Anda di halaman 1dari 79

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nyeri merupakan Perasaan tidak nyaman, baik ringan maupun berat.yang hanya dapat
dirasakan oleh individu tersebut tanpa dapat dirasakan oleh orang lain, mencakup pola fikir,
aktifitas seseorang secara langsung, dan perubahan hidup seseorang. Nyeri merupakan tanda dan
gejala penting yang dapat menunjukkan telah terjadinya gangguan fisiologikal.
Tanda dan gejala :
1. Insomnia
2. Gelisah
3. Gerakan tidak teratur
4. Pikiran tidak terarah
5. Raut wajah kesakitan
6. Gerakan berhati - hati pada daerah nyeri
7. Pucat
8. Keringat berlebih
Asuhan Keperawatan merupakan alasan yang paling umum seseorang mencari bantuan
perawatan kesehatan. Nyeri terjadi bersama proses penyakit, pemeriksaan diagnostik dan proses
pengobatan. Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan banyak orang. Perawat tidak bisa
melihat dan merasakan nyeri yang dialami oleh klien, karena nyeri bersifat subyektif (antara satu
individu dengan individu lainnya berbeda dalam menyikapi nyeri). Perawat memberi asuhan
keperawatan kepada klien di berbagai situasi dan keadaan, yang memberikan intervensi untuk
meningkatkan kenyamanan dan terpenuhinya kebutuhan dasar manusia (A. Aziz
Alimun.hidayat,2005).
B. Tujuan Penulisan
` 1. Tujuan Umum
Mahasiswa di harapakan mampu memberikan Asuhan Keperawatan pada pasien nyeri
akut.

2. Tujuan Khusus
a. Mampu menjelaskan definisi nyeri
b. Mampu menyebutkan etiologi nyeri
c. Mampu menjelaskan patofiologi dan pathway nyeri
d. Mampu menyebutkan manisfestasi klinis nyeri
e. Mampu menyebutkan penatalaksanaan nyeri (Medis dan Keperawatan)
g. Mampu menyebutkan komplikasi nyeri
h. Mampu menjelaskan pengkajian keperawatan yang digunakan pada klien dengan nyeri
i. Mampu menjelaskan rencana keperawatan yang digunakan pada klien dengan nyeri
j. Mampu merencanakan asuhan keperawatan pada klien dengan nyeri
k. Mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan nyeri

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Gangguan Kebutuhan Dasar


1. Definisi
Nyeri adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan
meningkatkan akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. (Judith M.
Wilkinson 2002).
Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori
subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan
jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan
2. Etiologi Nyeri
Adapun Etiologi Nyeri yaitu:
1. Trauma pada jaringan tubuh, misalnya kerusakkan jaringan akibat bedah atau cidera
2. Iskemik jaringan,
3. Spasmus Otot merupakan suatu keadaan kontraksi yang tak disadari atau tak terkendali, dan
sering menimbulkan rasa sakit. Spasme biasanya terjadi pada otot yang kelelahan dan bekerja
berlebihan, khususnya ketika otot teregang berlebihan atau diam menahan beban pada posisi
yang tetap dalam waktu yang lama.
4. Inflamasi pembengkakan jaringan mengakibatkan peningkatan tek anan lokal dan juga karena
ada pengeluaran zat histamin dan zat kimia bioaktif lainnya.
5.post operasi setelah dilakukan pembedahan

3. Patofisiologi dan pathway


Pada saat sel saraf rusak akibat trauma jaringan, maka terbentuklah zat-zat kimia seperti
Bradikinin, serotonin dan enzim proteotik. Kemudian zat-zat tersebut merangsang dan merusak
ujung saraf reseptor nyeri dan rangsangan tersebut akan dihantarkan ke hypothalamus melalui
saraf asenden. Sedangkan di korteks nyeri akan di persiapkan sehingga individu mengalami
nyeri. Selain d ihantarkan ke hypotalamus nyeri dapat menurunkan stimulasi terhadap reseptor
mekanin sensitive pada termosensitif sehingga dapat juga menyebabkan atau mengalami nyeri
(wahit chayatin,N.mubarak,2007)
4. Manifestasi Klinis
1. Gangguam tidur
2. Posisi menghindari nyeri
3. Gerakan meng hindari nyeri
4. Raut wajah kesakitan (menangis,merintih)
5. Perubahan nafsu makan
6. Tekanan darah meningkat
7. Nadi meningkat
8. Pernafasan meningkat
9. Depresi,frustasi
5. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
1. Non farmakologi
a. Distraksi,mengalihkan perhatian klien terhadap sesuatu
Contoh : membaca,menonton tv , mendengarkan musik dan bermain
c. Stimulaisi kulit, beberapa teknik untuk stimulasi kulit antara lain :
 Kompres dingin
 Counteriritan, seperti plester hangat.
 Contralateral Stimulation, yaitu massage kulit pada area yang berlawanan dengan area yang nyeri.
2. Farmakologi
A. Nyeri ringan 1 (farmakologi 1)
Obat Dosis Jadwal
Aspirin 325 - 650 mg 4 jam sekali
Asetaminofet 325 - 650 mg 4 - 6 jam sekali
a. Nyeri ringan (farmakologi II)
Ibuprofen 200 mg 4 - 6 jam sekali
Sodium awalan 440 mg selanjutnya 220 mg 8 - 12 Jam sekali
Ketoproten 12, 5 mg 4 - 6 jam sekali
B. Nyeri Sedang ( farmakologi tingkat III)
Asetaminofen 4 - 6 jam sekali
Ibuprofen 4 - 6 jam sekali
Sodium Naproksen 8 - 12 jam sekali
a. Nyeri Sedang (farmakologi tingkat VI)
Tramadol 50 - 100 mg 4 - 6 jam sekali
C. Nyeri Berat (farmakologi tingkat VII)
Indikasi:
Morfin bila terapi non narkotik tidak efektif
Dan ada riwayat terapi narkotik untuk nyeri.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan USG untuk data penunjang apa bila ada nyeri tekan di abdomen
b. Rontgen untuk mengetahui tulang atau organ dalam yang abnormal
c. Pemeriksaan LAB sebagai data penunjang pemefriksaan lainnya
d. Ct Scan (cidera kepala) untuk mengetahui adanya pembuluh darah yang pecah di otak
7. Komplikasi

1. Edema Pulmonal 5. Hipovolemik


2. Kejang 6. Hipertermi
3. Masalah Mobilisasi
4. Hipertensi
Pathtway
Stimulasi Nyeri

Kerusakan adanya tumor spasme otot Iskemik

Jaringan integrumen

Nosiseptor

Impuls nyeri diteruskan ke konsus dorsalis pada bagian medulla spinalis melalui saraf perifer

Thalamus

Kortek selebri

Nyeri
Perubahan nafsu makan
Krisis situasional

Resikoketidakseimbangan Ansietas
Nutrisi: kurang dari Gangguanmobilitas
kebutuhan tubuh fisik

Gangguanpola
tidur

Keterbatasan ruang

gerak

Defisit perawatdiri
(ADL)

Sumber : A. aziz alimun, Hidayat, 2005.


1. PENGKAJIAN
a. Pengkajian ( Nanda, 2005 )
I. Nyeri akut
i. Mengkaji perasaan klien
ii. Menetapkan respon fisiologis klien terhadap nyeri dan lokasi nyeri
iii. Mengkaji keparahan dan kualitas nyeri
II. Nyeri kronis
Pengkajian difokuskan pada dimensi perilaku afektif dan kognitif. Selain itu terdapat komponen
yang harus di perhatikan dalam memulai mngkaji respon nyeri yang di alami pasien :
i. Penentu ada tidaknya nyeri
Dalam melakukan pengkajian nyeri , perawat harus percaya ketika pasien melaporkan
adanya nyeri, meskipun dalam observasi perawat tidak menemukan adanya cidera atau luka.
ii. Pengkajian status nyeri dilakukan dengan pendekatan P,Q,R,S,T yaitu:
a. P (Provocate)
Faktor paliatif meliputi faktor pencetus nyeri,terasa setelah kelelahan,udara dingin dan saat
bergerak.
b. Q (Quality)
Kualitas nyeri meliputi nyeri seperti di tusuk-tusuk,dipukul-pukul dan lain-lain.
c. R (Region)
Lokasi nyeri,meliputi byeri abdomen kuadran bawah,luka post operasi,dan lain-lain.
d. S (Skala)
Skala nyeri ringan,sedang,berat atau sangat nyeri.
e. T (Time)
Waktu nyeri meliputi : kapan dirasakan,berapa lama, dan berakhir.

iii. Respon fisiologis


a. Respon simpatik
- peningkatan frekuensi pernafasan
- dilatasi saluran bronkiolus
- peningkatan frekuensi denyut jantung
- dilatasi pupil
- penurunan mobilitas saluran cerna
b. Respon parasimpatik
- pucat
- ketegangan otot
- penuru nan denyut jantung
- mual dan muntah
- kelemahan dan kelelahan
iv. Respon perilaku
Respon perilaku yang sering di tunjukan oleh pasien antara lain perubahan postur tubuh,
mengusap, menopong wajah bagian nyeri yang sakit mengertakan gigi, ekspresi wajah meringis,
mengerutkan alis.
v. Respon afektif
Respon afektif juga perlu di perhatikan oleh seorang perawat. Dalam melakuk an pengkajian
terhadap pasien dengan gangguan nyeri.
b. Pengkajian pola fungsi gordon
Pola kognitif dan perceptual
a.nyeri (kualitas,intensitas,durasi,skala,cara mengurangi nyeri

b. Skala nyeri

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tidak nyeri nyeri ringan nyeri sedang nyeri berat nyeri hebat
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d cidera fisik
b. Intoleransi aktivitas b.d kelelahan
c. Gangguan pola tidur b.d ketidaknyaman fisik
d. Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake kurang
e. Defisit perawatan diri b.d gangguan mobilitas fisik
f. Ansietas b.d krisis situasional
3. Intervensi
a. Nyeri akut b.d cidera fisik
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,masalah nyeri teratasi
dengan kriteria hasil :
a.adanya penurunan intensitas nyeri
b. ketidaknayaman akibat nyeri berkurang
c.tidak menunjukan tanda-tanda fisik dan perilaku dalam nyeri akut
Intervensi :
- Kaji nyeri
Rasional : mengetahui daerah nyeri,kualitas,kapan nyeri dirasakan,faktor pencetus,berat
ringannya nyeri yang dirasakan.
- Ajarkan tekhnik relaksasi kepada pasien
Rasional : untuk mengajarkan pasien apa bila nyeri timbul
- Berikan analgetik sesuai program
Rasional : untuk mengurangi rasa nyeri
- Observasi TTV
Rasional : untuk mengetahui keadaan umum pasien.

b. Nyeri kronis b.d cidera fisik


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam nyeri berkurang dengan
kriteria hasil :
a.tidak mengekspresikan nyeri secara verbal atau pada wajah
b.tidak ada posisi tubuh yang melindungi
c.tidak ada kegelisahan atau ketegangan otot
d.tidak kehilangan nafsu makan
e.frekuensi nyeri dan lamanya episode nyeri dilaporkan menengah atau ringan
Intervensi :
-kaji KU,PQRST,TTV serta efek-efek penggunaan pengobatan jangka panjang
Rasional : untuk mengetahui keadaan umum pasien, : mengetahui daerah nyeri,kualitas,kapan
nyeri dirasakan,faktor pencetus,berat ringannya nyeri yang dirasakan serta mengetahui efek
penggunaan obat secara jangka panjang
-Bantu pasien mengidentifikasi tingkat nyeri
Rasional : utk mengetahui tingkat nyeri pasien
-Ajarkan pola istirahat/tidur yang adekuat
Rasional : untuk mengurangi rasa nyeri secara adekuat
-kolaborasi pemberian obat analgesik
Rasional : untuk mengurangi rasa nyeri

c. Intoleransi Aktifitas b.d kelelahan


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,masalah dapat teratasi dengan
KH sebagai berikut:
-Pasien dapat melakukan aktivitasnya sendiri
-Pasien tidak lemas
Intervensi :
-Kaji aktivitas dan mobilitas pasien
Rasional : untuk bisa mengetahui perkembangan dari pasien
-Bantu aktifitas pasien
Rasional : untuk memperlancar aktivitas pasien
-Berikan terapi sesuai program
Rasional : untuk memberikan pengobatan

d. Gangguan pola tidur b.d perubahan lingkungan(hospitalisasi)


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,kebutuhan tidur tercukupi
dengan KH sebagai berikut :
- Kebutuhan tidur tercukupi
- Pasien tampak segar
- Tidak sering terbangun pada saat tidur
Intervensi :
- Kaji pola tidur pasien
Rasional : untuk mengetahui kebutuhan tidur pasien setiap hari
- Ciptakan lingkungan nyaman dan tenang
- Batasi pengunjung
Rasional : agar pasien lebih nyaman dan dapat tidur dengan nyenyak.

e. Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d perubahan nafsu makan


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,kebutuhan nutrisi pasien
tercukupi dengan KH sebagai berikut :
- Nafsu makan bertambah
- Pasien tampak lemas
Intervensi :
- Kaji nutrisi pasien
Rasional : untuk mengetahui kebutuhan nutrisi pasien
- Jelaskan kepada pasien tentang pentingnya nutrisi tubuh
Rasional : membantu pasien dalam memperluas pengetahuan tentang nutrisi
- Kolaborasi dengan ahli gizi
Rasional : untuk mengetahui gizi yang seimbang
4. Evaluasi
Setelah dilakukan implementasi sesuai dengan batas waktu dan kondisi pasien maka diharapakan
:
a. pasien menunjukan wajah rileks
b.pasien dapat tidur atau beristirahat
c. pasien mengatakan skala nyerinya berkurang
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN GANGGUAN RASA NYAMAN (NYERI)

KELAS A7-B
OLEH :
1. NI KADEK DIAN LESTARI RUPILU (13.321.1806)

2. NI NENGAH DWI HINDRAWATI (13.321.1820)

3. PUTU EKA WIDYANTARI (13.321.1828)

4. DESI NOPITASAR I (13.321.1833)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIRA MEDIKA PPNI BALI
2013/2014
A. Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi

Perubahan kenyamanan adalah suatu keadaan dimana individu mengalami sensasi yang
tidak menyenangkan dalam berespon terhadap suatu rangsangan yang berbahaya. Gangguan rasa
nyaman dibedakan menjadi tiga kenyamanan fisik, kenyamanan lingkungan, kenyamanan sosial.
Gangguan rasa nyaman fisik meliputi gangguan rasa nyaman, kesiapan meningkatkan
rasa nyaman, mual, nyeri akut, nyeri kronis.
Menurut asosiasi internasional nyeri, nyeri adalah suatu pengalaman sensorik dan
emosional yang tidak menyenangkan yg berhubungan dgn adanya kerusakan jaringan baik secara
aktual maupun potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa.
Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang disebabkan
oleh stimulus tertentu. Nyeri sangat bersifat subjektif dan individual. Stimulus nyeri dapat berupa
stimulus yang bersifat fisik atau mental, sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringan aktual
atau pada fungsi ego seseorang individu (mahon , 1994)

2. Penyebab/etiologi

Penyebab nyeri dapat diklasifikasikan kedalam 2 golongan yaitu penyebab yang


berhubungan dengan fisik dan berhubungan dengan psikis.
a. Secara fisik misalnya penyebab adalah trauma ( mekanik, thermal, kimiawi, maupun elektrik )
1) Trauma mekanik menimbulkan nyeri karena ujung – ujung saraf bebas mengalami kerusakan
akibat benturan, gesekan, ataupun luka.
2) Trauma thermal menimbulkan nyeri karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan akibat
panas atau dingin
3) Trauma kimiawi terjadi karena tersentuh zat asam atau basa yang kuat
4) Trauma elektrik dapat menimbulkan nyeri karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai
reseptor rasa nyeri.
b. Neoplasma menyebabkan nyeri karena terjadinya tekanan atau keerusakan jaringan yang
mengandung reseptor nyeri dan juga terikan, jepitan atau metaphase.
c. Peradangan adalah nyeri yang diakibatkan karena adanya kerusakan ujung-ujung saraf reseptor
akibat pembengkakan.
d. Gangguan sirkulasi dan kelainan pembuluh darah, biasanya pada pasien infark miokard dengan
tanda nyeri pada dada yang khas.

