Anda di halaman 1dari 12

SERAPAN HARA DAN EFISIENSI PEMUPUKAN PHOSFAT SERTA

PERTUMBUHAN PADI VARIETAS LOKAL

Nutrient Uptake and Efficiency Fertilizing to Growth Variety Local of Rice

Bustami1), Sufardi2), Bakhtiar3)

1)
Fakultas Pertanian Universitas Jabal Gafur, Sigli. E-mail: bustami.09@gmail.com
2&3)
Fakultas Pertanian Unsyiah, Jl. Tgk. Hasan Krueng kalee No. 3 Darussalam, Banda Aceh 23111

Naskah diterima 16 Juni 2012, disetujui 16 Juli 2012

Abstract: The study was aimed to determine effects of phosphate fertilizer dosage and varieties on growth,
nutrient uptake and fertilizing efficiency of landrace paddy. The research was conducted in Village Aneuk Glee,
Indrapuri Sub District, Aceh Besar District. Analysis of phosphorus uptake of rice plants was performed at
Laboratory of Soil Research Institute, Bogor. Experiment was arranged in a split plot design with three
replications. Factor of phosphorus fertilizer dosage, consisting of three levels (0 kg/ha, 50 kg/ha and 100 kg/ha)
was set as main plot and variety (50 varieties) as subplot. Variables observed were plant height, number of
tillers, wet weight biomass, dry weight biomass and fertilizing efficiency. Results showed that phosphorus
fertilizer dosage exerted highly significant effects on plant height, number of tillers at 20, 23 and 26 days after
transplanting, dry weight biomass, nutrient uptake and fertilizing efficiency and exerted significant effects on
number of tillers at 14 days after transplanting and wet weight biomass. Variety exerted highly significant effects
on plant height, number of tillers, wet weight biomass and dry weight biomass. There were no significant
interactions between phosphorus fertilizer dosage and variety on all the observed variables.

Abstrak: Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui pengaruh dosis pupuk fosfat dan varietas terhadap
pertumbuhan, serapan hara dan efisiensi pemupukan tanaman padi lokal. Pelaksanaan penelitian lapangan
dilakukan di Desa Aneuk Glee Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar dan analisis serapan fosfor tanaman
dilaksanakan di Laboratorium Balai Penelitian Tanah, Bogor. Menggunakan rancangan percobaan petak terpisah
(split plot design) dengan tiga ulangan. Perlakuan terdiri atas dosis pemupukan phosfat sebagai petak utama dan
varietas (50 varietas) sebagai anak petak. Pengamatan dilakukan terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan,
serapan hara dan efisiensi pemupukan. Hasil penelitian menunjukkan dosis pupuk fosfat berpengaruh sangat
nyata terhadap tinggi tanaman pada semua umur pengamatan, jumlah anakan umur 20, 23 dan 26 hari setelah
tanam (HST), berat berangkasan kering, serapan hara dan efisiensi pemupukan serta berpengaruh nyata terhadap
jumlah anakan umur 14 HST dan berat berangkasan basah. Varietas berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi
tanaman, jumlah anakan, berat berangkasan basah, dan berat berangkasan kering. Tidak terdapat interaksi yang
nyata antara dosis pupuk fosfat dan varietas terhadap terhadap semua peubah yang diamati.

Kata kunci: varietas lokal, serapan hara, efisiensi pemupukan, serapan fosfor

PENDAHULUAN tanah dinilai berdasarkan ketersediaan unsur hara


di dalam tanah, baik hara makro maupun hara
Padi (Oryza sativa L.) adalah salah satu mikro secara berkecukupan dan berimbang.
tanaman budidaya terpenting dalam peradaban Pemberian pupuk ke dalam tanah akan menambah
manusia dan merupakan sumber karbohidrat utama satu atau lebih unsur hara tanah dan ini akan
bagi mayoritas penduduk dunia. Adiratma (2004) mengubah keseimbangan hara lainnya (Silalahi et
menyebutkan secara nasional produksi padi al., 2006). Hara nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium
Indonesia tergolong masih rendah yaitu 4,7 ton/ha (K) merupakan unsur utama yang dibutuhkan
dibandingkan dengan negara lain seperti Cina dan untuk pertumbuhan tanaman padi. Unsur P
India dengan rata-rata produksinya mencapai 6-7 merupakan unsur hara makro yang diperlukan oleh
ton/ha. tanaman, yang berperan penting dalam berbagai
Pemupukan merupakan salah satu kegiatan proses kehidupan seperti fotosintesis, respirasi,
yang penting dalam budidaya untuk meningkatkan transfer dan penyimpanan energi, pembelahan dan
produktivitas tanaman. Pemberian pupuk kedalam pembesaran sel, dan metabolisme karbohidrat
tanah bertujuan untuk menambah atau dalam tanaman (Salisbury dan Ross, 1995).
mempertahankan kesuburan tanah, kesuburan Ditambahkan oleh Taiz dan Zeiger (2002) fosfor

