Anda di halaman 1dari 10

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Konsep Pemikiran Pembelajaran menurut K.H. Ahmad Dahlan


A. Biografi K.H. Ahmad Dahlan
Kyai Haji Ahmad Dahlan lahir di Yogyakarta, 1 Agustus 1868 dan meninggal dunia
tanggal 25 Februari 1923 dalam usia 55tahun.Nama kecil KH. Ahmad Dahlan adalah
Muhammad Darwisy. Ia merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara yang
keseluruhan saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Ia termasuk keturunan yang
kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, salah seorang yang terkemuka di antara Walisongo,
yaitu pelopor penyebaran agama Islam di Jawa. Silsilahnya tersebut ialah Maulana Malik
Ibrahim, Maulana Ishaq, Maulana 'Ainul Yaqin, Maulana Muhammad Fadlullah (Sunan
Prapen), Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom), Demang Djurung Djuru Sapisan,
Demang Djurung Djuru Kapindo, Kyai Ilyas, Kyai Murtadla, KH. Muhammad Sulaiman,
KH. Abu Bakar, dan Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan).

Ia berasal dari keluarga yang didaktis dan terkenal alim dalam ilmu agama.Ayahnya
bernama KH Abu Bakar ,seorang imam dan khatib masjid besar Kraton
Yogyakarta.Sementara ibunya bernama Siti Aminah,putri KH Ibrahim yang pernah menjabat
sebagai penghulu di Kraton Yogyakarta.

Sejak kecil Dahlan diasuh dan dididik sebagai putra kyai.Pendidikan dasarnya dimulai
dengan belajar membaca,menulis,mengaji al Quran dan kitab-kitab agama.Pendidikan ini
diperoleh langsung dari ayahnya.Menjelang dewasa,ia mempelajari dan mendalami ilmu-ilmu
agama kepada beberapa ulama besar waktu itu.Diantaranya KH Muhammad Shaleh(ilmu
fikh),KH Muhsin (ilmu Nahwu)KHR Dahlan (ilmu Falak)KH mahfudz dan Syekh Khayyat
Sattokh (ilmu hadis)Syekh Amin dan Sayyid Bakri (qira’at Alquran)

Pada tahun 1980 ,KH Ahmad Dahlan pergi ke Mekkah dan bermukim selama
setahun.Tahun 1903,Dia kembali pergi ke Mekah dan banyak bertemu dengan ulama
Indonesia yang bermukim disana seperti Syekh Muhammad Khatib al Minangkabawi,Kyai
Nawawi al Banteni,Kyai Mas Abdullah dan Kyai Fakih Kembang.Pada Saat itu ,dia juga
berkenalan dengan ide-ide pembaharuan dari Ibn Taimiyah,Ibn Qoyim al
Jauziyah,Muhammad bin Abdul wahab,Jamla al Din al Afghani,Muhammad Abduh,Rasyid
Ridha dan sebagainya.

