Anda di halaman 1dari 13

A.

Pengertian Anestesi Lokal

Anestesi lokal adalah obat analgesik yang dirancang untuk digunakan secara klinis guna
menghilangkan sensasi secara reversible pada bagian tubuh tertentu. (Intisari Farmakologi untuk
Perawat, 2009 : 37)

Anestesi lokal adalah obat yang merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke sistem saraf
pusat pada kegunaan lokal dengan demikian dapat menghilangkan rasa nyeri, gatal-gatal, panas atau
dingin (Kartika Sari, 2013).

Anestesi lokal ialah obat yang menghambat hantaran saraf bila dikenakan secara lokal pada jaringan
saraf dengan kadar cukup. Anastetik local sebaiknya tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan
saraf secara permanen. Kebanyakan anastetik local memenuhi syarat ini. Batas keamanan harus
lebar, sebab anastetik lokal akan diserap dari tempat suntikan. Mula kerja harus sesingkat mungkin,
sedangkan masa kerja harus cukup lama sehingga cukup waktu untuk melakukan tindakan operasi,
tetapi tidak demikian lama sampai memperpanjang masa pemulihan. Zat anastetik local juga harus
larut dalam air, stabil dalam larutan, dapat disterilkan tanpa mengalami perubahan.

B. Struktur Anestesi Lokal

Struktur dasar dari anastesi lokal terdiri dari tiga bagian, yakni suatu gugus amino hidrofil ( sekunder
atau tersiaer ) yang dihubungkan oleh suatu ikatan ester ( alcohol ) atau amaida dengan gugus
aromatis lipofil. Semakin panjang gugus alkoholnya maka semakin besar daya anastesinya, tetapi
toksisitasnya juga meningkat.

Anastesi lokal dapat digolongkan secara kelompok sebagai berikut :

a. Senyawa ester : kokain dan ester – PABA (tetrakain, benzokain, kokain, prokain)

b. Senyawa amida : dibukain, lidokain, prilokain, mepivakain

c. Lainnya : fenol, benzialkohol, etilklorida

Semua obat tersebut diatas adalah sintetis kecuali kokain yang alami.

Syarat ideal anestesi local :

1. Tidak merusak jaringan secara permanen

2. Batas keamanan lebar

3. Onset cepat

4. Durasi lambat

5. Larut air

6. Stabil dalam bentuk larutan

7. Tidak rusak karena proses penyaringan


C. Farmakokenetik dan Farmakodinamik Anestesi lokal

a. Farmakokinetik Anastesi Lokal

Anestesi lokal biasanya diberikan secara suntikan ke dalam daerah serabut saraf yang akan
menghambat. Oleh karena itu, penyerapan dan distribusi tidak terlalu penting dalam memantau
mula kerja efek dalam menentukan mula kerja anestesi dan halnya mula kerja anestesis umum
terhadap sistem saraf pusat dan toksisitasnya pada jantung. Aplikasi topikal anestesi lokal
bagaimanapun juga memerlukan difusi obat guna mula keja dan lama kerja efek anestesinya.

Absorbsi sistemik suntikan anestesi lokal dari tempat suntikan dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain dosis, tempat suntikan, ikatan obat jaringan, adanya bahan vasokonstriktor, dan sifat
fisikokimia obat. Bahan vasokonstriktor seperti epinefrin mengurangi penyerapan sistematik
anestesi lokal dari tempat tumpukan obat dengan mengurangi aliran darah di daerah ini. Keadaan ini
menjadi nyata terhadap obat yang massa kerjanya singkat atau menengah seperti prokain, lidokain,
dan mepivakain (tidak untuk prilokain). Ambilan obat oleh saraf diduga diperkuat oleh kadar obat
lokal yang tinggi ,dan efek dari toksik sistemik obat akan berkurang karena kadar obat yang masuk
dalam darah hanya 1/3 nya saja.

