Anda di halaman 1dari 7

JPII 1 (2) (2012) 204-210

Jurnal Pendidikan IPA Indonesia


http://journal.unnes.ac.id/index.php/jpii

PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI PEMBELAJARAN IPA

M. Khusniati*

Program Studi Pendidikan IPA, Fakultas Matematik dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Diterima: 4 Mei 2012. Disetujui: 24 September 2012. Dipublikasikan: Oktober 2012

ABSTRAK

Komitmen nasional tentang perlunya pendidikan karakter dapat diimplementasikan dengan integrasi pendidikan
karakter dalam pembelajaran, salah satunya yaitu pembelajaran IPA. Integrasi pendidikan karakter di dalam
proses pembelajaran dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi pembelajaran.
Salah satu pendekatan yang digunakan untuk menanamkan pendidikan karakter yaitu pendekatan kontekstual.

ABSTRACT

National commitment on the need for character education can be implemented with the integration of character
education in learning, one that is science learning. The integration of character education in the learning process
carried out starting from the planning, implementation, and evaluation of learning. One approach that is used to
impart character education that is contextual approach.

© 2012 Prodi Pendidikan IPA FMIPA UNNES Semarang

Keywords: character education; science learning

PENDAHULUAN usia 18 tahun) pernah mendapat tindakan keke-


rasan, 75-80% siswa pernah mengamati tindak
Dunia pendidikan kembali dihebohkan kekerasan, 15-35% siswa adalah korban keke-
oleh peristiwa tawuran antarpelajar yang kemba- rasan dari tindak kekerasan maya (cyber-bullying).
li terjadi di ibukota. Akibat kejadian ini, seorang Kondisi yang memprihatinkan ini, baik yang
pelajar yang sempat dilarikan ke Rumah Sakit dilakukan oleh kalangan remaja maupun orang
Cipto Mangunkusumo karena luka parah dika- dewasa berpendidikan, tentunya membuat kita
barkan telah meninggal (Trisna, 26 September semakin yakin akan pentingnya pendidikan ka-
2012). Bukan hanya di kalangan remaja, di ting- rakter.
kat elit DPRD pun kita sudah terbiasa mende- Kondisi di atas sangat berbeda dengan
ngar tentang adanya kasus korupsi yang merugi- sikap seorang anak yang mau membantu orang
kan negara hingga triliyunan rupiah. Belum lagi yang sudah tua untuk menyeberang jalan, atau
kasus suap dan yang lainnya. sengaja menyingkirkan batu yang ada di tengah
Mazzola (2003) melakukan survei tentang jalan agar tidak ada orang yang celaka karena
bullying (tindak kekerasan) di sekolah. Hasil sur- batu tersebut. Dalam kasus ini maka anak terse-
vei sebagai berikut: (1) setiap hari sekitar 160.000 but adalah anak yang berkarakter. Karakter itu
siswa mendapatkan tindakan bullying di sekolah, sendiri dapat didefinisikan sebagai nilai-nilai ke-
1 dari 3 usia responden yang diteliti (siswa pada bajikan (tahu nilai kebajikan, mau berbuat baik,
dan nyata berkehidupan baik) yang tertanam da-
lam diri dan terjawantahkan dalam perilaku (Bu-
*Alamat korespondensi: dimansyah, 2010).
Email: ira_3124@yahoo.com
M. Khusniati / JPII 1 (2) (2012) 204-210 205

