Disusun oleh:
Desty Anindya Putri
1361050026
PENDAHULUAN
Torsio testis merupakan suatu keadaan yang termasuk gawat darurat dan
butuh segera dilakukan tindakan bedah. Kondisi ini, jika tidak segera ditangani
dengan cepat dalam 4 hingga 6 jam setelah onset nyeri maka dapat
menyebabkan infark dari testis yang selanjutnya akan diikuti oleh atrofi testis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
b. Definisi
c. Etiologi
2. Jenis kelamin
Hernia inguinalis jauh lebih banyak dijumpai pada laki – laki
dibanding pada wanita (9:1). Hernia pada laki – laki 95% adalah
jenis inguinalis, sedangkan pada wanita 45-50%. Perbedaan
prevalensi ini di sebabkan karena ukuran ligamentum rotundum,
dan prosentase obliterasi dari processus vaginalis testis lebih kecil
dibanding obliterasi kanalis nuck.
3. Umur
Banyak terjadi pada umur di bawah 1 tahun, oleh macready
disebutkan 17,5% anak laki – laki dan 9,16% anak perempuan
mempunyai hernia. Tendensi hernia meningkat sesuai dengan
meningkatnya aktifitas, sekitar umur 26 – 50 tahun insidensi
menurun dan setelah umur diatas 50 tahun insidensi meningkat lagi
oleh karena menurunnya kondisi fisik.
d. Patofisiologi
A. Klasifikasi Hernia
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan fisik
Semua hernia mempunyai tiga bagian yaitu kantong, isi dan bungkusnya.
Semua ini tergantung pada letak hernia, isi kantong hernia omentum yang
terbanyak ditemukan. Kemudian ileum, jejunum, dan sigmoid. Appendiks
bagian – bagian lain dari kolon, lambung, dan bahkan hepar pernah
dilaporkan terdapat di dalam kantong hernia yang besar. Omentum teraba
relative bersifat plastis dan sedikit noduler. Usus bisa dicurigai apabila
kantong teraba halus dan tegang seperti hydrocele, tetapi tidak tembus
cahaya. Kadang – kadang pemeriksa bisa merasakan gas bergerak didalam
lengkung usus atau dengan auskultasi bisa menunjukkan peristaltik.
Lengkung usus yang berisi gas akan tympani pada perkusi. Dalam keadaan
penderita berdiri gaya berat akan rnenyebabkan hernia lebih mudah dilihat
dan pemeriksaan pada penderita dalam keadaan berdiri dapat dilakukan
dengan lebih menyeluruh. Dengan kedudukan penderita berbaring akan
lebih mudah melakukan pemeriksaan raba. Andaikata terdapat hernia,
lebih mudah dapat melakukan reposisi dan sisa pemeriksaan (perut dan
tungkai) lebih mudah dilakukan.
1. Inspeksi
Pembengkakan yang timbul mulai dari regio inguinalis dan mencapai
labium majus atau sampai dasar skrotum, selalu merupakan hernia
inguinalis lateralis. Kalau tidak ada pembengkakan yang dapat kila
lihat, penderita disuruh batuk. Kalau pembengkakan yang kemudian
terlihat kemudian berada di atas lipatan inguinal dan berjalan miring
dan lateral atas menuju ke medial bawah, maka pembengkakan
tersebut adalah hernia inguinalis lateralis. Tetapi kalau pembengkakan
itu kelihatannya langsung muncul ke depan, maka kita berhadapan
dengan hernia inguinalis medialis.
