Nafi TPTP
Nafi TPTP
PENDAHULUAN
Metode tambang bawah tanah atau tambang dalam adalah kegiatan penambangan
yang diterapkan terhadap endapan-endapan bahan galian yang tak menguntungkan
bila ditambang dengan metode tambang terbuka, karena sulit dijangkau dari permukaan
bumi.
Secara garis besar tahapan kegiatan penambangan pada tambang bawah tanah adalah
sebagai berikut :
(a) Pembabatan dan pembersihan lahan (land clearing).
(b) Persiapan penambangan (development).
(c) Penambangan atau penggalian bahan galian (mining).
Yang dikerjakan sama dengan yang dilakukan di tambang terbuka, tetapi luas daerah
yang dibersihkan jauh lebih sedikit karena hanya sekedar untuk keperluan bangunan-
bangunan sarana tambang (mine facilities) seperti kantor, bengkel, garasi, tempat
penampung/penyimpanan bahan bakar dan air, poliklinik, dan lain-lain.
Yang dimaksud adalah pekerjaan untuk membuat lubang masuk (entry) seperti lubang
sumuran (shaft) atau terowongan buntu (edit), dan lubang-lubang bukaan lain seperti
drift, crosscut, raise, winze, ore pass, dll.
Tujuan dari pekerjaan ini adalah untuk menyiapkan lubang-lubang bukaan yang
nantinya akan dapat membantu memperlancar kegiatan penambangan.
Yaitu kegiatan pengambilan endapan bahan galian termasuk batubara dari dalam kulit
bumi dan diangkut ke permukaan bumi untuk dimanfaatkan atau untuk diproses lebih
lanjut.
Ditinjau dari segi kekerasan batuan dan tingkat produksi yang diinginkan, maka
penambangannya dapat dilaksanakan dengan :
(a) Peralatan non mekanis seperti linggis, belincong, tatah, cangkul, dll.
(b) Alat-alat mekanis seperti load haul dumper (LHD), continuous loader, overhead
shovel loader, dll.
(c) Pemboran dan peledakan yang dibantu dengan alat muat dan alat angkut mekanis.
3. METODE PENAMBANGAN
Metode penambangan bawah tanah untuk endapan bijih menurut sistem penyanggaan
dibagi atas 3 (tiga) golongan, yaitu :
Metode penambangan inisedikit memakai penyanggaan ; cara ini cocok untuk endapan
yang kuat baik endapan bijih maupun batuan sampingnya, dan yang termasuk dalam
metode ini adalah :
(a) Gophering.
(b) Underground glory hole ; jika di permukaan tanah disebut glory hole.
(c) Shrinkage stoping.
(d) Sub level stoping.
Cocok untuk endapan bijih dan batuan samping yang lemah, tetapi nilai endapan
bijihnya tinggi (kaya dan harganya mahal), memakai banyak penyangga. Yang
termasuk dalam metode ini adalah :
(a) Cut and fill.
(b) Square set stoping.
(c) Stull stoping.
(d) Shrink fill stoping.
3.1.1.1. Gophering
(a) Ukuran kecil, yaitu tebal atau lebar kurang lebih 3 meter ; kemiringan (dip) tidak
menjadi soal.
(b) Bentuk endapan tidak teratur, sehingga sangat sukar untuk ditambang secara
sistematis.
(c) Endapan bernilai tinggi (kadar bijih tinggi dan harga metalnya mahal).
(d) Batuan samping keras.
Penambangan mengikuti arah bentuk endapan bijih, jadi tidak sistematis (lihat Gambar
1) ; baik peralatan maupun cara penambangannya sangat sederhana, tanpa banyak
persiapan penambangan. Cocok untuk daerah yang padat penduduknya, tetapi berada
di tempat yang terpencil.
(a) Endapan bijih sempit atau agak lebar, yaitu antara 1 - 5 meter, tetapi berbentuk
bulat atau ellips yang memanjang ke bawah.
(b) Endapan bijih (ore body) maupun batuan samping kuat. Kalau rongga bekas
penambangan dibiarkan saja, maka tanah penutup (overburden) akan tenggelam
atau ambles (surface subsidence). Supaya tidak runtuh, maka bekas
penggalian/penambangan harus diisi dengan Ifillinf material seperti : tailing, waste
rock, pasir, dll.