Pendidikan karakter itu sendiri dulunya bahwa karakter yang baik atau good character ter-
hanya dibebankan pada dua mata pelajaran yaitu diri atas proses psikologis knowing the good, desi-
agama dan PKN, khususnya terkait akhlak dan ring the good, and doing the good—habit of the mind,
budi pekerti peserta didik. Namun, pada kenyata- habit of the heart, and habit of action.
annya penanaman dan pembentukan karakter Adapun mengenai karakter bangsa, Budi-
melalui dua mata pelajaran itu saja tidaklah cu- mansyah (2010) mengungkapkan bahwa karakter
kup. Kurang maksimalnya hasil dari pendidikan bangsa Indonesia yang dijiwai kelima sila Panca-
karakter melalui mata pelajaran agama maupun sila secara utuh dan komprehensif (Desain Induk
PKN disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, Pembangunan Karakter Bangsa 2010-2025) da-
kedua mata pelajaran tersebut cenderung baru pat dijelaskan sebagai berikut.
membekali pengetahuan mengenai nilai-nilai 1. Bangsa yang Berke-Tuhan-an Yang Maha Esa.
melalui materi/substansi mata pelajaran. Kedua, Berke-Tuhan-an Yang Maha Esa adalah
kegiatan pembelajaran pada kedua mata pelaja- bentuk kesadaran dan perilaku iman dan takwa
ran tersebut pada umumnya belum secara mema- serta akhlak mulia sebagai karakteristik priba-
dai mendorong terinternalisasinya nilai-nilai oleh di bangsa Indonesia. Karakter Berke-Tuhan-an
masing-masing siswa sehingga siswa berperilaku Yang Maha Esa tercermin antara lain dalam si-
dengan karakter yang tangguh. Ketiga, menggan- kap saling menghormati, saling menghargai, dan
tungkan pembentukan watak siswa melalui ke- saling bekerja sama antara pemeluk agama dan
dua mata pelajaran itu saja tidak cukup. Pengem- penganut kepercayaan; saling menghormati ke-
bangan karakter peserta didik perlu melibatkan bebasan menjalankan ibadah sesuai dengan aga-
lebih banyak lagi mata pelajaran, bahkan semua ma dan kepercayaannya itu; tidak memaksakan
mata pelajaran. agama dan kepercayaanya itu kepada orang lain.
Terkait kelemahan di atas, maka diperlu- 2. Bangsa yang Menjunjung Kemanusiaan yang
kan pendidikan karakter melalui semua mata pe- Adil dan Beradab.
lajaran, salah satunya yaitu mata pelajaran IPA. Sikap dan perilaku menjunjung tinggi ke-
Hal ini berarti dimasukkannya nilai-nilai pendi- manusiaan yang adil dan beradab diwujudkan
dikan karakter dalam pembelajaran di kelas, baik dalam perilaku saling menghormati antarwarga
materi maupun proses pembelajaran yang terjadi, Negara sebagai karakteristik pribadi bangsa Indo-
sehingga diharapkan nilai-nilai itu akan tertanam nesia. Karakter kemanusiaan seseorang tercermin
dengan baik pada siswa, yang pada akhirnya antara lain dalam pengakuan atas persamaan de-
akan terbentuk menjadi sebuah karakter. rajat, hak, dan kewajiban; saling mencintai; teng-
Istilah tentang karakter dikemukakan oleh gang rasa; tidak semena-mena terhadap orang
Thomas Lickona (1992) dengan memakai konsep lain; gemar melakukan kegiatan kemanusiaan;
karakter baik. Konsep mengenai karakter baik menjunjung tinggi nilai kemanusiaan; berani
(good character) dipopulerkan Thomas Lickona membela kebenaran dan keadilan; merasakan di-
dengan merujuk pada konsep yang dikemukakan rinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia;
oleh Aristoteles sebagai berikut “ ... the life of right serta mengembangkan sikap saling menghormati
conduct—right conduct in relation to other persons and dan saling menghargai antarsesama manusia.
in relation to oneself ” atau kehidupan berperilaku 3. Bangsa yang Mengedepankan Persatuan dan
baik/penuh kebajikan, yakni berperilaku baik ter- Kesatuan Bangsa.
hadap pihak lain (Tuhan Yang Maha Esa, manu- Komitmen dan sikap yang selalu menguta-
sia, dan alam semesta) dan terhadap diri sendiri. makan persatuan dan kesatuan Indonesia di atas
Kehidupan yang penuh kebajikan (the virtuous life) kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan
sendiri oleh Lickona (1992) dibagi dalam dua ka- merupakan karakteristik pribadi bangsa Indone-
tegori, yakni kebajikan terhadap diri sendiri (self- sia. Karakter kebangsaan seseorang tercermin
oriented virtuous) seperti pengendalian diri (self dalam sikap menempatkan persatuan, kesatuan,
control) dan kesabaran (moderation); dan kebajikan kepentingan, dan keselamatan bangsa di atas ke-
terhadap orang lain (other-oriented virtuous), seper- pentingan pribadi atau golongan; rela berkorban
ti kesediaan berbagi (generousity) dan merasakan untuk kepentingan bangsa dan negara; bangga
kebaikan (compassion). sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indo-
Lickona (2004) menyatakan bahwa secara nesia serta menjunjung tinggi bahasa Indonesia;
substantif terdapat tiga unjuk perilaku (operatives memajukan pergaulan demi persatuan dan kesa-
values, values in action) yang satu sama lain saling tuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.
berkaitan, yakni moral knowing, moral feeling, dan 4. Bangsa yang Demokratis dan Menjunjung
moral behavior. Tinggi Hukum dan Hak Asasi Manusia
Lickona (2004) menegaskan lebih lanjut Sikap dan perilaku demokratis yang dilan-
206 M. Khusniati / JPII 1 (2) (2012) 204-210

