Bab I-Daftar Pustaka
Bab I-Daftar Pustaka
PENDAHULUAN
Pembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH sering ditemukan pada
pria yang memasuki usia lanjut. Istilah BPH atau benign prostatic hyperplasia sebenarnya
merupakan istilah histopatologis, yaitu terdapat hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel
kelenjar prostat.1,2,3
Suatu penelitian menyebutkan bahwa prevalensi Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
yang bergejala pada pria berusia 40–49 tahun mencapai hampir 15%. Angka ini meningkat
dengan bertambahnya usia, sehingga pada usia 50–59 tahun prevalensinya mencapai hampir
5% dan pada usia 60 tahun mencapai angka sekitar 43%. Angka kejadian BPH di Indonesia
sebagai gambaran hospital prevalensi di dua Rumah Sakit besar di Jakarta yaitu RSCM dan
Sumberwaras selama 3 tahun (1994–1999) terdapat 1040 kasus.1
Adanya BPH ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi saluran kemih dan untuk
mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara mulai dari tindakan yang paling
ringan yaitu secara konservatif (non operatif) sampai tindakan yang paling berat yaitu
pembedahan.1
Colok dubur atau digital rectal examina-tion (DRE) merupakan pemeriksaan yang
penting pada pasien BPH, disamping pemeriksaan fisik pada regio suprapubik untuk mencari
kemungkinan adanya distensi buli-buli. Dari pemeriksaan colok dubur ini dapat diperkirakan
adanya pembesaran prostat, konsistensi prostat, dan adanya nodul yang merupakan salah satu
tanda dari keganasan prostat5. Kecurigaan suatu keganasan pada pemeriksaan colok dubur,
ternyata hanya 26-34% yang positif kanker prostat pada pemeriksaan biopsi. Sensitifitas
pemeriksaan ini dalam menentukan adanya karsinoma prostat sebesar 33%.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui dan memahami tentang Benign Prostat Hiperplasia (BPH).
1.3 Manfaat
Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai Benign Prostat Hiperplasia
(BPH).
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
b. Zona Perifer
Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar prostat.
Zona ini rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal karsinoma
terbanyak.
c. Zona Sentralis.
Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah
meliputi 25% massa glandular prostat.Zona ini resisten terhadap inflamasi.
d. Zona Transisional.
Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai kelenjar
preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang lebih 5% tetapi
dapat melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior menjadi benign
prostatic hyperpiasia (BPH).
e. Kelenjar-Kelenjar Periuretra
Bagian ini terdiri dari duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif
tersebar sepanjang segmen uretra proksimal.
Sekret kelenjar prostat adalah cairan seperti susu yang bersama-sama sekret
dari vesikula seminalis merupakan komponen utama dari cairan semen. Semen berisi
sejumlah asam sitrat sehingga pH nya agak asam (6,5). Selain itu dapat ditemukan
enzim yang bekerja sebagai fibrinolisin yang kuat, fosfatase asam, enzim-enzim lain
dan lipid. Sekret prostat dikeluarkan selama ejakulasi melalui kontraksi otot polos.
4
kelenjar prostat juga menghasilkan cairan dan plasma seminalis, dengan perbandingan
cairan prostat 13-32% dan cairan vesikula seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi.
Kelenjar prostat dibawah pengaruh Androgen Bodies dan dapat dihentikan dengan
pemberian Stilbestrol. 3
2.3.1 Definisi
Benign Prostate Hyperplasia (BPH) merupakan Pembesaran Prostat Jinak
(PPJ) yang menghambat aliran urin dari buli-buli, dimana kelenjar periuretral prostat
mengalami hiperplasia yang akan mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer.
Pembesaran ukuran prostat ini akibat adanya hyperplasia stroma dan sel epitelial
mulai dari zona periurethra. Bila mengalami pembesaran, organ ini membuntu uretra
pars prostatika dan menghambat aliran urin keluar dari buli-buli.
Selain itu, BPH merupakan pembesaran kelenjar prostat yang bersifat jinak
yang hanya timbul pada laki-laki yang biasanya pada usia pertengahan atau lanjut.4
2.3.2 Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia
prostat; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya
dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua) .
Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat jinak
5
adalah : (1) Teori Dihidrotestosteron, (2) Adanya ketidakseimbangan antara estrogen-
testosteron, (3) Interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat, (4) Berkurangnya
kematian sel (apoptosis), dan (5) Teori Stem sel.5
a. Teori Dihidrotestosteron (DHT)
Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting
pada pertumbuhan sel- sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di dalam sel
prostat oleh enzim 5α-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang
telah terbentuk berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks
DHT-RA pada inti dan sel selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang
menstimulasi pertumbuhan sel prostat.
Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh
berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas
enzim 5α-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal
ini menyebabkan pada BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel
lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal. 5
6
prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa
prostat jadi lebih besar. 5
7
2.3.3 Patofisiologi
Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional, sedangkan
pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer. Pertumbuhan kelenjar ini
sangat bergantung pada hormon testosteron, yang di dalam sel- sel kelenjar prostat
hormon akan dirubah menjadi metabolit aktif dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan
enzim 5α reduktase. Dihidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di
dalam sel- sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor yang memacu
pertumbuhan kelenjar prostat. 5
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan
menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal.
Untuk dapat mengeluarkan urine, buli- buli harus berkontraksi lebih kuat guna
melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan
anatomik buli- buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula,
sakula, dan divertikel buli- buli. Perubahan struktur pada buli- buli tersebut, oleh pasien
dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract
symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala prostatimus. 5
Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli- buli tidak
terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat
menimbulkan aliran balik urine dari buli- buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko-
ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter,
hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal. 5
Obstruksi Iritasi
Hesistansi Frekuensi
Intermitensi Urgensi
8
Distensi abdomen terjadi, jika ada disebabkan
oleh ketidakstabilan
Terminal dribbling (menetes) detrusor sehingga terjadi
kontraksi involunter.
Volume urine menurun
Timbulnya dekompensasi buli-buli ini didahului oleh faktor pencetus antara lain :
9
0-5. Total skor dapat berkisar antara 0-35. Skor 0-7 ringan, 8-19 sedang, dan 20-35
berat.
Merupakan penyulit dari hiperplasi prostat, berupa gejala obstruksi antara lain nyeri
pinggang, benjolan di pinggang (hidronefrosis), demam (infeksi/ urosepsis).
10
Gejala generalisata juga mungkin tampak, termasuk keletihan, anoreksia,
mual dan muntah, dan rasa tidak nyaman pada epigastrik.
Derajat 2 : Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1, prostat lebih
menonjol, batas atas masih teraba dan sisa urine lebih dari 50 ml tetapi
kurang dari 100 ml.
Derajat 3 : Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan
sisa urin lebih dari 100 ml.
Buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa kistus di daerah supra simfisis akibat
retensi urine. Kadang-kadang didapatkan urine yang selalu menetes yang merupakan
pertanda dari inkontinensia paradoksa.
Adakah asimetri
Apakah batas atas dapat diraba dan apabila batas atas masih dapat diraba
biasanya besar prostat diperkirakan <60 gr.
11
Gambar 5. Pemeriksaan Colok Dubur
Pada BPH akan ditemukan prostat yang lebih besar dari normal, permukaan
licin dan konsistensi kenyal.12 Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada
traktus urinaria bagian atas kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah
terjadi pnielonefritis akan disertai sakit pinggang dan nyeri ketok pada pinggang.
Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi total, buli-buli penuh
(ditemukan massa supra pubis) yang nyeri dan pekak pada perkusi. Daerah inguinal
harus mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia. Genitalia eksterna harus
pula diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab yang lain yang dapat
menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa navikularis atau uretra anterior,
fibrosis daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah meatus1.
Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urin
setelah miksi spontan. Sisa urin ditentukan dengan mengukur urin yang masih dapat
keluar dengan kateterisasi. Sisa urin dapat pula diketahui dengan melakukan
ultrasonografi kandung kemih setelah miksi. Sisa urin lebih dari 100cc biasanya
dianggap sebagai batas untuk indikasi melakukan intervensi pada hipertrofi
prostat.Derajat berat obstruksi dapat pula diukur dengan mengukur pancaran urin
pada waktu miksi, yang disebut uroflowmetri. Angka normal pancaran kemih rata-
12
rata 10-12 ml/detik dan pancaran maksimal sampai sekitar 20 ml/detik. Pada
obstruksi ringan, pancaran menurun antara 6 – 8 ml/detik, sedangkan maksimal
pancaran menjadi 15 ml/detik atau kurang.
13
Gambar 6. Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Benigna Prostat Hiperplasia
14
Gambar 7. Gambaran Sistoskopi Benigna Prostat Hiperplasia
4. Pemeriksaan lain5,10 :
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara
mengukur:
Residual urin :
Jumlah sisa urin setelah miksi, dengan cara melakukan kateterisasi/USG
setelah miksi.
Pancaran urin/flow rate :
Dengan menghitung jumlah urine dibagi dengan lamanya miksi berlangsung
(ml/detik) atau dengan alat uroflometri yang menyajikan gambaran grafik
pancaran urin. Aliran yang berkurang sering pada BPH. Pada aliran urin yang
lemah, aliran urinnya kurang dari 15mL/s dan terdapat peningkatan residu urin.
