Anda di halaman 1dari 32

CASE REPORT

HERNIA INGUINALIS LATERALIS DAN TORSIO TESTIS

Disusun oleh:
Desty Anindya Putri
1361050026

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


PERIODE 24 JULI 2017 – 30 SEPTEMBER 2017
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagian besar hernia timbul dalam regio inguinalis dengan sekitar 50


persen dari ini merupakan hernia inguinalis indirek dan 25 persen sebagai hernia
inguinalis direk.

Torsio testis merupakan suatu keadaan yang termasuk gawat darurat dan
butuh segera dilakukan tindakan bedah. Kondisi ini, jika tidak segera ditangani
dengan cepat dalam 4 hingga 6 jam setelah onset nyeri maka dapat
menyebabkan infark dari testis yang selanjutnya akan diikuti oleh atrofi testis.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

a. Klasifikasi hernia inguinalis

1. Hernia inguinalis medialis.


2. Hernia inguinalis lateralis.

b. Definisi

Hernia inguinalis medialis adalah suatu tonjolan melalui fascia transversa


yang melemah pada trigonum Hasselbach. Hernia inguinalis lateralis
adalah tonjolan dari perut di lateral pembuluh epigastrica inferior, yang
keluar melalui dua pintu dan saluran yaitu annulus dan canalis inguinalis.

c. Etiologi

Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena


sebab yang didapat. Lebih banyak pada pria dibandingkan pada wanita.
Berbagai faktor penyebab berperan pada pembentukan pintu masuk hernia
pada annulus internus yang cukup lebar sehingga dapat dilalui oleh
kantong dan isi hernia. Disamping itu diperlukan pula faktor yang dapat
mendorong isi hernia melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar
tersebut. Pada orang sehat ada tiga mekanisme yang dapat mencegah
terjadinya hernia inguinalis, yaitu kanalis inguinalis yang berjalan miring,
adanya struktur muskulus oblliqus internus abdominis yang menutupi
annulus inguinalis internus ketika berkontraksi, dan adanya fascia
transversa yang kuat menutupi trigonum hasselbach yang umumnya
hampir tidak berotot. Gangguan pada mekanisme ini dapat menyebabkan
hernia. Faktor yang dipandang berperan kausal adalah adanya prosesus
vaginalis yang terbuka, peninggian tekanan di dalam rongga perut, dan
kelemahan otot dinding perut karena usia.
Adapun faktor – faktor predisposisi yang berpengaruh terhadap insidensi
hernia inguinalis adalah sebagai berikut :
1. Hereditas
Hernia lebih sering terjadi pada penderita yang mempunyai orang
tua, kakak atau nenek dengan riwayat hernia inguinalis.

2. Jenis kelamin
Hernia inguinalis jauh lebih banyak dijumpai pada laki – laki
dibanding pada wanita (9:1). Hernia pada laki – laki 95% adalah
jenis inguinalis, sedangkan pada wanita 45-50%. Perbedaan
prevalensi ini di sebabkan karena ukuran ligamentum rotundum,
dan prosentase obliterasi dari processus vaginalis testis lebih kecil
dibanding obliterasi kanalis nuck.

3. Umur
Banyak terjadi pada umur di bawah 1 tahun, oleh macready
disebutkan 17,5% anak laki – laki dan 9,16% anak perempuan
mempunyai hernia. Tendensi hernia meningkat sesuai dengan
meningkatnya aktifitas, sekitar umur 26 – 50 tahun insidensi
menurun dan setelah umur diatas 50 tahun insidensi meningkat lagi
oleh karena menurunnya kondisi fisik.

4. Konstitusi atau keadaan badan


Banyaknya lemak preperitoneal akan mendesak dinding abdomen
dan menimbulkan lokus minoris atau kelemahan – kelemahan otot
serta terjadi relaksasi dari anulus.
Bila lemak menginfiltrasi ke omentum dan mesenterium akan
mengurangi volume rongga abdomen sehingga terjadi peningkatan
tekanan intra abdomen.
Kelahiran prematur dan berat lahir yang kecil dianggap sebagai
faktor yang memiliki resiko yang besar untuk menyebabkan hernia.
Cacat bawaan, seperti kelainan pelvic atau ekstrosi pada kandung
kemih, dapat menyebabkan kerusakan pada saaluran inguinal tak
langsung. Hal yang jarang terjadi kelainanan bawaan atau cacat
kongenital dapat menyebabkan tumbuhnya hernia inguinal
langsung.

d. Patofisiologi

Secara patofisiologi, faktor peninggian tekanan intra abdomen kronik dan


kelemahan otot dinding di trigonum Hesselbach, hampir selalu
menyebabkan hernia inguinalis direk atau hernia inguinalis medialis. Oleh
karena itu hernia ini umumnya terjadi bilateral, khususnya pada pria tua.
Hernia ini jarang, hampir tidak pernah mengalami inkarserasi dan
strangulasi. Mungkin terjadi hernia geser yang mengandung sebagian
dinding kantong kemih. Hernia inguinalis lateralis menonjol dari perut
dilateral pembuluh epigastrika inferior. Disebut indirek karena keluar
malalui dua pintu dan saluran yaitu anulus dan kanalis inguinalis. Pada
bayi dan anak, hernia lateralis disebabkan oleh kelainan bawaan berupa
tidak menutupnya prosesus vaginalis peritoneum sebagai akibat proses
penurunan testis ke skrotum.