3. Faktor Predisposisi

a. Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon nyeri
pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan sudah
mengalami perubahan fungsi. Pada lansia cendrung memendam nyeri yang dialam, karena
mereka menganggap nyeri adalah hal yang alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau
mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksa
b. Jenis kelamin
(Gill,1990) menggungkap laki-laki dan wanita tidak berbeda secara signifikan dalam
merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (contoh: tidak pantas kalau laki-laki
mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri)
c. Kebudayan
Orang belajar dari budaya, bagaimana seharusnyamereka merespon nyeri (contoh : suatu
daerah yang menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat dari kesalahannya sendiri)
d. Makna nyeri
Berhubung dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan bagaimana
mengatasinya
e. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatian pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi
nyeri. Menurut (Gill 1990), perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang
meningkat
f. Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang
cemas.

g. Keletihan
Rasa kelelahan menyebabkan sensai nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan
kopingnya
h. Pengalaman sebelumnya
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa sebelumnya dan saat ini nyeri
yang lama timbul kembali, maka itu lebih mudah mengatasi nyerinya.
i. Dukungan keluarga dan sosial
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau
teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan dan perlindungan

4. Patofisiologi Terjadinya Nyeri

Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi, perilaku. Cara yang paling baik untuk
memahami pengalaman nyeri, akan membantu untuk menjelaskan tiga komponen fisiologis
berikut yakni: resepsi, persepsi, dan reaksi. Stimulus penghasil nyeri mengirim impuls melalui
serabut saraf perifer. Serabut nyeri memasuki medulla spinalis dan menjalani salah satu dari
beberapa rute saraf dan akhirnya sampai kedalam masa berwarna abu-abu di medulla spinalis.
Terdapat pesan nyeri dan berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibitor, mencegah stimulus nyeri
mencapai otak atau trasmisi tanpa hambatan ke korteks serebral. Maka otak menginterpretasi
kualitas nyeri dan memproses informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta
asosiasi kebudayaan dalam upaya mengekspresikan nyeri.

5. Klasifikasi

Nyeri dapat diklasifikasikan kedalam beberapa golongan berdasarkan tempat, sifat, berat
ringannya nyeri dan waktu lamanya serangan.
a. Nyeri berdasarkan tempatnya
1) Superfisial yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh misalnya kulit
2) Visceral dalam yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih dalam
3) Refered pain yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit organ atau struktur dalam
tubuh yang ditransmisikan kebagian tubuh di daerah yang berbeda, bukan daerah asal nyeri
4) Radiasi yaitu sensasi nyeri meluas dari tempat awal cedera ke bagian tubuh yang lain.
b. Nyeri berdasarkan sifatnya
1) Incidental pain yaitu nyeri yang timbul sewaktu – waktu atau hilang
2) Steady pain yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan dalam waktu yang lama.
3) Paroxysmal pain yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali. Nyeri biasanya
menetap sekitar 10 – 15 menit, lalu menghilang kemudian timbul lagi.
c. Nyeri berdasarkan berat ringannya
1) Nyeri rendah yaitu nyeri dengan intensitas rendah
2) Nyeri sedang yaitu nyeri yang menimbulkan reaksi
3) Nyeri berat yaitu nyeri dengan intensitas yang tinggi
d. Nyeri berdasarkan waktu lamanya serangan
1) Nyeri akut yaitu nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat dan berakhir kurang dari 6
bulan, sumber dan daerah nyeri diketahui dengan jelas seperti luka operasi.
2) Nyeri kronis yaitu nyeri yang dirasakan lebih dari 6 bulan dan polanya beragam.

6. Gejala Klinis

a. Vakolasi
1) Mengaduh
2) Menangis
3) sesak nafas
4) mendengkur
b. Ekspresi Wajah
1) Meringis
2) mengeletuk gigi
3) mengernyit dahi
4) menutup mata, mulut dengan rapat
5) menggigit bibir
c. Gerakan Tubuh
1) Gelisah
2) Imobilisasi
3) ketegangan otot
4) peningkatan gerakan jari dan tangan
5) gerakan ritmik atau gerakan menggosok
6) gerakan melindungi bagian tubuh
d. Interaksi Sosial
1) menghindari percakapan
2) focus hanya pada aktivitas untuk menghilangkan nyeri
3) menghindar kontak social
4) penurunan rentang perhatian

7. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik penting dilakukan agar menegtahui bagian mana dari tubuh pasin yang
mengalami nyeri agar segera mendapatkan penanganan.

8. Pemeriksaan diagnostik/penunjang

Pemeriksaan diagnostik sangat penting dilakukan agar dapat mengetahui apakah ada
perubahan bentuk atau fungsi dari bagian tubuh pasien yang dapat menyebabkan timbulnya rasa
nyeri seperti :
a. Melakukan pemeriksaan laboratorium dan radiologi
b. Menggunakan skala nyeri
1) Ringan = Skala nyeri 1-3 : Secara objektif pasien masih dapat berkomunikasi dengan baik
2) Sedang = Skala nyeri 4-6 : Secara objektif pasien dapat menunjukkan lokasi nyeri, masih
merespon dan dapat mengikuti instruksi yang diberikan
3) Berat = Skala nyeri 7-9 : Secara objektif pasien masih bisa merespon, namun terkadang klien
tidak mengikuti instruksi yang diberikan.
4) Nyeri sangat berat = Skala 10 : Secara objektif pasien tidak mampu berkomunikasi dan klien
merespon dengan cara memukul.

9. Penatalaksanaan

a. Relaksasi
Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan stress. Teknik
relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri stress fisik
dan emosi pada nyeri. Dalam imajinasi terbimbing klien menciptakan kesan dalam pikiran,
berkonsentrasi pada kesan tersebut sehingga secara bertahap klien dapat mengurangi rasa
nyerinya.
b. Teknik imajinasi
Biofeedback merupakan terapi perilaku yang dilakukan dengan memberikan individu
informasi tentang respon fisiologis misalnya tekanan darah.
Hipnosis diri dapat membantu mengubah persepsi nyeri melalui pengaruh sugesti positif
dan dapat mengurangi ditraksi
Mengurangi persepsi nyeri adalah suatu cara sederhana untuk meningkatkan rasa nyaman
dengan membuang atau mencegah stimulus nyeri.
c. Teknik Distraksi
Teknik distraksi adalah pengalihan dari focus perhatian terhadap nyeri ke stimulus yang
lain. Ada beberapa jenis distraksi yaitu ditraksi visual (melihat pertandingan, menonton
televise,dll), distraksi pendengaran (mendengarkan music, suara gemericik air), distraksi
pernafasan ( bernafas ritmik), distraksi intelektual (bermain kartu).
d. Terapi dengan pemberian analgesic
Pemberian obat analgesic sangat membantu dalam manajemen nyeri seperti pemberian
obat analgesik non opioid (aspirin, ibuprofen) yang bekerja pada saraf perifer di daerah luka dan
menurunkan tingkatan inflamasi, dan analgesic opioid (morfin, kodein) yang dapat
meningkatkan mood dan perasaan pasien menjadi lebih nyaman walaupun terdapat nyeri.
e. Immobilisasi
Biasanya korban tidur di splint yang biasanya diterapkan pada saat kontraktur atau terjadi
ketidakseimbangan otot dan mencegah terjadinya penyakit baru seperti decubitus.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Kaji adanya faktor – faktor yang menyebabkan nyeri:


a. Pembedahan
b. Prosedur diagnostic infasif
c. Trauma (fraktur, luka bakar)
d. Lamanya penekanan pada bagian tubuh karena imobilitas
e. Penyakit kronis ( kanker )
f. Gangguan akut ditandai oleh sumbatan pada aliran darah atau embolisme paru
Kaji nyeri yang berhubungan dengan:
a. P = Problem : pencetus nyeri
Faktor – faktor yang merangsang nyeri
1) Apa yang membuat nyeri bertambah buruk?
2) Apa yang mengurangi nyeri
b. Q = Quality : kualitas nyeri
1) Nyeri dirasakan seperti apa?
2) Apakah nyeri dirasakan tajam, tumpul, ditekan dengan berat, berdenyut sperti diiris, atau
tercekik?
c. R = Region : lokasi nyeri
1) Dimana nyeri tersebut?
2) Apakah nyeri menyebar atau menetap pada satu tempat?
d. S = Squerity = intensitas nyeri
1) Apakah nyeri ringan sedang atau berat?
2) Seberapa berat nyeri yang dirasakan?
e. T = Time : waktu
1) Berapa lama nyeri dirasakan?
2) Apakah nyeri terus menerus atau kadang – kadang?

2. Diagnosa keperawatan yang mungkin

Menurut nanda (2014), diagnosis keperawatan untuk klien yang mengalami nyeri atau
ketidaknyamanan:
a. Nyeri akut
Berhubungan dengan:
- Trauma jaringan infeksi (cedera)
Ditandai dengan:
- Melaporkan nyeri secara verbal atau non verbal
- Menunjukan kerusakan
- Posisi untuk mengurangi nyeri
- Gerakan untuk melindungi
- Tingkah laku untuk berhati – hati
- Gangguan tidur ( mata sayu, tampak lelah, sulit atau gerakan kacau dan menyeringai)
- Fokus pada diri sendiri
b. Nyeri kronis
Berhubungan dengan:
- Ketidakmapuan psiko sosial atau fisik secara kronis
Ditandai dengan
- Perubahan berat badan
- Perubahan pola tidur
- KelelahanTakut cedera kembali
- Interksi dengan orang lain menurun
- Perubahan kemampuan dalam melakukan aktifitas

3. Rencana tindakan dan rasionalisasi

No Tujuan Intervensi Rasional


1 Setelah diberikan asuhan
- Kaji skala nyeri - Untuk mengetahui
keperawatan x jam diharapkan tingkat nyeri pasien
nyeri pasien dapat teratasi
- Kaji TTV - Untuk mengetahui
dengan kriteria hasil : keadaan umum
a. Secara verbal pasien pasien
mengatakan nyeri hilang atau
- Berikan relaksasi- Untuk mengurangi
berkurang dengan skala nyeri 0- progressive dan nyeri pasien
1 (0-10) massage
b. Pasien terlihat tidak meringis
- Delegatif dalam- Analgetik dapat
kesakitan pemberian obat membantu
c. Tanda-tanda vital sign pasien seperti anlgetik. menghilangkan rasa
normal nyeri
- Berikan HE tentang- Untuk memberikan
penyebab nyeri penjelasan dan
pengetahuan tentang
nyeri
- Ajarkan teknik - Teknik non
relaksasi massage farmakologi dapat
membantu
mengatasi nyeri

4. Implementasi

Implementasi keperawatan adalah melaksanakan intervensi keperawatan

5. Evaluasi

Evaluasi terhadap masalah nyeri dilakukan dengan menilai kemampuan dalam merespon
rangsangan nyeri diantaranya:
S : Pasien mengatakan nyeri hilang atau berkurang dengan skala nyeri 0-1 (0-10)
O : Pasien terlihat tidak meringis kesakitan, tanda-tanda vital sign pasien normal
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan kondisi klien

DAFTAR PUSTAKA

Santosa, Budi. 2012. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta : Prima Medika.
Tarwoto dan Wartonah. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Edisi 3.
Jakarta : Salemba Medika.
Potter dan Perry. 2005. Buku ajar Fundamental Keperawatan Volume 2,Edisi 4 . Jakarta : EGC
LAPORAN PENDAHULUAN “
GANGGUAN RASA NYAMAN : NYERI “

A. PENGERTIAN
Nyerimerupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang disebabkan oleh stimulus
tertentu. Nyeri bersifat subyektif dan sangat bersifat individual. Stimulus nyeri dapat berupa stimulus
yang bersifat fisik / mental, sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringan aktual / pada fungsi ego
seorang individu ( Mahon, 1994 )

B. PATOFISIOLOGIS
Proses nyeri dimulai dari stimulasi hosiseptor oleh stimulus hoxIVS sampai terjadinya pengalaman
subjektif nyeri adalah suatu seri kejadian elektrolit dan kimia yang dibagi menjadi 4 fase, yaitu :
1. Transduksi.
Stimulai Nasiseptor oleh stimulus Noxivs pada jaringan yang kemudian akan mengakibatkan stimulasi
nasiseptor dimana disini stimulus noxivs tersebut akan dirubah menjadi potensial aksi, potensial aksi
tersebut akan ditransmisikan menuju neuron susunan saraf pusat yang berhubungan dengan nyeri.
2. Transmisi.
Tahap pertama transmisi adalah konduksi impuls dari neuron aferen primer ke korno dossalis medula
spinalis. Pada kono dorssalis ini neuron eferen primer bersinap dengan neuron ssp. Dari sini jaringan
neuron tersebut akan naik keatas di medula spinalis menuju batang otak dan thalamus, selanjutnya ada
hubungan timbal balik antara thalamus dan ssp yang lebih tinggi di otak yang mengurusi respon persepsi
dan afektif yang berhubungan dengan nyeri.
3. Modulasi.
Sinyal yang mampu mempengaruhi proses nyeri tersebut, tempat modulasi sinyal yang diketahui adalah
pola kornu dorsalis medula spinalis.
4. Persepsi.
Merupakan proses terakhir dimana pesan nyeri direlai menuju ke otak dengan menghasilkan pengalaman nyeri
yang tidak menyenangkan.