Distribusi anestesi lokal amida disebar meluas dalam tubuh setelah pemberian bolus intravena. Bukti
menunjukkan bahwa penyimpanan obat mungkin terjadi dalam jaringan lemak. Setelah fase
distribusi awal yang cepat, yang mungkin menandakan ambilan ke dalam organ yang perfusinya
tinggi seperti otak, ginjal, dan jantung, dikuti oleh fase distribusi lambat yang terjadi karena ambilan
dari jaringan yang perfusinya sedang, seperti otot dan usus. Karena waktu paruh plasma yang sangat
singkat dari obat tipe ester, maka distribusinya tidak diketahui.

Metabolisme dan ekskresi anestesi lokal diubah dalam hati dan plasma menjadi metabolit yang
mudah larut dalam air dan kemudian diekskresikan ke dalam urin. Karena anestesi lokal yang
bentuknya tak bermuatan mudah berdifusi melalui lipid, maka sedikit atau tidak ada sama sekali
bentuk netralnya yang diekskresikan kerana bentuk ini tidak mudah diserap kembali oleh tubulus
ginjal.

Tipe ester anestesi lokal dihidrolisis sangat cepat di dalam darah oleh butirilkolinesterase
(pseudokolinesterase). Oleh karena itu, obatini khas sekali mempunyai waktu paruh yang sangat
singkat, kurang dari 1 menit untuk prokain dan kloroprokain. Penurunan pembersihan anestesi lokal
leh hati ini harus diantisipasi dengan menurunkan aliran darah kehati. Sebagai contoh, pembersihan
lidokain oleh hati pada binatang yang dianestesi dengan halotan lebih lambat dari pengukuran
binatang yang diberi nitrogen oksida dan kurare. Penurunan pembersihan ini berhubungan
penurunan aliran darah ke dalam hati dan penekanan mikrosom hati karena halotan.

Farmakokinetik suatu anestetik lokal ditentukan oleh 3 hal, yaitu:

1. Lipid/Water solubility ratio, menentukan ONSET OF ACTION. Semakin tinggi kelarutan dalam
lemak akan semakin tinggi potensi anestesi local.

2. Protein Binding, menentukan DURATION OF ACTION. Semakin tinggi ikatan dengan protein
akan semakin lama durasi nya.
3. pKa, menentukan keseimbangan antara bentuk kation dan basa. Makin rendah pKa makin
banyak basa, makin cepat onsetnya. Anestetik lokal dengan pKa tinggi cenderung mempunyai mula
kerja yang lambat. Jaringan dalam suasana asam (jaringan inflamasi)akan menghambat kerja
anestetik lokal sehingga mula kerja obat menjadi lebih lama. Hal tersebut karena suasana asam akan
menghambat terbentuknya asam bebas yang diperlukan untuk menimbulkan efek anestesi.
Kecepatan onset anestetika lokal ditentukan oleh:

a. Kadar obat dan potensinya

b. Jumlah pengikatan obat oleh protein dan

c. Pengikatan obat ke jaringan local

d. Kecepatan metabolisme

e. Perfusi jaringan tempat penyuntikan obat. Pemberian vasokonstriktor (epinefrin) ditambah


anestetika lokal dapat menurunkan aliran darah lokal dan mengurangi absorpsi sistemik.

b. Farmakodinamik Anastesi Lokal

Adapun farmakodinamik untuk obat anestesi lokal adalah:

1. Mekanisme Kerja

Selama eksitasi, saluran natrium terbuka dan arus natrium masuk ke dalam sel dengan cepat
mendepolarisasi membran ke arah keseimbangan potensial natrium (+40mV). Sebagai akibat
depolarisasi ini, maka saluran natrium menutup (inaktif) dan saluran kalium terbuka. Aliran kalium
keluar sel merepolarisasi membran ke arah keseimbangan potensial kalium (sekitar -95mV); terjadi
lagi repolarisasi saluran natrium menjadi keadaan istirahat. Perbedaan ionic transmembran
dipertahankan oleh pompa natrium. Sifat ini mirip dengan yang terjadi pada otot jantung dan
anestesi local pun mempunyai efek yang sama pada kedua jaringa tersebut.