dasi nilai dan semangat kerakyatan yang dipim- sanaan, hingga evaluasi pembelajaran.
pin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusya- 1. Perencanaan integrasi pendidikan karakter dalam
waratan/perwakilan merupakan karakteristik pembelajaran
pribadi warga negara Indonesia. Karakter kera- Pada tahap perencanaan dilakukan anali-
kyatan seseorang tercermin dalam perilaku yang sis SK/KD, pengembangan silabus, penyusunan
mengutamakan kepentingan masyarakat dan ne- RPP, dan penyiapan bahan ajar.
gara; tidak memaksakan kehendak kepada orang Analisis SK/KD dilakukan untuk me-
lain; mengutamakan musyawarah untuk mufakat ngidentifikasi nilai-nilai karakter yang relevan/
dalam mengambil keputusan untuk kepentingan sesuai secara substansi.. Perlu dicatat bahwa
bersama; beritikad baik dan bertanggung jawab identifikasi nilai-nilai karakter ini tidak dimak-
dalam melaksanakan keputusan bersama; meng- sudkan untuk membatasi nilai-nilai yang dapat
gunakan akal sehat dan nurani luhur dalam mela- dikembangkan pada pembelajaran SK/KD yang
kukan musyawarah; berani mengambil keputusan bersangkutan.
yang secara moral dapat dipertanggungjawabkan Pengembangan silabus dapat dilakukan
kepada Tuhan Yang Maha Esa serta nilai-nilai dengan merevisi silabus yang telah dikembang-
kebenaran dan nilai-nilai keadilan. kan dengan menambah komponen (kolom) ka-
5. Bangsa yang Mengedepankan Keadilan dan rakter tepat di sebelah kanan komponen (kolom)
Kesejahteraan Kompetensi Dasar. Pada kolom tersebut diisi
Komitmen dan sikap untuk mewujudkan nilai-nilai karakter yang hendak diintegrasikan
keadilan dan kesejahteraan merupakan karakte- dalam pembelajaran. Nilai-nilai yang diisikan
ristik pribadi bangsa Indonesia. Karakter keadi- tidak hanya terbatas pada nilai-nilai yang telah
lan social seseorang tercermin antara lain dalam ditentukan melalui analisis SK/KD, tetapi dapat
perbuatan yang mencerminkan sikap dan suasana ditambah dengan nilai-nilai lainnya yang dapat
kekeluargaan dan kegotongroyongan; sikap adil; dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran
menjaga keharmonisan antara hak dan kewaji- (bukan lewat substansi pembelajaran). Setelah
ban; hormat terhadap hak-hak orang lain; suka itu, kegiatan pembelajaran, indikator pencapai-
menolong orang lain; menjauhi sikap pemerasan an, dan/atau teknik penilaian, diadaptasi atau
terhadap orang lain; tidak boros; tidak bergaya dirumuskan ulang menyesuaikan karakter yang
hidup mewah; suka bekerja keras; menghargai hendak dikembangkan.
karya orang lain. Sebagaimana langkah-langkah pengem-
Kelima karakter bangsa itulah yang di- bangan silabus, penyusunan RPP dalam rangka
harapkan tertanam pada jiwa peserta didik me- pendidikan karakter yang terintegrasi dalam pem-
lalui pembelajaran yang dilakukan. Lebih jauh belajaran dilakukan dengan cara merevisi RPP
lagi, Budimansyah (2010) menegaskan bahwa yang telah ada. Pertama-tama rumusan tujuan
komitmen nasional tentang perlunya pendidi- pembelajaran direvisi/diadaptasi. Revisi/adapta-
kan karakter, secara imperatif tertuang dalam si tujuan pembelajaran dapat dilakukan dengan
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang dua cara, yaitu: (1) rumusan tujuan pembelajaran
Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3. Pasal 3 UU yang telah ada direvisi hingga satu atau lebih tu-
tersebut menyatakan bahwa “Pendidikan nasio- juan pembelajaran tidak hanya mengembangkan
nal berfungsi mengembangkan kemampuan dan kemampuan kognitif dan psikomotorik, tetapi
membentuk watak serta peradaban bangsa yang juga karakter, dan (2) ditambah tujuan pembela-
bermartabat dalam rangka mencerdaskan ke- jaran yang khusus dirumuskan untuk karakter.
hidupan bangsa, bertujuan untuk berkembang- Ke dua, pendekatan/metode pembelaja-
nya potensi peserta didik agar menjadi manusia ran diubah (bila diperlukan) agar pendekatan/
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang metode yang dipilih selain memfasilitasi peserta
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, ca- didik mencapai pengetahuan dan keterampilan
kap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang ditargetkan, juga mengembangkan karakter.
yang demokratis serta bertanggung jawab.” Dari Ketiga, langkah-langkah pembelajaran direvi-
pasal tersebut terlihat bahwa fungsi pendidikan si. Kegiatan-kegiatan pembelajaran dalam seti-
dalam membentuk karakter siswa bukanlah hal ap langkah/tahap pembelajaran (pendahuluan,
yang baru, dan sampai saat ini pendidikan karak- inti, dan penutup), direvisi dan/atau ditambah
ter mulai dikembangkan melalui berbagai pem- agar sebagian atau seluruh kegiatan pembelaja-
belajaran, salah satunya yaitu pembelajaran IPA. ran pada setiap tahapan memfasilitasi peserta di-
Integrasi pendidikan karakter di dik memperoleh pengetahuan dan keterampilan
dalam proses pembelajaran dilaksana- yang ditargetkan dan mengembangkan karakter.
kan mulai dari tahap perencanaan, pelak- Prinsip-prinsip pendekatan pembelajaran kon-
M. Khusniati / JPII 1 (2) (2012) 204-210 207