159 Bustami, Sufardi dan Bachtiar. Serapan Hara dan Efisiensi Pemupukan Phosfat serta Pertumbuhan Padi Varietas Lokal
juga berperan sebagai penyusun metabolit dan dilaksanakan di Laboratorium Analisis Tanah dan
senyawa komplek sebagai aktivator dan kofaktor Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Syiah
atau penyusun enzim. Kuala, Darussalam Banda Aceh, sedangkan
Selain pemupukan, faktor varietas merupakan analisis tanah akhir dan serapan hara P tanaman
kendala pokok dalam upaya peningkatan produksi dilakukan di Laboratorium Balai Besar
padi. Ada berbagai jenis sumber benih yang sering Sumberdaya Lahan, Bogor, Jawa Barat.
ditanam oleh petani yaitu varietas lokal dan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian
sebahagian besar varietas unggul. Keberadaan ini adalah padi varietas lokal sebanyak 50 varietas
varietas lokal saat ini kurang diperhitungkan yang diperoleh dari Laboratorium Pemuliaan
karena memiliki penampilan populasi yang Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Syiah
beragam seperti bentuk, warna gabah, umur panen Kuala. Benih ini merupakan koleksi dari berbagai
yang relatif lama, dan tinggi tanaman. Padahal, daerah di Aceh dan Sumatera Utara. Sebagai
varietas lokal memiliki adaptasi kesesuaian yang pupuk dasar untuk pembibitan digunakan Urea
tinggi terhadap daerah tertentu. Penggunaan (45% N), KCl (60% K2O) dan NPK Phonska (15-
varietas lokal berkontribusi besar dalam 15-15). Untuk mencegah gejala serangan hama
mendukung pertanian organik salah satunya lebih digunakan insektisida Furadan 2,5 G dan
efisien dalam hal pemupukan. Walaupun dari segi Rodentisida Ractis. Sebagai sumber fosfor untuk
produksi padi varietas lokal masih rendah yaitu perlakuan digunakan pupuk SP-36.
berkisar antara 2-3 ton/ha dibandingkan dengan Rancangan percobaan yang digunakan adalah
varietas unggul (Sidauruk dan Hartati, 2010). Rancangan Petak Terpisah (Split Plot Design)
Keunggulan varietas lokal yang tidak dimiliki dengan 3 ulangan. Sebagai petak utama digunakan
oleh varietas unggul yaitu mempunyai sifat genetik dosis pemupukan fosfor sedangkan anak petak
yang tahan terhadap kondisi cekaman biotik berupa adalah varietas. Faktor dosis pemupukan fosfor (P)
hama dan penyakit tanaman atau kondisi abiotik terdiri atas 3 taraf, faktor varietas (V) terdiri atas
berupa kondisi cuaca yang tidak menguntungkan 50 taraf. Dari kedua faktor tersebut, diperoleh 150
atau tanah keracunan Besi (Fe) dan Aluminium kombinasi perlakuan dan setiap kombinasi
(Al) (Daradjat, Susanto dan Suprihatno, 2003). perlakuan diulang 3 (tiga) kali, sehingga ada 450
Berkaitan dengan hal tersebut, varietas lokal perlu satuan percobaan.
dipertahankan dan dilestarikan sebagai kekayaan
dan aset plasma nutfah daerah, sekaligus sumber Pelaksanaan Penelitian
keragaman genetik.
Penggunaan varietas yang efisien penggunaan Analisis Awal Contoh Tanah
pupuk P merupakan salah satu strategi yang dapat
menjamin produksi padi secara berkelanjutan. Pengambilan tanah dilakukan secara komposit
Badan Litbang Pertanian telah banyak dari 3 titik sampel yang diambil secara diagonal
menghasilkan varietas unggul berdaya hasil tinggi. pada kedalaman 0-20 cm dengan menggunakan
Sumbangan varietas unggul dalam peningkatan bor. Analisis contoh tanah awal dilakukan dua
produksi padi, intensifikasi terlalu terfokus pada minggu sebelum dilakukan percobaan dengan
tingginya penggunaan input dan kurangnya tujuan untuk mengetahui keadaan unsur hara
perhatian terhadap pelestarian sumberdaya alam. sebelum dilakukan percobaan juga dijadikan
Varietas tersebut umumnya tidak efisien P karena sebagai rekomendasi pemupukan pada perlakuan.
dirakit pada kondisi P optimum. Jika varietas Sifat-sifat tanah dan metode yang dipakai dalam
ditanam pada kondisi P rendah maka hasilnya analisis tanah disajikan dalam Tabel 1.
menurun drastis (Bobihoe, 2009). Sementara di Pengolahan tanah dilakukan secara sempurna
Aceh masih banyak dijumpai varietas lokal yang dengan menggunakan traktor tangan (hand tractor)
diperkirakan memiliki sifat efisien pemupukan P sebanyak dua kali. Setelah pengolahan tahap
karena dibudidayakan pada kondisi P rendah atau pertama, tanah digenangi selama 2 minggu,
tidak dipupuk sama sekali. pengolahan tanah tahap kedua dilakukan dua
minggu setelah pengolahan pertama. Setelah
METODOLOGI pengolahan tanah kedua kemudian dilakukan
pelumpuran dan perataan tanah secara manual. Plot
Penelitian ini dilaksanakan pada lahan sawah Percobaan dibuat dengan ukuran 1 m x 10 m
beririgasi teknis di Desa Aneuk Gle Kecamatan sebanyak 9 plot dan dibuat pematang sebagai
Indrapuri Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh pemisah plot.
dengan ketinggian tempat 10 m di atas permukaan Penanaman dilakukan pada saat bibit berumur
laut. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei 18 hari setelah semai. Penanaman bibit pada plot
sampai dengan Agustus 2011. Analisis tanah awal mengikuti barisan sepanjang 10 m dan lebar 1 m

Jurnal Manajemen Sumberdaya Lahan. Volume 1, Nomor 2, Desember 2012: hal. 159-170 160
dengan jarak tanam 20 x 20 cm, sebanyak dua bibit sebanyak 450 sampel. Kandungan P dalam
per lubang tanam (enam rumpun per baris). Bibit jaringan tanaman ditentukan dengan menggunakan
yang mati disulam setelah berumur 1 minggu metode destruksi basah yaitu dengan cara
setelah tanam. mendestruksi 1 g jaringan tanaman dalam asam
nitrat (HNO3) dan hipoklorat pekat (HClO4) dan
Tabel 1. Sifat-sifat kimia tanah dan meotode yang pemanasan sampai diperoleh larutan (ekstrak)
digunakan dalam analisis. jernih. Pengukuran kadar P dalam larutan destruksi
dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer,
N Aspek Analisis Metode Analisis yaitu mengukur absorban ekstrak ditambah
o Kimia Tanah pereaksi amonium molibdatvanadat pada panjang
1 pH (H2O) Elektrometrik gelombang 420 µm (Balittan, 2005).
2 C-Organik (%) Walkley dan Black Serapan P diduga dengan cara mengalikan
3 N-Total Kjeldahl konsentrasi P dengan produksi bobot kering per
4 P-Tersedia Bray II rumpun.
(ppm) Efisiensi serapan merupakan nisbah antara hara
5 P-Total Ekstraksi HCl 25% yang dapat diserap tanaman dengan hara yang
6 K-Tersedia Ekstrak 1 N NH4Oac diberikan. Untuk menentukan efisiensi serapan
( pH7,0) yaitu dengan cara menghitung jumlah hara P yang
Sumber : Laboratorium penelitian Tanah dan Tanaman, diserap per unit hara P yang ditambahkan
Fakultas Pertanian Unsyiah (2010) (Syafruddin, 2004).

