Anda di halaman 1dari 14

LAPORANPENDAHULUAN

PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN KELUARGA PADA LANSIA DENGAN


HIPERTENSI

I. KONSEP DASAR LANSIA


1. Definisi Lansia
Penuaan adalah suatu proses yang alamiah yang tidak dapat dihindari, berjalan
secara terus menerus dan berkesinanbungan (Depkes RI, 2003). lanjut usia (lansia)
menurut UU No.13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan Lanjut Usia pasal 1 ayat 1 adalah
seseorang yang telah mencapai 60 tahun keatas. Selanjutnya pasal 5 ayat 1 disebutkan
bahwa lanjut usia memiliki hak yang sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Pasal 6 ayat 1 disebutkan bahwa lanjut usia memiliki kewajiban yang
sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Menjadi tua merupakan
proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu anak,
dewasa, dan tua (Nuugroho, 2008).
2. Klasifikasi Lansia
Menurut Word Health Organization (WHO) lanjut usia terdiri dari beberapa jenjang usia
meliputi; Usia pertengahan (middle age) yaitu usia antara 45-59 tahun, lanjut usia
(elderly) yaitu usia antara 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) yaitu usia antara 75-90 tahun
dan Usia sangat tua (very old) yaitu usia diatas 90 tahun.
Klasifikasi lansia menurut Depkes (2005) dibagi menjadi lima yaitu:
1) Pralansia (prasenilis) yaitu seseorang yang berusia anatara 45-59 tahun
2) Lansia yaitu seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
3) Lansia resiko tinggi yaitu seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih atau seseorang
yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan (Depkes RI, 2005).
4) Lansia tidak potensial yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga
hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI, 2005).
3. Perubahan-perubahan yang terjadi pada Lansia
Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia menurut Nugroho (2000) yaitu :
1) Perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada lansia diakibatkan oleh terjadinya
proses degeneratif yang meliputi :
a) Sel terjadi perubahan menjadi lebih sedikit jumlahnya dan lebih besar ukurannya,
serta berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya intraseluler.
b) Sistem persyarafan terjadi perubahan berat otak 10-20, lambat dalam respon dan
waktu untuk bereaksi dan mengecilnya syaraf panca indera yang menyebabkan
berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, menurunnya sensasi perasa
dan penciuman sehingga dapat mengakibatkan terjadinya masalah kesehatan
misalnya glukoma dan sebagainya.
c) Sistem pendengaran terjadi perubahan hilangnya daya pendengaran pada telinga
dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang
tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia di atas umur 65 tahun
dan pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang mengalami
ketegangan jiwa atau stress. Hilangnya kemampuan pendengaran meningkat
sesuai dengan proses penuaan dan hal yang seringkali merupakan keadaan
potensial yang dapat disembuhkan dan berkaitan dengan efek-efek kolateral
seperti komunikasi yang buruk dengan pemberi perawatan, isolasi, paranoia dan
penyimpangan fungsional.
d) Sistem penglihatan terjadi perubahan hilangnya respon terhadap sinar, kornea
lebih terbentuk spesies, lensa lebih suram sehingga menjadi katarak yang
menyebabkan gangguan penglihatan, hilangnya daya akomodasi, meningkatnya
ambang pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat dan
susah melihat dalam cahaya gelap, menurunnya lapang pandang sehingga luas
pandangnya berkurang luas.
e) Sistem kardiovaskuler terjadi perubahan elastisitas dinding aorta menurun, katup
jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah
menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan
menurunnya kontraksi dan volume kehilangan elastisitas pembuluh darah karena
kurangnya efektivitas pembuluh darah feriver untuk oksigenasi, perubahan posisi
dari tidur ke duduk, duduk keberdiri bias mengakibatkan tekanan darah menurun
menjadi mmHg yang mengakibatkan pusing mendadak, tekanan darah meninggi
diakibatkan oleh meningkatnya resitensi dari pembuluh darah perifer.