Anestesi local mengikat reseptor dekat ujung intrasel saluran dan menghambat saluran dalam
keadaan bergantung waktu dan voltase.

Bila peningkatan konsentrasi dalam secara progresif anestesi local digunakan pada satu serabut
saraf, nilai ambang eksitasinya meningkat, konduksi impuls melambat, kecepatan muncul potensial
aksinya menurun, amplitude potensial aksi mengecil dan akhirnya kemampuan melepas satu
potensial aksi hilang. Efek yang bertambah tadi merupakan hasil dari ikatan anestesi local terhadap
banyak dan makin banyak saluran natrium; pada setiap saluran, ikatan menghasilkan hambatan arus
natrium. Jika arus ini dihambat melebihi titik kritis saraf, maka propagasi yang melintas daerah yang
dihambat ini tidak mungkin terjadi lagi. Pada dosis terkecil yang dibutuhkan untuk menghambat
propagasi, potensial istirahat jelas tidak terganggu.

Karakteristik Struktur-Aktivitas Anestesi Lokal. Makin kecil dan makin banyak molekul lipofilik, makin
cepat pula kecepatan interaksi dengan reseptor saluran natrium. Potensi mempunyai hubungan
positif pula dengan kelarutan lipid selama obat menahan kelarutan air yang cukup untuk berdifusi ke
tempat kerja. Lidokain, prokain, dan mepivakain lebih larut dalam air dibandingkan tetrakain,
etidokain, dan bupivakain. Obat yang terakhir lebih kuat dengan masa kerja yang panjang. Obat-obat
tadi terikat lebih ekstensif pada protein dan akan menggeser atau digeser dari tempat ikatannya
oleh obat-obatan lain.

2. Aksi Terhadap Saraf

Karena anestesi local mampu menghambat semua saraf, maka kerjanya tidak saja terbatas pada
hilangnya sensasi sakit dan nyeri yang diinginkan. Perbedaan tipe serabut saraf akan membedakan
dengan nyata kepekaannya terhadap penghambatan anestesi local atas dasar ukuran dan mielinasi.
Aplikasi suatu anestesi local terhadap suatu akar serabut saraf, serabut paling kecil B dan C dihambat
lebih dulu. Serabut delta tipe A akan dihambat kemudian. Oleh karena itu, serabut nyeri dihambat
permulaan; kemudian sensasi lainnya menghilang; dan fungsi motor dihambat terakhir.

Adapun efek serabut saraf antara lain:

Ø Efek diameter serabut

Anestesi lokal lebih mudah menghambat serabut ukuran kecil karena jarak di mana propagasi suatu
impuls listrik merambat secara pasif pada serabut tadi (berhubungan dengan constant ruang) jadi
lebih singkat. Selama mula kerja anestesi local, bila bagian pendek serabut dihambat, maka serabut
berdiameter kecil yang pertama kali gagal menyalurkan impuls.

Terhadap serabut yang bermielin, setidaknya tiga nodus berturut-turut dihambat oleh anestesi local
untuk menghentikan propagasi impuls. Makin tebal serabut saraf, makin terpisah jauh nodus tadi
yang menerangkan sebagian, tahanan yang lebih besar untuk menghambat serabut besar tadi. Saraf
bermielin cenderung dihambat serabut saraf yang tidak bermielin pada ukuran yang sama. Dengan
demikian, serabut saraf preganglionik B dapat dihambat sebelum serabut C kecil yang tidak
bermielin.