1
Sepulang dari Mekah ia menikah dengan Siti Walidah,anak Kyai Penghulu Fadhil
yang merupakan sepupunya. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan
mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti
Aisyah, Siti Zaharah. Disamping itu KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai
Abdullah, janda H. Abdullah. la juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir
Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan Nyai
Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Ia pernah pula menikah
dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta.
Dengan maksud mengajar agama, pada tahun 1909 KH Ahmad Dahlan masuk Boedi
Oetomo - organisasi yang melahirkan banyak tokoh-tokoh nasionalis. Di sana beliau
memberikan pelajaran-pelajaran untuk memenuhi keperluan anggota. Pelajaran yang
diberikannya terasa sangat berguna bagi anggota Boedi Oetomo sehingga para anggota Boedi
Oetomo ini menyarankan agar KH Ahmad Dahlan membuka sekolah sendiri yang diatur
dengan rapi dan didukung oleh organisasi yang bersifat permanen. Hal tersebut dimaksudkan
untuk menghindari nasib seperti halnya pesantren-pesantren tradisional yang terpaksa tutup
bila kiai pemimpinnya meninggal dunia.Saran itu kemudian ditindaklanjuti KH Ahmad
Dahlan dengan mendirikan sebuah organisasi yang diberi nama Muhammadiyah pada 18
November 1912 (8 Dzulhijjah 1330). Organisasi ini bergerak di bidang kemasyarakatan dan
pendidikan. Melalui organisasi inilah beliau berusaha memajukan pendidikan dan
membangun masyarakat Islam.
Langkah –langkah radikal yang dilakukan KH Ahmad Dahlan diantaranya adalah
pertama, membetulkan arah kiblat di masjid-masjid di Yogyakarta.Kedua,menganjurkan
untuk umat islam berpuasa dan berhari raya menggunakan hisab falaki.Dengan gerakan tajdid
(pembaharuan)nya, KH Ahmad Dahlan bermaksud mendinamisasi umat islam.Beberapa hal
yang digagas oleh KH Ahmad Dahlan menuju pembaharuan agama islam di Indonesia
diantaranya adalah dalam hal memberantas bid’ah dalam peribadatan,mengkikis khurafat dan
takhayul,beribadah dan beramal dengan tidak bertaklid buta pada ulama,menghilangkan
pemakaman jenasah dengan berbagai pesta dan memberantas penghapusan dosa dan
pengiriman pahala bagi seseorang yang telah meninggal dunia.
Ide-ide kontroversial yang digagas KH Ahmad Dahlan menghadapi berbagai
rintangan dan hambatan.Namun begitu,KH Ahmad Dahlan melalui persyarikatan
Muhammadiyah mampu membuktikan dengan adanya berbagai ortom,majlis dan amal usaha
yang mendukung semangat untuk memurnikan ajaran islam dan kembali pada sumber ajaran
islam Al-Quran dan Hadis.
2
B. Konsep Pendidikan K.H. Ahmad Dahlan
Gagasan K.H. Ahmad Dahlan tentang pembaharuan islam di Indonesia,selain karena
interaksinya dengan beberapa pemikiran pembaharuan di Timut Tengah,juga dikuatkan
dengan keprihatinannya terhadap kondisi umat islam di Indonesia.Umat islam terjebak pada
kejumudan,kebodohan dan stagnanasi. Hal ini diperparah dengan penjajahan Belanda yang
begitu merugikan bangsa Indonesia.
Secara umum ide pembaharuan K.H. Ahmad Dahlan dapat diklasifikasikan menjadi
dua yaitu; pertama berupaya memurnikan (purifikasi) ajaran islam dari khurafat,tahayul dan
bid’ah yang tercampur dalam aqidah dan ibadah.Kedua,mengajak umat islam untuk keluar
dari pemikiran tradisional melalui reinterpretasi terhadap doktrin islam dalam rumusan dan
penjelasan yang dapat diterima oleh rasio
Oleh karenanya upaya strategis yang dapat dilakukan untuk menyelamatkan umat
Islam dari pemikiran yang statis menuju pemikiran yang dinamis adalah melalui
pendidikan.Pendidikan harus menjadi prioritas dalam pembangunan umat.Kunci dari
kemajuan umat adalah dengan kembali pada Al-Quran dan Hadis
Bagi K.H. Ahmad Dahlan, Islam hendaknya didekati serta dikaji melalui kacamata
modern sesuai dengan panggilan dan tuntutan zaman, bukan secara tradisional. Beliau
mengajarkan kitab suci Al Qur'an dengan terjemahan dan tafsir agar masyarakat tidak hanya
pandai membaca ataupun melagukan Qur'an semata, melainkan dapat memahami makna
yang ada di dalamnya. Dengan demikian diharapkan akan membuahkan amal perbuatan
sesuai dengan yang diharapkan Qur’an itu sendiri. Menurut pengamatannya, keadaan
masyarakat sebelumnya hanya mempelajari Islam dari kulitnya tanpa mendalami dan
memahami isinya. Sehingga Islam hanya merupakan suatu dogma yang mati.

1. Tujuan Pendidikan
Dalam merumuskan konsep dan tujuan pendidikan islam yang ideal,harus dilandaskan
pada sebuah kerangka filosofis yang kokoh.Tugas penciptaan manusia setidaknya ada dua
yaitu sebagai Abd Allah dan sebagai Khalifah di bumi.Oleh karenanya pendidikan yang
diberikan harus mendukung upaya manusia untuk melakukan tugas penciptaannya.

Dalam proses penciptaannya,manusia diberikan ruh dan akal.Pendidikan yang


diberikan hendaknya dapat sebagai media dalam mengembangkan potensi ruh untuk menalar
petunjuk pelaksanaan kepatuhan manusia pada Penciptanya.Akal disini dipandang sebagai

3
potensi yang perlu dikembangkan untuk menyusun kerangka tentang bagaimana menciptakan
hubungan yang harmonis baik secara vertikal maupun horisontal dalam pelaksanaan tugas
penciptaannya.