2) Perubahan mental
Meliputi perubahan dalam memori secara umum. Gejala-gejala memori cocok
dengan keadaan yang disebut pikun tua, akhir-akhir ini lebih cenderung disebut
kerusakan memori berkenaan dengan usia atau penurunan kognitif berkenaan dengan
proses menua. Pelupa merupakan keluhan yang sering dikemukakan oleh manula,
keluhan ini di anggap lumrah dan biasa oleh lansia, keluhan ini didasari oleh fakta
dari peneliti cross sectional dan logitudional didapat bahwa kebanyakan, namun
tidak semua lansia mengalami gangguan memori, terutama setelah usia 70 tahun,
serta perubahan IQ (intelegentia quotient) tidak berubah dengan informasi
matematika dan perkataan verbal, berkurangnya penampilan, persepsi dan
ketrampilan psikomotor terjadi perubahan daya membayangkan karena tekanan-
tekanan dari factor waktu.
3) Perubahan-perubahan psikososial
Meliputi pensiun, nilai seseoarang sering di ukur oleh produktivitasnya dan identitas
di kaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila seorang pension (purna tugas) ia
akan mengalami kehilangan financial, status, teman dan pekerjaan.
Merasakan sadar akan kematian, semakin lanjut usia biasanya mereka menjadi
semakin kurang tertarik terhadap kehidupan akhirat dan lebih mementingkan
kematian itu sendiri serta kematian dirinya, kondisi seperti ini benar khususnya bagi
orang yang kondisi fisik dan mentalnya semakin memburuk, pada waktu
kesehatannya memburuk mereka cenderung untuk berkonsentrasi pada masalah
kematian dan mulai dipengaruhi oleh perasaan seperti itu, hal ini secara langsung
bertentangan dengan pendapat orang lebih muda, dimana kematian mereka
tampaknya masih jauh dank arena itu mereka kurang memikirkan kematian
4) Perubahan psikologis
Masalah psikologis yang dialami oleh lansia ini pertama kali mengenai sikap mereka
sendiri terhadap proses menua yang mereka hadapi, antara lain penurunan badaniah
atau dalam kebingungan untuk memikirkannya. Dalam hal ini di kenal apa yang di
sebut disengagement theory, yang berarti ada penarikan diri dari masyarakat dan diri
pribadinya satu sama lain. Pemisahan diri hanya dilakukan baru dilaksanakan hanya
pada masa-masa akhir kehidupan lansia saja. Pada lansia yang realistik dapat
menyesuaikan diri terhadap lingkungan baru. Karena telah lanjut usia mereka sering
dianggap terlalu lamban, dengan gaya reaksi yang lamban dan kesiapan dan
kecepatan bertindak dan berfikir yang menurun. Daya ingat mereka memang banyak
yang menurun dari lupa sampai pikun dan demensia, biasanya mereka masih ingat
betul peristiwa-peristiwa yang telah lama terjadi, malahan lupa mengenal hal-hal
yang baru terjadi.
4. Tipe Lansia
Macam-macam tipe lansia antara lain yaitu:
1) Tipe arif bijaksana; lanjut usia ini kaya dengan hikmah pengalaman, menyesuaikan
diri dengan bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan
dan menjadi panutan.
2) Tipe mandiri; lanjut usia ini senang mengganti kegiatan yang hilang dengan kegiatan
baru, selekktif dalam mencari pekerjaan dan teman pergaulan serta memenuhi
undangan.
3) Tipe tidak puas; lanjut usia yang selalu mengalami konflik lahir batin, menentang
proses penuaan yang menyebabkan kehilangan kecantikan, kehilangan daya tarik
jasmani, kehilangan kekuasaan, status, teman yang disayangi, pemarah, tidak sabar,
mudah tersinggung, menuntut, sulit dilayani dan pengkritik.
4) Tipe pasrah; lanjut usia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti
kegiatan beribadat, ringan kaki, pekerjaan apa saja yang dilakukan.
5) Tipe bingung; lansia yang kagetan, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri,
merasa minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh (Nugroho, 2008)
5. Tugas Perkembangan Lansia
Adapun tugas perkembangan lansia menurut Maryam (2011) antara lain yaitu;
1) Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun
2) Mempersiapkan diri untuk pension
3) Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya
4) Mempersiapkan kehidupan baru
5) Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan social atau masyarakat secara santai
6) Mempersiapkan diri untuk kematian dan kematian pasangan
6. Masalah pada Lansia
Masalah kesehatan mental pada lansia dapat berasal dari 4 aspek yaitu fisik,
psikologi, sosial dan ekonomi. Masalah tersebut dapat berupa emosi labil, mudah
tersinggung, gampang merasa dilecehakan, kecewa, tidak bahagia, perasaan kehilangan,
dan tidak berguna. Lansia dengan problem tersebut menjadi rentan mengalami gangguan
psikiatrik seperti depresi, ansietas (kecemasan), psikosis (kegilaan) atau kecanduan obat.