2. Palpasi
Dapat untuk menentukan macam hernianya. Untuk memeriksa
pelipatan paha kiri digunakan tangan kiri, pelipatan paha kanan dipakai
tangan kanan. Caranya:
Zieman’s test : Jari ke 2 diletakkan diatas annulus internus (
terletak diatas ligamentum inguinale pada pertengahan SIAS
dan tuberkulum pubikum ). Jari ke 3 diletakkan diatas annulus
eksternus ( terletak diatas ligamentum inguinale sebelah lateral
tuberkulum pubikum ). Jari ke 4 diletakkan diatas fossa ovalis (
terletak dibawah ligamentum inguinale disebelah medial dari a.
femoralis ). Lalu penderita disuruh batuk atau mengejan, bila
terdapat hernia akan terasa impulse atau dorongan pada ujung
jari pemeriksa. Teknik ini dikerjakan bila tidak didapatkan
benjolan yang jelas.
3. Perkusi
Bila isinya gas pada usus akan terdengar bunyi timpani.
4. Auskultasi
Terdengar suara usus, bila auskultasi negatif maka kemungkinan isi
hernia berupa omentum. Auskultasi juga bisa untuk mengetahui derajat
obstruksi usus.
c. Pemeriksaan penunjang
1. Herniografi
Dalam teknik ini, 50—80 ml medium kontras iodin positif di
masukkan dalam wadah peritoneal dengan menggunakan jarum
yang lembut. Pasien berbaring dengan kepala terangkat dan
membentuk sudut kira- kira 25 derajat. Tempat yang kontras di
daerah inguinalis yang diam atau bergerak dari sisi satu ke sisi lain
akan mendorong terwujudnya kolam kecil pada daerah inguinal. Tiga
fossa inguinal adalah suprapubik, medial dan lateral. Pada umumnya
fossa inguinal tidak mcncapai ke seberang pinggir tulang pinggang
agak ke tengah dan dinding inguinal posterior. Hernia tak langsung
muncul dari fossa lateral yang menonjol dari fossa medial atau hernia
langsung medial yang menonjol dari fossa suprapubik.
2. Ultrasonografi
Teknik ini dipakai pada perbedaan gumpalan dalam segitiga femoral.
3. Tomografi komputer
Dengan teknik ini mungkin sedikit kasus hernia dapat dideteksi.
C. Diagnosis banding
a. Hernia femoralis
Pada hernia inguinalis, leher hernia terletak diatas dan medial
terhadap ujung ligamentum. Pada hernia femoralis, leher hernia
terletak dibawah dan lateral terhadap ujung medial ligamentum
inguinale dan tuberkulum pubikum.
a. Konservatif
1. Reposisi
Suatu usaha atau tindakan untuk memasukkan atau
mengembalikan isi hernia ke dalam cavum peritoneum atau
abdomen secara hati-hati dan dengan tekanan yang lembut
dan pasti. Reposisi ini dilakukan pada hernia inguinalis
yang reponibel dengan cara memakai kedua tangan. Tangan
yang satu memegang lekuk yang sesuai dengan pintunya
(leher hernia diraba secara hati-hati, pintu dilebarkan),
sedangkan tangan yang lainnya memasukkan isi hernia
melalui pintu tersebut. Reposisi ini kadang dilakukan pada
hernia inguinalis irreponibel pada pasien yang takut
operasi. Caranya, bagian hernia dikompres dingin,
penderita diberi penenang valium 10 ml supaya pasien
tidur, posisi tidur trendelenberg. Hal ini rnemudahkan
memasukkan isi hernianya. Jika gagal tidak boleh
dipaksakan, lebih baik dilakukan operasi pada hari
berikutnya.
2. Suntikan
Dilakukan setelah reposisi berhasil. Dengan
rnenyuntikkan cairan sklerotik berupa alkohol atau kinin di
daerah sekitar hernia, rnenyebabkan pintu hernia
mengalami sklerosis atau penyempitan, sehingga isi hernia
tidak akan keluar lagi dari cavum peritonei.
b. Operatif
2. Hernia reponibel pada bayi dengan umur lebih dari 6 bulan atau berat
badan lebih dari 6 kilogram. Jalannya operasi menggunakan obat
anastesi lokal berupa procain dengan dosis rnaksimum 200 cc. Jika
digunakan anastesi lokal, digarnbarkan incisi berbentuk belah ketupat
dan diberikan kira-kira 60 ml xylocain 0,5 persen dengan epinefrin.