Post-void residual mengukur jumlah air seni yang tertinggal di dalam kandung
kemih setelah buang air kecil. PRV kurang dari 50 mL umum menunjukkan
pengosongan kandung kemih yang memadai dan pengukuran 100 sampai 200
15
ml atau lebih sering menunjukkan sumbatan. Pasien diminta untuk buang air
kecil segera sebelum tes dan sisa urin ditentukan oleh USG atau kateterisasi.
Keterangan :
Gambaran aliran urin atas : Dewasa muda yang asimtomatik, aliran urin lebih
dari 15mL/s, urin residu 9 mL pada ultrasonografi.
Gambaran aliran urin bawah : dewasa tua dengan benigna hyperplasia prostat,
terlihat waktu berkemih memanjang dengan aliran urin kurang dari 10mL/s, pasien
ini urin residunya 100 mL.
2.3.7 Komplikasi
Retensi urine akut – ketidak mampuan untuk mengeluarkan urin, distensi
kandung kemih, nyeri suprapubik
Retensi urine kronik –residu urin > 500ml, pancaran lemah, buli teraba, tidak
nyeri
Infeksi traktus urinaria
Batu buli
Hematuri
Inkontinensia-urgensi
Hidroureter
Hidronefrosis - gangguan pada fungsi ginjal
16
2.3.8 Penatalaksanaan
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalami tindakan medik. Kadang-
kadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan
terapi apapun atau hanya dengan nasehat saja. Namun adapula yang membutuhkan
terapi medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena keluhannya semakin parah.
Tujuan terapi hyperplasia prostat adalah (1) memperbaiki keluhan miksi, (2)
meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi intravesika, (4) mengembalikan
fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume residu urine setelah miksi
dan (6) mencegah progrefitas penyakit. Hal ini dapat dicegah dengan medikamentosa,
pembedahan atau tindakan endourologi yang kurang invasif.
a. Watchful waiting 5
Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah 7,
yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak mendapat
terapi namun hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat
memperburuk keluhannya, misalnya (1) jangan mengkonsumsi kopi atau alcohol setelah
makan malam, (2) kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli
(kopi/cokelat), (3) batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung
fenilpropanolamin, (4) kurangi makanan pedasadan asin, dan (5) jangan menahan
kencing terlalu lama.
Secara periodik pasien diminta untuk datang control dengan ditanya keluhannya
apakah menjadi lebih baik (sebaiknya memakai skor yang baku), disamping itu
dilakukan pemeriksaan laboratorium, residu urin, atau uroflometri. Jika keluhan miksi
bertambah jelek daripada sebelumnya, mungkin perlu dipikirkan terapi yang lain.
b. Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk : (1) mengurangi resistansi otot
polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi infravesika dengan obat-
obatan penghambat adrenergic alfa (adrenergic alfa blocker dan (2) mengurangi volume
prostat sebagai komponen static dengan cara menurunkan kadar hormone
testosterone/dihidrotestosteron (DHT) melalui penghambat 5α-reduktase.
17
1) Penghambat reseptor adrenergik α. 5,
Mengendurkan otot polos prostat dan leher kandung kemih, yang membantu
untuk meringankan obstruksi kemih disebabkan oleh pembesaran prostat di BPH.
Efek samping dapat termasuk sakit kepala, kelelahan, atau ringan.
Umumnya digunakan alpha blocker BPH termasuk tamsulosin (Flomax),
alfuzosin (Uroxatral), dan obat-obatan yang lebih tua seperti terazosin (Hytrin)
atau doxazosin (Cardura). Obat-obatan ini akan meningkatkan pancaran urin dan
mengakibatkan perbaikan gejala dalam beberapa minggu dan tidak berpengaruh
pada ukuran prostat.
2) Penghambat 5 α reduktase 5
Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosteron
(DHT) dari testosterone yang dikatalisis oleh enzim 5 α reduktase di dalam sel
prostat. Menurunnya kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi
sel-sel prostat menurun. Pembesaran prostat di BPH secara langsung tergantung
pada DHT, sehingga obat ini menyebabkan pengurangan 25% perkiraan ukuran
prostat lebih dari 6 sampai 12 bulan.
18
Gambar 9. Microwave Transurethral
19
tengah prostat. Sebuah komputer mengontrol suhu air, yang mengalir ke balon
dan memanaskan jaringan prostat sekitarnya. Sistem ini memfokuskan panas di
wilayah yang tepat prostat. Sekitar jaringan dalam uretra dan kandung kemih
dilindungi. Jaringan yang hancur keluar melalui urin.
d. Bedah
1) Operasi transurethral
Pada jenis operasi, sayatan eksternal tidak diperlukan. Setelah memberikan
anestesi, ahli bedah mencapai prostat dengan memasukkan instrumen melalui
uretra.