Pada umumnya masalah kesehatan mental lansia adalah masalah penyesuaian.
Penyesuaian tersebut karena adanya perubahan dari keadaan sebelumnya (fisik masih
kuat, bekerja dan berpenghasilan) menjadi kemunduran.
Lansia juga identik dengan menurunya daya tahan tubuh dan mengalami berbagai
macam penyakit. Lansia akan memerlukan obat yang jumlah atau macamnya tergantung
dari penyakit yang diderita. Semakin banyak penyakit pada lansia, semakin banyak jenis
obat yang diperlukan. Banyaknya jenis obat akan menimbulkan masalah antara lain
kemungkinan memerlukan ketaatan atau menimbulkan kebingungan dalam
menggunakan atau cara minum obat. Disamping itu dapat meningkatkan resiko efek
samping obat atau interaksi obat.
Pemberian nutrisi yang baik dan cukup sangat diperlukan lansia. Hal tersebut
dilakukan dengan pertimbangan bahwa lansia memerlukan nutrisi yang adekuat untuk
mendukung dan mempertahnkan kesehatan. Beberapa faktor yang mempengaruhi
kebutuhan gizi antara lain: berkurangnya kemampuan mencerna makanan, berkurangnya
cita rasa, dan faktor penyerapan makanan..
Dengan adanya penurunan kesehatan dan keterbatasan fisik maka diperlukan
perawatan sehari-hari yang cukup. Perawatn tersebut dimaksudkan agar lansia mampu
mandiri atau mendapat bantuan yang minimal. Perawatan yang diberikan berupa
kebersihan perorangan seperti kebersihan gigi dan mulut, kebersihan kulit dan badan
serta rambut. Selain itu pemberian informasi pelayanan kesehatan yang memadai juga
sangat diperlukan bagi lansia agar dapat mendapatkan pelayanan kesehatan yang
memadai.
II. PENYAKIT HIPERTENSI
1. Definisi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik  140 mmHg dan tekanan darah diastolik  90
mmHg atau bila pasien memakai obat hipertensi. Tekanan darah tinggi adalah suatu
peningkatan tekanan darah didalam arteri. Secara umum hipertensi merupakan suatu
keadaan tanpa gejala, dimana tekanan darah yang abnormal tinggi didalam arteri
menyebabkan meningkatnya resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan
jantung dan kerusakan ginjal.
2. Etiologi
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan-
perubahan pada lansia anatar lain:
Elastisitas dinding aorta menurun, Katup jantung menebal dan menjadi kaku,
kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah
menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya dan
kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, meningkatnya resistensi pembuluh darah
perifer .
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan.
a. Hipertensi Primer; Disebut juga hipertensi idiopatik karena tidak diketahui
penyebabnya. Terdapat 95% kasus. Faktor yang mempengaruhinya yaitu : genetik,
lingkungan, hiperaktifitas saraf simpatis sistem renin. Angiotensin dan peningkatan
Na + Ca intraseluler. Faktor-faktor yang meningkatkan resiko : obesitas, merokok,
alkohol dan polisitemia.
b. Hipertensi Sekunder; Terdapat 5% kasus. Ada penyebab spesifiknya yaitu :
penggunaan estrogen (kontrasepsi oral, kortikosteroid), penyakit ginjal (glomerolus,
pielonefritis, nekrosis tubular akut dan tumor), kelaianan endokrim (DM,
hipertiroidisme, hipotiroidisme), vascular (Aterosklerosis, Hiperplasia, Trombosis,
Aneurisma, Emboli kolestrol,dan Vaskulitis)
Klasifikasi Hipertensi, berdasarkan The Joint national Commite on Detection
Evaluation and Treatment of High Blood Pressure, adalah sebagai berikut :

Kategori Sistolik (atas) Distolik (bawah)


- Normal tinggi (perbatasan) 130 - 139 85 – 89
- Stadium 1, ringan 140 - 159 90 – 99
- Stadium 2, sedang 160 - 179 100 – 109
- Stadium 3, berat 180 - 209 110 – 119
- Stadium 4, sangat berat  210  120
3. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Tidak ada gejala: Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang
memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika
tekanan arteri tidak terukur
b. Gejala yang lazim ; sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai
hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataan ini merupakan
gejala lazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.
