Anda di halaman 1dari 9

Berdasarkan data yang diperoleh,diketahui bahwa probandus yang meminum air putih 250 ml.

Kemudian setelah tidur selama 8 jam ,sisa metabolisme berupa urin yangdikeluarkan adalah
sebanyak 175 ml.Dari data tersebut diketahui ternyata urine yang
dikeluarkan probandus lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah volume air putih yang di minum (
air yang di minum 250 ml dan urine yangdihasilkan 175 ml ). Hal ini sudah sesuai dengan teori,
dimanaurine yang di keluarkan lebih sedikit karena terjadi sekresi
zat. Namun apabila jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak,mungkin hal tersebut dapat terjadi k
arena dimungkinkansebelumnya probandus selama satu hari sudah banyak mengkonsumsi makanan
atau kinuman yang banyak dan belum
diekskresikan sepenuhnya,sebelum probandus minum air putihuntuk percobaan ini.Sehingga terjadi
penambahan sekresi
dari bahan makanan / minuman yang di konsumsi probandus,mengakibatkan peningkatan jumlah uri
ne yangdikeluarkan setelah probandus minum air putih dan tidur selama 8 jam.

Proses terjadinya urin adalah sebagai berikut:

Air disaring dari plasma darah di glomelurus yangmenghasilkan filtrat berupa air dan bahan non
koloid. Hasilfiltrasi ini adalah terbentuknya filtrat di kapsula bowmanyang selanjutnya di alirkan ke
tubulus renalis.

Reabsorbsi selektif senyawa substansi yang masih


berguna bagi tubuh akan diambil dari filtrat dan dikembalikan kedarah. Reabsorbsi cenderung diseba
bkan adanya garamanorganik. Air yang ikut dalam filtrat glomerulus akandiserap kembali dalam
tubulus proximal.

Sekresi substansi yang tidak dibutuhkan dipindahkan daridarah ke filtrat yang terdapat di tubulus gin
jal dan perpindahan ini disebut sekresi yang dalam hal ini adalahsekresi ion H

+.

Ekskresi substansi yang sudah tidak berguna dibuang keluar.

Probandus III ( meminum air


soda )Probandus yang meminum air soda sebanyak 295ml,mengeluarkan urin sebanyak 106 ml
setelah tidur selama 6 jam. Ternyata volume urine yang dikeluarkan lebih sedikitdibandingkan
dengan air soda yang diminum. Hal ini sudah sesuaidengan teori, dimana urine yang dikeluarkan
lebih sedikit, karenaadanya proses penyerapan zat di dalam tubuh. Hal ini dapat
terjadi dimungkinkan karena probandus sebelumnya ( selamaseharian ) telah mengkonsumsi banyak
makanan dan minumandan belum diekskresikan sepenuhnya sampai saat probandusmelakukan
percobaan ini,yaitu mendapat tambahan zat ekskresidari sisa-sisa makanan dan minuman yang
dikonsumsi probandussebelum melakukan percobaan,oleh karena itu urine yangdikeluarkan lebih
banyak.Air soda yang dikonsumsi probandus akan bereaksi didalam tubuh sebagai berikut: NaHCO

+H

O NaOH + H

CO

3
Ginjal merupakan organ yang penting dalam pengaturan kadar cairan tubuh,
keseimbangan elektrolit dan pembuangan metabolit-metabolit sisa dan obat dari tubuh. Kerusakan
atau degenerasi fungsi ginjal akan mempunyai pengaruh pada farmakokinetika obat. Beberapa
penyebab yang umum dari kegagalan

ginjal yaitu penyakit, cidera dan intoksikasi obat.

Percobaan kali ini untuk menganalisa kadar obat dalam urine. Obat yang digunakan untuk analisa

kadarnya adalah sulfadiazine. Penetapan kadar dilakukan dengan cara mengambil sample urine
dalam waktu

yang berbeda, kemudian dilakukan prosedur penetapan kadar berdasarkan cara kerja yang telah
ditetapkan.