A. Klasifikasi Hernia

a. Hernia secara umum


1. Hernia Internal yakni tonjolan usus tanpa kantong hernia melalui
suatu lubang dalam rongga perut seperti foramen Winslow, resesus
retrosekalis atau defek dapatan pada mesentrium umpamanya
setelah anastomosis usus
2. Hernia eksternal yakni hernia yang menonjol keluar melalui
dinding perut, pinggang atau peritoneum

b. Hernia berdasarkan terjadinya


1. Hernia bawaan atau kongenital yakni didapat sejak lahir atau sudah
ada semenjak pertama kali lahir.
2. Hernia dapatan atau akuisita yang merupakan bukan bawaan sejak
lahir, tetapi hernia yang didapat setelah tumbuh dan berkembang
setelah lahir
c. Hernia menurut letaknya
1. Obturatorius
Yakni hernia melalui foramen obturatoria. Hernia ini berlangsung 4
tahap. Tahap pertama mula – mula tonjolan lemak retroperitoneal
masuk kedalam kanalis obturatoria. Tahap kedua disusul oleh
tonjolan peritoneum parietal. Tahap ketiga, kantong hernianya
mungkin diisi oleh lekuk usus. Dan tahap keempat mengalami
inkarserasi parsial, sering secara Ritcher atau total.
2. Epigastrika
Hernia ini juga disebut hernia linea alba yang merupakan hernia
yang keluar melalui defek dilinea alba antara umbilicus dan
processus xifoideus. Penderita sering mengeluh kurang enak pada
perut dan mual, mirip keluhan kelainan kandung empedu, tukak
peptic atau hernia hiatus esophagus.
3. Ventralis, adalah nama umum untuk semua hernia di dinding perut
bagian antero lateral seperti hernia sikatriks. Hernia sikatriks
merupakan penonjolan peritoneum melalui bekas luka operasi yang
baru maupun yang lama. Factor predisposisinya ialah infeksi luka
operasi, dehisensi luka, teknik penutupan luka operasi yang kurang
baik, jenis insisi, obesitas dan peninggian tekanan intra abdomen.
4. Lumbalis
Didaerah lumbal antara iga XII dan Krista illiaca, ada dua buah
trigonum yaitu trigonum kostolumbalis superior (Grijnfelt)
berbentuk segitiga terbalik dan trigonum kostolumbalis inferior
atau trigonum illiolumbalis (petit) yang berbentuk segitiga. Pada
pemeriksaan fisik tampak dan teraba benjolan dipinggang tepi
bawah tulang rusuk XII (Grijnfelt) atau ditepi cranial dipanggul
dorsal.
5. Littre, hernia yang sangat jarang dijumpai, merupakan hernia yang
mengandung divertikulum Meckel.
6. Spiegel, hernia interstitial dengan atau tanpa isinya melalui fascia
Spieghel.
7. Perienalis, merupakan tonjolan hernia pada peritoneum melalui
defek dasar panggul yang dapat secara primer pada perempuan
multipara atau sekunder setelah operasi melalui perineum seperti
prostatektomi atau resesi rectum secara abdominoperienal.
8. Pantalon, merupakan kombinasi hernia inguinalis lateralis dan
medialis pada satu sisi. Kedua kantong hernia dipisah oleh vasa
epigastrika inferior sehingga berbentuk seperti celana.
9. Diafragma
10. Inguinalis
11. Umbilical, merupakan penonjolan yang mengandung isi rongga
perut yang masuk melalui cincin umbilicus akibat peninggian
tekanan intraabdomen. Hernia umbilikalis merupakan hernia
congenital pada umbilikus yang hanya tertutup peritoneum dan
kulit
12. Paraumbilical merupakan hernia melalui suatu celah di garis
tengah tepi cranial umbilical, jarang terjadi di tepi kaudalnya.
Penutupan secara spontan jarang terjadi sehingga umumnya
diperlukan operasi koreksi.
13. Femoralis yakni merupakan tonjolan di lipat paha yang muncul
terutama pada waktu melakukan kegiatan yang menaikkan tekanan
intraabdomen seperti mengangkat barang atau ketika batuk. Pintu
masuknya adalah annulus femoralis dan keluar melalui fossa ovalis
dilipatan paha. Batas – batas annulus femoralis antara lain
ligamentum inguinale di anterior, medial ligamentum lacunare,
posterior ramus superior ossis pubi dan muskulus peknitus beserta
fascia dan lateral m.illiopsoas beserta fascia locus minoris
resistennya fascia transversa yang menutupi annulus femoralis
yang disebut septum cloquetti

d. Hernia menurut sifatnya/secara klinik


1. Hernia reponibel
Disebut begitu jika isi Hernia dapat keluar masuk. Usus keluar jika
berdiri atau mengejan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong
masuk, tidak ada keluhan nyeri.
2. Hernia ireponibel
Bila isi kantong tidak dapat dikembalikan ke dalam rongga. Hernia
ini disebut juga hernia akreta dan tidak ada keluhan rasa nyeri atau
tanda sumbatan usus.
Hernia inkarserata atau hernia strangulate. Hernia inkarserata
berarti isi kantong terperangkap, tidak dapat kembali kedalam
rongga perut disertai akibatnya yang berupa gangguan pasase atau
vaskularisasi. Hernia strangulata terjadi gangguan vaskularisasi,
dengan berbagai tingkat gangguan mulai dari bendungan sampai
nekrosis.
3. Hernia Ritcher, bila strangulasi hanya menjepit sebagian dinding
usus.

e. Hernia menurut jumlahnya


1. Hernia unilateral
2. Hernia duplek

e. Hernia menurut letak penonjolanya


1. Hernia inguinalis lateralis/indirek
Hernia inguinalis indirek disebut juga hernia lateralis karena
keluar dari rongga peritoneum melalui anulus inguinalis internus
yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior, kemudian
hernia masuk kedalam kanalis inguinalis dan jika cukup panjang,
menonjol keluar dari anulus inguinlais eksternus. Apabila hernia
ini berlanjut, tonjolan akan sampai ke skortum, ini disebut hernia
skortalis. Kantong hernia berada didalam muskulus kremaster
terletak anteromedial terhadap vas deferent dan struktur lain
dalam tali sperma
2. Hernia inguinalis medialis/direk
Hernia inguinalis direk disebut juga hernia inguinalis medialis,
menonjol langsung kedepan melalui segitiga Hesselbach, daerah
yang dibatasi oleh ligamentum inguinale.
B. Diagnosis

a. Anamnesis

Anamnesis yang terarah sangat membantu dalam menegakkan diagnosis.