Pengamatan mg P jaringan
ES = mg P yang ditambahkan
Adapun peubah yang diamati dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut : Analisis Data
Tinggi tanaman diamati pada umur 14, 21, 28,
35, 42, 49 dan 56 hari setelah tanam (HST). Tinggi Semua data dianalisis dengan uji F, apabila uji
tanaman diukur dari permukaan tanah sampai F menunjukkan pengaruh yang nyata maka
ujung daun tertinggi menggunakan meteran dalam dilanjutkan dengan uji BNT (Beda Nyata Terkecil)
satuan cm. Pengamatan tinggi tanaman dilakukan pada level 5%. Uji lanjut BNT hanya digunakan
terhadap dua rumpun ditengah-tengah barisan untuk pengujian pengaruh dosis pemupukan fosfor.
untuk setiap varietas pada setiap taraf perlakuan 2 𝐾𝑇𝑔
BNT0,05 = t0,05 (dbg) √
pemupukan P. 𝑟
Jumlah anakan diamati mulai umur 14 HST Keterangan :
yang dihitung setiap 3 hari sekali. Anakan dihitung dbg = derajat bebas galat
adalah yang mempunyai minimal dua daun yang KTg = Kuadrat tengah galat
telah berkembang sempurna. r = Ulangan
Bobot berangkasan basah ditimbang pada saat Analisis kluster digunakan untuk
dilakukan pemanenan tajuk tanaman yaitu pada pengelompokan pengaruh varietas. Sebelum
saat tanaman berumur 70 HST. Tajuk tanaman dilakukan analisis kluster, data tinggi tanaman dan
yang sudah dipotong kemudian ditimbang jumlah anakan pada semua umur pengamatan
menggunakan timbangan analitik dalam satuan terlebih dahulu dilakukan transformasi atau
gram. standarisasi data ke dalam bentuk z score. Data
Pada saat tanaman berumur 70 HST, dilakukan setiap peubah yang telah diperoleh dianalisis
pemanenan tajuk tanaman. Tajuk dipanen dengan dengan menggunakan Program SPSS versi 16.
cara memotong tepat pada leher akar kemudian Pengolahan data untuk mengetahui tingkat
dimasukkan ke dalam kantong kertas yang berbeda kekerabatan antar varietas padi dapat
sesuai dengan kode perlakuan dan dikering menggunakan Hierarchical Cluster Analysis
ovenkan pada suhu 75oC sampai berat konstan Metode Average Linkage (Between Groups) yang
selama 48 jam. Kemudian ditimbang bobot kering outputnya berupa dendogram. Analisis kluster
tajuk menggunakan timbangan dalam satuan gram. merupakan salah satu alat analisis yang berguna
Kandungan P tanaman dianalisis di sebagai pengelompok data. Pengelompokan data
laboratorium. Sampel tanaman yang diambil keragaman ini dilakukan dengan jalan
adalah seluruh bagian tanaman bagian atas (top) mengelompokkan varietas-varietas berdasarkan
pada masa akhir vegetatif yaitu umur 70 HST

161 Bustami, Sufardi dan Bachtiar. Serapan Hara dan Efisiensi Pemupukan Phosfat serta Pertumbuhan Padi Varietas Lokal
kesamaan karakteristik tertentu pada pengamatan- Hasil pengamatan terhadap tinggi tanaman padi
pengamatan yang diteliti. berdasarkan uji F menunjukkan bahwa varietas (V)
Varietas pada dendogram dikelompokkan berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman
berdasarkan jarak dari satu kluster dengan kluster umur 14, 21, 28, 35, 42, 49 dan 56 HST. Dosis
lain yang menunjukkan tingginya perbedaan kelas pupuk fosfat (P) berpengaruh sangat nyata
tersebut dengan kelas yang lain. Varietas yang terhadap tinggi tanaman umur 14, 21, 28, 35, 42,
mirip akan berada dalam kelompok yang sama dan 49 dan 56 HST. Tidak terdapat interaksi yang
varietas dengan data observasi yang jauh akan nyata antara varietas dan dosis pupuk fosfat
berada dalam kelompok yang berbeda. Skala yang terhadap semua peubah yang diamati. Rata-rata
ditunjukkan pada dendogram menunjukkan tinggi tanaman padi umur 14, 21, 28, 35, 42, 49
semakin kecil skala, semakin dekat tingkat dan 56 HST akibat pengaruh dosis pupuk fosfat
kemiripan varietas yang dianalisis (Ariyanto, disajikan pada Tabel 3.
2005). Tabel 3 menunjukkan bahwa tinggi tanaman
padi pada dosis pupuk fosfat 50 kg ha-1 berbeda
nyata dengan tinggi tanaman pada perlakuan 0 kg
HASIL DAN PEMBAHASAN
ha-1 dan 100 kg ha-1. Rata-rata tanaman tertinggi
pada setiap tahapan pengamatan adalah 38,66 cm,
Hasil analisis sampel tanah pada lokasi
48,96 cm, 62,97 cm, 69,89 cm, 79,01 cm , 85,15
penelitian disajikan pada Tabel 2. Tabel 2
cm, dan 94,10 cm pada 56 HST.
menunjukkan bahwa tingkat kesuburan tanah di
lokasi penelitian sangat rendah. Hal ini terlihat dari Tabel 3. Rata-rata tinggi tanaman padi pada setiap
hasil analisis sifat kimia tanah yang diuji yaitu,
umur pengamatan akibat pengaruh dosis
kandungan C-organik yang rendah, N total sangat pupuk fosfat.
rendah dan P tersedia dalam kondisi rendah.
Hasil analisis sampel tanah yang diambil dari
Dosis Pupuk Fosfat
lokasi penelitian. Kandungan P tersedia (Bray II) Umur
(kg/ha)
pada lokasi penelitian tergolong rendah. (HST)
0 50 100
Berdasarkan hasil analisis tanah tersebut maka
dosis pupuk fosfat berdasarkan acuan umum .....cm....
pemupukan fosfor pada tanaman padi sawah 14 36,76b 38,66c 35,15a
adalah 100 kg/ha (Abdulrachman et al., 2008). 21 46,12b 48,96c 45,92a
28 57,88b 62,97c 55,40a
Tabel 2. Hasil analisis contoh tanah sebelum 35 63,74b 69,89c 62,29a
penelitian 42 72,16b 79,01c 71,90a
49 77,29a 85,15c 78,41b
Jenis Metode 56 90,25b 94,10c 89,67a
Nilai Kriteria* Ket: Angka pada baris yang sama diikuti huruf yang sama
Analisis analisis
Faksi Pipet Lempung menunjukkan berbeda tidak nyata berdasarkan uji BNT
 Pasir (%) hydrometer 10 Liat  0,05
 Debu (%) 55 Berdebu
 Liat (%) 35 Pengaruh pemupukan fosfor terhadap tinggi
pH Elektrometer tanaman semakin meningkat dengan bertambahnya
 H2O 6,91 Netral
jumlah pupuk yang diberikan hanya sampai
 KCl 5,35 Agak asam
C Organik Walkley & 1,10 Rendah
pemupukan 50 kg ha-1. Hal ini diduga pemberian
(%) Black pupuk P yang terlalu tinggi dapat menekan
N Total Kjeldahl 0,09 Sangat pertumbuhan tanaman. Hal ini sesuai dengan
rendah pendapat Sarief (1986) kelebihan dalam aplikasi
P Tersedia Bray II 7,18 Rendah
pupuk akan berakibat pada pertumbuhan tanaman,
(ppm)
K (me/100g) NH4OAc pH 7 0,30 Rendah bahkan unsur hara yang dikandung oleh pupuk
Na (me/100g) NH4OAc pH 7 0,56 Rendah tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Apabila
Ca (me/100g) NH4OAc pH 7 6,15 Sedang kadar P berlebihan, maka serapan unsur lain di
Mg NH4OAc pH 7 0,55 Tinggi dalam tanah akan terganggu sehingga akan
(me/100g)
H (me/100g) KCl pH 7 0,06 Sedang
menghambat pertumbuhan tinggi tanaman.
Al (me/100g) KCl pH 7 Tidak Tidak Pemakaian unsur hara secara berlebihan, akan
terukur terukur terjadi penimbunan unsur hara tersebut di vakuola.
KTK NH4OAc pH 7 30,80 Tinggi Tinggi tanaman pada berbagai varietas dianalisis
(me/100g)
dengan uji kluster dalam bentuk dendogram pada
KB (%) NH4OAc pH 7 25,00 Rendah
*) Berdasarkan Pusat Penelitian Tanah. 1995 tingkat kemiripan 10% dapat dikelompokkan