Prosedur penetapan kadar sulfadiazine ini mengikuti proses laju orde kesatu.

Konsentrasi awal dari sample diketahui melalui pengukuran pada alat spektrofotometer
dengan

panjang gelombang maksimum 545 nm, kemudian diperoleh konsentrasi hasil analisis dengan cara
memplot

pada persamaan garis yang didapat dari hasil pengukuran kurva kalibrasi baku
sulfadiazine. Setelah

konsentrasi diketahui melalui persamaan garis linier. Konsentrasi awal sample cukup
besar kemudian

meningkat seiring dengan bertambahnya waktu kemudian secara drastis. Hal ini disebabkan bahwa
obat

mengalami proses eliminasi, sehingga prosesnya dapat digambarkan dalam kurva hubungan antara
waktu

dengan konsentrasi sample.

Dalam percobaan kali ini, praktikan juga mendapatkan data persentase metabolisme obat lebih
besar

daripada data persentase ekskresi dari obat. Hal ini dapat menjelaskan bahwa obat yang
dimetabolisme di

dalam hati lebih besar dibandingkan dengan obat yang diekskresi melalui ginjal.

Dari praktikum kali, diperoleh hasil data konstanta eliminasi (ke), k ekskresi, k metabolisme, waktu
paruh

(t1/2), % obat yang diekskresi, % obat yang dimetabolisme yaitu :


1.

1/2

= 350 menit

2.

eks

= 6,83 x 10

-4

menit

-1

3.

met

= 1,297 x 10

-3

menit

-1

4.

% Obat yang dimetabolisme = 65,51 %

5.

% obat yang diekskresi = 34,49 %


Pada praktikum ini, dilakukan penentuan kadar dan parameterfarmakokinetik dari sampel
menggunakan perhitungan regresi dengan melihatwaktu retensi (t

) yang diperoleh yang menandakan adanya kandungansiprofloksasin atau tidak. Praktikum ini juga
dilakukan untuk mengetahui kadarsiprofloksasin yang terukur masih dalam rentang/jumlah yang
sesuai atau tidak.Sampel yang digunakan adalah urin dari praktikan. Urin tersebut
mengandung berbagai komponen senyawa dan salah satunya adalah senyawa eksogen.Senyawa
eksogen merupakan senyawa yang berasal dari luar tubuh dan sengajadimasukkan dengan tujuan
tertentu. Senyawa eksogennya adalah siprofloksasinyang digunakan sebagai obat dengan khasiat

antibiotik

. Obat berkhasiat tersebuttentunya akan berinteraksi dengan molekul-molekul yang penting


secarafungsional dalam tubuh (reseptor) sehingga menghasilkan respon biologis.
Jika proses biofarmasetik berlangsung dengan baik, maka seharusnya jumlahsiprofloksasin
meningkat dalam urin. Proses biofarmasetik sendiri adalah prosesyang menggambarkan obat mulai
dari pemberian sampai terjadinya penyerapanzat aktif kemudian diekskresikan. Siprofloksasin lah
yang akan menjadi acuannilai konstanta eliminasi dan waktu paruh pada tubuh.

Perhitungan regresi yang digunakan adalah penentuan kurva kalibrasimelalui perbandingan antara
AUC (

Area Under Curve

) dengan konsentrasisehingga didapat persamaan regresi yang nantinya akan digunakan


untukmenentukan konsentrasi dari sampel. Selanjutnya, dilakukan penentuan DU/t danT

mid

lalu diregresikan sehingga didapat persamaan kembali dimana

menandakannilai konstanta eliminasi.Pertama, dilakukan pengumpulan urin dengan rentang waktu