Menurut Rokhaeni (2001) manifestasi klinis bebrapa pasien yang menderita
hipertensi yaitu: mengeluh sakit kepala, pusing lemas, kelelahan, sesak napas,
gelisah, mual muntah, mudah marah, telinga berdengung, rasa berat ditengkuk,sukar
tidur, mata berkunang-kunang, epistaksis dan kesadaran menurun.
4. Patofisologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak
dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf
simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla
spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis
ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor
seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap
rangsang vasokonstriksi.
Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun tidak
diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana
sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi,
kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi.
Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks
adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons
vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran
ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I
yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada
gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan
volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan fungsional
pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang
terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis,
hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh
darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya
dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup)
mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer,
2001). Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi palsu”
disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff
sphygmomanometer (Darmojo, 1999).
5. Data Penunjang
a. Hemoglobin atau hematokrit untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume
cairan ( viskositas ) dandapat mengindikasikan faktor – faktor resiko seperti
hiperkoagulabilitas, anemia.
b. BUN: memberikan informasi tentang perfusi ginjal
c. Glukosa: Hiperglikemi (diabetes mellitus adalah pencetus hipertensi )
dapat diakibatkanoleh peningkatan katekolamin (meningkatkan hipertensi).
d. Kalsium serum: Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi.
e. Kolesterol dan trigliserid serum: Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus
untuk / adanya pembentukan plak ateromatosa (efek kardiovaskuler).
f. Pemeriksaan tiroid: Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan
hipertensi.
g. Urinalisa: Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau adanya
diabetes.
h. Asam Urat: Hiperurisemia telah menjadi implikasi factor resiko hipertensi steroid
urin
i. Foto dada: Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran jantung.
j. C T s c a n Untuk mengkaji tumor serebral, ensefalopat.
k. E K G : Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan
konduksi, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung
hipertensi
6. Penatalaksanaan Medis
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat
komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeli
haraan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg. Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi
meliputi:
a. Terapi tanpa obat; terapi obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan
sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini
meliputi:
1) Diet; Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah restriksi garam secara
moderat dari 10 gr/hari menjadi 5 gr/hari, diet rendah kolesterol dan rendah asam
lemak jenuh.
2) Penurunan berat badan dan menghentikan merokok
3) Latihan fisik atau olahraga yang teratur dan terarah yang dianjurkan untuk penderita
hipertensi adalah olahraga yang mempunyai empat prinsisp yaitu; isotonis dan
dinamis seperti lari, jogging, bersepeda, berenang. Intensitas olahraga yang baik
antara 60-80 % dari kapasitas aerobic atau 72 -87% dari denyut nadi
maksimal yang disebut zona latihan. Lamanya latihan berkisar antara
20-25 menit berada dalam zona latihan frekuensi latihan sebaiknya 3x
perminggu dan paling baik 5x perminggu.
b. Edukasi psikologis
1) Tehnik relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk
mengurangi ketegangan atau kecemasan dengan cara melatih penderita untuk
dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks.
2) Pendidikan kesehatan (penyuluhan); tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk
meningkatkan pengetahuan pasien tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya
sehingga pasien dapat mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi lebih
lanjut.
c. Terapi dengan obat. Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan
darah saja tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar
penderita dapat bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umunya perlu dilakukan
seumur hidup penderita.
7. Proses Keperawatan
a. Pengkajian

1) Aktivitas atau istirahat


a) Gejala: kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton
b) Tanda: frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.
2) Sirkulasi
a) Gejala: Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner / katup,
penyakit serebrovaskuler
b) Tanda: kenaikan TD, nadi (denyutan jelas), frekuensi atau irama (takikardi,
berbagai disritmia), bunyi jantung mur-mur, distensi vena jugularis.
3 ) Integritas Ego
a ) Gejala: riwayat perubahan kepribadian, ancietas, factor stress multiple
(hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan).
b) Tanda : Letupan suasana hat, gelisah, penyempitan continue
perhatian,tangisan meledak,otot muka tegang, pernafasan menghela,
peningkatan pola bicara.
4 ) Makanan atau cairan
a ) Gejala: Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam,lemak
sertakolesterol, mual, muntah dan perubahan BB akhir akhir
ini(meningkat/turun), Riwayatpenggunaan diuretic
b) Tanda: Berat badan normal atau obesitas, adanya edema, glikosuria
5 ) Neurosensori
a ) Gejala: keluhan pening atau pusing berdenyut, sakit kepala, suboksipital
(terjadi saat bangun dan menghilangkan secara spontan setelah bebrapa jam)
gangguan penglihatann (diplobia, penglihatan kabur, epistaksis)
b) Tanda: status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola bicara, efek,
proses piker, penurunan keuatan genggaman tangan.