tekstual dan pembelajaran aktif yang selama ini dan bahan ajar), melaksanakan proses pembelaja-
digalakkan aplikasinya oleh Direktorat PSMP ran, dan evaluasi yang mengembangkan karakter
sangat efektif mengembangkan karakter peserta adalah prinsip-prinsip pembelajaran kontekstual
didik. (Contextual Teaching and Learning) yang selama ini
Ke tiga, bagian penilaian direvisi. Revisi telah diperkenalkan kepada guru, termasuk guru-
dilakukan dengan cara mengubah dan/atau me- guru SMP seluruh Indonesia sejak 2002.
nambah teknik-teknik penilaian yang telah diru- Menurut Komalasari (2009), model pem-
muskan. Teknik-teknik penilaian dipilih sehingga belajaran kontekstual efektif karena diasumsikan
secara keseluruhan teknik-teknik tersebut mengu- bahwa proses pembelajaran akan benar-benar
kur pencapaian peserta didik dalam kompetensi terjadi jika siswa dapat menemukan hubungan
dan karakter. Di antara teknik-teknik penilaian yang bermakna antara berpikir abstrak dengan
yang dapat dipakai untuk mengetahui perkem- aplikasi nyata dalam kehidupan. Hal ini sesuai
bangan karakter adalah observasi, penilaian an- dengan pembelajaran kontekstual yang merupa-
tarteman, dan penilaian diri sendiri. kan koordinasi antara materi subjek dan kemam-
Ke empat, bahan ajar disiapkan. Bahan/ puan intelektual yang harus dimiliki siswa dalam
buku ajar merupakan komponen pembelajaran kondisi atau situasi yang sesuai dengan psikologi
yang paling berpengaruh terhadap apa yang se- kognitif dan lingkungan siswa.
sungguhnya terjadi pada proses pembelajaran. Warta (2008) juga mengungkapkan, bah-
Banyak guru yang mengajar dengan semata-mata wa pembelajaran sains berpendekatan kontekstu-
mengikuti urutan penyajian dan kegiatan-ke- al yaitu dengan memanfaatkan pengalaman awal
giatan pembelajaran (task) yang telah dirancang siswa dalam pembelajaran sains dapat memban-
oleh penulis buku ajar, tanpa melakukan adaptasi tu siswa dalam mengkostruksi materi pelajaran,
yang berarti. demikian juga belajar dengan melakukan dapat
2. Pelaksanaan pembelajaran meningkatkan partisipasi siswa terlibat aktif da-
Kegiatan pembelajaran dari tahapan kegi- lam pembelajaran. Pembelajaran kontekstual di-
atan pendahuluan, inti, dan penutup, dipilih dan dasarkan pada hasil penelitian John Dewey yang
dilaksanakan agar peserta didik mempraktikkan menyimpulkan bahwa siswa akan belajar dengan
nilai-nilai karakter yang ditargetkan. Sebagaima- baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apa