Jurnal Manajemen Sumberdaya Lahan. Volume 1, Nomor 2, Desember 2012: hal. 159-170 162
menjadi 5 (lima) kelompok sebagaimana disajikan pengaruh gen sd sehingga ruasnya lebih pendek
pada Gambar 1. (Ito et al., 2002).
Gambar 1 menunjukkan hasil analisis kluster Perbedaan susunan genetik merupakan salah
pengelompokkan varietas berdasarkan tinggi satu faktor penyebab keragaman penampilan
tanaman terbagi dalam 5 kelompok. Kelompok I tanaman dalam hal ini tinggi tanaman. Hal ini
terdapat 21 varietas yang tergolong kedalam sesuai dengan pendapat Mildaerizanti, (2008)
kelompok tinggi tanaman kategori rendah, bahwa perbedaan tinggi tanaman lebih ditentukan
sedangkan kelompok II terdapat 5 varietas yang oleh faktor genetik. Disamping dipengaruhi oleh
tergolong katagori sedang. Kelompok III hanya 1 faktor genetik, juga dipengaruhi oleh kondisi
varietas termasuk dalam kategori agak tinggi, lingkungan tumbuh tanaman. Apabila lingkungan
sedangkan kelompok IV dan V tergolong kategori tumbuh sesuai bagi pertumbuhan tanaman maka
tinggi. Adapun perbedaan tinggi tanaman antar dapat meningkatkan produksi tanaman. Keadaan
kelompok disebabkan karena adanya respon lingkungan yang bervariasi dari suatu tempat ke
varietas berbeda-beda. Selain itu juga kelompok tempat lain dan kebutuhan tanaman akan keadaan
varietas yang tinggi memiliki ruas-ruas yang lingkungan yang khusus akan mengakibatkan
panjang karena tidak mengandung gen sd (semi keragaman pertumbuhan tanaman. Selanjutnya
dwarf) sehingga tanaman lebih tinggi Vaughan (1994) menambahkan bahwa karakter
dibandingkan varietas pada kelompok lain. tinggi tanaman sangat dipengaruhi oleh faktor
Kelompok varietas yang rendah diduga karena lingkungan.