Irisan kulit pada hernia inguinalis ini disebut inguinal incision, dua jari
cranial dan sejajar ligamentum inguinale mulai dari pertengahan. Dan ini
sesuai dengan anulus inguinalis internus. Panjang irisan tergantung dari
besarnya hernia (tergantung kebutuhan), biasanya 5-8 cm. Pada anastesi
lokal dilakukan infiltrasi procain kurang lebih tidak melebihi 20 cc.
Setelah kulit dibuka, subkutis dan jaringan lemak disiangi sampai tampak
aponeurosis muskulus obliqus eksternus yang merupakan dinding depan
kanalis inguinalis. Kira-kira 2 cm cranial ligamentun inguinale. Irisan ke
medial sampai membuka anulus inguinalis eksternus.
1. Ferguson
2. Bassini
4. Shouldice
a. Komplikasi
Komplikasi hernia tergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia.
Isi hernia dapat tertahan dalam kantong hernia pada hernia irreponibel, ini
dapat terjadi kalau isi hernia terlalu besar atau terdiri dan omenturn, organ
ekstra peritoneal (hernia geser atau hernia akreta). Disini tidak timbul
gejala klinik kecuali berupa benjolan. Dapat pula terjadi isi hernia tercekik
oleh cincin hernia sehingga terjadi hernia strangulata yang menimbulkan
gejala obstruksi usus yang sederhana.
Sumbatan dapat terjadi total atau parsial seperti pada hernia richter. Jepitan
cincin hernia akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi hernia.
Pada pemulaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi udem organ atau
struktur didalam hernia dan transudasi kedalam kantong hernia. Timbulnya
udem menyebabkan jepitan pada cincin hernia makin bertambah sehingga
akhirnya peredaran darah jaringan terganggu. Isi hernia menjadi nekrosis
dan kantong hernia akan berisi transudat berupa serosanguinus. Kalau isi
hernis terdiri dari usus, dapat terjadi perforasi yang dapat menimbulkan
abses lokal, fistel atau peritonitis jika terjadi hubungan dengan rongga
perut.
b. Prognosis
Tergantung dari umur penderita, ukuran hernia serta kondisi dari isi
kantong hernia. Prognosis baik jika infeksi luka, obstruksi usus segera
ditangani.
Penyulit pasca bedah seperti nyeri pasca herniorafi, atrofi testis, dan
rekurensi hernia umumnya dapat diatasi.
Torsio Testis
A. DEFINISI
Torsio testis adalah suatu keadaan dimana funikulus spermatikus terpeluntir yang
mengakibatkan oklusi dan strangulasi dari vaskularisasi vena atau arteri ke testis dan
epididimis.
Pada masa janin dan neonatus lapisan parietal yang menempel pada muskulus
dartos masih belum banyak jaringan penyanggahnya sehingga testis, epididimis, dan
tunika vaginalis mudah sekali bergerak dan memungkinkan untuk terpluntir pada
sumbu funikulus spermatikus. Terpluntirnya testis pada keadaan ini disebut torsio
testis ekstravaginal.
B. EPIDEMIOLOGI
Torsio testis merupakan kelainan yang cukup sering. Di mana torsio testis,
epididimitis dan torsi dari appendix testis merupakan 3 penyebab tersering nyeri
skrotum akut. Torsio testis juga merupakan kegawat daruratan urologi yang paling
sering terjadi pada laki-laki dewasa muda, dengan angka kejadian 1 diantara 4000
orang dibawah usia 25 tahun dan paling banyak diderita oleh anak pada masa pubertas
(12-20 tahun).