(c) Batas endapan cukup jelas.
(d) Kemiringan (dip) 70o.
Penambangan dilakukan dengan cara overhand stoping (lihat Gambar 3). Penggalian
pertama dilakukan di raise dan broken ore langsung dimuat ke alat angkut dan diangkut
keluar tambang. Pada haulage level dilakukan penyanggaan. Bila ruang kerja sudah
sempit, artinya jarak back dengan broken ore semakin pendek atau rendah, maka
broken ore tersebut diangkut ke luar. Banyaknya broken ore yang diangkut ke luar
biasanya tergantung dari swell factor-nya.
Penggalian bijih dimulai dari sub level terbawah menuju sub level di atasnya, berarti
dengan cara overhand stoping. Bijih yang pecah langsung jatuh ke atas corongan
(cone) dan diangkut ke luar.
(c) Batuan samping agak lunak atau kurang kompak. Endapan bijih secara menyeluruh
cukup kuat, tetapi di bagian tertentu ada yang kurang kuat/kompak.
(d) Endapan bijih bernilai tinggi, sehingga mining recovery-nya harus tinggi.
(e) Dapat dipergunakan untuk endapan-endapan bijih yang batasnya kurang teratur
atau banyak barren rock di antara bijihnya.
Jika lombong sudah semakin tinggi, maka ruangan kosong harus ditutup dengan
material pengisi, sementara penambangan terus maju dan naik ke atas sampai level di
atasnya. Macam material pengisi adalah : batuan samping, tanah, pasir, tailing atau
potongan-potongan kayu yang sudah tak berguna.
Gambar 5. Cut and fill
(a) Nilai bijih sangat tinggi, sehingga sapat menutup ongkos-ongkos penambangan
yang sangat mahal.
(b) Mempunyai kemiringan 45o untuk endapan yang berbentuk urat bijih.
(d) Bijih dan batuan samping lemah serta mudah runtuh, sehingga memerlukan
penyanggaan yang sistematis.
(e) Endapan bijih tak perlu memiliki batas-batas yang baik atau jelas dilihat.
Cara penambangan pada umumnya dilakukan dengan cara membuat beberapa drift
(level) yang sejajar dan cross cut (lihat Gambar 6).
Gambar 6. Square set
Untuk tiap lombong (stope) ada satu raise guna keperluan ventilasi, jalan pekerja dan
ore pass.
Bagi urat bijih (vein) yang sempit, jarak antara level dibuat sekitar 10 - 60
meter. Setiap 15 meter dibuat ore chute untuk melancarkan pengiriman hasil
penggalian ke level di bawah lombong.
Lombong dimulai dari suatu raise dengan memotong bijih secara slice yang tingginya
sekitar 2,00-2,50 meter dengan arah mendatar dan semakin lama semakin tinggi
seperti pada overhand stoping. Setelah ruangan terbentuk, maka diikuti dengan
pemasangan penyangga secara square set.
(a) Ketebalan antara 1 - 3 meter, yaitu ketebalan yang masih dapat dicapai oleh
penyangga kayu (timber) tanpa sambungan.
(b) Endapan bijihnya agak kuat, tak perlu disangga secara langsung, tetapi batuan
sampingnya mudah pecah menjadi bongkah-bongkah (slabs) sehingga perlu
penyangga.
(c) Kemiringan kurang berpengaruh, akan tetapi kemiringan yang besar akan lebih
menguntungkan.
(d) Endapan bijih harus memiliki nilai yang tinggi dan memerlukan perolehan tambang
(mining recovery) yang tinggi agar ongkos penambangannya yang tinggi masih
dapat tertutup.
Cara ini cocok untuk endapan bijih yang memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
(a) Endapan bijih dan batuan penutup lemah, sehingga akan segera runtuh dengan
perlahan-lahan bila dibuat galian di bawahnya (undercut).
Cara ini cocok untuk endapan-endapan bijih yang memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
(a) Endapan bijih lemah, artinya batuan itu tidak runtuh untuk beberapa waktu dengan
penyanggaan biasa, tetapi endapan ini akan segera runtuh bila penyangganya
diambil. Sedangkan batuan penutupnya dapat pecah menjadi bongkah-bongkah
besar yang akan merupakan tambahan penyangga bagi penyangga kayu (timber) di
bawahnya.