Uraian lebih lanjut tentang keluhan utama, misalnya bagaimana sifat
keluhan, dimana lokasi dan kemana penjalarannya, bagaimana awal
serangan dan urutan kejadiannya, adanya faktor yang memperberat dan
memperingan keluhan, adanya keluhan lain yang berhubungan perlu
ditanyakan dalam diagnosis. Gejala dan tanda klinik hernia banyak
ditentukan oleh keadaan isi hernia. Pada hernia reponibel keluhan satu-
satunya adalah adanya benjolan di lipat paha yang muncul pada waktu
berdiri, batuk, bersin, atau mengejan, dan menghilang setelah berbaring.
Keluhan nyeri jarang dijumpai, kalau ada biasanya dirasakan didaerah
epigastrium atau para umbilical berupa nyeri visceral karena regangan
pada mesenterium sewaktu satu segmen usus halus masuk kedalam
kantong hernia. Nyeri yang disertai mual atau muntah baru timbul kalau
terjadi inkarserasi karena ileus atau srangulasi karena nekrosis atau
gangren. Pasien sering mengeluh tidak nyaman dan pegal pada daerah
inguinal, dan dapat dihilangkan dengan reposisi manual kedalam kavitas
peritonealis. Tetapi dengan berdiri atau terutama dengan gerak badan,
maka biasanya hernia muncul lagi

b. Pemeriksaan fisik

Semua hernia mempunyai tiga bagian yaitu kantong, isi dan bungkusnya.
Semua ini tergantung pada letak hernia, isi kantong hernia omentum yang
terbanyak ditemukan. Kemudian ileum, jejunum, dan sigmoid. Appendiks
bagian – bagian lain dari kolon, lambung, dan bahkan hepar pernah
dilaporkan terdapat di dalam kantong hernia yang besar. Omentum teraba
relative bersifat plastis dan sedikit noduler. Usus bisa dicurigai apabila
kantong teraba halus dan tegang seperti hydrocele, tetapi tidak tembus
cahaya. Kadang – kadang pemeriksa bisa merasakan gas bergerak didalam
lengkung usus atau dengan auskultasi bisa menunjukkan peristaltik.
Lengkung usus yang berisi gas akan tympani pada perkusi. Dalam keadaan
penderita berdiri gaya berat akan rnenyebabkan hernia lebih mudah dilihat
dan pemeriksaan pada penderita dalam keadaan berdiri dapat dilakukan
dengan lebih menyeluruh. Dengan kedudukan penderita berbaring akan
lebih mudah melakukan pemeriksaan raba. Andaikata terdapat hernia,
lebih mudah dapat melakukan reposisi dan sisa pemeriksaan (perut dan
tungkai) lebih mudah dilakukan.

1. Inspeksi
Pembengkakan yang timbul mulai dari regio inguinalis dan mencapai
labium majus atau sampai dasar skrotum, selalu merupakan hernia
inguinalis lateralis. Kalau tidak ada pembengkakan yang dapat kila
lihat, penderita disuruh batuk. Kalau pembengkakan yang kemudian
terlihat kemudian berada di atas lipatan inguinal dan berjalan miring
dan lateral atas menuju ke medial bawah, maka pembengkakan
tersebut adalah hernia inguinalis lateralis. Tetapi kalau pembengkakan
itu kelihatannya langsung muncul ke depan, maka kita berhadapan
dengan hernia inguinalis medialis.
2. Palpasi
Dapat untuk menentukan macam hernianya. Untuk memeriksa
pelipatan paha kiri digunakan tangan kiri, pelipatan paha kanan dipakai
tangan kanan. Caranya:
 Zieman’s test : Jari ke 2 diletakkan diatas annulus internus (
terletak diatas ligamentum inguinale pada pertengahan SIAS
dan tuberkulum pubikum ). Jari ke 3 diletakkan diatas annulus
eksternus ( terletak diatas ligamentum inguinale sebelah lateral
tuberkulum pubikum ). Jari ke 4 diletakkan diatas fossa ovalis (
terletak dibawah ligamentum inguinale disebelah medial dari a.
femoralis ). Lalu penderita disuruh batuk atau mengejan, bila
terdapat hernia akan terasa impulse atau dorongan pada ujung
jari pemeriksa. Teknik ini dikerjakan bila tidak didapatkan
benjolan yang jelas.

 Thaab test: Teknik ini dilakukan bila benjolannya jelas.


Benjolan dipegang diantara ibu jari dan jari lain, kemudian cari
batas atas dari benjolan tersebut. Bila batas atas dapat
ditentukan, berarti benjolan berdiri sendiri dan tiak ada
hubungan dengan kanalis inguinalis ( jadi bukan merupakan
suatu kantong hernia). Bila batas atas tidak dapat ditentukan
berarti benjolan itu merupakan kantong yang ada kelanjutannya
dengan kanalis inguinalis), selanjutnya pegang leher benjolan
ini dan suruh penderita batuk untuk merasakan impulse pada
tangan yang memegang benjolan itu.

 Finger test: Gunakan tangan kanan untuk hernia sisi kanan,


pakai tangan kiri untuk hernia sisi kiri. Dengan jari kelingking
kulit scrotum diinvaginasikan, jari tersebut digeser sampai
kuku berada diatas spermatic cord dan permukaan volar jari
menghadap ke dinding ventral scrotum. Dengan menyusuri
spermatic cord kearah proksimal maka akan terasa jari tersebut
masuk melalui annulus eksternus, dengan demikian dapat
dipastikan selanjutnya akan berada dalam kanalis inguinalis.
Bila terdapat hernia inguinalis lateralis, terasa impulse pada
ujung jari, bila hernia inguinalis medialis maka teraba dorongan
pada bagian samping jari.

3. Perkusi
Bila isinya gas pada usus akan terdengar bunyi timpani.

4. Auskultasi
Terdengar suara usus, bila auskultasi negatif maka kemungkinan isi
hernia berupa omentum. Auskultasi juga bisa untuk mengetahui derajat
obstruksi usus.

c. Pemeriksaan penunjang
1. Herniografi
Dalam teknik ini, 50—80 ml medium kontras iodin positif di
masukkan dalam wadah peritoneal dengan menggunakan jarum
yang lembut. Pasien berbaring dengan kepala terangkat dan
membentuk sudut kira- kira 25 derajat. Tempat yang kontras di
daerah inguinalis yang diam atau bergerak dari sisi satu ke sisi lain
akan mendorong terwujudnya kolam kecil pada daerah inguinal. Tiga
fossa inguinal adalah suprapubik, medial dan lateral. Pada umumnya
fossa inguinal tidak mcncapai ke seberang pinggir tulang pinggang
agak ke tengah dan dinding inguinal posterior. Hernia tak langsung
muncul dari fossa lateral yang menonjol dari fossa medial atau hernia
langsung medial yang menonjol dari fossa suprapubik.
2. Ultrasonografi
Teknik ini dipakai pada perbedaan gumpalan dalam segitiga femoral.
3. Tomografi komputer
Dengan teknik ini mungkin sedikit kasus hernia dapat dideteksi.