C. MANIFESTASI KLINIS.
1. Nyeri Akut
- Agitas
- Ansietas
- Mual dan muntah
- Mengatupkan rahang atau mengepalkan tangan
- Perubahan kemampuan untuk melanjutkan aktivitas sebelumnya
- Peka rangsang
- Menggosok bagian yang nyeri
- Mengorok
- Postur tidak biasanya ( lutut ke abdomen )
- Ketidakaktifan fisik atau imobilitas
- Gangguan konsentrasi
- Perubahan pada pola tidur
- Rasa takut mengalami cedera ulang
- Menarik bila disentuh
- Mata terbuka lebar atau sangat tajam
- Gambaran kurus
2. Nyeri Kronis
- Gangguan hubungan sosial dan keluarga
- Peka rangsang
- Ketidakaktifan fisik atau imobilitas
- Depresi
- Menggosok bagian yang nyeri
- Ansietas
- Tampilan meringis
- Berfokus pada diri sendiri
- Tegangan otot rangka
- Preokupasi somatik
- Agitas
- Keletihan
- Penurunan libido
- Kegelisahan

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan :
 Radiologi
 Laboratorium
 EEG
 USG
 ECG
 Rontgen

E. PENATALAKSANAAN NYERI
1. Stimulasi dan masase kutaneus.
Masase adalah stimulasi kutaneus tubuh secara umum, sering dipusatkan pada punggung dan bahu dengan
cara memijatnya pelan – pelan.
2. Terapi es dan panas.
Terapi es dapat menurunkan prostaglandin, yang memperkuat sensitivitas reseptor nyeri dan sub kutan
lain pada tempat cedera dengan menghambat proses inflamasi. Penggunaan panas mempunyai
keuntungan meningkatkan aliran darah ke suatu areadan kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri
dengan mempercepat penyembuhan. Baik terapi es maupun terapi panas harus digunakan dengan hati –
hati dan dipantau dengan cermat untuk menghindari cedera kulit ( Smeltzer dan Bare, 2002 )
3. Distraksi
Distraksi yaitu mengalihkan perhatian pasien pada sesuatu selain pada nyeri dapat menjadi strategi yang
berhasil.
4. Teknik relaksasi.
Relaksasi otot skeletal dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merilekskan ketegangan otot yang
menunjang nyeri. Periode relaksasi yang teratur dapat membantu untuk melawan keletihan dan
ketegangan otot yang terjadi dengan nyeri kronis dan yang meningkatkan nyeri ( Smeltzer dan Bare, 2002
)
Tahap relaksasi :
- Duduk tenang dalam posisi nyaman.
- Tutup mata perlahan.
- Kendurkan otot – otot tubuh.
- Tarik nafas perlahan dan teratur, ambil nafas melalui hidung dan keluarkan melalui mulut.
-
5. Imajinasi terbimbing.
Menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek positif
tertentu.
6. Hipnosis
Keefektifan hipnosis tergantung pada kemudahan hipnotik individu.

F. FOKUS PENGKAJIAN
Nyeri merupakan kejadian yang bersifat individu sehingga dalam pengumpulan data, perawat perlu
secara seksama mendengar keluhan – keluhan pasien secara verbal.

Nyeri dikaji menurut lokasi, intensitas, waktu, durasi dan kualitas serta perilaku non verbal pasien.
1. Ciri – ciri nyeri dan faktor – faktor pencetus
Dalam mengkaji perawat perlu memastikan lokasi nyeri secara jelas meliputi dimana nyeri itu dirasakan,
misalnya nyeri pada abdomen kuadran kanan bawah. Untuk dapat lebih memperjelas dapat pula
digunakan istilah – istilah seperti proximal, distal, medial dan lateral. Intensitas nyeri dinyatakan nyeri
ringan, sedang, berat atau sangat nyeri. Waktu dan durasi dinyatakan dengan sejak kapan nyeri dirasakan,
berapa lama terasa, apakah nyeri berulang, bila nyeri berulang maka dalam selang waktu berapa lama, dan
kapan nyeri berakhir. Kualitas nyeri dinyatakan sesuai dengan apa yang diutarakan pasien misalnya nyeri
seperti “dipukul – pukul”, nyeri seperti “diiris – iris pisau”, dll. Perilaku non verbal pada pasien yang
mengalami nyeri dapat diamati oleh perawat misalnya ekspresi wajah kesakitan, gigi mencengkeram,
memejamkan mata rapat – rapat, menggigit bibir bawah, dll. Perawat perlu melaporkan faktor pencetus
nyeri, misalnya nyeri terasa setelah latihan / bekerja berat, nyeri timbul pada saat hujan / udara dingin, dll.

2. Riwayat nyeri
Riwayat nyeri sebelumnya merupakan data yang penting untuk diketahui. Riwayat nyeri harus meliputi
lokasi, intensitas, durasi, dll. Perawat perlu mengetahui berapa lama pasien telah menderita nyeri,
bagaimana pengaruhnya terhadap aktifitas sehari – hari, cepat, atau lambat dan hal – hal apa saja yang
dapat mengurangi nyeri.

3. Faktor – faktor yang mempengaruhi nyeri


Berbagai faktor yang mempengaruhi nyeri antara lain lingkungan, umur, kelelahan, riwayat sebelumnya,
mekanisme pemecahan masalah, kepercayaan / agama, budaya dan tersedianya orang – orang yang
memberi dukungan.
Nyeri dapat diperberat dengan adanya rangsangan dari lingkungan yang berlebih misalnya kebisingan, cahaya
sangat terang dan kesendirian. Toleransi terhadap nyeri meningkat sesuai dengan pertambahan usia, misal
semakin bertambah usia seseorang maka semakin bertambah usia seseorang maka semakin bertambah
pula pemahaman terhadap nyeri dan usaha mengatasinya. Kelelahan juga meningkatkan nyeri dan banyak
orang merasa lebih nyaman setelah tidur.

4. Pengkajian karakteristik nyeri dengan pengekatan PQRST


Provoking incident : Apakah ada peristiwa yang menjadi faktor penyebab nyeri, apakah nyeri berkurang
apabila beristirahat, apakah nyeri bertambah berat bila beraktivitas.
Quality : seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau gambaran klien. Apakah seperti terbakar,
berdenyut, tajam atau menusuk.
Region : dimana lokasi nyeri harus ditunjukkan dengan tepat oleh klien, apakah rasa sakit bisa reda,
apakah rasa sakit menjalar / menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
Severity ( scale ) of pain : seberapa jauh rasa nyeri dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri deskriptif dan
klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi aktivitas sehari – hari.
Time : berapa lama nyeri berlangsung ( bersifat akut atau kronis ), kapan, apakah ada waktu –
waktu tertentu yang menambah rasa nyeri.

5. Perhitungan skala nyeri


a. Skala numerik → digunakan untuk pasien dewasa
0 : no pain / tidak nyeri.
1–3 : mild = nyeri ringan → tidak mengganggu aktivitas.
4–6 : moderate = nyeri sedang → mengganggu aktivitas.
7–9 : severe = nyeri berat → tidak bisa melakukan aktivitas.
10 : nyeri sangat berat
b. Skala ekspresi wajah → digunakan untuk pasien anak – anak.
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Beberapa masalah nyeri yang sering ditemui dilingkungan klinis adalah pusing, low back pain, nyeri pada
kanker, nyeri dada ( chest pain ) dan nyeri pada kaki.
Penegak diagnosis keperawatan yang akurat untuk klien yang mengalami nyeri dilakukan berdasarkan
pengumpulan dan analisis data yang cermat.
Beberapa diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan nyeri adalah :
1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan :
a. Pembedahan abdomen.
b. Gangguan sirkulasi ke kaki.
c. Takut minum analgesik.
2. Peningkatan persepsi nyeri berhubungan dengan :
a. Kegelisahan.
b. Kelelahan.
c. Stress situasional.
d. Pengalaman sebelumnya.
e. Gangguan dari lingkungan.
f. Depresi.
3. Sakit kepala berhubungan dengan :
a. Depresi.
b. Kegelisahan.
c. Tekanan.
d. Tumor otak.
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri.
5. Nyeri kronis berhubungan dengan kontrol nyeri yang tidak adekuat.

H. PERENCANAAN
- Diagnosa I
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam rasa nyeri klien akan berkurang / hilang.
Rencana tindakan :
 Kaji lokasi nyeri, karakteristik nyeri dan kualitas.
 Observasi tanda non verbal terhadap ketidaknyamanan.
 Bantu keluarga untuk memberikan support.
 Kontrol faktor lingkungan terhadap respon ketidaknyamanan.
 Anjurkan penggunaan teknik non farmakologi ( relaksasi, guided imaginary, distaction, hot/cold
application, masase )
 Berikan pertolongan / pembebasan nyeri dengan analgesik yang diresepkan.
 Tingkatkan keadekuatan istirahat / tidur.
 Monitor kepuasan pasien terhadap managemen nyeri yang ditetapkan.
 Berikan posisi yang nyaman bagi pasien.

- Diagnosa II
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan pasien menunjukkan pola
nafas dalam kondisi normal.
Rencana tindakan :
 Berikan posisi ekstensi.
 Berikan oksigen 3lt/menit.
 Monitor suara nafas, respirasi rate dan kedalaman nafas.
 Keluarkan sekret dengan batuk / suction.
 Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.

I. EVALUASI
Aspek penting dalam merawat klien yang mengalami nyeri adalah mengkaji kembali nyeri setelah
intervensi diterapkan. Setelah intervensi mengalami keberhasilan, klien diminta untuk menilai intensitas
nyerinya. Pengkajian ini diulangi pada interval yang sesuai setelah intervensi dan dibandingkan dengan
nilai sebelumnya. Hasil – hasil yang diharapkan berikut ini digunakan untuk mengkaji efektifitas tindakan
pereda nyeri. Hasil yang diharapkan dalam memberikan asuhan keperawatan adalah :

1. Perencanaan Pereda Nyeri.


a. Nilai nyeri pada intensitas yang lebih rendah ( pada skala 0 – 10 ) setelah intervensi.
b. Nilai nyeri pada intensitas yang lebih rendah untuk periode yang lebih panjang.
2. Klien atau keluarga memberikan medikasi analgesik yang diresepkan dengan benar.
a. Menyebutkan dosis obat yang benar.
b. Memberikan dosis obat yang benar dengan menggunakan prosedur yang benar.
c. Menidentifikasi efek samping obat.
d. Menjelaskan tindakan yang dilakukan untuk mencegah atau mengoreksi efek samping.
3. Menggunakan strategi nyeri non farmakologi sesuai yang direkomendasikan.
a. Melaporkan praktik dari strategi non farmakologi.
b. Menggambarkan yang diharapkan dari strategi non farmakologi.
4. Melaporkan efek minimal nyeri dan efek samping minimal dari intervensi.
a. Berpartisipasi dalam aktivitas yang penting untuk penyembuhan ( misalnya minum, batuk,
ambulasi )
b. Berpartisipasi dalam aktifitas yang penting untuk diri sendiri dan keluarga.
c. Melaporkan tidur yang adekuat dan tidak ada keletihan.
Evaluasi berdasarkan SOAP.

DAFTAR PUSTAKA

- Blak, J.M., et al. 1995. Luckman and Sorensen’s Medical Nursing : A Nursing Process Approach. 4th ed.
Philadelphia : W.B. Saunders Company.
- Ganong, William F. 2000. Buku Ajar Fisiologis Kedokteran, edisi 17. Jakarta : EGC.
- Guyton dan Hall. 1996. Buku Ajar Fisiologis Kedokteran. Edisi 15. Jakarta : EGC.
- Long, Barbara C. 1998. Keperawatan Medical Bedah: suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Bandung :
Yayasan IAPK Padjajaran.
- Potter, Patricia A. 1996. Pengkajian Kesehatan. Edisi 3. Jakarta : EGC.
- Potter dan Perry. 2005. Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC.
- Smeltzer, S.C., Bare, B.G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & SUDDARTH. 8TH Ed.
Jakarta : EGC

LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN DENGAN NYERI
by : Mas Irul

Nyeri merupakan alasan yang paling umum seseorang mencari bantuan perawatan
kesehatan. Nyeri terjadi bersama proses penyakit, pemeriksaan diagnostik dan proses
pengobatan. Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan banyak orang. Perawat tidak bisa
melihat dan merasakan nyeri yang dialami oleh klien, karena nyeri bersifat subyektif (antara satu
individu dengan individu lainnya berbeda dalam menyikapi nyeri). Perawat memberi asuhan
keperawatan kepada klien di berbagai situasi dan keadaan, yang memberikan intervensi untuk
meningkatkan kenyamanan. Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan
dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut
didukung oleh Kolcaba yang mengatakan bahwa kenyamanan adalah suatu keadaan telah
terpenuhinya kebutuhan dasar manusia.

1. DEFINISI

 Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori
subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan
kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya
kerusakan
 Teori Specificity “suggest” menyatakan bahwa nyeri adalah sensori spesifik yang muncul
karena adanya injury dan informasi ini didapat melalui sistem saraf perifer dan sentral
melalui reseptor nyeri di saraf nyeri perifer dan spesifik di spinal cord
 Secara umum keperawatan mendefinisikan nyeri sebagai apapun yg menyakitkan tubuh
yg dikatakan individu yg mengalaminya, yg ada kapanpun individu mengatakannya.
 Nyeri → Perasaan atau keadaan emosi yang tidak menyenangkan karena potensial
kerusakan jaringan atau jaringan rusak.
 Mc Coffery (1979) : suatu keadaan yg mempengaruhi seseorang, yg keberadaanya
diketahui hanya jika orang itu pernah mengalaminya
 Wolf W. Feurst (1974) : suatu perasaan menderita secara fisik dan mental atau perasaan
yg menimbulkan ketegangan
 Arthur C. Curton (1983) : suatu mekanisme produksi bagi tubuh, timbul ketika jaringan
sedang rusak,dan menyebabkan individu tersebut bereaksi utk menghilangkan nyeri

2. ETIOLOGI
1. Trauma. Trauma ini juga terbagi menjadi beberapa macam. Penyebab trauma ini terbagi menjadi :

1. Mekanik. Rasa nyeri yang diakibatkan oleh mekanik ini timbul akibat ujung-ujung saraf
bebas mengalami kerusakan. Contoh dari nyeri akibat trauma mekanik ini adalah akibat
adanya benturan, gesekan, luka dan lain-lain.
2. Thermis. Nyeri karena hal ini timbul karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan
akibat panas, dingin, misal karena api dan air.
3. Khemis. Nyeri yang ditimbulkan karena adanya kontak dengan zat kimia yang bersifat
asam atau pun basa kuat.
4. Elektrik. Nyeri yang ditimbulkan karena adanya pengaruh aliran listrik yang kuat
mengenai reseptor rasa nyeri yang menimbulkan kekejangan otot dan luka bakar.

2. Neoplasma. Neoplasma ini juga terbagi menjadi dua yaitu :

 Neoplasma Jinak.
 Neoplasma Ganas.

3. Gangguan sirkulasi darah dan kelainan pembuluh darah. Hal ini dapat dicontohkan pada
pasien dengan infark miokard akut atau pun angina pektoris yang dirasakan adalah adanya nyeri
dada yang khas.
4. Peradangan. Nyeri yang diakibatkan karena adanya kerusakan ujung-ujung saraf reseptor
akibat adanya peradangan atau terjepit oleh pembengkakan. Contohnya adalah nyeri karena
abses.
5. Trauma psikologis.