yangtelah ditentukan. Hal ini dilakukan agar jumlah obat yang diekskresikan memilikikecepatan
eliminasi yang tetap sehingga data urin yang diperoleh menjadi valid.Urin yang pertama kali
ditampung adalah urin blanko dimana urin tersebut belummengandung senyawa siprofloksasin. Urin
blanko digunakan untukmembandingkan antara urin yang mengandung siprofloksasin dengan yang
tidak.Urin blanko juga menandakan tidak ada partikel lain yang akan terukur nantinyaselain pelarut
itu sendiri (urin). Kemudian, praktikan diberikan obat yang ekivalendengan dosis 500 mg
siprofloksasin. Dosis tersebut merupakan dosis lazimdimana dapat memberikan efek farmakologis
sesuai dengan jendela terapi (beradadiantara MEC/Minimum Effective Concentration dan
MTC/Minimum ToxicConcentration). Obat tersebut diminum sehari sebelum percobaan. Hal ini
untukmemaksimalkan proses biofarmasetik dimana obat akan diabsorbsi, didistribusi,dimetabolisme
dan terakhir diekskresi melalui urin. Urin tersebut tentunya sudahmengandung siprofloksasin. Selain
itu, pada saat pengumpulan urin, perludilakukan pengukuran volume urin yang diekskresikan.
Pengukuran volume urintersebut dimaksudkan agar dapat ditentukan berapa jumlah obat
(siprofloksasin)yang telah diekskresikan. Farmakokinetika obat pada darah maupun urin hanyadapat
memperoleh data berupa konsentrasi, bukan jumlah obat yangterkandungnya. Satuan konsentrasi
adalah µg/ml sedangkan jumlah obat adalahµg. Jika dilakukan konversi, maka untuk menentukan
jumlah obat perlu
dilakukan perkalian antara konsentrasi dengan volume. Volume inilah yang perlu dicatat.Berdasarka
n hasil pengamatan, volume urin pada pada waktu 13.00-16.00 adalah260 mL, 16.00-19.00 adalah
200 mL, 19.00-23.00 adalah 210 mL, 23.00-05.00

adalah 320 mL, 05.00-08.00 adalah 215 mL dan 08.00-13.00 adalah 180 mL.Volume urin yang
diperoleh cukup besar pada rentang waktu yang cukup dekatkarena jumlah asupan cairan (air) pada
tubuh juga cukup banyak sehingga wajar jika urin yang diekskresikan dalam jumlah yang
banyak. Diantara rentang waktutersebut, pada pagi hari memiliki volume urin yang paling besar
karena padamalam hari tubuh tidak melakukan aktivitas apapun sehingga energi
difokuskan pada sistem pencernaan dan hasil metabolisme disalurkan salah satunya pada

sistem ekskresi urinari. “

Semakin banyak volume urin yang dihasilkan, semakinbanyak pula senyawa yang terdapat
didalamnya

”.

Kedua, dilakukan perlakuan sampel dengan mengencerkanmenggunakan dapar ammonium asetat.


Hal ini bertujuan untuk membuat senyawayang dianalisis (siprofloksasin) terlarut sempurna dalam
urin dan mendapatkankonsentrasi urin yang lebih encer. Jika konsentrasi urin terlalu pekat,
makakelarutan senyawa (siprofloksasin) pun akan berkurang. Kemudian, sampeltersebut
diinjeksikan ke dalam kolom HPLC sebanyak 40 µL. Penggunaan HPLCmemiliki sensitivitas yang tinggi
karena dapat menganalisis sampel denganvolume yang sangat sedikit sehingga ideal untuk
memisahkan molekul organikdari sampel biologis. Fase diam yang digunakan adalah oktadesil silane
yang bersifat non polar sehingga dapat menarik senyawa non polar sedangkan fasegeraknya adalah
campuran antara asetonitril dengan air (25:75) sehingga bisadikatakan cenderung polar karena
senyawa siprofloksasin bersifat polar juga dandapat terelusi oleh fase gerak. Selain itu, pH fase gerak
pun dijaga pada 2,5 agartidak merusak kolom fase balik. Dasar pemisahan HPLC adalah
perbedaankecepatan migrasi dari komponen sampel karena adanya perbedaankesetimbangan
distribusi dalam fase diam dan fase gerak untuk senyawa tersebut.Berdasarkan hasil pengamatan,
didapat AUC pada sampel 1 (13.00-16.00) adalah2878306, pada sampel 2 (16.00-19.00) adalah
21787610, pada sampel 3 (19.00-23.00) adalah 26966410, pada sampel 4 (23.00-05.00) adalah
7698019, padasampel 5 (05.00-08.00) adalah 5798060 dan sampel 6 (08.00-13.00) adalah5504036.
Nilai AUC yang didapat cukup fluktuatif (naik-turun) atau dengan kata