Ø Efek frekuensi letupan

Alasan penting lain terhadap mudahnya penghambatan serabut sensoris mengikuti langsung dari
mekanisme kerja yang bergantung pada keadaan anestesi local. Serabut sensoris, terutama serabut
nyeri ternyata berkecukupan letupan tinggi dan lama potensial aksi yang relative lama (mendekati 5
milidetik). Serabut motor meletup pada kecepatan yang lebih lambat dengan potensial aksi yang
singkat (0,5 milidetik). Serabut delta dan C adalah serabut berdiameter kecil yang terlibat pada
transmisi nyeri berfrekuensi tinggi. Oleh karena itu, serabut ini dihambat lebih dulu dengan anestesi
local kadar rendah dari pada serabut A alfa.

Ø Efek posisi saraf dalam bundle saraf

Pada sekumpulan saraf yang besar, saraf motor biasanya terletak melingkari bundle dan oleh karena
itu saraf ini akan terpapar lebih dulu bila anestesi local diberikan secara suntikan ke dalam jaringan
sekitar saraf. Akibatnya bukan tidak mungkin saraf motor terhambat sebelum penghambatan
sensoris dalam bundle besar. Jadi, selama infiltrasi hambatan saraf besar, anestesi muncul lebih dulu
di bagian proksimal dan kemudian menyebar ke distal sesuai dengan penetrasi obat ke dalam tengah
bagian bundle saraf.
D. Mekanisme Kerja

Anastesi lokal menghilangkan rasa dengan jalan beberapa cara. Misalnya dengan cara
menghindarkan untuk sementara pembentukan dan trasmisi implus melalui sel saraf ujungnya.
Seperti juga alcohol dan barbital, anastesi lokal menghambat penerusan implus dengan cara
menurunkan permebilitas membran sel saraf untuk ion – natrium yang perlu bagi fungsi saraf yang
layak. Hal ini disebabkan adanya persaingan dengan ion kalsium yang berada berdekatan dengan
membran neuron. Pada waktu yang bersamaan, akibat turunnya laju depolarisasi, ambang kepekaan
terhadap rangsangan listrik lambat laun meningkat, sehingga akhirnya terjadi kehilangan rasa
setempat secara resevibel.

E. Efek samping obat anastesi lokal

Pemberian obat anestesi lokal memiliki efek samping yang potensial sama tanpa bergantung pada
cara pemberian. Bidan harus memehami efek samping samping obat anestesi lokal ketika obat in
diberikan lewat jalur epidural atau spinal.

Efek samping obat anestesi lokal berhubungan dengan kerjanya, khususnya kemampuannya untuk
menghambat hantaran implus dalam jaringan yang dapat tereksitasi. Obat – obatan anestesi lokal
akan menyekat saluran cepat ion natrium padasemua jaringan penghantar implus, yaitu :

a. System saraf pusat

b. System pernafasan

c. Jantung dan system kardiovaskuler

d. imunologi

e. Depresi Otot polos

f. Otot sketlet.

a. Sistem saraf pusat

Sistem saraf pusat sangat rentan terhadap toksisitas anastesi lokal dan merupakan tempat tanda –
tanda pertanda dari overdosis ada pasien terjaga. Gejala awal adalah mati rasa circumoral,
paresthesia lidah, dan pusing. Keluhan sensory mungkin termasuk tinnitus dan penglihatan kabur.
Tanda – tanda rangsang ( kegelisahan, agitasi, paranoia) sering mendahului depresi system saraf
pusat ( bebicara cadel, mengantuk, pingsan) berkedut otot pembawa timbulnya kejang tonik –
klonik. Dengan penurunan aliran darah otak dan paparan obat, benzodiazepines dan hiperventilasi
meningkatkan ambang kejang yang disebabkan anastesi lokal.
b. System pernafasan

Lidokain menekan drive hipoksia ( respon ventilasi untuk PaO2 rendah ). Apne dapat hasil dari
kelumpuhan saraf frenik dan interkostal atau depresi pusat pernafasan medural berikut kontak
lansung dengan agen anestesi lokal ( sindrom apne postretrobulbar). Anastesi lokal rilrks otot polos
bronchial, lidokain intravena ( 1.5 mg/kg ) dapat memblokir refleks bronkokonstriksi kadang –
kadang dikaitkan dengan intubasi. Lidokain diberikan sebagai aerosol suatu dapat menyebabkan
bronkospasme pada beberapa pasien dengan penyakit saluran napas reaktif.