Menurut KH. Ahmad Dahlan, pendidikan islam hendaknya diarahkan pada usaha
membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, alim dalam agama, luas pandangan
dan paham masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya.

Tujuan pendidikan tersebut merupakan pembaharuan dari tujuan pendidikan yang


saling bertentangan pada saat itu yaitu pendidikan pesantren dan pendidikan sekolah model
Belanda. Di satu sisi pendidikan pesantren hanya bertujuan untuk menciptakan individu yang
saleh dan mendalami ilmu agama.tetapi tidak menguasai ilmu pengetahuan umum
Sebaliknya, pendidikan sekolah model Belanda merupakan pendidikan sekuler yang
didalamnya tidak diajarkan agama sama sekali. Akibatnya lahirlah dua kutub : lulusan
pesantren yang menguasai agama tetapi tidak menguasai ilmu umum dan sekolah Belanda
yang menguasai ilmu umum tetapi tidak menguasai ilmu agama.

Melihat adanya ketimpangan antara pesantren dengan sekolah model Belanda


tersebut, KH. Ahmad Dahlan mempunyai gagasan bahwa tujuan pendidikan yang sempurna
adalah melahirkan individu yang utuh menguasai ilmu agama dan ilmu umum, material dan
spritual serta dunia dan akhirat. Bagi KH. Ahmad Dahlan kedua hal tersebut (agama-umum,
material-spritual dan dunia-akhirat) merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain
.Proses pendidikan harusnya menggabungkan antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan
umum untuk mempertajam intelektualitas dan spiritualitas siswa atau dengan kata lain
bersifat integral.. Inilah yang menjadi alasan mengapa KH. Ahmad Dahlan mengajarkan
pelajaran agama dan ilmu umum sekaligus di Madrasah Muhammadiyah.

2. Kurikulum Pendidikan
a. Materi Pendidikan
Menurut Ahmad Dahlan materi pendidikan hendaknya mencakup beberapa hal
diantaranya yaitu,
1) Al Quran dan Hadis yang meliputi ibadah,persamaan derajat,fungsi perbuatan manusia
dalam menentukan nasibnya,musyawarah,pembuktian kebenaran AlQuran dan hadis menurut
akal ,kerjasama antara agama-kebudayaan,kemajuan peradapan ,hukum kausalitas
perubahan,nafsu dan kehendak,demokratisasi dan liberalisasi,kemerdekaan berpikir,dinamika
kehidupan dan peranan manusia di dalamnya
2) Membaca, menulis, berhitung dan ilmu bumi

4
3) Menggambar, seni
4) Pendidikan perilaku (akhlak)
Berpijak dari hal di atas, maka sesungguhnya K.H. Ahmad Dahlan menginginkan
pengelolaan pendidikan islam secara modern dan profesional,sehingga pendidikan yang
dilaksanakan mampu memenuhi kebutuhan peserta didik menghadapi dinamika
zamannya.Untuk itu pendidikan islam perlu membuka diri ,inovatif dan progresif.
Hal ini mencerminkan bahwa islam menolak adanya kejumudan dan taklid buta .Islam
mendorong umatnya untuk mendayagunakan potensi akalnya untuk berpikir dan melakukan
tindakan nyata.Hal ini dilakukan dengan proses ijtihad,yaitu mengerahkan otoritas intelektual
untuk sampai pad asuatu konklusi tentang berbagai persoalan .
K.H. Ahmad Dahlan menggugat praktek pendidikan di Indonesia di masa itu.
Pendidikan hanya dipahami sebagai proses pewarisan adat dan sosialisasi perilaku individu
maupun sosial yang telah menjadi model baku dalam masyarakat.Pendidikan tidak
memberikan kebebasan peserta didik untuk berkreasi dan berprakarsa.Hal ini menyebabkan
proses pendidikan tidak menuju arah dialogis,padahal dengan cara dialogis dimana peserta
didik dikembangkan kemampuan berpikir kritis adalah satu langkah strategis untuk mendapat
pengetahuan yang tinggi.
Untuk itu K.H. Ahmad Dahlan mendirikan lembaga pendidikan yang berorientasi
pada pendidikan modern yaitu menggunakan sistem klasikal.Menggabungkan antara sistem
pendidikan Belanda dan Sistem pendidikan tradisional secara integral.