lain tidak konstan/stabil. Seharusnya nilai AUC tersebut menurun seiring dengan bertambahnya
waktu karena obat (siprofloksasin) telah dimetabolisme dalam hatisehingga tidak diperlukan kembali
dalam tubuh, maka proses
ekskresi berlangsung dengan relatif cepat. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh pengambilan urin
tidak pada waktu yang telah ditentukan, terjadi kesalahan dalammengoperasikan HPLC sehingga
data yang diperoleh menjadi tidak benar atau perlakuan sampel yang salah akibat

human error

.Ketiga, dilakukan pembuatan kurva baku siprofloksasin. Kurva bakudibuat melalui larutan stok
dengan cara melarutkan siprofloksasin dengan air padalabu takar sehingga volume yang digunakan
cukup tepat. Penggunaan air karenasiprofloksasin mudah larut dalam air. Lalu, dipipet beberapa mL
sesuai perhitungan pada data pengamatan dari larutan stok dan ditambahkan urin sertadapar
ammonium fosfat pada labu takar sampai batas. Proses ini
dinamakan pengenceran dimana konsentrasi larutan utama/induk yang tinggi diencerkanmenjadi
beberapa larutan seri dengan konsentrasi yang lebih rendah. Pembuatankurva kalibrasi
dimaksudkan untuk mengetahui hubungan alat dengan analit.Selain itu, untuk menghilangkan
kegalatan (kesalahan pengukuran). Denganadanya kurva kalibrasi, dapat mengetahui berapakah
konsentrasi pada nilai AUCtertentu. Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh AUC pada larutan seri
0,1µg/mL adalah 396593, pada larutan seri 0,5 µg.mL adalah 3831509, pada larutanseri 1 µg/mL
adalah 604055, pada larutan seri 5 µg/mL adalah 2808553, padalarutan seri 10 µg/mL adalah
5050081, pada larutan seri 20 µg/mL adalah8357215 dan pada larutan seri 50 µg/mL adalah
22100684. Nilai AUC
tersebut juga tidak stabil dimana seharusnya AUC berbanding lurus dengan konsentrasi.

Semakin tinggi AUC siprofloksasin, maka semakin tinggi pula kadarnya

”.

Namun, berdasarkan grafik pada data pengamatan, masih diperoleh nilaikemiringan/

slope

(R) diatas 0,9. Oleh karena itu, dapat dikatakan nilai AUC yangdiperoleh cukup bagus walapun ada
sedikit ketidaksinambungan antarakonsentrasi 0,1-1 µg/mL. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh
kesalahan prosedur yang dilakukan. Kesalahan prosedur memang berisiko tinggi terhadap

data yang diperoleh. Jika prosedur yang dilakukan tidak benar, maka datanya puntidak benar.
Kesalahan prosedur tersebut meliputi jumlah pemipetan yang tidaktepat, penimbangan
siprofloksasin yang tidak benar atau proses penyuntikan padaHPLC yang tidak sesuai. Selain itu, data
lain yang diperoleh adalah waktu retensi.Waktu retensi dari siprofloksasin adalah 2,250. Pada HPLC
dapat dilakukan 2analisis sekaligus. Analisis tersebut adalah analisis kualitatif dan analisiskuantitatif.
Analisis kualitatif dengan melihat waktu retensi yang menandakanapakah senyawa (siprofloksasin)
terdapat dalam urin atau tidak sedangkan analisiskuantitatif dengan melihat AUC yang menandakan
konsentrasi senyawa(siprofloksasin) dalam urin. Nilai waktu retensi dari siprofloksasin berada
padarentang 2,2-2,4.Selain itu, pengukuran nilai AUC tersebut menggunakan
detektorspektrofotometri UV pada panjang gelombang 294 nm. Nilai tersebut merupakanrentang
sinar tampak biru violet yang akan diabsorpsi oleh senyawa(siprofloksasin) sehingga terjadi eksitasi
elektron dari keadaan dasar (