na disebutkan di depan, prinsip-prinsip Contex- yang telah diketahui baik kegiatan ataupun pe-
tual Teaching and Learning disarankan diaplikasi- ristiwa yang terjadi di sekelilingnya (Rosyidah,
kan pada semua tahapan pembelajaran karena 2008). Pembelajaran ini menekankan pada daya
prinsip-prinsip pembelajaran tersebut sekaligus pikir yang tinggi, transfer ilmu pengetahuan,
dapat memfasilitasi terinternalisasinya nilai-nilai. mengumpulkan dan menganalisis data, meme-
Selain itu, perilaku guru sepanjang proses pem- cahkan masalah-masalah tertentu baik secara in-
belajaran harus merupakan model pelaksanaan dividu maupun kelompok.
nilai-nilai bagi peserta didik. Morrison dan Estes (2007) menyatakan
3. Evaluasi pembelajaran bahwa aplikasi skenario dunia nyata merupakan
Tugas-tugas penguatan (terutama penga- strategi yang efektif untuk mengajarkan IPA se-
yaan) diberikan untuk memfasilitasi peserta didik bagai proses. Wright (2001) juga mengungkapkan
belajar lebih lanjut tentang kompetensi yang su- bahwa siswa akan mudah memahami suatu ma-
dah dipelajari dan internalisasi nilai lebih lanjut. teri ketika dia melakukan suatu aktivitas untuk
Tugas-tugas tersebut antara lain dapat berupa PR mempelajarinya, hal ini akan membuat mereka
yang dikerjakan secara individu dan/atau kelom- menikmati proses pembelajaran. Siswa harus
pok baik yang dapat diselesaikan dalam jangka mengkonstruksi pengetahuan di benak mereka,
waktu yang singkat ataupun panjang (lama) yang karena pada dasarnya pengetahuan tidak dapat
berupa proyek. Tugas-tugas tersebut selain da- dipisah-pisahkan menjadi fakta atau proporsi
pat meningkatkan penguasaan yang ditargetkan, yang terpisah, tetapi mencerminkan keteram-
juga menanamkan nilai-nilai. pilan yang dapat diterapkan (Mahendra dalam
Sebagaimana disebutkan di depan, integ- Marlina, 2011).
rasi pendidikan karakter di dalam proses pembe- Pada dasarnya pembelajaran kontekstual
lajaran dilaksanakan mulai dari tahap perenca- merupakan konsep pembelajaran yang mem-
naan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran bantu guru dalam mengkaitkan materi pelajaran
pada semua mata pelajaran. Di antara prinsip- dengan kehidupan nyata siswa, dan memotivasi
prinsip yang dapat diadopsi dalam membuat siswa membuat hubungan antara pengetahuan
perencanaan pembelajaran (merancang kegiatan yang dipelajarinya dengan kehidupan mereka.
pembelajaran dan penilaian dalam silabus, RPP, Pembelajaran kontekstual menerapkan sejumlah
208 M. Khusniati / JPII 1 (2) (2012) 204-210