Trauma dapat menjadi faktor penyebab pada sekitar 50% pasien, torsio timbul ketika
seseorang sedang tidur karena spasme otot kremaster. Kontraksi otot ini karena testis
kiri berputar berlawanan dengan arah jarum jam dan testis kanan berputar searah
dengan jarum jam. Aliran darah terhenti, dan terbentuk edema, kedua keadaan
tersebut menyebabkan iskemia testis.
C. ETIOLOGI
Faktor predisposisi lain terjadinya torsio meliputi peningkatan volume testis (sering
dihubungkan dengan pubertas), tumor testis, testis yang terletak horizontal, riwayat
kriptorkismus, dan pada keadaan dimana spermatic cord intrascrotal yang panjang.
Trauma dapat menjadi faktor penyebab pada sekitar 50% pasien, torsio timbul ketika
seseorang sedang tidur karena spasme otot kremaster. Kontraksi otot ini karena testis
kiri berputar berlawanan dengan arah jarum jam dan testis kanan berputar searah
dengan jarum jam. Aliran darah terhenti, dan terbentuk edema. Kedua keadaan
tersebut menyebabkan iskemia testis.
D. PATOFISIOLOGI
Terdapat dua jenis torsio testis berdasarkan patofisiologinya yaitu intravagina dan
ekstravagina torsio. Torsio intravagina terjadi di dalam tunika vaginalis dan
disebabkan oleh karena abnormalitas dari tunika pada spermatic cord di dalam
scrotum. Secara normal, fiksasi posterior dari epididimis dan investment yang tidak
komplet dari epididimis dan testis posterior oleh tunika vaginalis memfiksasi testis
pada sisi posterior dari scrotum. Kegagalan fiksasi yang tepat dari tunika ini
menimbulkan gambaran bentuk ‘bell-clapper’ deformitas, dan keadaan ini
menyebabkan testis mengalami rotasi pada cord sehingga potensial terjadi torsio.
Torsio ini lebih sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda.
Ekstravagina torsio terjadi bila seluruh testis dan tunika terpuntir pada axis vertical
sebagai akibat dari fiksasi yang tidak komplet atau non fiksasi dari gubernakulum
terhadap dinding scrotum, sehingga menyebabkan rotasi yang bebas di dalam
scrotum. Kelainan ini sering terjadi pada neonatus dan pada kondisi undesensus testis.
ETIOLOGI
Testis berotasi
Iskemia testis
Nekrosis
Nyeri akut pada daerah testis disebabkan oleh torsio testis, epididimitis atau orchitis
akut atau trauma pada testis. Nyeri ini seringkali dirasakan hingga ke daerah abdomen
sehingga dikacaukan dengan nyeri karena kelainan organ intraabdominal. Sedangkan
nyeri tumpul disekitar testis dapat disebabkan karena varikokel.
Pada torsio testis, pasien mengeluh nyeri hebat di daerah skrotum, yang sifatnya
mendadak dan diikuti pembengkakan pada testis. Keadaan itu disebut akut skrotum.
Nyeri dapat menjalar ke daerah inguinal atau perut sebelah bawah sehingga jika tidak
diwaspadai sering dikacaukan dengan apendisitis akut.
Gejala lain yang juga dapat muncul adalah mual dan muntah, kadang-kadang disertai
demam ringan. Gejala yang jarang ditemukan pada torsio testis ialah rasa panas dan
terbakar saat berkermih, dan hal ini yang membedakan dengan orchio-epididimitis.
F. DIAGNOSA
1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dapat membantu membedakan torsio testis dengan penyebab
akut scrotum lainnya. Testis yang mengalami torsio pada scrotum akan tampak
bengkak dan hiperemis. Eritema dan edema dapat meluas hingga scrotum sisi
kontralateral. Testis yang mengalami torsio juga akan terasa nyeri pada palpasi.