C. Diagnosis banding

Diagnosis banding hernia inguinalis antara lain:

a. Hernia femoralis
Pada hernia inguinalis, leher hernia terletak diatas dan medial
terhadap ujung ligamentum. Pada hernia femoralis, leher hernia
terletak dibawah dan lateral terhadap ujung medial ligamentum
inguinale dan tuberkulum pubikum.

b. Nodes lymph inguinal


Saat nodes lymph inguinal memungkinkan untuk muncul,
mungkin penyakit ini hampir tidak dapat dibedakan dari hernia
femoral, tapi penyakit ini biasanya berada di bawah ikatan sendi
tulang inguinal.

c. Hydrocele dari saluran Nuck


Ini muncul sebagai sebuah pembengkakan yang keras kista, dan
tidak dapat diperkecil di lingkaran superfisial dari seorang
perempuan muda, dan sebuah kista yang menggantikan distal di
sepanjang ikatan sendi tulang. Sebuah testis yang tidak sepenuhnya
diturunkan yang berasal dari lingkaran eksternal. Sebuah hernia
biasanya muncul.
D. Penatalaksanaan

a. Konservatif

Pengobatan konservatif bukan merupakan tindakan definitif


sehingga dapat kambuh lagi.

1. Reposisi
Suatu usaha atau tindakan untuk memasukkan atau
mengembalikan isi hernia ke dalam cavum peritoneum atau
abdomen secara hati-hati dan dengan tekanan yang lembut
dan pasti. Reposisi ini dilakukan pada hernia inguinalis
yang reponibel dengan cara memakai kedua tangan. Tangan
yang satu memegang lekuk yang sesuai dengan pintunya
(leher hernia diraba secara hati-hati, pintu dilebarkan),
sedangkan tangan yang lainnya memasukkan isi hernia
melalui pintu tersebut. Reposisi ini kadang dilakukan pada
hernia inguinalis irreponibel pada pasien yang takut
operasi. Caranya, bagian hernia dikompres dingin,
penderita diberi penenang valium 10 ml supaya pasien
tidur, posisi tidur trendelenberg. Hal ini rnemudahkan
memasukkan isi hernianya. Jika gagal tidak boleh
dipaksakan, lebih baik dilakukan operasi pada hari
berikutnya.

2. Suntikan
Dilakukan setelah reposisi berhasil. Dengan
rnenyuntikkan cairan sklerotik berupa alkohol atau kinin di
daerah sekitar hernia, rnenyebabkan pintu hernia
mengalami sklerosis atau penyempitan, sehingga isi hernia
tidak akan keluar lagi dari cavum peritonei.
b. Operatif

Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia


inguinalis yang rasional. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis
ditegakkan.
Indikasi diadakan operasi:

1. Hernia inguinalis yang mengalami inkarserata, meskipun keadaan


umum jelek.

2. Hernia reponibel pada bayi dengan umur lebih dari 6 bulan atau berat
badan lebih dari 6 kilogram. Jalannya operasi menggunakan obat
anastesi lokal berupa procain dengan dosis rnaksimum 200 cc. Jika
digunakan anastesi lokal, digarnbarkan incisi berbentuk belah ketupat
dan diberikan kira-kira 60 ml xylocain 0,5 persen dengan epinefrin.

Operasi hernia ada 3 tahap

1. Herniotomy yaitu membuka dan memotong kantong hernia serta


mengembalikan isi ke cavum abdominalis.

2. Herniorafi yaitu mulai dari mengikat leher hernia dan


menggantungkannya pada conjoint tendon.

3. Hernioplasty yaitu memberi kekuatan pada dinding perut dan


menghilangkan locus minnoris resistentiae.

Operasi pada hernia inguinalis lateralis

Irisan kulit pada hernia inguinalis ini disebut inguinal incision, dua jari
cranial dan sejajar ligamentum inguinale mulai dari pertengahan. Dan ini
sesuai dengan anulus inguinalis internus. Panjang irisan tergantung dari
besarnya hernia (tergantung kebutuhan), biasanya 5-8 cm. Pada anastesi
lokal dilakukan infiltrasi procain kurang lebih tidak melebihi 20 cc.
Setelah kulit dibuka, subkutis dan jaringan lemak disiangi sampai tampak
aponeurosis muskulus obliqus eksternus yang merupakan dinding depan
kanalis inguinalis. Kira-kira 2 cm cranial ligamentun inguinale. Irisan ke
medial sampai membuka anulus inguinalis eksternus.

Di dalam kanalis inguinalis terdapat funiculus spermaticus dibungkus


muskulus cremaster. Otot ini disiangi sampai funikulus spermaticus
kelihatan. Funiculus dibersihkan atau dicanthol sampai ke lateral dengan
kain kasa, dan kantong peritoneum akan timbul di sebelah
caudomedialnya. Kantong ini dijepit dengan dua buah pinset sirurgik dan
diangkat, kemudian dibuka dengan memperhatikan agar isi hernia (usus)
tidak terpotong. Kantong yang terbuka lalu dijepit dengan klem
Mickuliks sehingga usus tampak jelas. Kemudian usus dikembalikan ke
cavum abdominalis dengan rnelebarkan irisan pada kantong ke proksimal
sampai leher hernia. Sisa kantong sebelah distal dibiarkan dalam skrotum
pada hernia yang besar (karena bisa menimbulkan banyak pendarahan),
sedang hernia yang kecil sisa kantong tersebut dibuang. Kemudian leher
dijahit ikat. Puntung ini kemudian ditanamkan di bawah conjoint tendon
dan digantungkan. Selanjutnya karena locus minoris resistantiae masih
ada, perlu dilakukan hernioplasty.