prinsip belajar. Prinsip-prinsip tersebut secara seperangkat fakta-fakta, tetapi dari menemukan
singkat dijelaskan berikut ini. sendiri. Guru harus merancang kegiatan yang
1. Konstruktivisme (Constructivism) merujuk pada kegiatan menemukan (misalnya
Kontruktivisme merupakan landasan ber- melalui kegiatan praktikum), apapun materi yang
fikir (filosofi) pendekatan Contectual teaching and diajarkannya.
learning (CTL), yaitu bahwa pengetahuan diba- Pembelajaran yang menerapkan prinsip
ngun oleh manusia sedikit demi sedikit, dan hasil- inkuiri dapat mengembangkan berbagai karakter,
nya diperluas melalui konteks yang terbatas (sem- antara lain berfikir kritis, logis, kreatif, dan inova-
pit) serta tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan tif, rasa ingin tahu, menghargai pendapat orang
bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep-konsep lain, santun, jujur, dan tanggung jawab.
atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. 4. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Manusia harus mengontruksi pengetahuan itu Masyarakat belajar adalah sekelompok
dan memberi makna melalui pengalaman nyata. siswa yang terikat dalam kegiatan belajar agar
Dengan dasar itu pembelajaran harus dikemas terjadi proses belajar lebih dalam. Semua siswa
menjadi proses “mengkonstruksi” bukan “mene- harus mempunyai kesempatan untuk bicara dan
rima” pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, berbagi ide, mendengarkan ide siswa lain de-
siswa membangun sendiri pengetahuan mereka ngan cermat, dan bekerjasama untuk memban-
melalui keterlibatan aktif dalam proses pembela- gun pengetahuan dengan teman di dalam kelom-
jaran siswa menjadi pusat kegiatan bukan guru. poknya. Konsep ini didasarkan pada ide bahwa
Penerapan teori belajar konstruktivisme belajar secara bersama lebih baik daripada belajar
dalam pembelajaran dapat mengembangkan ber- secara individual.
bagai karakter, antara lain berfikir kritis dan logis, Masyarakat belajar bisa terjadi apabila ada
mandiri, cinta ilmu, rasa ingin tahu, menghargai proses komunikasi dua arah. Seseorang yang ter-
orang lain, bertanggung jawab, dan percaya diri. libat dalam kegiatan masyarakat belajar memberi
2. Bertanya (Questioning) informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya
Bertanya (Questioning) merupakan strategi dan sekaligus juga meminta informasi yang di-
utama dalam pembelajaran yang berbasis Contec- perlukan dari teman belajarnya. Kegiatan saling
tual Teaching and Learning (CTL). Bertanya dipan- belajar ini bisa terjadi jika tidak ada pihak yang
dang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, dominan dalam komunikasi, tidak ada pihak
membimbing, dan menilai kemampuan berfikir yang merasa segan untuk bertanya, tidak ada pi-
siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan hak yang menganggap paling tahu. Semua pihak
bagian penting dalam melaksanakan pembelaja- mau saling mendengarkan.
ran yang berbasis inkuiry, yaitu menggali infor- Penerapan prinsip masyarakat belajar di
masi, mengkonfirmasi apa yang sudah diketahui, dalam proses pembelajaran dapat mengembang-
dan mengarahkan pada aspek yang belum dike- kan berbagai karakter, antara lain kerjasama,
tahuinya. menghargai pendapat orang lain, santun, demo-
Bertanya adalah suatu strategi yang digu- kratis, patuh pada aturan sosial, dan tanggung
nakan secara aktif oleh siswa untuk menganalisis jawab.
dan mengeksplorasi gagasan-gagasan. Pertanya- 5. Pemodelan (Modeling)
an-pertanyaan spontan yang diajukan siswa da- Pemodelan adalah proses penampilan sua-
pat digunakan untuk merangsang siswa berfikir, tu contoh agar orang lain berpikir, bekerja, dan
berdiskusi, dan berspekulasi. Guru dapat meng- belajar. Pemodelan tidak jarang memerlukan
gunakan teknik bertanya dengan cara memodel- siswa untuk berpikir dengan mengeluarkan sua-
kan keingintahuan siswa dan mendorong siswa ra keras dan mendemonstrasikan apa yang akan
agar mengajukan pertanyaan-pertanyaan. dikerjakan siswa. Pada saat pembelajaran, sering
Pembelajaran yang menggunakan perta- guru memodelkan bagaimana agar siswa bela-
nyaan-pertanyaan untuk menuntun siswa menca- jar. Guru menunjukkan bagaimana melakukan
pai tujuan belajar dapat mengembangkan berba- sesuatu untuk mempelajari sesuatu yang baru.
gai karakter, antara lain berfikir kritis dan logis, Guru bukan satu-satunya model. Model dapat
rasa ingin tahu, menghargai pendapat orang lain, dirancang dengan melibatkan siswa.
santun, dan percaya diri. Pemodelan ini akan lebih baik jika dila-
3. Inkuiri (Inquiry) kukan melalui lesson study, dimana dengan me-
Menemukan (inquiry) merupakan bagian nerapkan lesson study, guru akan bekerjasama
inti dari kegiatan pembelajaran berbasis konteks- dengan guru lain untuk memberikan hasil yang
tual. Pengetahuan dan keterampilan yang dipe- optimal. In’am (2009) mengungkapkan bahwa
roleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat lesson study merupakan suatu cara efektif yang
M. Khusniati / JPII 1 (2) (2012) 204-210 209

dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang erat kaitannya dengan kehidupan siswa, tentunya
dilakukan guru dan aktivitas belajar siswa. Cer- akan membuat siswa antusias dengan pembelaja-
bin dan Kopp (2006) menemukan bahwa lesson ran itu sendiri.
study sangat efektif untuk meningkatkan pe- Banyak karakter yang dapat ditumbuhkan
ngembangan siswa pada pembelajaran. Marsigit dari praktikum pemurnian garam tersebut. Mate-
(2007) juga menemukan bahwa kegiatan lesson ri yang dekat dengan kehidupan siswa tentunya
study dapat meningkatkan antusiasme siswa, akan menumbuhkan karakter rasa ingin tahu dan
motivasi, kegiatan, dan kinerja. cinta ilmu. Kegiatan praktikum yang dilakukan
Pemodelan dalam pembelajaran antara secara berkelompok juga mampu menanamkan
lain dapat menumbuhkan rasa ingin tahu, meng- karakter tanggung jawab karena setiap siswa
hargai orang lain, dan rasa percaya diri. harus melaksanakan tugasnya masing-masing,
6. Refleksi (Reflection) menghargai pendapat orang lain, kreatif, disiplin
Refleksi dilakukan agar siswa memikirkan dengan tugasnya, serta mampu menghargai per-
kembali apa yang telah mereka pelajari dan laku- bedaan karena komunikasi dalam suatu kelom-
kan selama proses pembelajaran untuk memban- pok tentunya menimbulkan berbagai perbedaan
tu mereka menemukan makna personal masing- pendapat. Kegiatan refleksi setelah praktikum
masing. Refleksi biasanya dilakukan pada akhir juga mampu menumbuhkan berbagai karakter,
pembelajaran antara lain melalui diskusi, tanya- diantaranya yaitu dapat menumbuhkan kemam-
jawab, penyampaian kesan dan pesan, menulis puan berfikir logis dan kritis, mengetahui kelebi-
jurnal, saling memberi komentar karya, dan ca- han dan kekurangan diri sendiri, dan menghargai
tatan pada buku harian. pendapat orang lain.
Refleksi dalam pembelajaran antara lain Contoh pembelajaran di atas menunjuk-
dapat menumbuhkan kemampuan berfikir logis kan bahwa pembelajaran IPA dapat digunakan
dan kritis, mengetahui kelebihan dan kekurangan untuk menanamkan pendidikan karakter bagi
diri sendiri, dan menghargai pendapat orang lain. siswa.
7. Penilaian otentik (Authentic assessment)
Penilaian autentik sesungguhnya adalah PENUTUP
suatu istilah yang diciptakan untuk menjelaskan
berbagai metode penilaian alternatif. Berbagai Pendidikan karakter yang sangat diperlu-
metode tersebut memungkinkan siswa dapat kan oleh siswa dapat ditanamkan melalui pem-
mendemonstrasikan kemampuannya untuk me- belajaran IPA, salah satunya yaitu menggunakan
nyelesaikan tugas-tugas, memecahkan masalah, pendekatan kontekstual. Integrasi pendidikan ka-
atau mengekspresikan pengetahuannya dengan rakter di dalam proses pembelajaran dilaksana-
cara mensimulasikan situasi yang dapat ditemui kan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan,
di dalam dunia nyata di luar lingkungan sekolah. hingga evaluasi pembelajaran. Diharapkan de-
Berbagai simulasi tersebut semestinya dapat me- ngan pendidikan karakter tersebut akan mengha-
ngekspresikan prestasi (performance) yang dite- silkan manusia Indonesia yang berkarakter sesuai
mui di dalam praktek dunia nyata seperti tempat dengan tujuan dan cita-cita pendidikan.
kerja. Penilaian autentik seharusnya dapat men-
jelaskan bagaimana siswa menyelesaikan masa- DAFTAR PUSTAKA
lah dan dimungkinkan memiliki lebih dari satu
solusi yang benar. Strategi penilaian yang cocok Budimansyah, Dasim., Yadi R., Nandang R. 2010.
dengan kriteria yang dimaksudkan adalah suatu Model Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi.
kombinasi dari beberapa teknik penilaian. Bandung: UPI.
Cerbin, W., B. Kopp. 2006. Lesson study as a Model
Penilaian autentik dalam pembelajaran
for Building Pedagogical Knowledge and Im-
dapat mengembangkan berbagai karakter anta- proving Teaching. International Journal of Teach-
ra lain kejujuran, tanggung jawab, menghargai ing and Learning in Higher Education. 18 (3): 250-
karya dan prestasi orang lain, kedisiplinan, dan 257.
cinta ilmu. In’am, A. 2009. Peningkatan Kualitas Pembelajaran
Dalam pembelajaran IPA menggunakan melalui Lesson Study Berbasis Metakognisi.
pendekatan kontekstual, salah satu contohnya Scientific Journal UMM. 12 (1): 125-135.
yaitu pada materi pemisahan campuran, siswa Komalasari, K. 2009. The Effect of Contextual Learn-
melakukan praktikum pemurnian garam. Pemur- ing in Civic Education on Students’ Civic Com-
petence. Journal of Social Sciences. 5(4): 261-270.
nian garam (NaCl) dipilih karena garam sendiri
Lickona, T. 1992. Educating for Character: How Our
merupakan senyawa yang sering digunakan da- School Can Teach Respect and Responsibility. New
lam kehidupan sehari-hari. Pemilihan topic yang York: Simon & Schuster, Inc.
210 M. Khusniati / JPII 1 (2) (2012) 204-210