Tanda dan gejala


Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup:

 Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas, Mendengkur)


 Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir)
 Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan gerakan jari &
tangan
 Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (Menghindari percakapan, Menghindari kontak
sosial,
 Penurunan rentang perhatian, Fokus pd aktivitas menghilangkan nyeri)
 Individu yang mengalami nyeri dengan awitan mendadak dapat bereaksi sangat berbeda
terhadap nyeri yang berlangsung selama beberapa menit atau menjadi kronis. Nyeri dapat
menyebabkan keletihan dan membuat individu terlalu letih untuk merintih atau menangis.
Pasien dapat tidur, bahkan dengan nyeri hebat. Pasien dapat tampak rileks dan terlibat
dalam aktivitas karena menjadi mahir dalam mengalihkan perhatian terhadap nyeri.

RESPON FISIOLOGIS TERHADAP NYERI


A. Stimulasi Simpatik:(nyeri ringan, moderat, dan superficial)

 Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate


 Peningkatan heart rate
 Vasokonstriksi perifer, peningkatan BP
 Peningkatan nilai gula darah
 Diaphoresis
 Peningkatan kekuatan otot
 Dilatasi pupil
 Penurunan motilitas GI
B. Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)

 Muka pucat
 Otot mengeras
 Penurunan HR dan BP
 Nafas cepat dan irreguler
 Nausea dan vomitus
 Kelelahan dan keletihan

Meinhart & McCaffery mendiskripsikan 3 fase pengalaman nyeri:


Fase antisipasi-----terjadi sebelum nyeri diterima
Fase ini mungkin bukan merupakan fase yg paling penting, karena fase ini bisa mempengaruhi
dua fase lain. Pada fase ini memungkinnkan seseorang belajar tentang nyeri dan upaya untuk
menghilangkan nyeri tersebut. Peran perawat dalam fase ini sangat penting, terutama dalam
memberikan informasi pada klien.
Contoh: sebelum dilakukan tindakan bedah, perawat menjelaskan tentang nyeri yang nantinya
akan dialami oleh klien pasca pembedahan, dengan begitu klien akan menjadi lebih siap dengan
nyeri yang nanti akan dihadapi.

Fase sensasi-----terjadi saat nyeri terasa.


Fase ini terjadi ketika klien merasakan nyeri. karena nyeri itu bersifat subyektif, maka tiap orang
dalam menyikapi nyeri juga berbeda-beda. Toleraransi terhadap nyeri juga akan berbeda antara
satu orang dengan orang lain. orang yang mempunyai tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri
tidak akan mengeluh nyeri dengan stimulus kecil, sebaliknya orang yang toleransi terhadap
nyerinya rendah akan mudah merasa nyeri dengan stimulus nyeri kecil. Klien dengan tingkat
toleransi tinggi terhadap nyeri mampu menahan nyeri tanpa bantuan, sebaliknya orang yang
toleransi terhadap nyerinya rendah sudah mencari upay pencegah nyeri, sebelum nyeri datang.
Keberadaan enkefalin dan endorfin membantu menjelaskan bagaimana orang yang berbeda
merasakan tingkat nyeri dari stimulus yang sama. Kadar endorfin berbeda tiap individu, individu
dengan endorfin tinggi sedikit merasakan nyeri dan individu dengan sedikit endorfin merasakan
nyeri lebih besar.
Klien bisa mengungkapkan nyerinya dengan berbagai jalan, mulai dari ekspresi wajah, vokalisasi
dan gerakan tubuh. Ekspresi yang ditunjukan klien itulah yang digunakan perawat untuk
mengenali pola perilaku yang menunjukkan nyeri. Perawat harus melakukan pengkajian secara
teliti apabila klien sedikit mengekspresikan nyerinya, karena belum tentu orang yang tidak
mengekspresikan nyeri itu tidak mengalami nyeri. Kasus-kasus seperti itu tentunya
membutuhkan bantuan perawat untuk membantu klien mengkomunikasikan nyeri secara efektif.

Fase akibat (aftermath)------terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti


Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini klien masih membutuhkan
kontrol dari perawat, karena nyeri bersifat krisis, sehingga dimungkinkan klien mengalami gejala
sisa pasca nyeri. Apabila klien mengalami episode nyeri berulang, maka respon akibat
((aftermath) dapat menjadi masalah kesehatan yang berat. Perawat berperan dalam membantu
memperoleh kontrol diri untuk meminimalkan rasa takut akan kemungkinan nyeri berulang.

3. KLASIFIKASI

Klasifikasi nyeri dibedakan menjadi :


1. Menurut Tempat Nyeri.

1. Periferal Pain. Periferal pain ini terbagi menjadi 3 yaitu nyeri permukaan (superfisial
pain), nyeri dalam (deep pain), nyeri alihan (reffered pain). Nyeri alihan ini maksudnya
adalah nyeri yang dirasakan pada area yang bukan merupakan sumber nyerinya.
2. Central Pain. Nyeri ini terjadi karena perangsangan pada susunan saraf pusat, spinal cord,
batang otak.
3. Psychogenic Pain. Nyeri ini dirasakan tanpa adanya penyebab organik, tetapi akibat dari
trauma psikologis.
4. Phantom Pain. Phantom Pain ini merupakan perasaan pada bagian tubuh yang sudah tak
ada lagi, contohnya pada amputasi. Phantom pain timbul akibat dari stimulasi dendrit
yang berat dibandingkan dengan stimulasi reseptor biasanya. Oleh karena itu, orang
tersebut akan merasa nyeri pada area yang telah diangkat.
5. Radiating Pain. Nyeri yang dirasakan pada sumbernya yang meluas ke jaringan sekitar.

2. Menurut Sifat Nyeri.

 Insidentil. Yaitu sifat nyeri yang timbul sewaktu-waktu dan kemudian menghilang.
 Steady. Yaitu sifat nyeri yang timbul menetap dan dirasakan dalam waktu yang lama.
 Paroxysmal. Yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali dan biasanya
menetap selama 10 – 15 menit, lalu menghilang dan kemudian timbul kembali.
 Intractable Pain. Yaitu sifat nyeri yang resisten dengan diobati atau dikurangi. Contoh
pada arthritis, pemberian analgetik narkotik merupakan kontraindikasi akibat dari
lamanya penyakit yang dapat mengakibatkan kecanduan.

3. Menurut Berat Ringannya Nyeri.

1. Nyeri Ringan yaitu nyeri yang berada dalam intensitas yang rendah.
2. Nyeri Sedang yaitu nyeri yang menimbulkan suatu reaksi fisiologis dan juga reaksi
psikologis.
3. Nyeri Berat yaitu nyeri yang berada dalam intensitas yang tinggi.

4. Menurut Waktu Serangan.

1. Nyeri Akut. Nyeri akut biasanya berlangsung singkat, misalnya nyeri pada fraktur. Klien
yang mengalami nyeri akut pada umumnya akan menunjukkan gejala-gejala antara lain :
respirasi meningkat, Denyut jantung dan Tekanan darah meningkat, dan pallor.
2. Nyeri Kronis. Nyeri kronis berkembang lebih lambat dan terjadi dalam waktu lebih lama
dan pada umumnya penderita sering sulit mengingat sejak kapan nyeri mulai dirasakan
4. PATOFISIOLOGI NYERI

Patofisiologi nyeri ini dapat digambarkan sebagai berikut :


Reseptor nyeri disebut nosiseptor. Nosiseptor mencakup ujung-ujung saraf bebas yang berespon
terhadap berbagai rangsangan termasuk tekanan mekanis, deformasi, suhu yang ekstrim, dan
berbagai bahan kimia. Pada rangsangan yang intensif, reseptor-reseptor lain misalnya badan
Pacini dan Meissner juga mengirim informasi yang dipersepsikan sebagai nyeri. Zat-zat kimia
yang memperparah nyeri antara lain adalah histamin, bradikini, serotonin, beberapa
prostaglandin, ion kalium, dan ion hydrogen. Masing-masing zat tersebut tertimbun di tempat
cedera, hipoksia, atau kematian sel. Nyeri cepat (fast pain) disalurkan ke korda spinalis oleh serat
A delta, nyeri lambat (slow pain) disalurkan ke korda spinalis oleh serat C lambat.

Serat-serat C tampak mengeluarkan neurotransmitter substansi P sewaktu bersinaps di korda


spinalis. Setelah di korda spinalis, sebagian besar serat nyeri bersinaps di neuron-neuron tanduk
dorsal dari segmen. Namun, sebagian serat berjalan ke atas atau ke bawah beberapa segmen di
korda spinalis sebelum bersinaps. Setelah mengaktifkan sel-sel di korda spinalis, informasi
mengenai rangsangan nyeri diikirim oleh satu dari dua jaras ke otak- traktus neospinotalamikus
atau traktus paleospinotalamikus (Corwin, 2000 : 225).

Informasi yang di bawa ke korda spinalis dalam serat-serat A delta di salurkan ke otak melalui
serat-serat traktus neospinotalamikus. Sebagian dari serat tersebut berakhir di reticular activating
system dan menyiagakan individu terhadap adanya nyeri, tetapi sebagian besar berjalan ke
thalamus. Dari thalamus, sinyal-sinyal dikirim ke korteks sensorik somatic tempat lokasi nyeri
ditentukan dengan pasti (Corwin, 2000 : 225).

Informasi yang dibawa ke korda spinalis oleh serat-serat C, dan sebagian oleh serat A delta,
disalurkan ke otak melalui serat-serat traktus paleospinotalamikus. Serat-serat ini berjalan ke
daerah reticular dibatang otak, dan ke daerah di mesensefalon yang disebut daerah grisea
periakuaduktus. Serat- serat paleospinotalamikus yang berjalan melalui daerah reticular berlanjut
untuk mengaktifkan hipotalamus dan system limbik. Nyeri yang di bawa dalam traktus
paleospinotalamik memiliki lokalisasi yang difus dan berperan menyebabkan distress emosi yang
berkaitan dengan nyeri (Corwin, 2000 : 225).

FISIOLOGIS NYERI

Banyak teori berusaha untuk menjelaskan dasar neurologis dari nyeri, meskipun tidak ada satu
teori yang menjelaskan secara sempurna bagaimana nyeri ditransmisikan atau diserap. Untuk
memudahkan memahami fisiologi nyeri, maka perlu mempelajari 3 (tiga) komponen fisiologis
berikut ini:

Resepsi : proses perjalanan nyeri


Persepsi : kesadaran seseorang terhadap nyeri
Reaksi : respon fisiologis & perilaku setelah mempersepsikan nyeri

1. RESEPSI
Stimulus (mekanik, termal, kimia) Pengeluaran histamin bradikinin, kalium Nosiseptor Impuls
syaraf Serabut syaraf perifer Kornu dorsalis medula spinalis Neurotransmiter (substansi P) Pusat
syaraf di otak Respon reflek protektif

Adanya stimulus yang mengenai tubuh (mekanik, termal, kimia) akan menyebabkan pelepasan
substansi kimia seperti histamin, bradikinin, kalium. Substansi tersebut menyebabkan nosiseptor
bereaksi, apabila nosiseptor mencapai ambang nyeri, maka akan timbul impuls syaraf yang akan
dibawa oleh serabut saraf perifer. Serabut syaraf perifer yang akan membawa impuls syaraf ada
dua jenis, yaitu serabut A-delta dan serabut C. impuls syaraf akan di bawa sepanjang serabut
syaraf sampai ke kornu dorsalis medulla spinalis. Impuls syaraf tersebut akan menyebabkan
kornu dorsalis melepaskan neurotrasmiter (substansi P). Substansi P ini menyebabkan transmisi
sinapis dari saraf perifer ke saraf traktus spinotalamus. Hal ini memungkinkan impuls syaraf
ditransmisikan lebih jauh ke dalam system saraf pusat. Setelah impuls syaraf sampai di otak, otak
mengolah impuls syaraf kemudian akan timbul respon reflek protektif.

Contoh:
Apabila tangan terkena setrika, maka akan merasakan sensasi terbakar, tangan juga melakukan
reflek dengan menarik tangan dari permukaan setrika.
Proses ini akan berjalan jika system saraf perifer dan medulla spinalis utuh atau berfungsi
normal. Ada beberapa factor yang menggangu proses resepsi nyeri, diantaranya sebagai berikut:

 Trauma
 Obat-obatan
 Pertumbuhan tumor
 Gangguan metabolic (penyakit diabetes mellitus)

Tipe serabut saraf perifer :


a. Serabut saraf A-delta :

 Merupakan serabut bermyelin


 Mengirimkan pesan secara cepat
 Menghantarkan sensasi yang tajam, jelas sumber dan lokasi nyerinya
 Reseptor berupa ujung-ujung saraf bebas di kulit dan struktur dalam seperti , otot tendon
dll
 Biasanya sering ada pada injury akut
 Diameternya besar

b. Serabut saraf C

 Tidak bermyelin
 Diameternya sangat kecil
 Lambat dalam menghantarkan impuls
 Lokasinya jarang, biasanya dipermukaan dan impulsnya bersifat persisten
 Menghantarkan sensasi berupa sentuhan, getaran, suhu hangat, dan tekanan halus
 Reseptor terletak distruktur permukaan.

NEUROREGULATOR Substansi yang memberikan efek pada transmisi stimulus saraf,


berperan penting pada pengalaman nyeri

 Substansi ini titemukan pada nocicepåtor yaitu pada akhir saraf dalam kornu dorsalis
medula spinalis dan pada tempat reseptor dalam saluran spinotalamik. Neuroregulator
ada dua macam yaitu neurotransmitter dan neuromodulator
 Neurotransmitter mengirimkan impuls elektrik melewati celah synaptik antara dua
serabut saraf. contoh: substansi P, serotonin, prostaglandin
 Neuromodulator memodifikasi aktivitas saraf dan mengatur transmisi stimulus saraf
tanpa mentrasfer secara langsung sinyal saraf yang melalui synaps.

Contoh: endorphin, bradikinin


Neuromodulator diyakini aktifitasnya secara tidak langsung bisa meningkatkan atau
menurunkan efek sebagian neurotransmitter

Teori gate control


Dikemukanan oleh Melzack dan wall pada tahun 1965

 Teori ini mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau bahkan dihambat oleh
mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat.
 Dalam teori ini dijelaskan bahwa Substansi gelatinosa (SG) yg ada pada bagian ujung
dorsal serabut saraf spinal cord mempunyai peran sebagai pintu gerbang (gating
Mechanism), mekanisme gate control ini dapat memodifikasi dan merubah sensasi nyeri
yang datang sebelum mereka sampai di korteks serebri dan menimbulkan nyeri.

Impuls nyeri bisa lewat jika pintu gerbang terbuka dan impuls akan di blok ketika pintu gerbang
tertutup
Menutupnya pintu gerbang merupakan dasar terapi mengatasi nyeri
Berdasarkan teori ini perawat bisa menggunakannya untuk memanage nyeri pasien
Neuromodulator bisa menutup pintu gerbang dengan cara menghambat pembentukan substansi
P.
Menurut teori ini, tindakan massase diyakini bisa menutup gerbang nyeri.