Hernioplasty ada bermacam-macam menurut kebutuhannya:

1. Ferguson

Yaitu funiculus spermaticus ditaruh di sebelah dorsal dari musculus


obliqus externus dan internus abdominis dan muskulus obliqus
internus dan transversus dijahitkan pada ligamenturn inguinale dan
meletakkan funiculus spermaticus di dorsal, kemudian aponeurosis
muskulus obliqus externus dijahit kembali sehingga tidak ada lagi
kanalis inguinalis.

2. Bassini

Muskulus obliqus internus dan muskulus transversus abdominis


dijahitkan pada ligamentum inguinale. Funikulus spermaticus
diletakkan ventral dari muskulus tadi tetapi dorsal dari aponeurosis
muskulus obliqus eksternus sehingga kanalis inguinalis kedua
muskuli tadi memperkuat dinding belakang dari kanalis inguinalis,
sehingga locus minoris resistantiae hilang.
3. Halstedt

Di lakukan untuk memperkuat atau menghilangkan locus minonis


resistentiae. Ketiga muskulus, muskulus obliqus eksternus
abdominis, muskulus obliqus internus abdominis, muskulus obliqus
transversus abdominis, funikulus spermatikus diletakkan di sub kutis
(Kendarto Darmokusumo, I 993).

4. Shouldice

Membuka lantai inguinalis dan mengimbrikasi fascia transversalis


dengan teknik jahitan kontinyu.

Operasi pada hernia inguinalis medialis

Herniotomy pada hernia inguinalis medialis sama dengan teknik operasi


hernia inguinalis lateralis. Hernioplasty di sini memperkuat daerah
medial dan anulus inguinalis eksternus. Hernioplasty dikerjakan dengan
cara Mc. Vay. yaitu menarik muskulus obliqus abdominis internus dan
muskulus transversus abdominis, serta conjoint tendon lalu dijahitkan
pada ligamentum cowperi atau pectineum lewat sebelah dorsal dari
ligamentum inguinale.

E. Komplikasi dan prognosis

a. Komplikasi

Komplikasi hernia tergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia.
Isi hernia dapat tertahan dalam kantong hernia pada hernia irreponibel, ini
dapat terjadi kalau isi hernia terlalu besar atau terdiri dan omenturn, organ
ekstra peritoneal (hernia geser atau hernia akreta). Disini tidak timbul
gejala klinik kecuali berupa benjolan. Dapat pula terjadi isi hernia tercekik
oleh cincin hernia sehingga terjadi hernia strangulata yang menimbulkan
gejala obstruksi usus yang sederhana.
Sumbatan dapat terjadi total atau parsial seperti pada hernia richter. Jepitan
cincin hernia akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi hernia.
Pada pemulaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi udem organ atau
struktur didalam hernia dan transudasi kedalam kantong hernia. Timbulnya
udem menyebabkan jepitan pada cincin hernia makin bertambah sehingga
akhirnya peredaran darah jaringan terganggu. Isi hernia menjadi nekrosis
dan kantong hernia akan berisi transudat berupa serosanguinus. Kalau isi
hernis terdiri dari usus, dapat terjadi perforasi yang dapat menimbulkan
abses lokal, fistel atau peritonitis jika terjadi hubungan dengan rongga
perut.

Pada pasien dewasa. tingkat komplikasi dari herniorafi inguinal yang


terbuka berbeda antara 1% sampai 26% dengan banyak laporan yang
tersusun dari 7% sampai I 2%. Kira-kira 700 ribu herniorafi inguinal yang
terjadi setiap tahunnya, komplikasi yang muncul kira-kira 10% dari orang-
orang ini memiliki sebuah masalah yang cukup besar.

Infeksi luka merupakan masalah yang sering dihadapi. Sebuah infeksi


yang lebih dalam dapat berdampak dalarn kernunculan kembali hernia.
Kandung kemih dapat luka dengan cara saat dasar saluran inguinal
dibentuk kembali dan dilakukan untuk hernia pangkal paha. Jika rnungkin
melukai testis, vasdeferens, pembuluh darah atau syaraf’ illiohypogastrik,
illioinguinal.

Komplikasi intra operatif meliputi rnelukai atau pembedahan struktur


sperma, luka vaskular mernproduksi pendarahan, mengganasnya sakit atau
pengharnbatan syaraf-syaraf, luka visceral (biasanya perut atau kandung
kemih). Komplikasi sistemik setelah operasi berhubungan dengan suatu
prosedur khusus dalam kemunculannya.

b. Prognosis

Tergantung dari umur penderita, ukuran hernia serta kondisi dari isi
kantong hernia. Prognosis baik jika infeksi luka, obstruksi usus segera
ditangani.
Penyulit pasca bedah seperti nyeri pasca herniorafi, atrofi testis, dan
rekurensi hernia umumnya dapat diatasi.

Torsio Testis

A. DEFINISI

Torsio testis adalah suatu keadaan dimana funikulus spermatikus terpeluntir yang
mengakibatkan oklusi dan strangulasi dari vaskularisasi vena atau arteri ke testis dan
epididimis.

Testis dapat terputar dalam kantong skrotum (torsio) akibat perkembangan


abnormal dari tunika vaginalis dan funikulus spermatikus dalam masa perkembangan
janin. Insersi abnormal yang tinggi dari tunika vaginalis pada struktur funikulus akan
mengakibatkan testis dapat bergerak seperti anak genta di dalam genta, sehingga testis
kurang melekat pada tunika vaginalis viseralis. Testis yang demikian mudah
memuntir dan memutar funikulu spermatikus. Jenis torsio ini disebut sebagai torsio
funikulus spermatikus intravaginalis.

Pada masa janin dan neonatus lapisan parietal yang menempel pada muskulus
dartos masih belum banyak jaringan penyanggahnya sehingga testis, epididimis, dan
tunika vaginalis mudah sekali bergerak dan memungkinkan untuk terpluntir pada
sumbu funikulus spermatikus. Terpluntirnya testis pada keadaan ini disebut torsio
testis ekstravaginal.