2.2 Konsep Pemikiran Pembelajaran Menurut K.H. Hasyim Asy’ari


A. Biografi K.H. Hasyim Asy’ari
KH. Hasyim Asy’ari lahir 14 Februari 1871 M (24 Dzulkaidah 1287 H) di Desa
gedang. Sekitar dua km dari sebelah timur jombang, jjawa timur. Muhammad Hasyim,
demikian ia di beri nama oleh ayahnya, kyai asy’ari,, pendiri pesantren keras, 8 KM dari
jombang. Kakek Hasyim Asy’ari bernama kyai Usman, pendiri pesantren Gedang di jombang
yang didirikan pada 1850-an. Sementara buyutnya, kyai Sihah adalah pendiri pesantren
Tembak Beras di jombang. Dilihat dari silsilah ini dapat di ketahui bahwa Hasyim Asy’ari
berasal dari keluarga dan keturunan pesantren yang terkenal. Di akui Zamakhsyari Dhofier,
secara antropologi social, para kyai jawa terikat dalam ikatan kekerabatan yang intensitasnya
sangat kuat. Oleh karena itu, tak mengherankan bila kepemimpinan pesantren menjadi hak
terbatas, yang di peruntukkan hanya bagi keluarga-keluarga kyai.
5
Sejak masih sangat muda Hasyim Asy’ari yang di beri gelar “Hadratus syaikh” oleh
para kyai di kenal sangat pandai, penuh ketekunan, dan rajin belajar. Pada usia enam tahun ia
mulai belajar agama di bawah bimbingan ayahnya sendiri, Kyai Asy’ari, di Desa Keras,
tempat ayhnya pindah dari Demak pada 1876. Bidang-bidang yang di pelajari dari ayahnya
antara lain tauhid, hukum islam, bahasa arab, tafsir dan hadits. Dia sedemikian cerdas
sehingga pada usia ke 13 tahun sudah dapat membantu ayahnyamrngajar para santri yang
jauh lebih tua daripada dirinya. Pendidikan ke berbagai pesantren di tempuh Hasyim Asy’ari
mulai usia 15 tahun. Dia berpindah-pindah dari satu pesantren ke pesantren lain di Jawa
Timur dan Madura.
Hasyim Asy’ari mendirikan pesantren Tebuireng, Jombang, sepulangnya dari
Makkah, yang akan dijelaskan lebih lanjut pada bagian pembahasan mengenai pemikirannya
tentang pendidikan. Pesantren ini memiliki kontribusi yang besar bagi golongan tradisonalis
islam di Indonesia, terutama karena ia menjadi cikal bakal berdirinya organisasi islam
terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU). Perlu di jelaskan bahwa arus pemabaruan
masuk ke indonesia di antaranya melalui kontak langsung para jamaah haji yang belajar di
makkah dengan tokoh-tokoh pembaru seperti Muhammad bin Abdul Wahab, Jamaluddin al
Afgani, dan Muhammad Abduh, maupun melalui hubungan tidak langsung yang terjlin lewat
tulisan-tulisan para pembaru yang di pelajari para pelajar Indonesia.
Kehadiran kelompok baru di Indonesia membawa situasi tersendiri. Ajaran-ajaran
agama yang tadinya sudah mengakar tentunya tidak begitu saja di hilangkan, sebagaimana di
harapkan oleh kelompok pembaru. Dari sini tak jarang terjadi konflik dan pembenturan di
antara mereka. Ketika syaikh Ahmad khatib membiarkan dan tidak melarang murid-muridnya
membaca dan berkenalan dengan pemikiran-pemikiran para pembaru, yang terjadi di
Indonesia adalah dua respons yang berbeda. Kelompok modernis semisal Muhammadiyah
senantiasa bertekad membersihkan tradisi dan budaya jawa yang mengandung Bid’ah,
khurafat, dan prilaku-prilaku keagamaan lainnya yang di pandang menyimpang dari ajaran
islam, sementara kelompok tradisionalis berupaya mengharmonikan tradisi dan budaya jawa
melalui “polesan-polesan” bernuansa islami. Kelompok modernis lebih mengutamakan
pendekatan konflik dan radikal, sedangkan kelompok tradisionalis lebih mengutamakan
pendekatan kompromi dan harmoni. Dalam bidang keagamaan, kelompok modernis dengsn
berfikir radikal dan rasionalnya mendobrak kejumudan dengan mengemukakan pernyataan
bahwa pintu ijtihad masih terbuka, sementara kaum tradisionalis dengan berfikir ortodoksnya
mengemukakan bahwa pintu ijtihad sebenarnya terbuka, hanya saja seorang mujtahid harus
memenuhi beberapa persyaratan yang ditentukan.
6
B. Konsep Pemikiran K.H. Hasyim Asy’ari tentang Pendidikan
Ia memulai tulisannya dengan sebuah pendahuluan yang menjadi pengantar bagi
pembahasan bagi selanjutnya. Kitab tersebut terdiri dari delapan bab, yaitu: keutamaan ilmu
dan ilmuan serta keutamaan belajar mengajar, etika yang harus diperhatikan dalam belajar
mengajar, etika seorang murid terhadap guru, etika murid terhadap pelajaran dan hal-hal yang
harus dipedomani bersama guru, etika yang harus dipedomani seorang guru, etika terhadap
buku, alat untuk memperoleh pelajaran dan hal-hal yang berkaitannya dengannya. Dari
delapan bab tersebut dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok, yaitu: signifikansi
pendidikan, tugas dan tanggung jawab seorang murid, dan tugas dan tanggung jawab seorang
guru.
1. Signifikansi pendidikan
Dalam penjelasannya, ia tidak memberikan definisi secara khusus tentang pengertian
belajar. Dalam hal ini yang menjadi titik penenkanannya adalah pada pengertian bahwa
belajar itu merupakan ibadah untuk mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai islam,
bukan hanya sekedar menghilangkan kebodohan.
2. Tugas dan tanggung jawab murid
a. Etika yang harus diperhatikan dalam belajar, dalam hal ini terdapat sepuluh etika yang
ditawarkan adalah memberikan hati dari berbagai gangguan keimanan dan keduniawian,
membersihkan niat, tidak menunda-nunda kesempatan belajar, bersabar, dan qanaah terhadap
segala macam pemberian dan cobaan, pandai mengatur waktu, menyederhanakan makan dan
minum, bersikap hati-hati (wara’), menghindari makanan dan minuman yang menyebabkan
kemalasan dan kebodohan, menyedikitkan waktu tidur selagi tidak merusak kesehatan, dan
meninggalkan hal-hal yang kurang berfaedah.1[5]
b. Etika seorang murid terhadap guru, dalam membahas masalah ini, ia menawarkan
dua belas etika, yaitu : hendaknya selalu memperhatikan dan mendengarkan apa yang
dikatakan atau dijelaskan oleh guru, memilih guru yang wara’(berhati-hati) di samping
professional, mengukuti jejak-jejak guru, memuliakan guru, memperhatikan apa yang
menjadi hak guru, bersabar terhadap kekerasan guru, berkunjung kepada guru pada
tempatnya atau mintalah ijin terlebih dahulu kalau keadaan memaksa harus tidak pada
tempatnya, dan lain-lain.