Gambar 1. Pengelompokan varietas padi lokal Aceh berdasarkan tinggi tanaman

163 Bustami, Sufardi dan Bachtiar. Serapan Hara dan Efisiensi Pemupukan Phosfat serta Pertumbuhan Padi Varietas Lokal
Jumlah Anakan Fosfor yang diabsorbsi tanaman akan
didistribusikan ke bagian sel hidup terutama pada
Hasil uji F pada analisis ragam menunjukkan bagian reproduktif tanaman, seperti merangsang
bahwa varietas berpengaruh sangat nyata terhadap perkembangan anakan, jumlah gabah per malai
jumlah anakan umur 14, 17, 20, 23, 26, 29, 32, 35 yang lebih banyak, pembungaan dan pembentukan
dan 38 HST. Dosis pupuk fosfat berpengaruh biji (Sarief, 1986). Selanjutnya ditambahkan
sangat nyata terhadap jumlah anakan umur 20, 23 bahwa pertumbuhan dan produksi tanaman akan
dan 26 HST, berpengaruh nyata terhadap umur 14 mencapai optimum apabila faktor penunjang
HST serta tidak berpengaruh nyata terhadap umur mendukung pertumbuhan tersebut berada dalam
17, 29, 32 dan 35 HST. Tidak terdapat interaksi keadaan optimal, unsur-unsur yang seimbang,
antara varietas dan dosis pupuk fosfat terhadap dosis pupuk yang tepat serta nutrisi yang
jumlah anakan. Rata-rata jumlah anakan pada dibutuhkan tersedia bagi tanaman. Pemberian
umur 14, 17, 20, 23, 26, 29, 32, 35 dan 38 HST pupuk yang sesuai dengan dosis dan kebutuhan
akibat pengaruh dosis pupuk fosfat disajikan pada dapat meningkatkan hasil, sebaliknya pemberian
Tabel 4. yang berlebihan akan menurunkan hasil tanaman.
Jumlah anakan pada berbagai varietas dianalisis
Tabel 4. Rata-rata jumlah anakan padi akibat dengan uji kluster dalam bentuk dendogram pada
pengaruh dosis pupuk fosfat. tingkat kemiripan 10% dapat dikelompokkan
menjadi 2 (dua) kelompok. Pengelompokan
Dosis Pupuk Fosfat varietas akibat perlakuan pemupukan fosfor
Umur (Kg/ha) berdasarkan jumlah anakan disajikan pada Gambar
(HST) 2.
0 50 100
………… cm …………. Gambar 2 menunjukkan bahwa berdasarkan
14 4,38b 4,42c 4,02a tingkat kemiripan 10% terhadap banyaknya anakan
20 6,60a 7,66c 6,82b , maka terdapat 2 kelompok varietas. Kelompok I
23 7,76a 9,05c 7,87b terdapat 35 varietas dan kelompok II terdapat 15
26 8,67b 10,24c 8,53b varietas. Varietas pada kelompok I merupakan
Ket: Angka pada baris yang sama diikuti huruf yang sama varietas yang memiliki jumlah anakan banyak
menunjukkan berbeda tidak nyata berdasarkan uji BNT yaitu dengan rata-rata 29 anakan sedangkan
 0,05 kelompok II memiliki jumlah anakan yang sedikit
dengan rata-rata anakan 14 anakan. Padi yang
Tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah anakan tergolong indica memiliki jumlah anakan dengan
tertinggi akibat pemupukan fosfor umur 14, 20, 23 kriteria banyak yaitu 6 sampai dengan 29,
dan 26 HST dijumpai pada dosis pupuk fosfat 50 sedangkan yang tergolong dalam japonica
kg ha-1 yaitu 4,42 anakan, 6,33 anakan, 7,66 memiliki jumlah anakan dengan kriteria sedikit
anakan, 9,05 anakan dan 10,24 anakan. Jumlah yaitu 6 sampai 16 anakan (Grubben dan
anakan padi terendah dijumpai pada perlakuan Partohardjono, 1996).
tanpa pemupukan. Selanjutnya pada umur 29, 32, Jumlah anakan yang banyak diharapkan dapat
35 dan 38 pemupukan fosfor tidak berpengaruh menghasilkan malai yang banyak pula, namun jika
nyata terhadap jumlah anakan. jumlah anakan tersebut terlalu banyak dan batang
Jumlah anakan semakin meningkat dengan terlalu tinggi menyebabkan tanaman mudah rebah.
bertambahnya jumlah pupuk yang diberikan yaitu Selain itu anakan yang terlalu banyak tanpa asupan
pemupukan 0 kg ha-1 hingga pemupukan 50 kg ha- hara yang optimal akan menyebabkan banyak bulir
1
, tetapi rata-rata jumlah anakan menurun pada hampa sehingga produksi menjadi rendah.
pemupukan 100 kg ha-1, diduga akibat jumlah Kegiatan pemuliaan bertujuan menghasilkan
pemupukan 100 kg ha-1 yang terlalu tinggi tanaman padi yang memiliki jumlah anakan sedikit
sehingga mengurangi proses pergerakan siklus sampai sedang namun semuanya produktif agar
makanan yang dapat menekan pertumbuhan fotosintat dapat diarahkan untuk pembentukan
anakan. gabah bernas yang dapat meningkatkan produksi.
Hal ini sesuai dengan pendapat Masdar et al. Selanjutnya Khush et al. (1997) menyatakan
(2006), bahwa meningkatnya jumlah anakan juga bahwa anakan yang cukup dan semuanya produktif
dipengaruhi oleh faktor pemberian pupuk yang bertujuan untuk efisiensi fotosintas yang
sesuai sehingga membantu proses pergerakan dihasilkan. Jumlah bulir per satuan luas dapat
siklus makanan bagi pertumbuhan anakan, ditingkatkan dengan cara menaikkan jumlah bulir
sebaliknya pemberian yang berlebihan dapat per malai sehingga hal tersebut dapat
menekan pertumbuhan jumlah anakan. mengkompensasikan pengurangan anakan.

Jurnal Manajemen Sumberdaya Lahan. Volume 1, Nomor 2, Desember 2012: hal. 159-170 164
Gambar 2. Pengelompokan varietas padi lokal berdasarkan jumlah anakan

Berat Berangkasan Basah yaitu 177,02 g berbeda nyata dengan perlakuan


dosis pupuk fosfat 0 kg ha-1 dengan nilai berat
Hasil uji F pada analisis ragam menujukkan berangkasan basah yaitu 174,34 g dan 100 kg ha-1
bahwa varietas berpengaruh sangat nyata terhadap yang menghasilkan nilai berat berangkasan basah
berat berangkasan basah tanaman padi, sedangkan yaitu 158,22 g.
dosis pupuk fosfat berpengaruh nyata terhadap Pertumbuhan vegetatif tanaman dipengaruhi
berat berangksan basah. Tidak terdapat interaksi oleh kegiatan fisiologis tanaman yang akan
antara dosis pupuk fosfat dan varietas terhadap mendorong perpanjangan dan perbesaran sel.
berat berangkasan basah. Rata-rata berat Kegiatan fisiologis tanaman yang terkait dengan
berangkasan basah akibat pengaruh dosis pupuk berat segar adalah fotosisntesis. Prawiranata et al.
fosfat disajikan pada Tabel 5. (1988) menyatakan peningkatan berat segar adalah
akibat serapan air dalam jumlah yang besar di sel-
Tabel 5. Rata-rata berat berangkasan basah akibat sel tanaman dan juga akibat peningkatan laju
pengaruh dosis pupuk fosfat. fotosintesis. Peningkatan laju fotosintesis akan
meningkatkan laju pembentukan karbohidrat dan
Dosis Pupuk Berat Berangkasan Basah zat makanan lain juga meningkat. Zat makanan ini
Fosfat (kg/ha) (g) akan membantu pertambahan organ-organ tanaman
0 174,34b terutama tunas, akar dan daun sehingga akan
50 177,02c meningkatkan berat segar tanaman.
100 158,22a Disamping itu berat berangkasan segar juga erat
Ket: Angka yang diikuti huruf yang sama berbeda tidak nyata kaitannya dengan serapan hara dan air. Hal ini
uji BNT  0,05 sesuai dengan pendapat Sarief (1986) yang
menyatakan bahwa unsur hara yang cukup tersedia
Tabel 5 menunjukkan bahwa berat berangkasan saat pertumbuhan tanaman mengakibatkan
basah pada perlakuan dosis pupuk fosfat 50 kg ha-1 fotosintesis berjalan lebih aktif, dengan demikian