Jika pasien datang pada keadaan dini, dapat dilihat adanya testis yang terletak
transversal atau horisontal. Seluruh testis akan bengkak dan nyeri serta tampak
lebih besar bila dibandingkan dengan testis kontralateral, oleh karena adanya
kongesti vena. Testis juga tampak lebih tinggi di dalam scotum disebabkan karena
pemendekan dari spermatic cord. Hal tersebut merupakan pemeriksaan yang
spesifik dalam menegakkan dianosis. Biasanya nyeri juga tidak berkurang bila
dilakukan elevasi testis (Prehn sign).
Pemeriksaan fisik yang paling sensitif pada torsio testis ialah hilangnya refleks
cremaster. Dalam satu literatur disebutkan bahwa pemeriksaan inimemiliki
sensitivitas 99% pada torsio testis.
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan urin dilakukan untuk menyingkirkan diagnosa infeksi traktus
urinarius pada pasien dengan nyeri akut pada skrotum. Piuria dengan atau
tanpa bakteri mengindikasikan adanya suatu proses infeksi dan mungkin
mengarah kepada epididimitis. Selain itu perlu juga dilakukan pemeriksaan
darah dan sediment urin.
b. Pemeriksaan Radiologis
Color Doppler Ultrasonography :
1) Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat aliran darah pada arteri
testikularis.
2) Merupakan Gold Standar untuk pemeriksaan torsio testis dengan
sensitivitas 82-90% dan spesifitas 100%.
3) Pemeriksaan ini menyediakan informasi mengenai jaringan di sekitar testis
yang echotexture. Ultrasonografi dapat menemukan abnormalitas yang
terjadi pada skrotum seperti hematom, torsio appendiks dan hidrokel.
4) Pada torsio testis, akan timbul keadaan echotexture selama 24-48 jam dan
adanya perubahan yang semakin heterogen menandakan proses nekrosis
sudah mulai terjadi.
Torsio testis harus selalu dibedakan dengan kondisi-kondisi lain sebagai penyebab
dari akut scrotum, antara lain :
1. Epididimitis akut.
Penyakit ini secara umum sulit dibedakan dengan torsio testis. Nyeri scrotum akut
biasanya disertai dengan kenaikan suhu, keluarnya nanah dari uretra, adanya
riwayat coitus suspectus (dugaan melakukan senggama dengan selain isterinya),
atau pernah menjalani kateterisasi uretra sebelumnya. Pada pemeriksaan,
epididimitis dan torsio testis, dapat dibedakan dengan Prehn’s sign, yaitu jika
testis yang terkena dinaikkan, pada epididmis akut terkadang nyeri akan
berkurang (Prehn’s sign positif), sedangkan pada torsio testis nyeri tetap ada
(Prehn’s sign negative). Pasien epididimitis akut biasanya berumur lebih dari 20
tahun dan pada pemeriksaan sedimen urin didapatkan adanya leukosituria dan
bakteriuria.
2. Hernia scrotalis incarserata
3. Hidrokel
4. Tumor testis
H. KOMPLIKASI
Torsio testis dan spermatic cord akan berlanjut sebagai salah satu kegawat
daruratan dalam bidang urologi. Nekrosis tubular pada testis yang terlibat jelas
terlihat setelah 2 jam dari torsi. Keterlambatan lebih dari 6-8 jam antara onset
gejala yang timbul dan waktu pembedahan atau detorsi manual akan menurunkan
angka pertolongan terhadap testis hingga 55-85%. Putusnya suplai darah ke testis
dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan atrofi testis. Atrofi testikular
dapat terjadi dalam waktu 8 jam setelah onset iskemia. Insiden terjadinya atrofi
testis meningkat bila torsio telah terjadi 8 jam atau lebih. Komplikasi klinis dari
TT adalah kesuburan yang menurun dan hilangnya testikular apabila torsi tersebut
tidak diperbaiki dengan cukup cepat. Tingkat yang lebih ekstrim dari torsi testis
mempengaruhi tingkat iskemia testikular dan kemungkinan penyelamatan.