7
c. Etika murid terhadap pelajaran, murid hendaknya memperhatikan etika sebagai
berikut : memperhatikan ilmu yang bersifat fardhu ‘ain untuk dipelajari, harus mempelajari
ilmu-ilmu yang mendukung ilmu farhu ‘ain, harus menanggapi ikhtilaf para ulama’,
tanamkan antusias dalam belajar, dan lain-lain.
3. Tugas dan tanggung jawab guru
a. Etika seorang guru, antara lain : senantiasa mendekatkan diri kepada allah,
senantiasa takut kepada allah senantiasa tenang kepada allah, senantiasa berhati-hati kepada
allah, tawadhu’, dan lain sebagainya.
b. Etika guru ketika mengajar : mensucikan diri dari hadast dan kotoran, berpakaian
yang sopan dan rapi dan usahakan berbau wangi, berniatlah beribadah ketika dalam
mengajarkan ilmu kepada anak didik, sampaikan hal-hal yang diajarkan oleh allah, biasakan
membaca untuk menambah ilmu pengetahuan, dan lain sebagainya.
c. Etika guru bersama murid : berniat mendidik dan menyebarkan ilmu pengetahuan
serta menghidupkan syariat islam, menghindari ketidak ikhlasan dan mengajar keduniawian,
mempergunakan metode yang mudah dipahami murid, dan lain-lain,
4. Etika terhadap buku, alat pelajaran dan hal-hal yang berkaitan dengannya, menganjurkan
dan mengusahakan agar memiliki buku pelajaran yang di ajarkan, merelakan, mengijinkan
bila ada kawan meminjam buku pelajaran, sebaliknya bagi peminjam harus menjaga barang
pinjaman tersebut, memeriksa terlebih dahulu bila membeli atau meminjamnya kalau-kalau
ada kekurangan lembarannya, bila menyalin buku pelajaran syari’ah hendaknya bersuci
dahulu dan mengawalinya dengan basmalah, sedangkan bila yang disalinnya adalah ilmu
retorika atau semacamnya, maka mulailah dengan hamdalah (puji-pujian) dan shalawat Nabi.