c. Jantung dan System kardiovaskuler

Secara umum, semua bius lokal menekan otomatisitas miokard ( fase depolarisasi IV spontan ) dan
mengurangi durasi periode refraktori. Kontraktilitas miokard dan kecepatan konduksi juga tertekan
pada kontrasi yang lebih tinggi. Hasil ini efek dari peubahan langsung membrane otot jantung (
natrium blockade saluran jantung ) dan penghambat system saraf otonom. Semua anatesi lokal
kecuali kokain menghasilkan relaksasi otot polos, yang menyebabkan beberapa derajat vasodilatasi
arteriol. Kombinasi berikutnya dari bradikardi, blok jantung, dan hipotensi dapat berujung pada
serangan jantung. Mayor toksisitas kardiovaskuler biasanya membutuhkan sekitar tiga kali
konsentrasi darah yang menghasilkan kejang.

d. Imunologi

Golongan ester menyebabkan reaksi alergi lebih sering, karena merupakan derifat para amnino
benzoic acids ( PABA ) yang dikenal sebaga allergen. PABA ini dapat menediakan efek anti bakteri
dari sulfonamide yang berdasarkan antagonism persaingan dengan PABA, oleh karena itu terapi
dengan sulfa tidak boleh dikombinasikan dengan penggunaan ester – ester tersebut. Toksisitas
sangat bergantung pada :

1. Jumlah larutan yang disuntukan

2. Kosentrasi obat

3. Ada tidaknya adrenalin

4. Vaskularisasi tempat suntikan

5. Absorpsi obat

6. Laju destruksi obat

7. Hipersensitivitas

8. Usia

9. Keadaan umum

10. Berat badan

e. Depresi Otot polos


Kontrasi uterus, usus dan kandung kemih akan tertekan oleh kerja obat – obat anastesi lokal. Inhibisi
kandung kemih biasanya menimbulkan restensi urin, tetapi sebaliknya inkontinensia urine da fases
mungkin saja terjadi. Analgesia epidural akan disertai dengan peningkatan resiko retensi urin
postpartum. Masalah yang potensial dlam jangka pendek dan jangka panjang yang timbul akibat
kateterisasi urine yang berkali – kali tidak boleh.

Sejumlah peniliti telah menunjukan bila obat anestesi lokal diberikan secara epidural maka:

1. Kala satu dan dua ersalinan cenderung berlangsung lebih lama ( perbedaan rerata antara
anastesi epidural dan pemberian opoid adalah 42 dan 14 menit )

2. Dilatasi serviks berjalan lenih lambat

3. Pemberian oksitosin memerlukan disis dua kali lipat

4. Malposisi janin lebih sering terjadi

5. Kemungkinan secsio cecarea karena distosia menjadi lebih besar

6. Perlahiran bayi dengan alat menjadi dua hingga empat kali

Obat – obat anastesi lokal memperpajang masa persalinan dengan :

1. Menimbulkan relaksasi otot – otot dasar panggul

2. Mengurangi refleks mengejan

3. Mengurangi upaya bayi untuk mendorong bayinya lahir

4. Bekerja langsung pada otot rahim dengan menurunkan tonus otot

5. Mengurangi pelepasan oksitosin secara pulsatile dari kelenjar hipofisi posterior.

Ø Efek anastesi lokal pada neonatus. Dalam pemberian obat anastesi lokal secara epidural dapt
memberikan efek neurobehavioural yang tidak jelas pada neonates yang tidak terdeteksi pada usia
18 bulan. System auditorius pada neonates dapat mengalami ganggguan sepintas, namun setiap
efek samping neurobehavioural tidak merintangi pmberian ASI.