Prosedur yang disebut reseksi transurethral dari prostat (TURP) digunakan
untuk 90 persen dari semua operasi prostat dilakukan untuk BPH. Dengan
TURP, alat yang disebut resectoscope dimasukkan melalui penis. The
resectoscope, yaitu panjang sekitar 12 inci dan diameter 1 / 2 inci, berisi lampu,
katup untuk mengendalikan cairan irigasi, dan loop listrik yang memotong
jaringan dan segel pembuluh darah.
Cairan irigan yang dipakai adalah aquades . kerugian dari aquades adalah
sifatnya yang hipotonis, sehingga dapat masuk melalui sirkulasi sistemik dan
menyebabkan hipotermia relative atau gejala intoksikasi air yang dikenal
dengan sindrom TURP. Ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, somnolen
dan tekanan darah meningkat dan terdapat bradikardi. Jika tidak segera diatasi,
pasien akan mengalami edema otak dan jatuh ke dalam koma. Untuk
mengurangi risiko timbulnya sindroma TURP operator harus membatasi diri
untuk tidak melakukan reseksi lebih dari 1 jam dan baru memasang sistostomi
terlebih dauhlu sebelum reseksi diharapkan dapat mengurangi penyerapan air ke
sistemik.
20
Selama operasi 90-menit, ahli bedah menggunakan loop kawat resectoscope
untuk menghilangkan jaringan obstruksi satu bagian pada suatu waktu.
Potongan-potongan jaringan dibawa oleh cairan ke kandung kemih dan
kemudian dibuang keluar pada akhir operasi. Prosedur transurethral kurang
traumatis daripada bentuk operasi terbuka dan memerlukan waktu pemulihan
lebih pendek. Salah satu efek samping yang mungkin TURP adalah ejakulasi
retrograde, atau ke belakang. Dalam kondisi ini, semen mengalir mundur ke
dalam kandung kemih selama klimaks bukannya keluar uretra.
Prosedur bedah yang disebut insisi transurethral dari prostat (TUIP), prosedur
ini melebar uretra dengan membuat beberapa potongan kecil di leher kandung
kemih, di mana terdapat kelenjar prostat. Prosedur ini digunakan pada hiperplasi
prostat yang tidak tartalu besar, tanpa ada pembesaran lobus medius dan pada
pasien yang umurnya masih muda.
2) Open surgery
Dalam beberapa kasus ketika sebuah prosedur transurethral tidak dapat
digunakan, operasi terbuka, yang memerlukan insisi eksternal, dapat digunakan.
Open surgery sering dilakukan ketika kelenjar sangat membesar (>100 gram),
ketika ada komplikasi, atau ketika kandung kemih telah rusak dan perlu
diperbaiki. Prostateksomi terbuka dilakukan melalui pendekatan suprarubik
transvesikal (Freyer) atau retropubik infravesikal (Millin). Penyulit yang dapat
terjadi adalah inkontinensia urin (3%), impotensia (5-10%), ejakulasi retrograde
(60-80%) dan kontraktur leher buli-buli (305%). Perbaikan gejala klinis 85-
100%.
3) Operasi laser
Kelenjar prostat pada suhu 60-65oC akan mengalami koagulasi dan pada
suhu yang lebih dari 100oC mengalami vaporasi. Teknik laser menimbulkan
lebih sedikit komplikasi sayangnya terapi ini membutuhkan terapi ulang 2%
setiap tahun. Kekurangannya adalah : tidak dapat diperoleh jaringan untuk
pemeriksaan patologi. Sering banyak menimbulkan disuri pasca bedah yang
dapat berlangsung sampai 2 bulan, tidak langsung dapat miksi spontan setelah
operasi dan peak flow rate lebih rendah daripada pasca TURP. Serat laser
21
melalui uretra ke dalam prostat menggunakan cystoscope dan kemudian
memberikan beberapa semburan energi yang berlangsung 30 sampai 60 detik.
Energi laser menghancurkan jaringan prostat dan menyebabkan penyusutan.
e. Kontrol berkala 5
Watchfull waiting
Kontrol setelah 6 bulan, kemudian setiap tahun untuk mengetahui apakah
terdapat perbaikan klinis
Pengobatan penghambat 5α-reduktase
Dikontrol pada minggu ke-12 dan bulan ke-6
Pengobatan penghambat 5α-adrenegik
Setelah 6 minggu untuk menilai respon terhadap terapi dengan melakukan
pemeriksaan IPSS uroflometri dan residu urin pasca miksi
Terapi invasive minimal
Setelah 6 minggu, 3 bulan dan setiap tahun. Selain dilakukan penilaian skor
miksi, juga diperiksa kultur urin
Pembedahan
Paling lambat 6 minggu pasca operasi untuk mengetahui kemungkinan
penyulit.
22
BAB III
KESIMPULAN
23
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
24