembataninya dengan sebuah yayasan untuk
bisa melestarikan rumah adat. Hingga akhirnya menggelar pameran dan meluncurkan buku
bertajuk Pesan dari Wae Rebo, Juni silam.
Wae Rebo terletak di Kampung Satar Lenda, Kecamatan Satar Mese Barat, Kabupaten
Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kampung Wae Rebo sudah memasuki generasi
ke-18. Dengan satu generasi bisa mencapai usia 60 tahun, berarti usia Kampung Wae Rebo
saat ini berkisar 1.080 tahun. Sampai 2009, jumlah penduduk Wae Rebo mencapai 88 kepala
keluarga, atau sekitar 1.200 jiwa, tinggal di rumahrumah tradisional. Sebenarnya tak hanya
Wae Rebo yang memiliki rumah tradisional unik berbentuk kerucut. Adat dan budaya ini
meluas di tiga kabupaten di bagian barat Pulau Flores, yakni Manggarai Timur, Manggarai,
dan Manggarai Barat. Namun, semua musnah, tak lagi diminati. Tinggal Wae Rebo yang
masih termasuk kampung tradisional dengan rumah adatnya.
Leluhur Wae Rebo mewariskan tujuh rumah adat sejak tahun 1920-an. Tiga di
antaranya sudah punah, sekarang digantikan rumah berbentuk konvensional yang dianggap
lebih praktis dan tak memakan banyak biaya. Empat sisanya masih berdiri, dengan dua di
antaranya sudah tidak layak huni karena rusak. Rumah adat itu disebut mbaru niang, rumah
bundar berbentuk kerucut, dan setiap rumah dihuni delapan keluarga. Warga Wae Rebo tidak
mampu lagi membangun rumah-rumah adat akibat kondisi finansial yang terbatas.
Meskipun dihalangi hambatan penghasilan, warga Wae Rebo tidak mengubur
keinginan untuk membangun kembali rumah adatnya. Mbaru niang terdiri dari lima tingkat
dengan fungsi berbeda. Tingkat pertamanya disebut lutur, sebagai tempat tinggal para
keluarga. Tingkat kedua dinamai lobo (loteng), fungsinya sebagai tempat menyimpan bahan
makanan dan barang-barang yang digunakan sehari-hari. Lalu, tingkat ketiga, dinamakan
lentar, digunakan sebagai tempat untuk menyimpan benih tanaman, seperti jagung, padi, dan
kacang-kacangan.
Adapun tingkat keempat disebut lempa rae, berfungsi sebagai tempat menyimpan stok
makanan cadangan. Stok itu akan digunakan pada masa-masa gagal panen atau musim
kemarau yang berkepanjangan. Tingkat paling atas dinamai hekang kode, difungsikan untuk
menyimpan langkar, sebutan untuk anyaman dari bambu yang berbentuk persegi sebagai
tempat menyimpan sesajian buat leluhur. Bentuk rumah yang kerucut, menyerupai payung,
konon melambangkan perlindungan dan persatuan warga.
Semua material rumah diambil dari alam. Untuk penutup atap, digunakan alang-alang,
yang dikumpulkan dan dirangkai menjadi jalinan panjang yang diikat, lalu dititipkan di rumah
warga untuk dikeringkan di tungku. Semakin lama diasapi dan kering, alang-alang akan
semakin awet. Kombinasi dengan ijuk memperkuat daya tahannya. Material utama
pembangun rumah adalah kayu. Tiang-tiang utamanya dibuat dari kayu worok berusia sekitar
70 tahun yang dibawa dari area beradius 10 kilometer di sekeliling kampong.
D. Jenis Karya
Karya ini merupakan artikel koran

E. Keunggulang Karya
Pada artikel ini menjelaskan secara runtun mengenai masyarakat serta perkembangan
dari kampung Wae Rebo serta menyebutkan tingkatan rumah hingga material yang dijelaskan
cukup rinci.

F. Kelemahan Karya
Gambar yang dilampirkan tidak cukup jelas serta pembagian kolom menjadi 7 bagian
dalam koran membuat tulisan artikel terlihat kurang rapid dan penuh. Kutipan dalam koran
juga membuat artikel tidak rapi.

Anda mungkin juga menyukai