165 Bustami, Sufardi dan Bachtiar. Serapan Hara dan Efisiensi Pemupukan Phosfat serta Pertumbuhan Padi Varietas Lokal
proses pemanjangan, pembelahan dan diferensiasi Terdapat perbedaan berat berangkasan basah antar
sel akan terjadi lebih baik yang dapat mendukung varietas diduga masing-masing varietas memiliki
pertumbuhan tanaman. Penambahan bobot segar kandungan air yang berbeda sehingga dan dijuga
juga dipengaruhi oleh ketersedian unsur hara yang dipengaruhi oleh waktu dilakukan pemanenan. Hal
cukup dan seimbang karena hal ini akan ini dapat dijelaskan bahwa berat segar suatu organ
meningkatkan pembelahan sel sehingga menjadi tanaman merupakan bobot dari jaringan dan
lebih baik serta bobot segar juga dipengaruhi oleh kandungan air yang terdapat pada jaringan
kandungan air yang terdapat pada tanaman tanaman tersebut. Pertumbuhan organ yang baik
(Goldworthy dan Fisher, 1992). akan menyebabkan semakin banyaknya organ
Berat berangkasan basah pada berbagai varietas tersebut menyerap air sehingga berat segar
dianalisis dengan uji kluster dalam bentuk tanaman meningkat. Dwijoseputro (1992)
dendogram pada tingkat kemiripan 10 % dapat menyatakan bahwa tanaman yang mempunyai
dikelompokkan menjadi 4 kelompok. pertumbuhan yang baik akan mengandung hampir
Pengelompokan varietas berdasarkan berat 90% air pada jaringannya.
berangkasan basah disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3 menunjukkan hasil analisis kluster
Berat Berangkasan Kering
berdasarkan berat berangkasan basah terbagi dalam
4 kelompok. Kelompok I terdapat 21 varietas yang
Hasil analisis ragam menujukkan bahwa dosis
tergolong katagori rendah (136-174) g. Kelompok
pupuk fosfat dan varietas berpengaruh sangat nyata
II terdapat 8 varietas yang memiliki berat
terhadap berat berangkasan kering, serta tidak
berangkasan kering antara 125-83 g. Kelompok III
terdapat interaksi antara dosis pupuk fosfat dan
terdapat 20 varietas yang memiliki berat
varietas terhadap berat berangkasan kering. Rata-
berangkasan dalam katagori (178-229). Kelompok
rata berat berangkasan kering akibat dosis pupuk
IV terdapat 1 varietas yang memiliki berat
fosfat disajikan pada Tabel 6.
berangkasan basah tertinggi yaitu 245 g.

Gambar 3. Pengelompokan varietas padi berdasarkan berat berangkasan basah

Jurnal Manajemen Sumberdaya Lahan. Volume 1, Nomor 2, Desember 2012: hal. 159-170 166
Tabel 6. Rata-rata berat berangkasan kering akibat pertumbuhan dan perkembangan bagian vegetatif.
pengaruh dosis pupuk fosfat. Apabila berat kering rendah maka pertumbuhan
vegetatif tanaman akan terhambat, karena hara
Dosis Pemupukan Berat Berangkasan yang diserap sedikit sehingga mempengaruhi
Fosfor (kg/ha) Kering (g) pertumbuhan tanaman.
0 42,98b Berat kering tanaman mencerminkan status hara
50 45,52c dan banyaknya unsur hara yang diserap oleh tanaman
100 41,17a serta laju fotosintesis. Unsur hara pada tanaman
Ket: Angka yang diikuti huruf sama berbeda tidak nyata berperan dalam proses metabolisme tanaman untuk
berdasarkan uji BNT  0,05 memproduksi bahan kering yang tergantung pada
laju fotosintesis. Bila laju fotosintesis berbeda, maka
Tabel 6 menunjukkan bahwa berat berangkasan jumlah fotosintat yang dihasilkan juga berbeda,
kering pada perlakuan dosis pupuk fosfat 50 kg ha- demikian juga dengan berat kering tanaman yang
1
menghasilkan berat berangkasan kering tertinggi merupakan cerminan dari laju pertumbuhan tanaman
yaitu 45,52 g berbeda nyata dengan dosis pupuk (Dwijoseputro, 1992). Prawiranata et al. (1988)
fosfat 0 kg ha-1 yaitu 42,98 g dan dosis pupuk menyatakan berat kering suatu tanaman merupakan
fosfat 100 kg ha-1 yaitu 41,17 g. hasil penumpukan fotosintat yang dalam
Tingginya berat berangkasan kering pada dosis pembentukannya membutuhkan unsur hara, air, CO2
pupuk fosfat 50 kg ha-1 hal ini menunjukkan bahwa dan cahaya matahari. Kondisi demikian didukung
dosis yang diberikan sesuai (dosis optimum) oleh pendapat Lakitan (2004) yang menyatakan
dengan kebutuhan tanaman akan lebih tersedia bahwa berat kering tanaman mencerminkan
untuk pertumbuhannya. Menurut Harjadi (1984), akumulasi senyawa-senyawa organik yang
pertumbuhan tanaman merupakan fungsi dari merupakan hasil sintesa tanaman dari senyawa
keefisienannya dalam memproduksi bahan kering anorganik yang berasal dari air dan karbondioksida
tanaman. Berat berangkasan kering erat sehingga memberikan kontribusi terhadap berat
hubungannya dengan meningkatnya pertumbuhan kering tanaman.
dan perkembangan dalam menyerap hara untuk