B. EPIDEMIOLOGI

Torsio testis merupakan kelainan yang cukup sering. Di mana torsio testis,
epididimitis dan torsi dari appendix testis merupakan 3 penyebab tersering nyeri
skrotum akut. Torsio testis juga merupakan kegawat daruratan urologi yang paling
sering terjadi pada laki-laki dewasa muda, dengan angka kejadian 1 diantara 4000
orang dibawah usia 25 tahun dan paling banyak diderita oleh anak pada masa pubertas
(12-20 tahun).

Trauma dapat menjadi faktor penyebab pada sekitar 50% pasien, torsio timbul ketika
seseorang sedang tidur karena spasme otot kremaster. Kontraksi otot ini karena testis
kiri berputar berlawanan dengan arah jarum jam dan testis kanan berputar searah
dengan jarum jam. Aliran darah terhenti, dan terbentuk edema, kedua keadaan
tersebut menyebabkan iskemia testis.

C. ETIOLOGI

Adanya kelainan sistem penyanggah testis menyebabkan testis dapat mengalami


torsio jika bergerak secara berlebihan. Beberapa keadaan yang menyebabkan
pergerakan yang berlebihan itu, antara lain adalah perubahan suhu yang mendadak
(seperti pada saat berenang), ketakutan, latihan yang berlebihan, batuk, celana yang
terlalu ketat, defekasi, atau trauma yang mengenai skrotum.

Faktor predisposisi lain terjadinya torsio meliputi peningkatan volume testis (sering
dihubungkan dengan pubertas), tumor testis, testis yang terletak horizontal, riwayat
kriptorkismus, dan pada keadaan dimana spermatic cord intrascrotal yang panjang.

Trauma dapat menjadi faktor penyebab pada sekitar 50% pasien, torsio timbul ketika
seseorang sedang tidur karena spasme otot kremaster. Kontraksi otot ini karena testis
kiri berputar berlawanan dengan arah jarum jam dan testis kanan berputar searah
dengan jarum jam. Aliran darah terhenti, dan terbentuk edema. Kedua keadaan
tersebut menyebabkan iskemia testis.

D. PATOFISIOLOGI

Terdapat dua jenis torsio testis berdasarkan patofisiologinya yaitu intravagina dan
ekstravagina torsio. Torsio intravagina terjadi di dalam tunika vaginalis dan
disebabkan oleh karena abnormalitas dari tunika pada spermatic cord di dalam
scrotum. Secara normal, fiksasi posterior dari epididimis dan investment yang tidak
komplet dari epididimis dan testis posterior oleh tunika vaginalis memfiksasi testis
pada sisi posterior dari scrotum. Kegagalan fiksasi yang tepat dari tunika ini
menimbulkan gambaran bentuk ‘bell-clapper’ deformitas, dan keadaan ini
menyebabkan testis mengalami rotasi pada cord sehingga potensial terjadi torsio.
Torsio ini lebih sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda.

Ekstravagina torsio terjadi bila seluruh testis dan tunika terpuntir pada axis vertical
sebagai akibat dari fiksasi yang tidak komplet atau non fiksasi dari gubernakulum
terhadap dinding scrotum, sehingga menyebabkan rotasi yang bebas di dalam
scrotum. Kelainan ini sering terjadi pada neonatus dan pada kondisi undesensus testis.

ETIOLOGI

Kelainan sistem penyangga Faktor predisposisi lain


testis

Testis berotasi

Funiculus spermaticus terpeluntir

Aliran darah terhenti

Iskemia testis

Nekrosis

Nyeri menjalar ke abdomen Pembengkakan pada Mual dan muntah Demam


testis
E. MANIFESTASI KLINIK

Nyeri akut pada daerah testis disebabkan oleh torsio testis, epididimitis atau orchitis
akut atau trauma pada testis. Nyeri ini seringkali dirasakan hingga ke daerah abdomen
sehingga dikacaukan dengan nyeri karena kelainan organ intraabdominal. Sedangkan
nyeri tumpul disekitar testis dapat disebabkan karena varikokel.

Pada torsio testis, pasien mengeluh nyeri hebat di daerah skrotum, yang sifatnya
mendadak dan diikuti pembengkakan pada testis. Keadaan itu disebut akut skrotum.
Nyeri dapat menjalar ke daerah inguinal atau perut sebelah bawah sehingga jika tidak
diwaspadai sering dikacaukan dengan apendisitis akut.

Gejala lain yang juga dapat muncul adalah mual dan muntah, kadang-kadang disertai
demam ringan. Gejala yang jarang ditemukan pada torsio testis ialah rasa panas dan
terbakar saat berkermih, dan hal ini yang membedakan dengan orchio-epididimitis.

F. DIAGNOSA

Penegakan diagnosa pada torsio testis dapat dilakukan dengan cara :

1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dapat membantu membedakan torsio testis dengan penyebab
akut scrotum lainnya. Testis yang mengalami torsio pada scrotum akan tampak
bengkak dan hiperemis. Eritema dan edema dapat meluas hingga scrotum sisi
kontralateral. Testis yang mengalami torsio juga akan terasa nyeri pada palpasi.
Jika pasien datang pada keadaan dini, dapat dilihat adanya testis yang terletak
transversal atau horisontal. Seluruh testis akan bengkak dan nyeri serta tampak
lebih besar bila dibandingkan dengan testis kontralateral, oleh karena adanya
kongesti vena. Testis juga tampak lebih tinggi di dalam scotum disebabkan karena
pemendekan dari spermatic cord. Hal tersebut merupakan pemeriksaan yang
spesifik dalam menegakkan dianosis. Biasanya nyeri juga tidak berkurang bila
dilakukan elevasi testis (Prehn sign).
Pemeriksaan fisik yang paling sensitif pada torsio testis ialah hilangnya refleks
cremaster. Dalam satu literatur disebutkan bahwa pemeriksaan inimemiliki
sensitivitas 99% pada torsio testis.
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan urin dilakukan untuk menyingkirkan diagnosa infeksi traktus
urinarius pada pasien dengan nyeri akut pada skrotum. Piuria dengan atau
tanpa bakteri mengindikasikan adanya suatu proses infeksi dan mungkin
mengarah kepada epididimitis. Selain itu perlu juga dilakukan pemeriksaan
darah dan sediment urin.

b. Pemeriksaan Radiologis
Color Doppler Ultrasonography :
1) Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat aliran darah pada arteri
testikularis.
2) Merupakan Gold Standar untuk pemeriksaan torsio testis dengan
sensitivitas 82-90% dan spesifitas 100%.
3) Pemeriksaan ini menyediakan informasi mengenai jaringan di sekitar testis
yang echotexture. Ultrasonografi dapat menemukan abnormalitas yang
terjadi pada skrotum seperti hematom, torsio appendiks dan hidrokel.
4) Pada torsio testis, akan timbul keadaan echotexture selama 24-48 jam dan
adanya perubahan yang semakin heterogen menandakan proses nekrosis
sudah mulai terjadi.

