Anda di halaman 1dari 5

PENATALAKSANAAN KERACUNAN/INTOKSIKASI

Haris Darmawan
Instalasi Gawat Darurat, RSD dr. Soebandi
Jember, Jawa Timur

PENDAHULUAN
Intoksikasi atau keracunan sering kita jumpai dalam praktek sehari-hari. Kecepatan dan
ketepatan penanganan keracunan menjadi hal yang sangat penting agar penderita dapat
ditangani dan diobati sehingga kemungkinan kejadian fatal dapat dihindari. Di Amerika
Serikat, separuh kasus keracunan merupakan kasus keracunan obat-obatan. Sedangkan, di
RSU dr. Soetomo Surabaya, urutan penyebab terbanyak kasus keracunan adalah insektisida
fosfat organik, sedatif-hipnotik dan analgetik, minyak tanah, bahan korosif, dan pestisida lain
(hidrokarbon klorin dan racun tikus). Keracunan obat dapat terjadi karena berbagai sebab,
antara lain overdosis yang disengaja, overdosis karena tidak sengaja meminum dosis
berlebih, kesalahan meracik obat, dan paparan dari ASI.
Pendekatan awal pada pasien dengan keracunan adalah menilai jalan nafas, pernafasan, dan
sirkulasi, serta mendapatkan riwayat yang jelas. Kurang dari satu persen keracunan
merupakan kasus yang fatal, sehingga tata laksana sebagian besar merupakan tata laksana
suportif kecuali untuk kasus keracunan yang ada antidotnya.
Tata laksana keracunan mencakup bantuan hidup dasar, pencegahan absorpsi racun,
selanjutnya mempercepat eliminasi racun, penggunaan antidotum spesifik dan pencegahan
pemaparan ulang.

DIAGNOSA
Untuk penatalaksanaan keracunan perlu menegakkan diagnosis. Diagnosis tidak selamanya
mudah, harus selalu dipikirkan pada setiap penderita yang sebelumnya nampak sehat,
mendadak timbul gejala koma, kejang, syok, sianosis, psikosa akut, gagal ginjal akut, atau
gagal hati akut tanpa sebab yang jelas. Penegakan diagnosis dapat dimulai dengan anamnesis,
biasanya dengan heteroanamnesis (karena penderita dalam keadaan tak sadar atau malu
berterus terang). Usahakan mendapatkan nama, jumlah bahan, serta saat penderita meminum
obat. Carikan bekas-bekas bungkus, tempat, atau botol obat, resep terakhir, serta surat-surat
yang mungkin saja ditulis. Tanyakan pula, adanya riwayat perselisihan dengan keluarga,
teman dekat, teman sekantor, atau ada tidaknya masalah ekonomi yang berat.
Langkah berikutnya adalah pemeriksaan fisik, dimana penting untuk mengukur tekanan
darah, nadi, suhu, dan frekuensi pernafasan. Tentukan tingkat kesadaran serta sifat-sifat
gangguan kesadaran penderita. Koma yang tenang, biasanya akibat golongan sedativ-
hipnotik, bila disertai gelisah sampai kejang, dapat disebabkan oleh alkohol, INH, maupun
insektisida hidrokaron klorin. Perlu dicatat pula adanya luka-luka disekitar mulut, bau nafas
yang khas, adanya hipersalivasi, hiperhidrosis, pupil yang miosis, dan lain-lain.
Pemeriksaan laboratorium rutin biasanya tidak banyak membantu. Pemeriksaan kadar
kolinesterase plasma sangat membantu diagnosis keracunan insektisida fosfat organik
(kadarnya menurun sampai dibawah 50%).
Pemeriksaan toksikologi penting untuk kepastian diagnosis, terutama untuk keperluan visum.
Bahan diambil dari muntahan penderita atau dari bahan kumbah lambung pertama (sekitar
100 ml), juga dari urin sebanyak 100 ml dan darah tanpa antikoagulan sebanyak 10 ml.
Disamping itu, sisa obat atau bahan kimia lain yang diduga menjadi penyebab keracunan.
Pemeriksaan patologi juga penting untuk membantu kepastian diagnosis bila diagnosis masih
sulit ditegakkan. Pemeriksaan patologi sering dibutuhkan umtuk menyingkap penyebab
keracunan karena pembunuhan (homicide).
PENATALAKSANAAN KERACUNAN
Setiap keracunan harus dianggap akan mengancam jiwa, karena itu penanganan diperlukan
seperti keadaan gawat darurat. Penilaian tanda-tanda vital sangat penting, yaitu tensi, nadi,
respirasi, temperatur. Resusitasi harus dilakukan seperti urutan berikut :
A (airway = jalan nafas), bebaskan jalan nafas dari sumbatan bahan muntahan, lendir, gigi
palsu, pangkal lidah, dan lain-lain, kalau perlu dengan alat bantu jalan nafas serta
penghisapan lendir (suction). B (breathing = pernafasan), jaga agar pernafasan tetap dapat
berlangsung dengan baik, kalau perlu dengan respirator. C (circulation = peredaran darah),
hemodinamik harus dipertahankan dengan pemberian cairan kristaloid maupun koloid,
misalnya PZ atau RL 15-20 tetes per menit, kalau perlu dengan kecepatan tinggi; pemberian
cairan koloid sebanyak 500-1000 ml dalam 24 jam dapat dikerjakan bila perlu. Bila terjadi
cardiac arrest dapat dilakukan resusitasi kardiopulmoner. D (drugs = obat), dalam hal ini
adalah pemberian antidotum, jika terjadi syok anafilaktik diberi adrenalin.
Penatalaksanaan selanjutnya, yaitu mengeluarkan bahan-bahan racun dari tubuh dengan cara
dekontaminasi yang bertujuan mengurangi pemaparan terhadap racun, mengurangi absorbsi,
dan mencegah kerusakan. Tindakan dekontaminasi tergantung dari lokasi tubuh yang terkena
racun :
1. Dekontaminasi Pulmonal
Tindakan untuk menjauhkan korban dari paparan inhalasi zat racun, memantau
kemungkinan gagal nafas, dan berikan oksigen 100% dan jika perlu berikan
ventilator.
2. Dekontaminasi mata
Membersihkan bahan toksik dari mata dengan cara : posisi kepala pasien
ditengadahkan dan miring ke sisi mata yang terkena. Kelopak mata dibuka dan
diirigasikan dengan larutan aquades atau PZ dengan pelan-pelan sampai diperkirakan
racun hilang (hindari bekas larutan pencucian mengenai wajah atau mata lainnya),
selanjutnya mata ditutup dengan kasa steril dan segera kosnul ke dokter mata.
3. Dekontaminasi kulit
Dengan cara melepaskan pakaian, arloji, sepatu, dan aksesori lainnya masukkan pada
kantong plastik yang tidak bocor dan tutup rapat. Cuci bagian kulit yang terkena
dengan air mengalir dan disabun minimal 10 menit selanjutnya keringkan dengan
handuk kering dan lembut.
4. Dekontaminasi gastrointestinal