Gambar 4.Pengelompokan padi varietas berdasarkan berat berangkasan kering

167 Bustami, Sufardi dan Bachtiar. Serapan Hara dan Efisiensi Pemupukan Phosfat serta Pertumbuhan Padi Varietas Lokal
Berat berangkasan kering pada berbagai varietas fosfat. Penimbunan P selain mengurangi efisiensi P
dianalisis dengan uji kluster dalam bentuk juga dapat mempengaruhi ketersediaan hara lain
dendogram pada tingkat kemiripan 10% bagi tanaman. Dalam tanaman, P merupakan unsur
dikelompokkan menjadi 3 kelompok. penting penyusun adenosin triphosphate (ATP)
Pengelompokan padi varietas berdasarkan berat yang secara langsung berperan dalam proses
berangkasan basah disajikan pada Gambar 4. penyimpanan dan transfer energi yang terkait
Gambar 4 menunjukkan hasil analisis kluster dalam proses metabolisme tanaman (Doberman
berdasarkan berat berangkasan kering terbagi dan Fairhurst, 2000).
dalam 3 kelompok. Kelompok I terdapat 16 Hasil analisis kluster berdasarkan serapan P
varietas yang tergolong katagori tinggi yaitu (46- tanaman padi varietas pada tingkat kemiripan 10%
54) g. Kelompok II terdapat 24 varietas yang dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok.
memiliki berat berangkasan kering katagori sedang Pengelompokan padi varietas berdasarkan serapan
yaitu (38-45) g. Kelompok III terdapat 10 varietas P disajikan pada Gambar 5. Gambar 5
yang termasuk dalam katagori rendah yaitu (31- menunjukkan hasil analisis kluster pengelompokan
37) g. Tingginya hasil bahan kering pada varietas varietas berdasarkan serapan P dibagi dalam 3
kelompok I diduga ada hubungannya dengan tinggi kelompok. Kelompok I terdapat 4 varietas yang
tanaman dan jumlah anakan. tergolong dalam katagori rendah yaitu 0,16%.
Kelompok II terdapat 29 varietas tergolong dalam
Serapan P Tanaman katagori sedang yaitu (0,17%-0,18%), sedangkan
kelompok III terdapat 17 varietas menunjukkan
Hasil analisis ragam menujukkan bahwa serapan P yang tergolong dalam katagori tinggi
varietas tidak berpengaruh nyata terhadap serapan yaitu (0,19%-0,20%). Hal ini diduga karena
P tanaman. Dosis pupuk fosfat berpengaruh sangat masing-masing genotipe mempunyai kemampuan
nyata terhadap serapan P tanaman serta tidak ada yang berbeda dalam penyerapan P.
interaksi antara dosis pupuk fosfat dan varietas. Menurut Prawiranata et al. (1988) bahwa di
Rata-rata kandungan P tanaman akibat dosis pupuk antara jenis tumbuhan yang satu dengan yang lain
fosfat disajikan pada Tabel 7. terdapat perbedaan kemampuan dalam penyerapan
unsur hara, di antara sesama jenis perbedaan dapat
Tabel 7. Rata-rata serapan hara P akibat pengaruh terjadi di dalam hal serapan P yang dihasilkan
dosis pupuk fosfat. sebagai akibat adanya perbedaan genotipe.
Serapan P pada kondisi tanpa pupuk sedikit
Dosis Pupuk Fosfat Serapan Hara P lebih tinggi dibandingkan dengan serapan yang
(kg/ha) (%) diberikan pemupukan. Hal ini menunjukkan bahwa
0 0,19c kemampuan penyerapan tanaman pada kondisi P
50 0,18b rendah merupakan mekanisme yang menentukan
100 0,17a toleransi pada P rendah di lapangan. Hasil
Ket: Angka yang diikuti huruf sama berbeda tidak nyata penelitian ini sejalan dengan penelitian Wissuwa et
berdasarkan uji BNT  0,05 al. (2005) yang mendapatkan bahwa toleransi
genotipe padi varietas lokal didasari oleh
Tabel 7 menunjukkan bahwa serapan fosfor kemampuan dalam mengekstrak P terfiksasi (soil-
tanaman padi akibat pemupukan fosfor tertinggi bound P), juga sifat toleran tersebut dikendalikan
dijumpai pada dosis pemupukan fosfor 0 kg ha-1 oleh satu lokus sifat kuantitatif utama yang dapat
yaitu 0,19 % yang berbeda nyata dengan diwariskan melalui persilangan.
pemupukan fosfor 50 kg ha-1 dan 100 kg ha-1 yaitu
0,18% dan 0,17%. Hal ini menunjukkan bahwa Efisiensi Serapan
tingginya serapan fosfor tidak dipengaruhi oleh
dosis pemupukan P dan semakin tinggi dosis Hasil pengamatan terhadap efisiensi serapan
pupuk yang diberikan menunjukkan serapan P tanaman padi dapat dilihat pada Lampiran 26.
semakin menurun. Hasil uji F pada analisis ragam (Lampiran 46)
Serapan hara fosfor tanaman padi akibat menunjukkan bahwa varietas berpengaruh tidak
pemupukan fosfor tergolong rendah, ini diduga nyata terhadap efisiensi serapan P, sedangkan dosis
karena peningkatan pemupukan yang tinggi pupuk fosfat berpengaruh sangat nyata terhadap
sehingga serapan unsur hara menurun dan respon efisiensi serapan P. Tidak terdapat interaksi antara
tanaman padi untuk menyerap unsur fosfor varietas dan dosis pemupukan fosfor terhadap
menurun. Pemberian pupuk fosfat secara terus efisiensi serapan P. Rata-rata efisiensi serapan P
menerus menyebabkan penimbunan P, sehingga tanaman padi akibat pemupukan fosfor dapat
menurunkan respon tanaman terhadap pemupukan dilihat pada Tabel 8.

Jurnal Manajemen Sumberdaya Lahan. Volume 1, Nomor 2, Desember 2012: hal. 159-170 168
Gambar 5.Pengelompokan varietas padi berdasarkan serapan P

Tabel 8. Rata-rata efisiensi serapan hara P akibat menambahkan, tanaman yang efisien menyerap P
pengaruh dosis pupuk fosfat. adalah tanaman yang mampu mengambil P lebih
banyak dalam kondisi suplai P rendah.
Dosis Pupuk Fosfat Efisiensi P
(kg/ha) (%) SIMPULAN
0 0,00a
50 1,64b Dosis pupuk fosfat berpengaruh terhadap
100 7,10c pertumbuhan, serapan hara dan efisiensi
Ket: Angka yang diikuti huruf sama berbeda tidak nyata pemupukan tanaman padi lokal. Varietas
berdasarkan uji BNT  0,05
berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan,
Tabel 8 menunjukkan bahwa efisiensi serapan P serapan hara dan efisiensi pemupukan tanaman
tertinggi akibat pengaruh pemupukan fosfor padi lokal. Berdasarkan tingkat kemiringan
dijumpai pada pemupukan fosfor 100 kg ha-1 yaitu 10% terhadap indikator serapan fosfat maka
7,10% yang berbeda nyata dengan dosis 0 kg ha-1 varietas padi lokal Aceh digelongkan dalam
dan 50 kg ha-1. Pemupukan yang sesuai dengan dua kelompok dengan daya serapan rendah
dosis yang dibutuhkan tanaman mendukung dan tinggi.
meningkatnya efisiensi serapan P. Menurut Sarief
(1986) bahwa pertumbuhan tanaman dan produksi
tanaman akan mencapai optimum apabila faktor DAFTAR PUSTAKA
penunjang pertumbuhan dalam keadaan optimal,
unsur-unsur yang dimaksud adalah nutrisi yang Adiratma, E.R. 2004. Stop Tanam Padi. Penebar
dibutuhkan tanaman terutama N, P dan K berada Swadaya. Jakarta.
dalam keadaan optimum dan tersedia bagi tanaman Bobihoe, J. 2009. Pengelolaan Tanaman Terpadu
serta unsur hara mikro tambahan lainnya. (PTT) Padi Sawah Irigasi di Provinsi Jambi.
Selanjutnya Polle dan Konzak (1990) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Jambi.