2. PERSEPSI
Fase ini merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri, pada saat individu menjadi sadar
akan nyeri, maka akan terjadi reaksi yang komplek. Persepsi menyadarkan individu dan
mengartikan nyeri itu sehingga kemudian individu dapat bereaksi. Proses persepsi secara
ringkas adalah sebagai berikut:

 Stimulus nyeri Medula spinalis Talamus Otak (area limbik) Reaksi emosi Pusat otak
Persepsi
 Stimulus nyeri ditransmisikan ke medula spinalis, naik ke talamus, selanjutnya serabut
mentrasmisikan nyeri ke seluruh bagian otak, termasuk area limbik. Area ini
mengandung sel-sel yang yang bisa mengontrol emosi (khususnya ansietas). Area limbik
yang akan berperan dalam memproses reaksi emosi terhadap nyeri. Setelah transmisi
syaraf berakhir di pusat otak, maka individu akan mempersepsikan nyeri.

REAKSI
Reaksi terhadap nyeri merupakan respon fisioligis dan perilaku yang terjadi setelah
mempersepsikan nyeri.
Nyeri dengan intensitas ringan hingga sedang dan nyeri yang superfisial menimbulkan reaksi
”flight atau fight”, yang merupakan sindrom adaptasi umum
Stimulasi pada cabang simpatis pada saraf otonom menghasilkan respon fisiologis, apabila nyeri
berlangsung terus menerus, maka sistem parasimpatis akan bereaksi
Secara ringkas proses reaksi adalah sebagai berikut:

 Impuls nyeri medula spinalis batang otak & talamus Sistem syaraf otonom Respon
fisiologis & perilaku
 Impuls nyeri ditransmisikan ke medula spinalis menutju ke batang otak dan talamus.
Sistem saraf otonom menjadi terstimulasi, saraf simpatis dan parasimpatis bereaksi, maka
akan timbul respon fisiologis dan akan muncul perilaku.

5. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RASA NYERI

1. Usia. Usia dalam hal ini merupakan variabel yang penting yang mempengaruhi nyeri
terutama pada anak dan orang dewasa (Potter & Perry (1993). Perbedaan perkembangan
yang ditemukan antara kedua kelompok umur ini dapat mempengaruhi bagaimana anak
dan orang dewasa bereaksi terhadap nyeri. Anak-anak kesulitan untuk memahami nyeri
dan beranggapan kalau apa yang dilakukan perawat dapat menyebabkan nyeri. Anak-
anak yang belum mempunyai kosakata yang banyak, mempunyai kesulitan
mendeskripsikan secara verbal dan mengekspresikan nyeri kepada orang tua atau
perawat. Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji
respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah
patologis dan mengalami kerusakan fungsi (Tamsuri, 2007).
2. Jenis Kelamin. Faktor jenis kelamin ini dalam hubungannya dengan faktor yang
mempengaruhi nyeri adalah bahwasannya laki-laki dan wanita tidak mempunyai
perbedaan secara signifikan mengenai respon mereka terhadap nyeri. Masih diragukan
bahwa jenis kelamin merupakan faktor yang berdiri sendiri dalam ekspresi nyeri.
Misalnya anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis dimana seorang wanita
dapat menangis dalam waktu yang sama. Penelitian yang dilakukan Burn, dkk. (1989)
dikutip dari Potter & Perry, 1993 mempelajari kebutuhan narkotik post operative pada
wanita lebih banyak dibandingkan dengan pria.
3. Budaya. Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri.
Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan
mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri (Calvillo & Flaskerud,
1991).Mengenali nilai-nilai budaya yang memiliki seseorang dan memahami mengapa
nilai-nilai ini berbeda dari nilai-nilai kebudayaan lainnya membantu untuk menghindari
mengevaluasi perilaku pasien berdasarkan harapan dan nilai budaya seseorang. Perawat
yang mengetahui perbedaan budaya akan mempunyai pemahaman yang lebih besar
tentang nyeri pasien dan akan lebih akurat dalam mengkaji nyeri dan respon-respon
perilaku terhadap nyeri juga efektif dalam menghilangkan nyeri pasien (Smeltzer& Bare,
2003).
4. Keluarga dan Support Sosial. Faktor lain yang juga mempengaruhi respon terhadap nyeri
adalah kehadiran dari orang terdekat. Orang-orang yang sedang dalam keadaan nyeri
sering bergantung pada keluarga untuk mensupport, membantu atau melindungi.
Ketidakhadiran keluarga atau teman terdekat mungkin akan membuat nyeri semakin
bertambah. Kehadiran orangtua merupakan hal khusus yang penting untuk anak-anak
dalam menghadapi nyeri (Potter & Perry, 1993).
5. Ansietas ( Cemas ). Meskipun pada umumnya diyakini bahwa ansietas akan
meningkatkan nyeri, mungkin tidak seluruhnya benar dalam semua keadaaan. Riset tidak
memperlihatkan suatu hubungan yang konsisten antara ansietas dan nyeri juga tidak
memperlihatkan bahwa pelatihan pengurangan stres praoperatif menurunkan nyeri saat
pascaoperatif. Namun, ansietas yang relevan atau berhubungan dengan nyeri dapat
meningkatkan persepsi pasien terhadap nyeri. Ansietas yang tidak berhubungan dengan
nyeri dapat mendistraksi pasien dan secara aktual dapat menurunkan persepsi nyeri.
Secara umum, cara yang efektif untuk menghilangkan nyeri adalah dengan mengarahkan
pengobatan nyeri ketimbang ansietas (Smeltzer & Bare, 2002).
6. Pola koping. Ketika seseorang mengalami nyeri dan menjalani perawatan di rumah sakit
adalah hal yang sangat tak tertahankan. Secara terus-menerus klien kehilangan kontrol
dan tidak mampu untuk mengontrol lingkungan termasuk nyeri. Klien sering menemukan
jalan untuk mengatasi efek nyeri baik fisik maupun psikologis. Penting untuk mengerti
sumber koping individu selama nyeri. Sumber-sumber koping ini seperti berkomunikasi
dengan keluarga, latihan dan bernyanyi dapat digunakan sebagai rencana untuk
mensupport klien dan menurunkan nyeri klien.
6. PENATALAKSANAAN NYERI

PENANGANAN NYERI
1. FARMAKOLOGIS

 SAID (Steroid Anti-Inflamasion Drugs)


Dua jenis utama SAID murni:
1. Agonis murni
2. Kombinasi agonis-integonis
 NSAID (Non Steroid Anti-Iflamasion Drugs)

1. NON FARMAKOLOGIS
Penanganan fisik meliputi:
 Message kulit
 Stimulasi Kontralateral
 Tens
 Pijat refleksi
 Plasebo
 Stimulisasi elektrik
 Akupuntur
 Distraksi
 Relaksasi
 Komunikasi terapeutik
 Hipnosis
 Biofeedback
2. Penanganan KOGNITIF
3. REGIONAL ANALGESIA
Perjalanan nyeri impuls melalui saraf dengan cara memberikan obat pada batang
saraf.Obat ini dilakukan dengan cara disuntikkan pada situs dimana saraf
terlindungi tulang
Terdiri atas 2 analgesia yaitu:
 Analgesia Lokal
 Analgesia Infiltrasi

MACAM SKALA NYERI

1. SKALA NUMERIS
2. SKALA DESKRIPTIF
3. SKALA ANALOG VISUAL
4. SKALA OUCHER
5. SKALA WAJAH

SKALA NUMERIS

SKALA DESKRIPTIF

SKALA ANALOG VISUAL

SKALA WAJAH

SKALA OUCHER

ASUHAN KEPERAWATAN
Asuhan keperawatan klien yang mengalami nyeri :
PENGKAJIAN
Pengkajian nyeri yang akurat penting untuk upaya penatalaksanaan nyeri yang efektif.
Nyeri merupakan pengalaman yang subjektif dan dirasakan secara berbeda pada masing-masing
individu, maka perawat perlu mengkaji semua factor yang mempengaruhi nyeri, seperti factor
psikologis, fisiologis, perilaku, emosional, dan sosiokultural. Pengkajian nyeri terdiri atas dua
komponen utama, yakni:
Asuhan keperawatan klien yang mengalami nyeri :
PENGKAJIAN
Riwayat nyeri untuk mendapatkan data dari klien
Observasi langsung pada respons perilaku dan fisiologis klien. Tujuan pengkajian adalah untuk
mendapatkan pemahaman objektif terhadap pengalaman subjektif.
HAL-HAL YANG PERLU DIKAJI
Karakteristik Nyeri (PQRST)

 P (Provokative) : faktor yg mempengaruhi gawat dan ringannya nyeri


 Q (quality):seperti apa-> tajam, tumpul, atau tersayat
 R (region) : daerah perjalanan nyeri
 S (severity/SKALA NYERI) : keparahan / intensitas nyeri
 T (time) : lama/waktu serangan atau frekuensi nyeri

Hal-hal yang perlu dikaji :

1. Lokasi
Untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik minta klien untuk menunjukkan area
nyerinya, bisa dengan bantuan gambar. Klien bisa menandai bagian tubuh yang
mengalami nyeri.
2. Intensitas nyeri
Penggunaan skala intensitas nyeri adalah metode yang mudah dan terpercaya untuk
menetukan intensitas nyeri pasien.
3. Kualitas nyeri
Terkadang nyeri bisa terasa seperti dipukul-pukul atau ditusuk-tusuk. Perawat perlu
mencatat kata-kata yang digunakan klien untuk menggambarkan nyerinya. Sebab
informasi berpengaruh besar pada diagnosis dan etiologi nyeri.
4. Pola
Pola nyeri meliputi waktu awitan, durasi, dan kekambuhan atau interval nyeri.
Karenanya, perawat perlu mengkaji kapan nyeri dimulai, berapa lama nyeri berlangsung,
apakah nyeri berulang, dan kapan nyeri terakhir muncul.
5. Faktor presipitasi
Terkadang, aktivitas tertentu dapat memicu munculnya nyeri sebagai contoh, aktivitas
fisik yang berat dapat menimbulkan nyeri dada. Selain itu, factor lingkungan (
lingkungan yang sangat dingin atau sangat panas), stressor fisik dan emosionaljuga dapat
memicu munculnya nyeri.

Kualitas nyeri

Terkadang nyeri bisa terasa seperti dipukul-pukul atau ditusuk-tusuk. Perawat perlu mencatat
kata-kata yang digunakan klien untuk menggambarkan nyerinya. Sebab informasi berpengaruh
besar pada diagnosis dan etiologi nyeri.

Pola
Pola nyeri meliputi waktu awitan, durasi, dan kekambuhan atau interval nyeri. Karenanya,
perawat perlu mengkaji kapan nyeri dimulai, berapa lama nyeri berlangsung, apakah nyeri
berulang, dan kapan nyeri terakhir muncul.

Gejala yang menyertai


Gejala ini meliputi mual, muntah, pusing, dan diare. Gejala tersebut dapat disebabkan awitan
nyeri atau oleh nyeri itu sendiri.

Pengaruh pada aktivitas sehari-hari


Dengan mengetahui sejauh mana nyeri mempengaruhi aktivitas harian klien akan membantu
perawat memahami perspektif klien tentang nyeri. Beberapa aspek kehidupan yang perlu dikaji
terkait nyeri adalah tidur, napsu makan, konsentrasi, pekerjaan, hubungan interpersonal,
hubungan pernikahan, aktivitas dirumah, aktivitas diwaktu senggang serta status emosional.
Sumber koping
Setiap individu memiliki strategi koping yang berbeda dalam menghadapi nyeri. Strategi tersebut
dapat dipengaruhi oleh pengalaman nyeri sebelumnya atau pengaruh agama atau budaya.

Respon afektif
Respon afektif klien terhadap nyeri bervariasi, bergantung pada situasi, derajat, dan durasi nyeri,
interpretasi tentang nyeri, dan banyak factor lainnya. Perawat perlu mengkaji adanya perasaan
ansietas, takut, lelah, depresi, atau perasaan gagal pada klien.

OBSERVASI RESPON PERILAKU DAN FISIOLOGIS

Respon non verbal yang bisa dijadikan indicator nyeri. Salah satu yang paling utama adalah
ekspresi wajah.
Perilaku seperti menutup mata rapat-rapat atau membukanya lebar-lebar, menggigiti bibir bagian
bawah, dan seringai wajah dapat mengindikasikan nyeri.

Selain ekspresi wajah, respon perilaku lain yang dapat menandakan nyeri adalah vokalisasi
(misalnya erangan, menangis, berteriak), imobilisasi bagian tubuh yang mengalami nyeri,
gerakan tubuh tanpa tujuan (misalnya menendang-nendang, membolak-balikan tubuh diatas
kasur), dll.

 Sedangkan respon fisiologis untuk nyeri bervariasi, bergantung pada sumber dan durasi
nyeri.
 Pada awal awitan nyeri akut, respon fisiologis dapat meliputi peningkatan tekanan darah,
nadi, dan pernafasan, diaphoresis, srta dilatasi pupil akibat terstimulasinya system saraf
simpatis.
 Akan tetapi, jika nyeri berlangsung lama, dan saraf simpatis telah beradaptasi, respon
fisiologis tersebut mungkin akan berkurang atau bahkan tidak ada. Karenanya, penting
bagi perawat untuk mengkaji lebih dari satu respon fisiolodis sebab bisa jadi respon
tersebut merupakan indicator yang buruk untuk nyeri.
PENETAPAN DIAGNOSIS
Menurut NANDA ( 2009-2011 ), diagnosis keperawatan untuk klien yang mengalami nyeri:

 Nyeri akut
 Nyeri kronis

Diagnosa
Nyeri akut b.d injuri fisik, pengurangan suplai darah, proses melahirkan
Nyeri kronik b.d proses keganasan§
Cemas b.d nyeri yang dirasakan§
Koping individu tidak efektif b.d nyeri kronik§
Kerusakan mobilitas fisik b.d nyeri muskuloskeletal§
Resiko injuri b.d kekurangan persepsi terhadap nyeri§
Perubahan pola tidur b.d low back pain§

o Perencanaan
Perawat mengembangkan perencanaan keperawatan dario diagnosa yang telah dibuat. Perawat
dan klien secara bersama-sama mendiskusikan harapan yang realistis dari tindakan mengatasi
nyeri, derajat pemulihan nyeri yang diharapkan, dan efek-efek yang harus diantisipasi pada gaya
hidup dan fungsi klien. Hasil akhir yang diharapkan dan tujuan keperawatan diseleksi
berdasarkan diagnosa keperawatan dan kondisi klien. Secara umum tujuan asuhan keperawatan
klien dengan nyeri adalah sebagai berikut:
Klien merasakan sehat dan nyaman§
Klien mempertahankan kemampuan untuk melakukan perawatan diri§
Klien mempertahankan fungsi fisik dan psikologis yang dimiliki saat ini§
Klien menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan nyeri§
Klien menggunakan terapi yang diberikan dengan aman di rumah§
Contoh rencana perawatan (Renpra):