Nuclear Scintigraphy :10


1) Pemeriksaan ini menggunakan technetium-99 tracer dan dilakukan untuk
melihat aliran darah testis.
2) Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengkonfirmasi hasil pemeriksaan aliran
darah yang meragukan dengan memakai ultrasonografi.
3) Memiliki sensitivitas dan spesifitas 90-100% dalam menentukan daerah
iskemia akibat infeksi.
4) Pada keadaan skrotum yang hiperemis akan timbul diagnosis negatif palsu
5) Adanya daerah yang mengandung sedikit proton pada salah satu skrotum
merupakan tanda patognomonik terjadinya torsio.
G. DIAGNOSA BANDING

Torsio testis harus selalu dibedakan dengan kondisi-kondisi lain sebagai penyebab
dari akut scrotum, antara lain :
1. Epididimitis akut.
Penyakit ini secara umum sulit dibedakan dengan torsio testis. Nyeri scrotum akut
biasanya disertai dengan kenaikan suhu, keluarnya nanah dari uretra, adanya
riwayat coitus suspectus (dugaan melakukan senggama dengan selain isterinya),
atau pernah menjalani kateterisasi uretra sebelumnya. Pada pemeriksaan,
epididimitis dan torsio testis, dapat dibedakan dengan Prehn’s sign, yaitu jika
testis yang terkena dinaikkan, pada epididmis akut terkadang nyeri akan
berkurang (Prehn’s sign positif), sedangkan pada torsio testis nyeri tetap ada
(Prehn’s sign negative). Pasien epididimitis akut biasanya berumur lebih dari 20
tahun dan pada pemeriksaan sedimen urin didapatkan adanya leukosituria dan
bakteriuria.
2. Hernia scrotalis incarserata
3. Hidrokel
4. Tumor testis

H. KOMPLIKASI

Torsio testis dan spermatic cord akan berlanjut sebagai salah satu kegawat
daruratan dalam bidang urologi. Nekrosis tubular pada testis yang terlibat jelas
terlihat setelah 2 jam dari torsi. Keterlambatan lebih dari 6-8 jam antara onset
gejala yang timbul dan waktu pembedahan atau detorsi manual akan menurunkan
angka pertolongan terhadap testis hingga 55-85%. Putusnya suplai darah ke testis
dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan atrofi testis. Atrofi testikular
dapat terjadi dalam waktu 8 jam setelah onset iskemia. Insiden terjadinya atrofi
testis meningkat bila torsio telah terjadi 8 jam atau lebih. Komplikasi klinis dari
TT adalah kesuburan yang menurun dan hilangnya testikular apabila torsi tersebut
tidak diperbaiki dengan cukup cepat. Tingkat yang lebih ekstrim dari torsi testis
mempengaruhi tingkat iskemia testikular dan kemungkinan penyelamatan.

Komplikasi torsi testis yang paling signifikan adalah infark gonad. Kejadian ini
bergantung pada durasi dan tingkat torsi. Analisis air mani abnormal dan
apoptosis testikular kontralateral juga merupakan sekuele yang diketahui
mengikuti ketegangan testis. Oleh karena itu, resiko subfertilitas harus dibicarakan
dengan pasien. Testis yang telah mengalami nekrosis jika tetap dibiarkan berada
di dalam skrotum akan merangsang terbentuknya antibodi antisperma sehingga
mengurangi kemampuan fertilitas dikemudian hari. Komplikasi lain yang sering
timbul dari torsio testis meliputi yaitu hilangnya testis, infeksi, infertilitas
sekunder, deformitas kosmetik.

I. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan torsio testis dibagi menjadi dua yaitu :

1. Non-operatif

Detorsi manual adalah mengembalikan posisi testis ke asalnya, dengan jalan


memutar testis kearah berlawanan dengan arah torsio. Karena arah torsio biasanya
ke medial maka dianjurkan untuk memutar testis kearah lateral dahulu, kemudian
jika tidak terjadi perubahan, dicoba detorsi kearah medial. Hilangnya nyeri setelah
detorsi menandakan bahwa detorsi telah berhasil. Jika detorsi berhasil, operasi
harus tetap dilaksanakan.10

Dalam pelaksanaannya, detorsi manual sulit dan jarang dilakukan. Di unit gawat
darurat, pada anak dengan scrotum yang bengkak dan nyeri, tindakan ini sulit
dilakukan tanpa anestesi. Selain itu, testis mungkin tidak sepenuhnya terdetorsi
atau dapat kembali menjadi torsio tak lama setelah pasien pulang dari RS. Sebagai
tambahan, mengetahui ke arah mana testis mengalami torsio adalah hampir tidak
mungkin, yang menyebabkan tindakan detorsi manual akan memperburuk derajat
torsio.

2. Operatif

Dilakukan untuk reposisi dan setelah itu dilakukan penilaian apakah testis yang
mengalami torsio masih viable (hidup) atau sudah mengalami nekrosis. Jika testis
masih hidup, dilakukan orchidopeksi (fiksasi testis) pada tunika dartos kemudian
disusul orchidopeksi pada testis kontralateral.

Torsio testis merupakan kasus emergensi, harus dilakukan segala upaya untuk
mempercepat proses eksplorasi dan pembedahan. Hasil pembedahan tergantung
dari lamanya iskemia, oleh karena itu, waktu sangat penting. Biasanya waktu
terbuang untuk pemeriksaan pencitraan, laboratorium, atau prosedur diagnostik
lain yang mengakibatkan testis tak dapat dipertahankan.