Komplikasi torsi testis yang paling signifikan adalah infark gonad. Kejadian ini
bergantung pada durasi dan tingkat torsi. Analisis air mani abnormal dan
apoptosis testikular kontralateral juga merupakan sekuele yang diketahui
mengikuti ketegangan testis. Oleh karena itu, resiko subfertilitas harus dibicarakan
dengan pasien. Testis yang telah mengalami nekrosis jika tetap dibiarkan berada
di dalam skrotum akan merangsang terbentuknya antibodi antisperma sehingga
mengurangi kemampuan fertilitas dikemudian hari. Komplikasi lain yang sering
timbul dari torsio testis meliputi yaitu hilangnya testis, infeksi, infertilitas
sekunder, deformitas kosmetik.
I. PENATALAKSANAAN
1. Non-operatif
Dalam pelaksanaannya, detorsi manual sulit dan jarang dilakukan. Di unit gawat
darurat, pada anak dengan scrotum yang bengkak dan nyeri, tindakan ini sulit
dilakukan tanpa anestesi. Selain itu, testis mungkin tidak sepenuhnya terdetorsi
atau dapat kembali menjadi torsio tak lama setelah pasien pulang dari RS. Sebagai
tambahan, mengetahui ke arah mana testis mengalami torsio adalah hampir tidak
mungkin, yang menyebabkan tindakan detorsi manual akan memperburuk derajat
torsio.
2. Operatif
Dilakukan untuk reposisi dan setelah itu dilakukan penilaian apakah testis yang
mengalami torsio masih viable (hidup) atau sudah mengalami nekrosis. Jika testis
masih hidup, dilakukan orchidopeksi (fiksasi testis) pada tunika dartos kemudian
disusul orchidopeksi pada testis kontralateral.
Torsio testis merupakan kasus emergensi, harus dilakukan segala upaya untuk
mempercepat proses eksplorasi dan pembedahan. Hasil pembedahan tergantung
dari lamanya iskemia, oleh karena itu, waktu sangat penting. Biasanya waktu
terbuang untuk pemeriksaan pencitraan, laboratorium, atau prosedur diagnostik
lain yang mengakibatkan testis tak dapat dipertahankan.
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PENDERITA
Umur : 17 tahun
Agama : Islam
ANAMNESIS
Keluhan Utama:
Pasien datang ke Poli Bedah dengan keluhan timbul benjolan dilipat paha
kiri sejak ± 6 hari terasa nyeri. Riwayat dipijat ±1 hari SMRS buah zakar
sebelah kiri sering naik turun sejak kecil.
Riwayat Pengobatan: -
PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : Composmentis
Vital Sign :
TD = 120/80 mmHg
RR = 20 X /menit
N = 84 X / menit
t° = 36.4 ºC
Status Lokalis:
Leukosit : 5.900 / ul
ASSESSMENT
HIL Strangulasi
PLANNING
– Medikamentosa :
IVFD RL 20 tpm
Ceftriaxone 2x1gr
Ketorolac 3x1amp
Laporan Operasi (16 September 2017)
Nama : Tn. A
Umur : 17 tahun
Sifat : Emergency
Uraian Pembedahan
- Diet bebas
2.Ketorolac 3x1amp
- Observasi luka op
Daftar Pustaka
1. Purnomo BB. Dasar-dasar Urologi – Edisi ke-3. 2011. Jakarta: CV Sagung Seto.
2. Tanagho EA, McAninch JW. Smith’s General Urology – 17th edition. 2008.
McGraw Hill.
3. Shenoy KR, Nileshwar A. Buku Ajar Ilmu Bedah – Jilid 1 Edisi ke-3. 2014.
Jakarta: Karisma Publishing Group.
6. Macferlane NIT. Urology Third Edition. Lippincott William & Wilkins. 2001.
Philadelphia.