Diagnosa
1.Nyeri akut b.d injuri fisik (pembedahan)
Kriteria hasil
Pain level, pain control dan comfort level dengan kriteria hasil:
Menggunakan skala nyeri untuk mengidentifikasi nyeri yang dirasakan§
Mendiskripsikan cara memanajemen nyeri§
Mengungkapkan kemampuan tidur dan istirahat§
Mendiskripsikan terapi nonfarmakologi untuk mengontrol nyeri§
TTV dalam batas normal§
Rencana tindakan
Manajemen nyeri:
Kaji nyeri yang dialami klien (meliputi PQRST)§
Observasi ketidaknyamanan nonverbal terhadap nyeri§
Kaji pengalaman masa lalu klien terhadap nyeri§
Ciptakan lingkungan yang nyaman untuk klien§
Kolaborasi pemberian analgetik§
Ajarkan tehnik nonfarmakologi untuk mengatasi nyeri§
Dst (lihat lebih lengkap di NIC)§

o Intervensi
Manajemen nyeri terdiri dari:
a.Farmakologis (kolaborasi)-------penggunaan analgetik
Mengganggu penerimaan/stimuli nyeri dan interpretasinya dengan menekan fungsi talamus &
kortek serebri.
b. Non farmakologi (mandiri)
Sentuhan terapeutik§
Teori ini mengatakan bahwa individu yang sehat mempunyai keseimbangan energi antara tubuh
dengan lingku;ngan luar. Orang sakit berarti ada ketidakseimbangan energi, dengan memberikan
sentuhan pada klien, diharapkan ada transfer energi dari perawat ke klien.
Akupresur§
Pemberian penekanan pada pusat-pusat nyeri
Guided imagery§
Meminta klien berimajinasi membayangkan hal-hal yang menyenangkan, tindakan ini
memerlukan suasana dan ruangan yang tenang serta konsentrasi dari klien. Apabila klien
mengalami kegelisahan, tindakan harus dihentikan. Tindakan ini dilakukan pada saat klien
merasa nyaman dan tidak sedang nyeri akut.
Distraksi§
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, efektif untuk nyeri ringan sampai sedang. Distraksi visual
(melihat TV atau pertandingan bola), distraksi audio (mendengar musik), distraksi sentuhan
(massase, memegang mainan), distraksi intelektual (merangkai puzzle, main catur)
Anticipatory guidence§
Memodifikasi secara langsung cemas yang berhubungan dengan nyeri. Contoh tindakan:
sebelum klien menjalani prosedur pembedahan, perawat memberikan penjelasan/informasi pada
klien tentang pembedahan, dengan begitu klien sudah punya gambaran dan akan lebih siap
menghadapi nyeri.
Hipnotis§
Membantu mengubah persepsi nyeri melalui pengaruh sugesti positif.
Biofeedback§
Terapi perilaku yang dilakukan dengan memberikan individu informasi tentang respon nyeri
fisiologis dan cara untuk melatih kontrol volunter terhadap respon tersebut. Terapi ini efektif
untuk mengatasi ketegangan otot dan migren, dengan cara memasang elektroda pada pelipis.
Stimulasi§ kutaneus Cara kerja dari sistem ini masih belum jelas, salah satu pemikiran adalah
cara ini bisa melepaskan endorfin, sehingga bisa memblok stimulasi nyeri. Bisa dilakukan
dengan massase, mandi air hangat, kompres dengan kantong es dan stimulasi saraf elektrik
transkutan (TENS/ transcutaneus electrical nerve stimulation). TENS merupakan stimulasi pada
kulit dengan menggunakan arus listrik ringan yang dihantarkan melalui elektroda luar.

Peran perawat dalam mengatasi nyeri:

 Mengidentifikasi penyebab nyeri


 Kolaborasi dengan tim kes lain untuk pengobatan nyeri
 Memberikan intervensi pereda nyeri
 Mengevaluasi efektivitas pereda nyeri
 Bertindak sebagai advokat jika pereda nyeri tidak efektif
 Sebagai pendidik keluarga§ & pasien tentang manajemen nyeri

Diposting oleh mas irul di 00.15


Reaksi:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Label: LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

1 komentar:

1.

Endah suci_sun7 Agustus 2016 07.48


Kok gak ada daftar pustaka nya mas ? kasih dong biar jelas sumbernya

Balas

Muat yang lain...


Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Posting Komentar (Atom)

Entri Populer

 coding kecil icd-10

PANDUAN ICD 10 BY: MAS IRUL J ANTUNG I25.9 IHD / GJK /CHD J44.9
COPD I11.9 HHD I50.9 DC I50.0 ...

 LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN NYERI

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN NYERI by : Mas Irul Nyeri


merupakan alasan yang paling umum seseorang mencari bantu...

SELAMAT ULANG TAHUN PERNIKAHAN KE 9

Istriku sayang… The love that you gave me Is the important think in my live Sembilan
tahun yang lalu tanggal 7 septembe...

Brevet kualifikasi TNI-AD


Brevet/tanda kualifikasi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat Berikut ini adalah
ketentuan penggunaan brevet/tanda kualifikasi...

 Laporan Pendahuluan pada pasien dengan gangguan Mobilisasi

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN MOBILISASI


BY : M a s I r u l A. Definisi Mobilisasi merupakan gerak y...

KESADARAN DIRI ( SELF AWARENESS )

Self Awareness (kesadaran diri) Adalah perhatian yang berlangsung ketika seseorang
mencoba memahami keadaan internal dirinya. Proses...

 Askep Infeksi

asuhan keperawatan pada pasien dengan infeksi dan potensial infeksi by : Mas Irul
Kesehatan yang baik tergantung sebagian ...

Satya Lencana TNI-AD

Saat ini untuk penugasan di dalam negeri secara resmi hanya satu macam
penugasan yang mendapatkan satya lencana yaitu penuga...

 Korupsi dalam Proses Pengadaan Barang dan Jasa

Korupsi dalam Proses Pengadaan Barang dan Jasa “Pengadaan Barang dan Jasa” –atau
dalam istilah asing disebut sebagai procurement– m...
 LAPORAN PENDAHULUAN KEBUTUHAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN


KESEIMBANGAN KEBUTUHAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT By : Mas Irul
1.Konsep Dasar 1.1 Penger...

Digital clock

Pengikut

Arsip Blog

 ► 2017 (5)

 ► 2016 (6)

 ► 2015 (6)

 ► 2014 (6)

 ▼ 2013 (30)
o ▼ Juli (25)
 Satya Lencana TNI-AD
 CATUR PERKASA
 CLAIM 2197
 Aku Memilih Setia
 Breaking My Heart
 Nothing To Lose
 Have you ever really loved a woman
 please for give me
 Maafkan aku......
 LP KATARAK
 Askep Infeksi
 Laporan Pendahuluan pada pasien dengan gangguan Mo...
 LP OKSIGENASI
 Makalah kegawat daruratan
 LP pada Personal Higiene
 LP Nyeri
 LP Gangguan mobilisasi
 LP GANGGUAN MOBILISASI
 LP Kecemaan
 KDM 1
 LP NYERI
 LAPORAN PENDAHULUAN KEBUTUHAN CAIRAN DAN
ELEKTROLI...
 LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN NYERI
 Korupsi dalam Proses Pengadaan Barang dan Jasa
 Brevet kualifikasi TNI-AD
o ► Februari (5)

 ► 2012 (67)

Mengenai Saya

mas irul
Lihat profil lengkapku

Total Tayangan Halaman

431281
Ada kesalahan di dalam gadget ini
Tema PT Keren Sekali. Diberdayakan oleh Blogger.

dunia mas irul


Sebuah dunia kecil tentang apa saja...........

Jumat, 19 Juli 2013

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN NYERI


LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN DENGAN NYERI
by : Mas Irul

Nyeri merupakan alasan yang paling umum seseorang mencari bantuan perawatan
kesehatan. Nyeri terjadi bersama proses penyakit, pemeriksaan diagnostik dan proses
pengobatan. Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan banyak orang. Perawat tidak bisa
melihat dan merasakan nyeri yang dialami oleh klien, karena nyeri bersifat subyektif (antara satu
individu dengan individu lainnya berbeda dalam menyikapi nyeri). Perawat memberi asuhan
keperawatan kepada klien di berbagai situasi dan keadaan, yang memberikan intervensi untuk
meningkatkan kenyamanan. Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan
dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut
didukung oleh Kolcaba yang mengatakan bahwa kenyamanan adalah suatu keadaan telah
terpenuhinya kebutuhan dasar manusia.

1. DEFINISI

 Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori
subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan
kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya
kerusakan
 Teori Specificity “suggest” menyatakan bahwa nyeri adalah sensori spesifik yang muncul
karena adanya injury dan informasi ini didapat melalui sistem saraf perifer dan sentral
melalui reseptor nyeri di saraf nyeri perifer dan spesifik di spinal cord
 Secara umum keperawatan mendefinisikan nyeri sebagai apapun yg menyakitkan tubuh
yg dikatakan individu yg mengalaminya, yg ada kapanpun individu mengatakannya.
 Nyeri → Perasaan atau keadaan emosi yang tidak menyenangkan karena potensial
kerusakan jaringan atau jaringan rusak.
 Mc Coffery (1979) : suatu keadaan yg mempengaruhi seseorang, yg keberadaanya
diketahui hanya jika orang itu pernah mengalaminya
 Wolf W. Feurst (1974) : suatu perasaan menderita secara fisik dan mental atau perasaan
yg menimbulkan ketegangan
 Arthur C. Curton (1983) : suatu mekanisme produksi bagi tubuh, timbul ketika jaringan
sedang rusak,dan menyebabkan individu tersebut bereaksi utk menghilangkan nyeri

2. ETIOLOGI
1. Trauma. Trauma ini juga terbagi menjadi beberapa macam. Penyebab trauma ini terbagi menjadi :

1. Mekanik. Rasa nyeri yang diakibatkan oleh mekanik ini timbul akibat ujung-ujung saraf
bebas mengalami kerusakan. Contoh dari nyeri akibat trauma mekanik ini adalah akibat
adanya benturan, gesekan, luka dan lain-lain.
2. Thermis. Nyeri karena hal ini timbul karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan
akibat panas, dingin, misal karena api dan air.
3. Khemis. Nyeri yang ditimbulkan karena adanya kontak dengan zat kimia yang bersifat
asam atau pun basa kuat.
4. Elektrik. Nyeri yang ditimbulkan karena adanya pengaruh aliran listrik yang kuat
mengenai reseptor rasa nyeri yang menimbulkan kekejangan otot dan luka bakar.

2. Neoplasma. Neoplasma ini juga terbagi menjadi dua yaitu :

 Neoplasma Jinak.
 Neoplasma Ganas.

3. Gangguan sirkulasi darah dan kelainan pembuluh darah. Hal ini dapat dicontohkan pada
pasien dengan infark miokard akut atau pun angina pektoris yang dirasakan adalah adanya nyeri
dada yang khas.
4. Peradangan. Nyeri yang diakibatkan karena adanya kerusakan ujung-ujung saraf reseptor
akibat adanya peradangan atau terjepit oleh pembengkakan. Contohnya adalah nyeri karena
abses.
5. Trauma psikologis.

Tanda dan gejala


Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup:

 Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas, Mendengkur)


 Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir)
 Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan gerakan jari &
tangan
 Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (Menghindari percakapan, Menghindari kontak
sosial,
 Penurunan rentang perhatian, Fokus pd aktivitas menghilangkan nyeri)
 Individu yang mengalami nyeri dengan awitan mendadak dapat bereaksi sangat berbeda
terhadap nyeri yang berlangsung selama beberapa menit atau menjadi kronis. Nyeri dapat
menyebabkan keletihan dan membuat individu terlalu letih untuk merintih atau menangis.
Pasien dapat tidur, bahkan dengan nyeri hebat. Pasien dapat tampak rileks dan terlibat
dalam aktivitas karena menjadi mahir dalam mengalihkan perhatian terhadap nyeri.

RESPON FISIOLOGIS TERHADAP NYERI


A. Stimulasi Simpatik:(nyeri ringan, moderat, dan superficial)

 Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate


 Peningkatan heart rate
 Vasokonstriksi perifer, peningkatan BP
 Peningkatan nilai gula darah
 Diaphoresis
 Peningkatan kekuatan otot
 Dilatasi pupil
 Penurunan motilitas GI
B. Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)

 Muka pucat
 Otot mengeras
 Penurunan HR dan BP
 Nafas cepat dan irreguler
 Nausea dan vomitus
 Kelelahan dan keletihan

Meinhart & McCaffery mendiskripsikan 3 fase pengalaman nyeri:


Fase antisipasi-----terjadi sebelum nyeri diterima
Fase ini mungkin bukan merupakan fase yg paling penting, karena fase ini bisa mempengaruhi
dua fase lain. Pada fase ini memungkinnkan seseorang belajar tentang nyeri dan upaya untuk
menghilangkan nyeri tersebut. Peran perawat dalam fase ini sangat penting, terutama dalam
memberikan informasi pada klien.
Contoh: sebelum dilakukan tindakan bedah, perawat menjelaskan tentang nyeri yang nantinya
akan dialami oleh klien pasca pembedahan, dengan begitu klien akan menjadi lebih siap dengan
nyeri yang nanti akan dihadapi.

Fase sensasi-----terjadi saat nyeri terasa.


Fase ini terjadi ketika klien merasakan nyeri. karena nyeri itu bersifat subyektif, maka tiap orang
dalam menyikapi nyeri juga berbeda-beda. Toleraransi terhadap nyeri juga akan berbeda antara
satu orang dengan orang lain. orang yang mempunyai tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri
tidak akan mengeluh nyeri dengan stimulus kecil, sebaliknya orang yang toleransi terhadap
nyerinya rendah akan mudah merasa nyeri dengan stimulus nyeri kecil. Klien dengan tingkat
toleransi tinggi terhadap nyeri mampu menahan nyeri tanpa bantuan, sebaliknya orang yang
toleransi terhadap nyerinya rendah sudah mencari upay pencegah nyeri, sebelum nyeri datang.
Keberadaan enkefalin dan endorfin membantu menjelaskan bagaimana orang yang berbeda
merasakan tingkat nyeri dari stimulus yang sama. Kadar endorfin berbeda tiap individu, individu
dengan endorfin tinggi sedikit merasakan nyeri dan individu dengan sedikit endorfin merasakan
nyeri lebih besar.
Klien bisa mengungkapkan nyerinya dengan berbagai jalan, mulai dari ekspresi wajah, vokalisasi
dan gerakan tubuh. Ekspresi yang ditunjukan klien itulah yang digunakan perawat untuk
mengenali pola perilaku yang menunjukkan nyeri. Perawat harus melakukan pengkajian secara
teliti apabila klien sedikit mengekspresikan nyerinya, karena belum tentu orang yang tidak
mengekspresikan nyeri itu tidak mengalami nyeri. Kasus-kasus seperti itu tentunya
membutuhkan bantuan perawat untuk membantu klien mengkomunikasikan nyeri secara efektif.