Penggunaan analgesia epidural akan meningkatkan resiko hipoglikemia neonatal, takipnea dan
gangguan pada metabolism lipid. Tindakan analgesia epidural pada neonates memberikan
kemungkinan yang lebih kecil bagi neonates untk memiliki nilai APGAR yang rendah pada waktu lima
menit atau memerlukan nalokson jika dibandingkan dengan kemungkinan yang terjadi setelah
pepmberian opoid.

Ø Kewaspadaan dan kontraindkasi

Kewaspadaan dan kontraindikasi pada penggunaan obat anastesi lokal


a. Obat anestesi lokal tidak boleh digunakan pada pasien dengan riwayat alergi terhadap setiap
obat anastesi yang secara kimia yang ada hubungannya terhadap konstituen yang membentuk obat
tersebut.

b. Pemberian anastesi lokal tidak dianjurkan ibu hamil atau pasien baru saja mengalami
perdarahan karena respon kardiovaskuler terhadap kehilangan darah tersebut akan terganggu.

c. Obat anastesi lokal harus diberikan dengan hati – hati sekali jika terpaksa digunakan didaerah
yang mengalami inflamasi.

d. Obat anastesi lokal harus digunakan dengan hati – hati pada : blok jantung atau gangguan
hantaran jantung, epilepsi, penyakit hati atau ginjal, riwayat hipertermia, gangguan respirasi dan
laktasi.

F. Cara - Cara Pemberian Obat Anestesi Lokal

Anestesi lokal umumnya digunakan secara parental misalnya pada waktu pembedahan kecil
dimana pemakaian anestesi umum tidak diperlukan. Beberapa cara pemberian anestesi lokal adalah:

Anestesi Infiltrasi, suntikan diberikan di tempat yang dibius ujung-ujung syarafnya. Misal pada
daerah kecil kulit atau pada gusi untuk pencabutan gigi.

Anestesi Penyaluran Saraf, penyuntikan dilakukan pada tempat banyak saraf berkumpul, hingga
tercapai anestesi pada bagian yang lebih luas. Misal pada lengan atau kaki

Anestesi Permukaan, biasanya digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri atau gatal. Misalnya
dalam bentuk suppositoria untuk penyakit ambein.

Pada obat anestesi lokal, biasanya yang digunakan adalah garam-garam kloridanya yang mudah larut
dalam air. Untuk memperpanjang daya kerjanya, maka sering ditambahkan obat lain untuk
menciutkan pembuluh darah (vasokonstriktor) misalnya larutan adrenalin. Selain itu absorpsi akan
diperlambat dan toksisitasnya akan berkurang, mulai kerja akan lebih cepat dengan khasiat yang
lebih bagus, serta lokasi pembedahaan tidak berdarah namun larutan yang mengandung
vasokonstriktor sebaiknya jangan digunakan pada jari-jari tangan karena resiko gangrene.

G. Nama – Nama Obat Dalam Anastesi Lokal

1. Prokain

a. Farmakodinamik

Ø Dosisi 100 – 800 mg : analgesic ringan efek maksimal 10 – 20 ‘ hilang setelah 60 ‘

Ø Dhirolisis menjadi PABA ( para amino binzoic acid ) dapat menghambat kerja sulfonamid.
b. Farmakokinetik

Ø Absorpsi PABA ( para amino binzoic acid ) dan dietilaminoetanol

Hidrolisisnya cepat oleh enzim plasma ( prokain esterase )

Ø PABA Di eksresikan dalam urin ( dalam bentuk utuh dan tergonjugasi )

c. Indikasi

Ø Anastesi infitrasi, blok saraf, epidural, kaudal dan spinal

Ø Geriatric : perbaikan aktivitas seksual dan fungsi kelenjar endokrin

d. Kontra indikasi

Pemberian intravena untuk penderita miastenia gravis karena prokain menghasilkan derajat blok
neuromuskuler.

e. Dosis : 15 mg/kg BB

Ø Untuk infitrasi : larutan 0.25 – 0.5 % dosis maksimumnya 1000 mg.