6) Nyeri atau ketidaknyamanan. Gejala: angina (penyakit arteri koroner), sakit
kepala
7) Pernapasan
a) Gejala: dispnea yang berkaitan dari aktivitas takipnea, ortopnea, disnea, batuk
dengan atau tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok.
b) Tanda: distress pernapasan penggunaan otot aksesoris pernapasan bunyi nafas
tambahan(krakties/mengi), sianosis.
8) Keamanan: gangguan koordinasi, gangguan berjalan,hipotnsi postural.
9 ) Eliminasi: gangguan ginjal saat ini atau seperti obstruksi atau riwayat penyakit
ginjal pada masa lalu.
b. Diagnosa Keperawatan
1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload,
vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventriculer
2) Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
3) Resiko perubahan perfusi jaringan: serebral ginjal, jantung, berhubungan dengan
adanya tahanan pembuluh darah
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan cardiac output
5) Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri kepala
6) Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan adanya kelemahan fisik
7) Kecemasan berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya hipertensi
yang diderita klien.
c. Perencanaan
1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload,
vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventriculer
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam diharapkan tidak terjadi
penurunan curah jantung.
Kriteria hasil:
a) Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah
b) Mempertahankan tekanan darah dalam rentang normal yang dapat diterima
c) Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil
Intervensi:
a) Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik
yang tepat
b) Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
c) Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas
d) Amati warna, kelembaban, suhu, dan masa pengisian kapile
e) Catat edema umum
f) Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas, batasi jumlah
pengungjung.
g) Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditempat tidur atau kursi
h) B a n t u melakukan aktivitas perawatan diri sesuai
kebutuhan
i) L a k u k a n t i n d a k a n y a n g n y a m a n s p t p i j a t a n p u n g g u n g d a n
l e h e r , m e n i n g g i k a n kepala tempat tidur
j) Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan
k) Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah
i. Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai ind ikasi
2) Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam nyeri atau sakit kepala
berkurang atau hilang
Kriteria hasil:
a) Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala
b) P a s i e n t a m p a k n y a m a n
c) T T V d a l a m b a t a s n o r m a l
Intervensi:
a) Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit
penerangan
b) Minimalkan gangguan lingkungan dan rangsangan3.Bantu pasien
dalam ambulasi sesuai kebutuhan
c) Hindari merokok atau menggunkan penggunaan nikotin
d) Beri tindakan non farmakologi untuk menghilangkan sakit kepala seperti
kompres dingin pada dahi, pijat punggung dah leher, posisi nyaman, tehnik
relaksasi, bimbingan imajinasi dan distraksi
e) H i l a n g k a n / m i n i m a l k a n v a s o k o n s t r i k s i y a n g d a p a t m e n i n g
k a t k a n s a k i t k e p a l a misalnya mengejan saat BAB, batuk
panjang, membungkuk
f) Kolaborasi: P e m b e r i a n o b a t s e s u a i i n d i k a s i : a n a l g e s i k ,
a n t i a n s i e t a s ( l o r a z e p a m , a t i v a n , diazepam, valium )
3) Resiko perubahan perfusi jaringan: serebral ginjal, jantung, berhubungan dengan
adanya tahanan pembuluh darah
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam tidak terjadi perubahan
perfusi jaringan serebral, ginjal dan jantung.
Kriteria hasil:
a) Pasien mendemonstrasikan perfusi jaringan yang membaik
seperti ditunjukkandengan : TD dalam batas yang dapat diterima,
tidak ada keluhan sakit kepala, pusing, nilai-nilai laboratorium dalam
batas normal, haluaran urin 30 ml/ menit
b) T a n d a - t a n d a v i t a l d a l a m b a t a s n o r m a l
Intervensi:
a) P e r t a h a n k a n t i r a h b a r i n g
b) Tinggikan kepala tempat tidur
c) Kaji tekanan darah saat masuk pada lengan;posisi tidur, duduk dengan
pemantau tekanan arteri jika tersedia
d) Ambulasi sesuai kemampuan; hindari kelelahan
e) Amati adanya hipotensi mendadak
f) Ukur masukan dan pengeluaran
g) Pertahankan cairan dan obat-obatan sesuai program
h) Pantau elektrolit, BUN, kreatinin sesuai program
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan cardiac output
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam tidak terjadi intoleransi
aktivitas.