Jenis Tindakan Tata Cara Kontraindikasi Perhatian Khusus


Induksi Muntah Stimulasi mekanis 1. Kesadaran Pneumopati
pada orofaring menurun inhalasi, sindroma
2. Kejang mallory weiss
3. Apnea, paparan
> 4 jam
4. Keracunan zat
korosif
Pengenceran Air dingin atau 1. Kesadaran
susu 250 cc menurun
2. Gangguan nafas
3. Gangguan
menelan
4. Nyeri abdomen
5. Asam pekat,
non kaustik
Aspirasi dan Posisi tredelenburg 1. Kesadaran 1. Efektif paparan
kumbah lambung left lateral menurun tanpa < 1 jam
dekubitus, pasang pasang intubasi 2. Kehamilan,
NGT, aspirasi, 2. Zat korosif kelainan
bilas 200-300 cc 3. Zat hidrokarbon jantung, depresi
sampai bersih 4. Asam pekat, SSP, perforasi
tambah karbon 50 non kaustik gaster
gram 5. Petroleum
destilat
Arang aktif Dosis tunggal 30- 1. Paparan > 1 jam 1. Konstipasi
50 gram + 240 cc 2. Ileus 2. Distensi
air 3. Zat korosif lambung
4. Zat hidrokarbon
Irigasi usus Polietilen glikol 60 1. Gangguan Indikasi keracunan
gram + NaCl 1,46 nafas, SSP, Fe, lithium, tablet
g + KCl 0,75 g + jamtung tidak lepas lambat atau
NaBic 1,68 g + Na stabil, kelainan salut enterik
Sulfat 5,68 g + air patologis usus
sampai 1 liter
Bedah Bila menelan zat
sangat korosif
(asam kuat), asing