___________ 2004. Character Matters: How to Help Our Real-World Scenario in Professional Develop-
Children DevelopGood Judgment, Integrity, and ment for Middle School Science Teacher. Jour-
Other Essential Virtues. New York: Simon & nal of Science Teacher Education. 18 (2): 165-184.
Schusters, Inc. Rosyidah, Ima. 2008. Pengembangan KBK melalui
Marlina. 2011. Model Contextual Teaching and Strategi Pembelajaran Kontekstual. http://www.
Learning (CTL) pada Perkuliahan Dasar Rias re-searchengines.com/artikel.html. diunduh
(Tata Kecantikan Wajah dan Rambut) untuk tanggal 15 Desember 2010.
Meningkatkan Kreativitas Mahasiswa. Jurnal Trisna, V.Y. 2012. Tawuran Siswa di Manggarai, Yadut
Penelitian Pendidikan. 12 (1): 13-23. Tewas. Kompas, 26 September 2012.
Marsigit. 2007. Mathematics Teachers’ Professional Warta, Nyoman. 2008. Inovasi Belajar Sains Berbasis
Development through Lesson study in Indo- Kontekstual. http://pelangi.dit.plp.go.id//in-
nesia. Eurasia Journal of Mathematics, Science & dex.php. Diunduh tanggal 15 Desember 2010.
Technology Education. 3 (2): 141-144. Wright, T. 2001. Karen in Motion the Role of Physical
Mazzola, J. W. (2003). Bullying in school: a strategic so- Enactment in Developing an Understanding
lution. Washington, DC: Character Education of Distance, Time, and Speed. The Journal of
Partnership Mathematical Behavior. 20 (2): 145-162
Morrison, JA, dan Estes, JC. 2007. Using Scientist and

Anda mungkin juga menyukai