Tujuan dilakukannya eksplorasi yaitu :

a. Untuk memastikan diagnosis torsio testis


b. Melakukan detorsi testis yang torsio
c. Memeriksa apakah testis masih viable
d. Membuang (jika testis sudah nonviable) atau memfiksasi jika testis masih
viable
e. Memfiksasi testis kontralateral
Perbedaan pendapat mengenai tindakan eksplorasi antara lain disebabkan oleh
kecilnya kemungkinan testis masih viable jika torsio sudah berlangsung lama
(>24-48 jam). Sebagian ahli masih mempertahankan pendapatnya untuk tetap
melakukan eksplorasi dengan alasan medikolegal, yaitu eksplorasi dibutuhkan
untuk membuktikan diagnosis, untuk menyelamatkan testis (jika masih mungkin),
dan untuk melakukan orkidopeksi pada testis kontralateral. Saat pembedahan,
dilakukan juga tindakan preventif pada testis kontralateral. Hal ini dilakukan
karena testis kontralaeral memiliki kemungkinan torsio di lain waktu.

Jika testis masih hidup, dilakuakn


orkidopeksi (fiksasi testis) pada
tunika dartos kemudian disusul
orkidopeksi pada testis kontralateral.
Orkidopeksi dilakukan dengan
mempergunakan benang yang tidak
diserap pada 3 tempat untuk mencegah agar testis tidak terpluntir kembali,
sedangkan pada testis yang sudah mengalami nekrosis dilakukan pengangkatan
testis (orkidektomi) dan kemudian disusul orkidopeksi pada testis kontralateral.
Testis yang telah mengalami nekrosis jika tetap dibiarkan berada dalam skrotum
akan merangsang terbentuknya antibodi antisperma sehingga mengurangi
kemampuan fertilitas dikemudian hari.
J. PROGNOSIS

Penatalaksanaan torsio testis menjadi tindakan darurat yang harus segera


dilakukan karena angka keberhasilan serta kemungkinan testis tertolong akan
menurun seiring dengan bertambahnya lama waktu terjadinya torsio. Bila
dilakukan penanganan sebelum 6 jam hasilnya baik, 8 jam memungkinkan pulih
kembali, 12 jam meragukan, 24 jam dilakukan orkidektomi. Viabilitas testis
sangat berkurang bila dioperasi setelah 6 jam.

Adapun penyebab tersering hilangnya testis setelah mengalami torsio adalah


keterlambatan dalam mencari pengobatan (58%), kesalahan dalam diagnosis awal
(29%), dan keterlambatan terapi (13%).
BAB III

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PENDERITA

Nama : Tn. Arfen Haikal

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 17 tahun

Agama : Islam

Alamat : Perumahan Telaga Murni Cikarang

No. Rekam Medik : 63-66-37-00

Tgl. MRS : 16 September 2017

ANAMNESIS

Keluhan Utama:

benjolan di lipat paha kiri

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke Poli Bedah dengan keluhan timbul benjolan dilipat paha
kiri sejak ± 6 hari terasa nyeri. Riwayat dipijat ±1 hari SMRS buah zakar
sebelah kiri sering naik turun sejak kecil.

Riwayat Penyakit Dahulu: -


Riwayat Penyakit Keluarga: -

Riwayat Pengobatan: -

PEMERIKSAAN FISIK

KU : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Composmentis

Vital Sign :

TD = 120/80 mmHg

RR = 20 X /menit

N = 84 X / menit

t° = 36.4 ºC

Status Lokalis:

Inguinal benjolan (+) lonjong ±5 cm, keras, hiperemis NT(+)


Hasil Laboratorium

Hb : 15.1 g/dl MCV : 90.1 fL

Ht : 44.7 % MCH : 30.4 pg

Trombosit : 373.000 / ul MCHC : 33.8 g/dl

Leukosit : 5.900 / ul

Eritrosit : 4.96 juta / ul

Glukosa Darah Sewaktu : 83 mg/dl

Masa Pendarahan : 2.30 menit

Masa Pembekuan : 10.30 menit

ASSESSMENT

HIL Strangulasi

PLANNING

– Pro herniotomi cito

– Medikamentosa :

IVFD RL 20 tpm

Ceftriaxone 2x1gr

Ketorolac 3x1amp
Laporan Operasi (16 September 2017)

Nama : Tn. A

Umur : 17 tahun

Alamat : Perumahan Telaga Murni Cikarang

No. Rekam Medik : 63-66-37-00

dr. Bedah : dr. Stanley K. Olivier, SpB

dr. Anestesi : dr. Kurnia, SpAn

Macam Operasi : Khusus

Sifat : Emergency

Uraian Pembedahan

1. Pasien tidur telentang SAB


2. Disinfeksi drapping
3. Incisi diatas benjolan diperdalam lapis demi lapis
4. Fascia diincisi sampai ke cincin hernia
Isi scrotum  nekrosis terdapat pluntiran sebanyak 2x + isi
kantong omentum. Nekrosis.
5. Detorsi testis  orchidectomy + omentectomy
6. Kantong hernia disisihkan hingga pre peritoneal fat.
7. Herniotomi dilipatan fiksasi dengan prolene 2.0 Herniorraphy
dengan prolene mesh
8. Cuci luka
9. Jahit luka
10. Operasi selesai.
Terapi post-operasi

- Diet bebas

- Mm/ 1. Ceftriaxone 2x1gr

2.Ketorolac 3x1amp

- Observasi luka op
Daftar Pustaka

1. Purnomo BB. Dasar-dasar Urologi – Edisi ke-3. 2011. Jakarta: CV Sagung Seto.

2. Tanagho EA, McAninch JW. Smith’s General Urology – 17th edition. 2008.
McGraw Hill.

3. Shenoy KR, Nileshwar A. Buku Ajar Ilmu Bedah – Jilid 1 Edisi ke-3. 2014.
Jakarta: Karisma Publishing Group.

4. Peters, Partin, Kavoussi, et al. Campbell-Walsh Urology Eleventh Edition –


Volume 4. 2016. Elsevier.

5. Brunicardi FC et al. Schwartz’s Principles of Surgery – 8th edition. United States of


America. 2005. McGraw Hill: p826-42.

6. Macferlane NIT. Urology Third Edition. Lippincott William & Wilkins. 2001.
Philadelphia.

Anda mungkin juga menyukai