8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian akhirnya mendapatkan hasil sebagimana diuraikan
dalam kesimpulan berikut :
 Kyai Haji Ahmad Dahlan dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 1 Agustus 1868.
Ayahnya adalah Kyai Haji Abu Bakar, seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar
Kesultanan Yogyakarta pada masa itu. Ibunya adalah putri H. Ibrahim yang juga menjabat
penghulu Kesultanan Yogyakarta pada masa itu. Nama kecil Ahmad Dahlan adalah
Muhammad Darwis. K.H. Ahmad Dahlan merupakan anak keempat dari tujuh orang
bersaudara.
 Nama asli K.H. Hasyim Asy’ari adalah Muhammad Hasyim, sedangkan nama Asy’ari
adalah nama ayahnya. Ia dilahirkan pada 24 Dzulqadah 1287/14 februari 1871 di desa
Gedang, sekitar 2 kilometer dari arah timur Jombang. Ia adalah anak ketiga dari sepuluh
bersaudara, yaitu Nafi’ah, Ahmad Shaleh, Radiah, Hassan, Anis, Fathanah, Maimunah,
Maskum Nahrawi dan Adnan.
 Pendidikan Islam menurut K.H. Ahmad Dahlan adalah upaya strategis untuk
menyelamatkan umat Islam dari pola berfikir yang statis menuju pada pemikiran yang
dinamis. Dan selalu menjunjung tinggi nilai-nilai yang sudah termaktub dalam syari’at Islam.
 Pendidikan Islam menurut K.H. Hasyim Asy’ari adalah sarana mencapai kemanusiaannya,
sehingga menyadari siapa sesungguhnya penciptanya, untuk apa diciptakan, melakukan
segala perintahnya dan menjahui segala larangannya, untuk berbuat baik di dunia dan
menegakkan keadilan.
 Sistem pendidikan yang digunakan oleh K.H. Ahmad Dahlan dalam melakukan
pembaruan sistem pendidikan Islam adalah dengan mengikuti pola gubernemen yang
ditambah dengan pelajaran agama. Dan mendirikan madrasah yang lebih banyak
mengajarkan ilmu-ilmu agama.
 Sistem yang dilakukan oleh K.H. Hasyim Asy’ari dalam sistem Pendidikan Islam adalah
dengan melakukan pembaharuan yang semula pelajaran dilaksanakan dengan sistem sorogan
dan bandongan juga melakukan tingkatan dengan memasukkan sistem berkelas atau
berjenjang dan memasukkan sistem musyawarah.

9
3.2 Saran
 Riwayat hidup seorang tokoh merupakan pelajaran penting bagi kita semua, khususnya
penulis pribadi, dalam meniti jejak yang mereka ambil sehingga bisa mencapai puncak
kejayaan dan mampu memberikan manfaat untuk orang lain. Sehingga ketika mereka telah
meninggalkan dunia ini, maka jasa-jasanya akan selalu masih dalam kenangan, namanya
akan selalu harum di belahan dunia ini. Maka oleh karena itu patutlah bagi kita, generasi
muda yag tangguh, kuat mampu mengambil pelajaran yang amat berharga dan sangat
penting.
 Kedua tokoh ini merupakan tokoh-tokoh yang sangat berpengaruh dalam pendidikan
Islam. Pemikirann kedua tokoh ini menggambarkan totalitas dalam mendidik manusia,
totalitas dalam mengajarkan ilmu-ilmu agama Islam maupun ilmu-ilmu non keagamaan.
Patutlah kiranya kita sedikit melirik tentang hasil pemikirannya yang cemerlang sehingga kita
bisa meniru dan meniti buah pikirannya itu, terutama tentang pendidikan Islam.

10

Anda mungkin juga menyukai