Ø Onset : 2- 5 menit, durasi 30 – 60 menit.

Ø Bisa ditambah adrenalin ( 1 : 100.000 atau 1 : 200.000)

Ø Dosis untuk epidural ( maksimum ) 25 ml larutan 1.5% . Untuk kaudal 25 ml larutan 1.5%. spinal
analgesia 50 – 200 mg. tergantung efek yang diinginkan lamanya 1 jam.

2. Lidokain ( lignocain, xylocain, lidonest )

a. Farmakodinamik

Ø Anestesi lokal kuat. Terjadi lebih cepat, lebih kuat, lebih lama dan lebih ekstensif dari pada
prokain.

Ø Larutan lidokain o.5 % adalah anastesi infiltrasi, 1 – 2 % ; nastesi blok dan topical.

Ø Efektif tanpa vasokontraktor, kcepatan absorpsi dan toksitas, masa keja lebih pendek.

b. Farmakokinetik

Ø Absorpsinya mudah diserap dari tempat ijeksi

Ø Dapat tembus sawar darah otak

Ø Metabolism : di hati , eksresinya di urin

c. Indikasi

1. Injeksi : anastesi infitrasi, blok saraf anestesi epidural, kaudal dan mukosa
2. Anest infitrat : larutan .025 % – 0.50% dengan atau tanpa adrenalain

3. Kedok gigi : larutan 1 – 2 % lidokain dengan adrenalin

4. Anestesi permukaan, anest kornea mata ( lidokain 2 % + adrenalin )

d. Kontra indikasi

Iritabilitas jantung

e. Efek samping

Efek samping lidokain biasanya berkaitan dengan efek terhadap SSP, misalnya mengantuk, pusing,
parestesia, gangguan mental, koma, dan seizures. Lidokain dosis berlebihan dapat menyebabkan
kematian akibat fibrilasi ventrikel, atau oleh henti jantung.

f. Dosis

1. Kosentrasi efektif minimal 0.25 %.

2. Infitrasi, mula kerja 10 menit, relaksasi otot cukup baik.

3. Kerja sekitar 1 – 1.5 juam tergantung konsetrasi larutan.

4. Larutan standar 1 atau 1.5% untuk blok perifer.

5. 0.25 % - 0.5 % + adrenalin 200.000 untu infitrasi.

6. 0.5 % untuk blok sensorik tanpa blok motorik.

7. 1 % untuk blok motorik dan sensorik

8. 2 % untuk blok motorik pasien yang berotot (muscular)

9. 4% atau 10 % untuk topical semprot faring – laring

10. 5 % bentuk jeli untuk dioleskan di pipa trakea

11. 5 % lidokain dicampur prilokain untuk topical kulit.

12. 5 % hiperbarik untuk analgesia intratekal

3. Bupivakain (marcain)

Secara kimia dan farmakologis mirip lidokain. Toksisitas setaraf dengan tetrakain. Untuk infiltrasi dan
blok saraf perifer dipakai larutan 0.25 – 0.75%. Dosisi maksimal 200mg. Duration 3 – 8 jam,
kosentrasi efekti minimal 0.125 %. Mulai kerja lebih lambat disbanding lidokain. Setelah suntik
kaudal, epidural, atau infiltrasi, kadar plasma puncak dicapai dalam 45 menit. Kemudian menurun
perlahan – lahan dalam 3 – 8 jam. Untuk anastesi spinal 0.5% volume antara 2 – 4 ml iso atau
hiperbarik. Untuk blok sensorik epidural 0.375% dan pembedahan 0.75%.
4. Kokain

Hanya dijumpai dalam bentuk topical semprot 4 % untuk mukosa jalan napas atas. Lama kerja 2 – 30
menit.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Istilah anestesia dikemukakan pertama kali oleh Oliver Wendell Holmes, yang artinya “tidak ada rasa
sakit”. Istilah ini menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena pemberian
obat dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri pembedahan.