ground state

) menuju keadaan tereksitasi (

excited state

) dan diperoleh nilai AUC. Panjang

gelombang 294 nm merupakan panjang gelombang maksimal (λmaks) atau

dengan kata lain panjang gelombang yang memiliki nilai AUC maksimal. NilaiAUC maksimal, maka
kadar siprofloksasin optimal.Berdasarkan hasil perhitungan, didapat konsentrasi sampel 1 adalah
4,397µg/mL, konsentrasi sampel 2 adalah 50,29 µg/mL, konsentrasi sampel 3 adalah62,859 µg/mL,
konsentrasi sampel 4 adalah 16,094 µg/mL, konsentrasi sampel 5adalah 11,483 µg/mL dan
konsentrasi sampel 6 adalah 10,769 µg/mL. Konsentrasitersebut kemudian dikalikan dengan faktor
pengenceran. Hal ini bertujuan agardapat diperoleh konsentrasi siprofloksasin yang sebenarnya
pada urin.Konsentrasi tersebut dikalkulasikan kembali dengan volume urin untukmendapatkan
jumlah obat yang terkandung dalam urin. Jumlah obat tersebutdibagi selisih selang waktu, maka
diperoleh DU/t. t

mid

merupakan
waktu pertengahan antara selang waktu yang digunakan. Terakhir, dilakukan regresiantara ln DU/t
dengan t

mid

. Nilai kemiringan/

slope

(R) yang diperoleh jauh

dibawah 0,9. Hal ini menandakan bahwa persamaan regresi tersebut tidak linier.Liniearitas memiliki
relasi dengan data yang didapat. Jika data tersebut tidakmenaik/menurun dengan konstan, maka
liniearitas akan berkurang.
Dari persamaan regresi, dapat ditentukan kecepatan eliminasi dan waktu paruh darisiprofloksasin.
Kecepatan eliminasi 0,044/jam menandakan bahwa tubuhmemiliki kecepatan sebesar 0,044/jam
untuk mengeliminasi siprofloksasin dari

tubuh. “
Semakin besar kecepatan eliminasi, maka semakin besar pula laju perubahan obat

”. Waktu paruh dari siprofloksasin adalah 15,75 jam. Waktu paruh

tersebut cukup besar karena membutuhkan waktu 15,75 jam sekali untuksiprofloksasin berkurang
menjadi setengah dari jumlah awal. Waktu paruh jugamenentukan seberapa sering suatu obat
diberikan. Faktor yang mempengaruhiekskresi obat antara lain filtrasi oleh glomerulus, sekresi oleh
tubulus maupunreabsorpsi di tubulus nefron.Jika dilihat dari golongan obat, siprofloksasin termasuk
ke dalam golongankuinolon. Siprofloksasin memiliki profil farmakokinetik yang cukup bagus
seperti bioavailabilitas yang tinggi dan waktu paruh yang panjang. Seharusnya,siprofloksasin
memiliki bioavailabilitas 50-70%,

waktu paruh 3-4 jam

sertakonsentrasi puncak 1,51-2,91 mg/L setelah pemberian dosis 500 mg. Nilai
waktu paruh tersebut berbeda dengan nilai yang diperoleh. Kesalahan prosedurmerupakan faktor
yang perlu dipertimbangkan.

Anda mungkin juga menyukai