Fase akibat (aftermath)------terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti


Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini klien masih membutuhkan
kontrol dari perawat, karena nyeri bersifat krisis, sehingga dimungkinkan klien mengalami gejala
sisa pasca nyeri. Apabila klien mengalami episode nyeri berulang, maka respon akibat
((aftermath) dapat menjadi masalah kesehatan yang berat. Perawat berperan dalam membantu
memperoleh kontrol diri untuk meminimalkan rasa takut akan kemungkinan nyeri berulang.

3. KLASIFIKASI

Klasifikasi nyeri dibedakan menjadi :


1. Menurut Tempat Nyeri.

1. Periferal Pain. Periferal pain ini terbagi menjadi 3 yaitu nyeri permukaan (superfisial
pain), nyeri dalam (deep pain), nyeri alihan (reffered pain). Nyeri alihan ini maksudnya
adalah nyeri yang dirasakan pada area yang bukan merupakan sumber nyerinya.
2. Central Pain. Nyeri ini terjadi karena perangsangan pada susunan saraf pusat, spinal cord,
batang otak.
3. Psychogenic Pain. Nyeri ini dirasakan tanpa adanya penyebab organik, tetapi akibat dari
trauma psikologis.
4. Phantom Pain. Phantom Pain ini merupakan perasaan pada bagian tubuh yang sudah tak
ada lagi, contohnya pada amputasi. Phantom pain timbul akibat dari stimulasi dendrit
yang berat dibandingkan dengan stimulasi reseptor biasanya. Oleh karena itu, orang
tersebut akan merasa nyeri pada area yang telah diangkat.
5. Radiating Pain. Nyeri yang dirasakan pada sumbernya yang meluas ke jaringan sekitar.

2. Menurut Sifat Nyeri.

 Insidentil. Yaitu sifat nyeri yang timbul sewaktu-waktu dan kemudian menghilang.
 Steady. Yaitu sifat nyeri yang timbul menetap dan dirasakan dalam waktu yang lama.
 Paroxysmal. Yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali dan biasanya
menetap selama 10 – 15 menit, lalu menghilang dan kemudian timbul kembali.
 Intractable Pain. Yaitu sifat nyeri yang resisten dengan diobati atau dikurangi. Contoh
pada arthritis, pemberian analgetik narkotik merupakan kontraindikasi akibat dari
lamanya penyakit yang dapat mengakibatkan kecanduan.

3. Menurut Berat Ringannya Nyeri.

1. Nyeri Ringan yaitu nyeri yang berada dalam intensitas yang rendah.
2. Nyeri Sedang yaitu nyeri yang menimbulkan suatu reaksi fisiologis dan juga reaksi
psikologis.
3. Nyeri Berat yaitu nyeri yang berada dalam intensitas yang tinggi.

4. Menurut Waktu Serangan.

1. Nyeri Akut. Nyeri akut biasanya berlangsung singkat, misalnya nyeri pada fraktur. Klien
yang mengalami nyeri akut pada umumnya akan menunjukkan gejala-gejala antara lain :
respirasi meningkat, Denyut jantung dan Tekanan darah meningkat, dan pallor.
2. Nyeri Kronis. Nyeri kronis berkembang lebih lambat dan terjadi dalam waktu lebih lama
dan pada umumnya penderita sering sulit mengingat sejak kapan nyeri mulai dirasakan
4. PATOFISIOLOGI NYERI

Patofisiologi nyeri ini dapat digambarkan sebagai berikut :


Reseptor nyeri disebut nosiseptor. Nosiseptor mencakup ujung-ujung saraf bebas yang berespon
terhadap berbagai rangsangan termasuk tekanan mekanis, deformasi, suhu yang ekstrim, dan
berbagai bahan kimia. Pada rangsangan yang intensif, reseptor-reseptor lain misalnya badan
Pacini dan Meissner juga mengirim informasi yang dipersepsikan sebagai nyeri. Zat-zat kimia
yang memperparah nyeri antara lain adalah histamin, bradikini, serotonin, beberapa
prostaglandin, ion kalium, dan ion hydrogen. Masing-masing zat tersebut tertimbun di tempat
cedera, hipoksia, atau kematian sel. Nyeri cepat (fast pain) disalurkan ke korda spinalis oleh serat
A delta, nyeri lambat (slow pain) disalurkan ke korda spinalis oleh serat C lambat.

Serat-serat C tampak mengeluarkan neurotransmitter substansi P sewaktu bersinaps di korda


spinalis. Setelah di korda spinalis, sebagian besar serat nyeri bersinaps di neuron-neuron tanduk
dorsal dari segmen. Namun, sebagian serat berjalan ke atas atau ke bawah beberapa segmen di
korda spinalis sebelum bersinaps. Setelah mengaktifkan sel-sel di korda spinalis, informasi
mengenai rangsangan nyeri diikirim oleh satu dari dua jaras ke otak- traktus neospinotalamikus
atau traktus paleospinotalamikus (Corwin, 2000 : 225).

Informasi yang di bawa ke korda spinalis dalam serat-serat A delta di salurkan ke otak melalui
serat-serat traktus neospinotalamikus. Sebagian dari serat tersebut berakhir di reticular activating
system dan menyiagakan individu terhadap adanya nyeri, tetapi sebagian besar berjalan ke
thalamus. Dari thalamus, sinyal-sinyal dikirim ke korteks sensorik somatic tempat lokasi nyeri
ditentukan dengan pasti (Corwin, 2000 : 225).

Informasi yang dibawa ke korda spinalis oleh serat-serat C, dan sebagian oleh serat A delta,
disalurkan ke otak melalui serat-serat traktus paleospinotalamikus. Serat-serat ini berjalan ke
daerah reticular dibatang otak, dan ke daerah di mesensefalon yang disebut daerah grisea
periakuaduktus. Serat- serat paleospinotalamikus yang berjalan melalui daerah reticular berlanjut
untuk mengaktifkan hipotalamus dan system limbik. Nyeri yang di bawa dalam traktus
paleospinotalamik memiliki lokalisasi yang difus dan berperan menyebabkan distress emosi yang
berkaitan dengan nyeri (Corwin, 2000 : 225).

FISIOLOGIS NYERI

Banyak teori berusaha untuk menjelaskan dasar neurologis dari nyeri, meskipun tidak ada satu
teori yang menjelaskan secara sempurna bagaimana nyeri ditransmisikan atau diserap. Untuk
memudahkan memahami fisiologi nyeri, maka perlu mempelajari 3 (tiga) komponen fisiologis
berikut ini:

Resepsi : proses perjalanan nyeri


Persepsi : kesadaran seseorang terhadap nyeri
Reaksi : respon fisiologis & perilaku setelah mempersepsikan nyeri

1. RESEPSI
Stimulus (mekanik, termal, kimia) Pengeluaran histamin bradikinin, kalium Nosiseptor Impuls
syaraf Serabut syaraf perifer Kornu dorsalis medula spinalis Neurotransmiter (substansi P) Pusat
syaraf di otak Respon reflek protektif

Adanya stimulus yang mengenai tubuh (mekanik, termal, kimia) akan menyebabkan pelepasan
substansi kimia seperti histamin, bradikinin, kalium. Substansi tersebut menyebabkan nosiseptor
bereaksi, apabila nosiseptor mencapai ambang nyeri, maka akan timbul impuls syaraf yang akan
dibawa oleh serabut saraf perifer. Serabut syaraf perifer yang akan membawa impuls syaraf ada
dua jenis, yaitu serabut A-delta dan serabut C. impuls syaraf akan di bawa sepanjang serabut
syaraf sampai ke kornu dorsalis medulla spinalis. Impuls syaraf tersebut akan menyebabkan
kornu dorsalis melepaskan neurotrasmiter (substansi P). Substansi P ini menyebabkan transmisi
sinapis dari saraf perifer ke saraf traktus spinotalamus. Hal ini memungkinkan impuls syaraf
ditransmisikan lebih jauh ke dalam system saraf pusat. Setelah impuls syaraf sampai di otak, otak
mengolah impuls syaraf kemudian akan timbul respon reflek protektif.

Contoh:
Apabila tangan terkena setrika, maka akan merasakan sensasi terbakar, tangan juga melakukan
reflek dengan menarik tangan dari permukaan setrika.
Proses ini akan berjalan jika system saraf perifer dan medulla spinalis utuh atau berfungsi
normal. Ada beberapa factor yang menggangu proses resepsi nyeri, diantaranya sebagai berikut:

 Trauma
 Obat-obatan
 Pertumbuhan tumor
 Gangguan metabolic (penyakit diabetes mellitus)

Tipe serabut saraf perifer :


a. Serabut saraf A-delta :

 Merupakan serabut bermyelin


 Mengirimkan pesan secara cepat
 Menghantarkan sensasi yang tajam, jelas sumber dan lokasi nyerinya
 Reseptor berupa ujung-ujung saraf bebas di kulit dan struktur dalam seperti , otot tendon
dll
 Biasanya sering ada pada injury akut
 Diameternya besar

b. Serabut saraf C

 Tidak bermyelin
 Diameternya sangat kecil
 Lambat dalam menghantarkan impuls
 Lokasinya jarang, biasanya dipermukaan dan impulsnya bersifat persisten
 Menghantarkan sensasi berupa sentuhan, getaran, suhu hangat, dan tekanan halus
 Reseptor terletak distruktur permukaan.

NEUROREGULATOR Substansi yang memberikan efek pada transmisi stimulus saraf,


berperan penting pada pengalaman nyeri

 Substansi ini titemukan pada nocicepåtor yaitu pada akhir saraf dalam kornu dorsalis
medula spinalis dan pada tempat reseptor dalam saluran spinotalamik. Neuroregulator
ada dua macam yaitu neurotransmitter dan neuromodulator
 Neurotransmitter mengirimkan impuls elektrik melewati celah synaptik antara dua
serabut saraf. contoh: substansi P, serotonin, prostaglandin
 Neuromodulator memodifikasi aktivitas saraf dan mengatur transmisi stimulus saraf
tanpa mentrasfer secara langsung sinyal saraf yang melalui synaps.

Contoh: endorphin, bradikinin


Neuromodulator diyakini aktifitasnya secara tidak langsung bisa meningkatkan atau
menurunkan efek sebagian neurotransmitter

Teori gate control


Dikemukanan oleh Melzack dan wall pada tahun 1965

 Teori ini mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau bahkan dihambat oleh
mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat.
 Dalam teori ini dijelaskan bahwa Substansi gelatinosa (SG) yg ada pada bagian ujung
dorsal serabut saraf spinal cord mempunyai peran sebagai pintu gerbang (gating
Mechanism), mekanisme gate control ini dapat memodifikasi dan merubah sensasi nyeri
yang datang sebelum mereka sampai di korteks serebri dan menimbulkan nyeri.

Impuls nyeri bisa lewat jika pintu gerbang terbuka dan impuls akan di blok ketika pintu gerbang
tertutup
Menutupnya pintu gerbang merupakan dasar terapi mengatasi nyeri
Berdasarkan teori ini perawat bisa menggunakannya untuk memanage nyeri pasien
Neuromodulator bisa menutup pintu gerbang dengan cara menghambat pembentukan substansi
P.
Menurut teori ini, tindakan massase diyakini bisa menutup gerbang nyeri.

2. PERSEPSI
Fase ini merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri, pada saat individu menjadi sadar
akan nyeri, maka akan terjadi reaksi yang komplek. Persepsi menyadarkan individu dan
mengartikan nyeri itu sehingga kemudian individu dapat bereaksi. Proses persepsi secara
ringkas adalah sebagai berikut:

 Stimulus nyeri Medula spinalis Talamus Otak (area limbik) Reaksi emosi Pusat otak
Persepsi
 Stimulus nyeri ditransmisikan ke medula spinalis, naik ke talamus, selanjutnya serabut
mentrasmisikan nyeri ke seluruh bagian otak, termasuk area limbik. Area ini
mengandung sel-sel yang yang bisa mengontrol emosi (khususnya ansietas). Area limbik
yang akan berperan dalam memproses reaksi emosi terhadap nyeri. Setelah transmisi
syaraf berakhir di pusat otak, maka individu akan mempersepsikan nyeri.

REAKSI
Reaksi terhadap nyeri merupakan respon fisioligis dan perilaku yang terjadi setelah
mempersepsikan nyeri.
Nyeri dengan intensitas ringan hingga sedang dan nyeri yang superfisial menimbulkan reaksi
”flight atau fight”, yang merupakan sindrom adaptasi umum
Stimulasi pada cabang simpatis pada saraf otonom menghasilkan respon fisiologis, apabila nyeri
berlangsung terus menerus, maka sistem parasimpatis akan bereaksi
Secara ringkas proses reaksi adalah sebagai berikut:

 Impuls nyeri medula spinalis batang otak & talamus Sistem syaraf otonom Respon
fisiologis & perilaku
 Impuls nyeri ditransmisikan ke medula spinalis menutju ke batang otak dan talamus.
Sistem saraf otonom menjadi terstimulasi, saraf simpatis dan parasimpatis bereaksi, maka
akan timbul respon fisiologis dan akan muncul perilaku.

5. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RASA NYERI

1. Usia. Usia dalam hal ini merupakan variabel yang penting yang mempengaruhi nyeri
terutama pada anak dan orang dewasa (Potter & Perry (1993). Perbedaan perkembangan
yang ditemukan antara kedua kelompok umur ini dapat mempengaruhi bagaimana anak
dan orang dewasa bereaksi terhadap nyeri. Anak-anak kesulitan untuk memahami nyeri
dan beranggapan kalau apa yang dilakukan perawat dapat menyebabkan nyeri. Anak-
anak yang belum mempunyai kosakata yang banyak, mempunyai kesulitan
mendeskripsikan secara verbal dan mengekspresikan nyeri kepada orang tua atau
perawat. Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji
respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah
patologis dan mengalami kerusakan fungsi (Tamsuri, 2007).
2. Jenis Kelamin. Faktor jenis kelamin ini dalam hubungannya dengan faktor yang
mempengaruhi nyeri adalah bahwasannya laki-laki dan wanita tidak mempunyai
perbedaan secara signifikan mengenai respon mereka terhadap nyeri. Masih diragukan
bahwa jenis kelamin merupakan faktor yang berdiri sendiri dalam ekspresi nyeri.
Misalnya anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis dimana seorang wanita
dapat menangis dalam waktu yang sama. Penelitian yang dilakukan Burn, dkk. (1989)
dikutip dari Potter & Perry, 1993 mempelajari kebutuhan narkotik post operative pada
wanita lebih banyak dibandingkan dengan pria.
3. Budaya. Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri.
Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan
mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri (Calvillo & Flaskerud,
1991).Mengenali nilai-nilai budaya yang memiliki seseorang dan memahami mengapa
nilai-nilai ini berbeda dari nilai-nilai kebudayaan lainnya membantu untuk menghindari
mengevaluasi perilaku pasien berdasarkan harapan dan nilai budaya seseorang. Perawat
yang mengetahui perbedaan budaya akan mempunyai pemahaman yang lebih besar
tentang nyeri pasien dan akan lebih akurat dalam mengkaji nyeri dan respon-respon
perilaku terhadap nyeri juga efektif dalam menghilangkan nyeri pasien (Smeltzer& Bare,
2003).
4. Keluarga dan Support Sosial. Faktor lain yang juga mempengaruhi respon terhadap nyeri
adalah kehadiran dari orang terdekat. Orang-orang yang sedang dalam keadaan nyeri
sering bergantung pada keluarga untuk mensupport, membantu atau melindungi.
Ketidakhadiran keluarga atau teman terdekat mungkin akan membuat nyeri semakin
bertambah. Kehadiran orangtua merupakan hal khusus yang penting untuk anak-anak
dalam menghadapi nyeri (Potter & Perry, 1993).
5. Ansietas ( Cemas ). Meskipun pada umumnya diyakini bahwa ansietas akan
meningkatkan nyeri, mungkin tidak seluruhnya benar dalam semua keadaaan. Riset tidak
memperlihatkan suatu hubungan yang konsisten antara ansietas dan nyeri juga tidak
memperlihatkan bahwa pelatihan pengurangan stres praoperatif menurunkan nyeri saat
pascaoperatif. Namun, ansietas yang relevan atau berhubungan dengan nyeri dapat
meningkatkan persepsi pasien terhadap nyeri. Ansietas yang tidak berhubungan dengan
nyeri dapat mendistraksi pasien dan secara aktual dapat menurunkan persepsi nyeri.
Secara umum, cara yang efektif untuk menghilangkan nyeri adalah dengan mengarahkan
pengobatan nyeri ketimbang ansietas (Smeltzer & Bare, 2002).
6. Pola koping. Ketika seseorang mengalami nyeri dan menjalani perawatan di rumah sakit
adalah hal yang sangat tak tertahankan. Secara terus-menerus klien kehilangan kontrol
dan tidak mampu untuk mengontrol lingkungan termasuk nyeri. Klien sering menemukan
jalan untuk mengatasi efek nyeri baik fisik maupun psikologis. Penting untuk mengerti
sumber koping individu selama nyeri. Sumber-sumber koping ini seperti berkomunikasi
dengan keluarga, latihan dan bernyanyi dapat digunakan sebagai rencana untuk
mensupport klien dan menurunkan nyeri klien.
6. PENATALAKSANAAN NYERI

PENANGANAN NYERI
1. FARMAKOLOGIS

 SAID (Steroid Anti-Inflamasion Drugs)


Dua jenis utama SAID murni:
1. Agonis murni
2. Kombinasi agonis-integonis
 NSAID (Non Steroid Anti-Iflamasion Drugs)

1. NON FARMAKOLOGIS
Penanganan fisik meliputi:
 Message kulit
 Stimulasi Kontralateral
 Tens
 Pijat refleksi
 Plasebo
 Stimulisasi elektrik
 Akupuntur
 Distraksi
 Relaksasi
 Komunikasi terapeutik
 Hipnosis
 Biofeedback
2. Penanganan KOGNITIF
3. REGIONAL ANALGESIA
Perjalanan nyeri impuls melalui saraf dengan cara memberikan obat pada batang
saraf.Obat ini dilakukan dengan cara disuntikkan pada situs dimana saraf
terlindungi tulang
Terdiri atas 2 analgesia yaitu:
 Analgesia Lokal
 Analgesia Infiltrasi

MACAM SKALA NYERI

1. SKALA NUMERIS
2. SKALA DESKRIPTIF
3. SKALA ANALOG VISUAL
4. SKALA OUCHER
5. SKALA WAJAH

SKALA NUMERIS

SKALA DESKRIPTIF

SKALA ANALOG VISUAL

SKALA WAJAH

SKALA OUCHER

ASUHAN KEPERAWATAN
Asuhan keperawatan klien yang mengalami nyeri :
PENGKAJIAN
Pengkajian nyeri yang akurat penting untuk upaya penatalaksanaan nyeri yang efektif.
Nyeri merupakan pengalaman yang subjektif dan dirasakan secara berbeda pada masing-masing
individu, maka perawat perlu mengkaji semua factor yang mempengaruhi nyeri, seperti factor
psikologis, fisiologis, perilaku, emosional, dan sosiokultural. Pengkajian nyeri terdiri atas dua
komponen utama, yakni:
Asuhan keperawatan klien yang mengalami nyeri :
PENGKAJIAN
Riwayat nyeri untuk mendapatkan data dari klien
Observasi langsung pada respons perilaku dan fisiologis klien. Tujuan pengkajian adalah untuk
mendapatkan pemahaman objektif terhadap pengalaman subjektif.
HAL-HAL YANG PERLU DIKAJI
Karakteristik Nyeri (PQRST)

 P (Provokative) : faktor yg mempengaruhi gawat dan ringannya nyeri


 Q (quality):seperti apa-> tajam, tumpul, atau tersayat
 R (region) : daerah perjalanan nyeri
 S (severity/SKALA NYERI) : keparahan / intensitas nyeri
 T (time) : lama/waktu serangan atau frekuensi nyeri

Hal-hal yang perlu dikaji :

1. Lokasi
Untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik minta klien untuk menunjukkan area
nyerinya, bisa dengan bantuan gambar. Klien bisa menandai bagian tubuh yang
mengalami nyeri.
2. Intensitas nyeri
Penggunaan skala intensitas nyeri adalah metode yang mudah dan terpercaya untuk
menetukan intensitas nyeri pasien.
3. Kualitas nyeri
Terkadang nyeri bisa terasa seperti dipukul-pukul atau ditusuk-tusuk. Perawat perlu
mencatat kata-kata yang digunakan klien untuk menggambarkan nyerinya. Sebab
informasi berpengaruh besar pada diagnosis dan etiologi nyeri.
4. Pola
Pola nyeri meliputi waktu awitan, durasi, dan kekambuhan atau interval nyeri.
Karenanya, perawat perlu mengkaji kapan nyeri dimulai, berapa lama nyeri berlangsung,
apakah nyeri berulang, dan kapan nyeri terakhir muncul.
5. Faktor presipitasi
Terkadang, aktivitas tertentu dapat memicu munculnya nyeri sebagai contoh, aktivitas
fisik yang berat dapat menimbulkan nyeri dada. Selain itu, factor lingkungan (
lingkungan yang sangat dingin atau sangat panas), stressor fisik dan emosionaljuga dapat
memicu munculnya nyeri.

Kualitas nyeri

Terkadang nyeri bisa terasa seperti dipukul-pukul atau ditusuk-tusuk. Perawat perlu mencatat
kata-kata yang digunakan klien untuk menggambarkan nyerinya. Sebab informasi berpengaruh
besar pada diagnosis dan etiologi nyeri.

Pola
Pola nyeri meliputi waktu awitan, durasi, dan kekambuhan atau interval nyeri. Karenanya,
perawat perlu mengkaji kapan nyeri dimulai, berapa lama nyeri berlangsung, apakah nyeri
berulang, dan kapan nyeri terakhir muncul.

Gejala yang menyertai


Gejala ini meliputi mual, muntah, pusing, dan diare. Gejala tersebut dapat disebabkan awitan
nyeri atau oleh nyeri itu sendiri.

Pengaruh pada aktivitas sehari-hari


Dengan mengetahui sejauh mana nyeri mempengaruhi aktivitas harian klien akan membantu
perawat memahami perspektif klien tentang nyeri. Beberapa aspek kehidupan yang perlu dikaji
terkait nyeri adalah tidur, napsu makan, konsentrasi, pekerjaan, hubungan interpersonal,
hubungan pernikahan, aktivitas dirumah, aktivitas diwaktu senggang serta status emosional.
Sumber koping
Setiap individu memiliki strategi koping yang berbeda dalam menghadapi nyeri. Strategi tersebut
dapat dipengaruhi oleh pengalaman nyeri sebelumnya atau pengaruh agama atau budaya.

Respon afektif
Respon afektif klien terhadap nyeri bervariasi, bergantung pada situasi, derajat, dan durasi nyeri,
interpretasi tentang nyeri, dan banyak factor lainnya. Perawat perlu mengkaji adanya perasaan
ansietas, takut, lelah, depresi, atau perasaan gagal pada klien.

OBSERVASI RESPON PERILAKU DAN FISIOLOGIS

Respon non verbal yang bisa dijadikan indicator nyeri. Salah satu yang paling utama adalah
ekspresi wajah.
Perilaku seperti menutup mata rapat-rapat atau membukanya lebar-lebar, menggigiti bibir bagian
bawah, dan seringai wajah dapat mengindikasikan nyeri.

Selain ekspresi wajah, respon perilaku lain yang dapat menandakan nyeri adalah vokalisasi
(misalnya erangan, menangis, berteriak), imobilisasi bagian tubuh yang mengalami nyeri,
gerakan tubuh tanpa tujuan (misalnya menendang-nendang, membolak-balikan tubuh diatas
kasur), dll.

 Sedangkan respon fisiologis untuk nyeri bervariasi, bergantung pada sumber dan durasi
nyeri.
 Pada awal awitan nyeri akut, respon fisiologis dapat meliputi peningkatan tekanan darah,
nadi, dan pernafasan, diaphoresis, srta dilatasi pupil akibat terstimulasinya system saraf
simpatis.
 Akan tetapi, jika nyeri berlangsung lama, dan saraf simpatis telah beradaptasi, respon
fisiologis tersebut mungkin akan berkurang atau bahkan tidak ada. Karenanya, penting
bagi perawat untuk mengkaji lebih dari satu respon fisiolodis sebab bisa jadi respon
tersebut merupakan indicator yang buruk untuk nyeri.
PENETAPAN DIAGNOSIS
Menurut NANDA ( 2009-2011 ), diagnosis keperawatan untuk klien yang mengalami nyeri:

 Nyeri akut
 Nyeri kronis

Diagnosa
Nyeri akut b.d injuri fisik, pengurangan suplai darah, proses melahirkan
Nyeri kronik b.d proses keganasan§
Cemas b.d nyeri yang dirasakan§
Koping individu tidak efektif b.d nyeri kronik§
Kerusakan mobilitas fisik b.d nyeri muskuloskeletal§
Resiko injuri b.d kekurangan persepsi terhadap nyeri§
Perubahan pola tidur b.d low back pain§

o Perencanaan
Perawat mengembangkan perencanaan keperawatan dario diagnosa yang telah dibuat. Perawat
dan klien secara bersama-sama mendiskusikan harapan yang realistis dari tindakan mengatasi
nyeri, derajat pemulihan nyeri yang diharapkan, dan efek-efek yang harus diantisipasi pada gaya
hidup dan fungsi klien. Hasil akhir yang diharapkan dan tujuan keperawatan diseleksi
berdasarkan diagnosa keperawatan dan kondisi klien. Secara umum tujuan asuhan keperawatan
klien dengan nyeri adalah sebagai berikut:
Klien merasakan sehat dan nyaman§
Klien mempertahankan kemampuan untuk melakukan perawatan diri§
Klien mempertahankan fungsi fisik dan psikologis yang dimiliki saat ini§
Klien menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan nyeri§
Klien menggunakan terapi yang diberikan dengan aman di rumah§
Contoh rencana perawatan (Renpra):

Diagnosa
1.Nyeri akut b.d injuri fisik (pembedahan)
Kriteria hasil
Pain level, pain control dan comfort level dengan kriteria hasil:
Menggunakan skala nyeri untuk mengidentifikasi nyeri yang dirasakan§
Mendiskripsikan cara memanajemen nyeri§
Mengungkapkan kemampuan tidur dan istirahat§
Mendiskripsikan terapi nonfarmakologi untuk mengontrol nyeri§
TTV dalam batas normal§
Rencana tindakan
Manajemen nyeri:
Kaji nyeri yang dialami klien (meliputi PQRST)§
Observasi ketidaknyamanan nonverbal terhadap nyeri§
Kaji pengalaman masa lalu klien terhadap nyeri§
Ciptakan lingkungan yang nyaman untuk klien§
Kolaborasi pemberian analgetik§
Ajarkan tehnik nonfarmakologi untuk mengatasi nyeri§
Dst (lihat lebih lengkap di NIC)§

o Intervensi
Manajemen nyeri terdiri dari:
a.Farmakologis (kolaborasi)-------penggunaan analgetik
Mengganggu penerimaan/stimuli nyeri dan interpretasinya dengan menekan fungsi talamus &
kortek serebri.
b. Non farmakologi (mandiri)
Sentuhan terapeutik§
Teori ini mengatakan bahwa individu yang sehat mempunyai keseimbangan energi antara tubuh
dengan lingku;ngan luar. Orang sakit berarti ada ketidakseimbangan energi, dengan memberikan
sentuhan pada klien, diharapkan ada transfer energi dari perawat ke klien.
Akupresur§
Pemberian penekanan pada pusat-pusat nyeri
Guided imagery§
Meminta klien berimajinasi membayangkan hal-hal yang menyenangkan, tindakan ini
memerlukan suasana dan ruangan yang tenang serta konsentrasi dari klien. Apabila klien
mengalami kegelisahan, tindakan harus dihentikan. Tindakan ini dilakukan pada saat klien
merasa nyaman dan tidak sedang nyeri akut.
Distraksi§
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, efektif untuk nyeri ringan sampai sedang. Distraksi visual
(melihat TV atau pertandingan bola), distraksi audio (mendengar musik), distraksi sentuhan
(massase, memegang mainan), distraksi intelektual (merangkai puzzle, main catur)
Anticipatory guidence§
Memodifikasi secara langsung cemas yang berhubungan dengan nyeri. Contoh tindakan:
sebelum klien menjalani prosedur pembedahan, perawat memberikan penjelasan/informasi pada
klien tentang pembedahan, dengan begitu klien sudah punya gambaran dan akan lebih siap
menghadapi nyeri.
Hipnotis§
Membantu mengubah persepsi nyeri melalui pengaruh sugesti positif.
Biofeedback§
Terapi perilaku yang dilakukan dengan memberikan individu informasi tentang respon nyeri
fisiologis dan cara untuk melatih kontrol volunter terhadap respon tersebut. Terapi ini efektif
untuk mengatasi ketegangan otot dan migren, dengan cara memasang elektroda pada pelipis.
Stimulasi§ kutaneus Cara kerja dari sistem ini masih belum jelas, salah satu pemikiran adalah
cara ini bisa melepaskan endorfin, sehingga bisa memblok stimulasi nyeri. Bisa dilakukan
dengan massase, mandi air hangat, kompres dengan kantong es dan stimulasi saraf elektrik
transkutan (TENS/ transcutaneus electrical nerve stimulation). TENS merupakan stimulasi pada
kulit dengan menggunakan arus listrik ringan yang dihantarkan melalui elektroda luar.

Peran perawat dalam mengatasi nyeri:

 Mengidentifikasi penyebab nyeri


 Kolaborasi dengan tim kes lain untuk pengobatan nyeri
 Memberikan intervensi pereda nyeri
 Mengevaluasi efektivitas pereda nyeri
 Bertindak sebagai advokat jika pereda nyeri tidak efektif
 Sebagai pendidik keluarga§ & pasien tentang manajemen nyeri

Anda mungkin juga menyukai