Anestesia dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :

a. Anestesia lokal → hilang rasa sakit tanpa disertai hilang kesadaran

b. Anestesia umum → hilang rasa sakit disertai hilang kesadaran

Anestetik lokal atau penghilang rasa setempat adalah obat yang pada penggunaan lokal merintangi
secara reversibel penerusan impuls saraf ke SSP dan dengan demikian menghilangkan atau
mengurangi rasa nyeri, gatal-gatal rasa panas atau dingin. Banyak persenyawaan lain juga memiliki
daya kerja demikian, tetapi efeknya tidak reversibel dan menyebabkan kerusakan permanen
terhadap sel-sel saraf. Ada kalangan medis yang membatasi istilah anestesi lokal hanya untuk
pembiusan di bagian kecil tubuh seperti gigi atau area kulit.

Kriteria yang harus dipenuhi untuk suatu jenis obat yang digunakan sebagai anestesi lokal, antara
lain;

a. Tidak merangsang jaringan

b. Tidak mengakibatkan kerusakan permanen terhadap susunan saraf.

c. Toksisitas sistemik rendah.

d. Efektif dengan jalan injeksi atau penggunaan setempat pada selaput lendir.

e. Mulai kerjanya sesingkat mungkin, tetapi bertahan cukup lama dan dapat larut dalam air dan
menghasilkan larutan yang stabil, juga terhadap pernapasan (sterilisasi).

B. Saran

Diharapkan makalah ini dapat membantu mahasiswa dalam proses pembelajaran dan semoga bisa
menambah ilmu pengetahuan mengenai obat-obat anestesi lokal sehingga materi yang disampaikan
dapat dimengerti dan dapat diterima dengan baik.
Penggunaan Anestesi dan golongannya untuk meniadakan gangguan rasa sakit di SSP sangatlah
penting dan berguna. Tetapi, harus tetap berpegang teguh pada aturan dan juga sang konseler yaitu
dokter. Apabila penggunaan nya atau pun penggunaan obat secara universal ini disalah gunakan,
tentulah akibat buruk yang akan di dapat di akhir eksperimen kita sebagai orang awam yang tak
tahu apapun tentang obat dan efek sampingnya apabila penggunaannya salah.

DAFTAR PUSTAKA

Jordan, Sue. 2002. Farmakologi Kebidanan. Jakarta: EGC. 2004

Barber, Paul dan Deboran Robertson. 2009. Intisari Farmakologi untuk Perawat. Jakarta : EGC. 2013

Sunaryo. 1995. Kokain dan Anestetik Lokal Sintetik. Dalam : ed. Ganiswarna SG. Farmakologi dan
Terapi. Jakarta: Gaya Baru, 1995: 234-47

Nurlianti, Sitti. 2011. Anastesi Lokal. http://lianchingublog.blogspot.com/2011/12

/anastesi-lokal.html. Diakses pada tanggal 12 November 2014 (pukul 15.50 wib)

Novertasari, Blisa. 2011. Anestesi Lokal. http//blisha.wordpress.com/2011/04/03/

Farmakologi-anestesi-lokal/. Diakses pada tanggal 12 November 2014 (pukul 15.54)

Saputra,Arif. 2014. Makalah Anestesi Umum dan Lokal. http://arifsaputra96.blogspot.

com/2014/01/makalah-farmakologi-tentang-obat.html. Diakses pada tanggal 16 November 2014


(pukul 20.19 wib)

Halimah, Nova Nurul. 2013. Makalah Anestesi. http ://peinovenuru.blogspot.com

/2013/07/makalan-anestesi.html. Diakses pada tanggal 17 November (pukul 02.26)

Sidauruk, Polobye. 2011. Obat Anestesi Lokal. http://polobye.blogspot.com/2011/05/

Obat-anestesi-lokal.html. Diakses pada tanggal 17 November (pukul 08.00)

Anda mungkin juga menyukai