(b) Kemiringan endapan tidak begitu penting.
(c) Ketebalan bijih sebaiknya > 3 meter.
(d) Memiliki nilai endapan bijih yang tinggi atau sedang dan selective mining tidak perlu
dilakukan.
(e) Permukaan bumi tidak ada bangunan-bangunan yang penting karena akan terjadi
surface subsidence.
Cara penambangannya tidak berbeda dengan top slicing misalnya dengan membuat
shaft, drift serta raise dan sub level. Perbedaan yang menyolok adalah tinggi dari
pemotongannya ; untuk sub level caving tinggi pemotongan dapat mencapai 8 meter
lebih, sedangkan pada top slicing hanya 4 meter saja.
Penggalian (pemotongan) mula-mula dilakukan dari sub level paling atas di bagian
ujung menuju ke arah tebal endapan bijih kemudian turun ke sub level di bawahnya.
Hasil penggalian dikirim ke ore chute (ore pass) terdekat dadn selanjutnya dibawa ke
main haulage level (lihat Gambar 10).
Gambar 10. Sub level caving
Cara ini sesuai untuk endapan bijih yang memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
(a) Endapan bijih mudah pecah atau runtuh dan dapat dipisahkan dari block di
sebelahnya. Batuan penutup (capping) juga mudah pecah dan merupakan
bongkahan-bongkahan kecil dan tekanannya akan membantu memecah endapan
bijih di bawahnya. Sebaiknya antara endapan bijih dan capping ada perbedaan fisik
yang mudah dilihat, sehingga dilution pada draw points dapat dihindari.
(b) Kemiringan endapan tidak menjadi soal ; bila berbentuk urat bijih sebaiknya
mempunyai kemiringan 65o.
(c) Memiliki cadangan yang besar dan tidak perlu bernilai tinggi. Ketebalan > 3 meter,
sedangkan tinggi vertikalnya minimal 35 meter.
(d) Endapan bijih sebaiknya agak homogen, sehingga tidak diperlukan tambang pilih.
(e) Endapan bijih sebaiknya tidak mudah bereaksi dengan udara, oleh sebab tiu tidak
cocok untuk endapan sulfida.
(f) Dapat menimbulkan amblesan (surface subsidence). Oleh karena itu jangan ada
bangunan penting di atas tambang.
Penggalian dimulai dari blok teratas. Di bagian bawah blok dibuat under cut yang
tingginya berkisar 2 - 6 meter. Agar under cut tidak runtuh, maka under cut disangga
dengan pilar, setelah penambangan siap untuk beroperasi, baru diruntuhkan dengan
cara meledakkan bagian atas under cut beserta seluruh pilarnya (lihat Gambar 11 dan
12).
Gambar 11. Block caving dengan blok-blok mendatar
Gambar 12. Block caving dengan blok-blok tegak
Penambangannya dimulai dengan membuat setidak-tidaknya dua buah main entry yang
biasanya setiap main entry terdiri dari beberapa kompartemen. Blok batubara yang
diapit oleh kedua main entry maupun yang berada di kiri-kanannya selanjutnya dibagi
menjadi blok-blok yang lebih kecil atau panels dengan membuat drift dan cross cuts.
Pada blok-blok yang lebih kecil itulah kemudian dibuat rooms dan pillars secara teratur
(lihat Gambar 13).
Sistem long wall (lihat Gambar 14) kini juga mengalami perubahan, yaitu menjadi short
wall mining, yaitu yang semula medan kerjanya antara 100 - 250 meter menjadi
hanya 30 - 60 meter. Cara penambangannya sama seperti pada long wall, hanya
ukuran medan kerjanya lebih pendek (lihat Gambar 15).
1. Cummins, A. B., dan Given, I. A., “Mining Engineering Handbook”, Vol I, SME of the
American Institute of Mining, Metallurgical and Petroleum Engineers Inc.,
New York, 1973.
4. Peele, Robert, “Mining Engineer’s Handbook”, Vol I, John Wiley and Sons Inc., New
York, 1941.