Kriteria hasil:
a) Meningkatkan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari
b) Menunjukkan penurunan gejala – gejala intoleransi aktifitas
Intervensi:
a) Berikan dorongan untuk aktifitas atau perawatan bertahap jika dapat
ditoleransi
b) Berikan bantuan sesuai kebutuhan
c) Instruksikan pasien tentang penghematan energy
d) Kaji respon pasien terhadap aktifitas
e) Monitor adanya diaforesis, pusing
f) O b s e r v a s i T T V t i a p 4 j a m
g) Berikan jarak waktu pengobatan dan prosedur untuk memungkinkan waktu.
h) Istirahat yang tidak terganggu, berikan waktu istirahat sepanjang siang atau
sore.
5) Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri kepala
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam tidak terjadi gangguan
pola tidur.
Kriteria hasil:
a) Mampu menciptakan pola tidur yang adekuat 6 – 8 jam per hari
b) Tampak dapat istirahat dengan cukup
c) T T V d a l a m b a t a s n o r m a l
Intervensi:
a) Ciptakan suasana lingkungan yang tenang dan nyaman
b) Beri kesempatan klien untuk istirahat / tidur
c) E v a l u a s i t i n g k a t s t r e s s
d) Monitor keluhan nyeri kepala
e) Lengkapi jadwal tidur secara teratur
f) Berikan makanan kecil sore hari dan / susu hangat
g) L a k u k a n m a s a s e p u n g g u n g
h) Putarkan musik yang lembut
6) Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan adanya kelemahan fisik
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam diharapkan perawatan
diri klien terpenuhi.
Kriteria hasil:
a) Mampu melakukan aktifitas perawatan diri sesuai kemampuan
b) Dapat mendemonstrasikan tehnik untuk memnuhi kebutuhan perawatan diri.
Intervensi:
a) Kaji kemampuan klien untuk melakukan kebutuhan perawatan diri
b) Beri pasien watu untuk mengerjakan tugas
c) Bantu pasien untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri
d) Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan atas
keberhasilannya.
7) Kecemasan berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya hipertensi
yang diderita klien.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam diharapkan kecemasan
hilang atau berkurang.
Kriteria hasil:
a) Klien mengatakan sudah tidak cemas lagi / cemas berkurang
b) E k s p r e s i w a j a h r i l e k
c) T t v d a l a m b a t a s n o r m a l
Intervensi:
a) Kaji keefektifan strategi kopingdengan mengobservasi
perilaku misaln ya kemampuan men ya takan perasaan dan
perhatian keinginan berpartisipasi dalam rencana
pengobatan
b) Catatan laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan,
k e r u s a k a n konsentrasi, peka rangsang, penurunan toleransi sakit kepala,
ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalah
c) B a n t u klien untuk mengidentifikasi stressor
s p e s i f i k d a n k e m u n g k i n a n strategi untuk mengatasinya
d) Libatkan pasien dalam perencanaan perawatan dan beri
d o r o n g a n partisipasi maksimum dalam rencana pengobatan
e) Dorong pasien untuk mengevaluasi prioritas atau tujuan
hidup
f) K a j i tingkat kecemasan klien baik secara
verbal maupun non verbal
g) Observasi ttv tiap 4 jam
h) Dengarkan dan beri kesempatan pada klien untuk
mengungkapkan perasaanya.
i) Berikan support mental pada klien
j) Anjurkan pada keluarga untuk memberikan dukungan
pada klien.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, Jakarta, EGC.
Departemen Kesehatan RI, (2005). Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut Bagi
Petugas Kesehatan. Jakarta.
Marlinn E.D., dkk. 2 0 0 0 , Rencana Asuhan Keperawatan P e n e r b i t
B u k u Kedokteran, EGC, Jakarta.
Marryam. S, dkk. 2011. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Salemba Medika:
Jakarta.
Nugroho, Wahjudi. (2008). Keperawatan Gerontik. Jakarta, EGC.
http://www.scribd.com/doc/45725767/hipertensi-pada-lansiadiakses tanggal 16
oktober 2012
http://www.scribd.com/doc/50762215/BAB-I diakses tanggal 16 oktober 2012

Anda mungkin juga menyukai