Berikutnya adalah penggunaan antidotum, berikut beberapa jenis antidotum yang biasa
digunakan dalam kasus intoksikasi
Bahan Racun Antidotum Metode
Kimia
Sianida Nitrit (sodium/amil nitrit),
Amyl nitrat inhalasi 50 cc
sodium tiosulfat, dikobalt (12,5 g) Na tiosulfat 25%
edetate (kasus berat) dalam 10 menit
Metanol Ethanol 2,5 cc/kgBB ethanol 40%
(vodka, gin)
Etilen glikol 4-metilpirazol Dalam air/jus jeruk, oral 30
menit
Timbal EDTA Terapi kelasi
Merkuri D-penisilamin Terapi kelasi
Arsenikum Dimerkaprol Terapi kelasi
Na hipoklorit Natrium tiosulfat 50 mg atau 250 cc larutan
1% iv
Talium Potassium ferric (prussian 10 gram dalam 100 cc
blue) mannitol
Organofosfat Sulfas atropin 1-2 mg iv ulang 10-15 menit,
maksimal 50 mg/hari
Fe (besi) desferroxamine 15 mg/kgBB/jam
Obat
Amphetamine lorazepam 2 mg iv
Digoxin Fab fragmen Dosis bergantung digoxin
(antibodispesifik) serum
isoniazide piridoksin 1 gram iv/gram INH, max 5 g
Opioid Naloxone 0,01 mg/kgBB iv ulang tiap 2
menit
Parasetamol N-asetilsistein, metionin Metionin efektif paparan < 8
jam
Warfarin Vit K/ffp 5-10 mg iv pelan
propranolol Isoproterenol, adrenalin, Titrasi mulai 4 mcg/menit,
glukagon bolus 10 mg glukagon + 5
mg/jam drip iv
Racun alam
Datura/kecubung Physostigmin salysilat 0,02 mg/kgBB IV 2 menit;
ulang 20 menit
Amanita Salibinin 5 mg/kgBB infus
Phaloides benzilpenicillin 1 jam + 20 mg/kg/24 jam
Oleander Kolestiramin 300 mg/kg/24 jam
3 x 4 gram/hari
Racun binatang
Scorpion Antivenin
Ubur ubur Antivenom
ular sabu Metode schartz-way; metode
luck
Makanan
jengkol Na bic 4 x 2 gram/hari
Toxin mikroba
Botulinum Antitoksin tipe A, B, E 100000 UNIT tipe
A+B+10000 unit tipe E

Gambaran Klinis yang dapat menunjukkan Bahan penyebab keracunan


Gambaran Klinis Kemungkinan Penyebab
Pupil pinpoint, frekuensi nafas turun Opioid, inhibitor kolinesterase (organofosfat,
insektisida), klonidin, Fenotiazin
Dilatasi pupil, laju nafas turun Benzodiazepin
Dilatasi pupil, takikardia Antidepresan trisiklik, amfetamin, ekstasi,
kokain, antikolinergik (benzeksol,
benztropin), antihistamin
sianosis Obat depresan SSP, bahan penyebab
methemoglobinemia
hipersaliva Organofosfat/karbamat, insektisida
Nistagmus, ataksia, tanda serebelar Antikonvulsan (fenitoin, karbamazepin),
alkohol
Gejala ekstrapiramidal Fenotiazin, haloperidol, metokloperamid
kejang Antidepresan trisiklik, antikonvulsan,
teofilin, antihistamin, OAINS, fenotiazin,
isoniazid
hiperthermia Lithium, antidepresan trisiklik, antihistamin
Hipertermia, hipertensi, takikardia, agitasi Amfetamin, ekstasi, kokain
Hiperthermia, takikardia, asidosis metabolik Salisilat
bradikardia Beta-bloker, digoksin, opioid, klonidin,
antagonis kalsium (kecuali dihidropiridin),
organofosfat, insektisida
Kram perut, diare, takikardia, halusinasi Withdrawal alkohol, opiat, benzodiazepin

KESIMPULAN
Prinsip penatalaksanaan keracunan pada keadaan gawat darurat tetap memperhatikan
Airways, Breathing, Circulation, dan Drug. Penegakan diagnosis merupakan hal terpenting
yang bisa didpatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, beberapa pemeriksaan penunjang
yang diperlukan. Tata laksana umum pasien dengan keracunan meliputi dekontaminasi dan
pemberia antidotum.

REFERENSI

Tim materi GELS. Buku Materi Pelatihan GELS. Jogjakarta. 2012

Frithsen, Ivar. Recognition and Management of Acute Medication Poisoning. American


Family Physician. South Carolina. 2010

Ilmu Penyakit Dalam. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya. 2008

Anda mungkin juga menyukai