169 Bustami, Sufardi dan Bachtiar. Serapan Hara dan Efisiensi Pemupukan Phosfat serta Pertumbuhan Padi Varietas Lokal
Daradjat, A. A., U. Susanto, & B. Suprihatno, Polle, E.A. & C.F. Konzak. 1990. Genetics and
2003. Perkembangan Pemuliaan Padi Sawah di breeding of cereals for acid soils and nutrien
Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 22 (3). efficiency. In Baligar VC and R.R. Duncan
Dobermann, A. & T. Faihurst. 2000. Rice, Nutrient (Eds.). Crop as Enhancers of Nutrient Use.
Disorders and Nutrient Management. Manila: Academic Press. San Diego. p. 81-131.
IRRI and Potash & Phosphate Institute of Prasetyo, B.H & D.A. Suriadikarta. 2006.
Canada. Karakteristik, Potensi dan Teknologi
De Datta, S.K. 1981. Principles and Practices of Pengelolaan Tanah Ultisol Untuk
Rice Production. Nerw York: John Willey. Pengembangan Pertanian Lahan Kering di
Goldsworthy. R.P, & N.M Fisher, 1996. Fisiologi Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian Vol. 25,
Tanaman Budidaya Tropik. Universitas Gadjah No. 2: 39-46.
Mada. Yogyakarta. 819 hal. Prawiranata, W. S. Harran & P. Tjondronegoro.
Grubben, G. J. H., & S. Partohardjono. 1996. 1988. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan.
Plant Resources of South – East Asia. Prosea. Departemen Botani Fakultas Pertanian IPB.
Bogor. Bogor. 313 hal.
Harjadi, S.S. 1984. Pola Pertumbuhan Tanaman. Salisbury, F.B & C.W. Ross. 1995. Fisiologi
Gramedia, Jakarta. Tumbuhan. Bandung: ITB Press.
Ito, H., M. Ueguchi., T. Sakamoto., T. Kayano., H. Sarief, E.S. 1986. Kesuburan dan Pemupukan
Tanaka, M. Ashikari & M Matsuoka, 2002. Tanah Pertanian. Pustaka Buana. Bandung.
Modification of Plant Height by Supressing the Sidauruk, & R.S. Hartaty. 2010. Tanggap
Heigth-Controling Gene, D-18, in Rice. Pertumbuhan Dan Produksi Padi Lokal Samosir
Breeding Sciences 52:215-218 Terhadap Proporsi Dan Waktu Pemangkasan.
Kasijadi., Ali., Yusran., Wahyunindyawati, & S. Jurnal USU Medan.
Balai. 2007. Integrasi berbasis Padi Ternak. Silalahi, F., Y. Saragih, A. Marpaung, R.
http://jatim.litbang.deptan.go.id. Diakses Hutabarat, Karsina, & S. R. Purba. 2006.
tanggal 22 Januari 2011. Laporan Akhir Uji Pemupukan NPK Pada
Khush, G.S., R.C. Aquino, S.S. Virmani, & T.S. Tanaman Buah. Balai Penelitian Buah Kebun
Bharaj. 1998. Use of Tropical Japonica Percobaan Tanaman Buah (KPTB), Brastagi.
Germplasm for Enhancing Heterosis in Rice. Medan.
In: Virmani S.S., E.A. Siddiq, K. Muralidharan Sofyan, A., & A. Adimiharja. 2001. Nisbahnalisasi
(eds). Advance in Hybrid Rice Technology. pemupukan padi sawah menggunakan peta
Proceedings of the 3rd International status hara P dan K. Laporan Pusat Penelitian
Symposium on Hybrid Rice. Hyderabad, 14-16 dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat.
Nov 1996. IRRI. Manila. Bogor.
Lakitan, B. 2004. Dasa-Dasar Fisiologi tumbuhan. Taiz, L., & Zeiger. 2002. Plant Physiologi.
Raja Gravindo Persada. Jakarta. Massachusetts: Sinauer Associates Inc.
Marschener, H. 1995. Mineral Nutrition in Higher Publisher.
Plant. San Diego: Acad Press. Vaughan, D. A. 1994. The Wild Relatives of Rice.
Masdar, M.K., R. Bujang, H. Nurhajati & Helmi. A genetic Resources Handbook. International
2006. Tingkat Hasil dan Komponen Hasil Rice Research Institute. Manila, Philippines.
Sistem Intensifikasi Padi (SRI) Tanpa Pupuk Wissuwa, M., Gatdula, K., & A. Ismail. 2005.
Organik di Daerah Curah Hujan Tinggi. Jurnal Candidate Gene Characterization at the 729
Ilmu Pertanian, Vol 8 (2). 126-131. Pup1 locus, a major QTL Increasing Tolerance
Mildaerizanti. 2008. Keragaan Beberapa Varietas to Phosphorus Deficiency. In: 730 Toriyama,
Padi Gogo Di Daerah Aliran Sungai K., Heong, K.L., Hardy, B. (Eds.), Rice is Life,
Batanghari. http://katalog.pustaka-deptan.go.id/ Scientific Perspectives for 731 the 21st
~jambi/getfile2.php?src=2008/pros53f. Century. IRRI, Manila.
pdf&format=application/pdf.

Jurnal Manajemen Sumberdaya Lahan. Volume 1, Nomor 2, Desember 2012: hal. 159-170 170

Anda mungkin juga menyukai