Anda di halaman 1dari 36

 Beranda

PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT


KECAMATAN SEKARAN KABUPATEN
LAMONGAN
Kamis, 30 Oktober 2014

PROFIL PUSKESMAS SEKARAN

BAB I
PENDAHULUAN

Program pembangunan kesehatan yang telah dilaksanakan selama ini telah berhasil
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara cukup bermakna, walaupun masih dijumpai
berbagai masalah dan hambatan yang akan mempengaruhi pelaksanaan pembangunan kesehatan.

Target Pemerintah yang kini terus dikejar bangsa Indonesia adalah Millenium Development
Goals (MDG’s), yaitu program dunia yang menjadi acuan untuk mengukur tingkat kemajuan suatu
negara yang memfokuskan diri pada upaya peningkatan taraf kesehatan masyarakat perlu
dukungan dari berbagai pihak terkait.
Profil Kesehatan Puskesmas dibuat dalam rangka sebagai sarana penyedia data dan
informasi dalam rangka evaluasi tahunan kegiatan – kegiatan dan pemantapan pencapaian program
untuk mencapai Millenium Development Goals (MDG’s). Adapun Profil Puskesmas Sekaran
mencakup tentang data penduduk dan keadaan umum daerah, tenaga kesehatan, sarana
kesehatan, sarana obat, sarana lingkungan, serta pencapaian hasil upaya dibidang kesehatan.

Dengan berpedoman pada Buku Petunjuk Teknis Penyusunan Profil Kesehatan


Kabupaten/Kota dari Departemen Kesehatan RI tahun 2013 diharapkan dapat memberikan
keseragaman dan membantu dalam menganalisa situasi kesehatan di Puskesmas Sekaran
secara menyeluruh dengan berbagai indikator terpilih.

Dengan adanya penyusunan profil kesehatan di Puskesmas Seakaran diharapkan dapat


tersedianya data / informasi yang akurat, tepat waktu dan sesuai kebutuhan dalam rangka
meningkatkan kemampuan manajemen kesehatan secara berhasil guna dan berdaya guna
sehingga dapat dimanfaatkan untuk mengambil kebijakan dan keputusan.

Profil Kesehatan Puskesmas Sekaran diuraikan secara singkat sebagai berikut:

 Bab I : Pendahuluan

 Bab II : Gambaran Umum

 Bab III : Situasi Derajat Kesehatan

 Bab IV : Situasi Upaya Kesehatan

 Bab V : Situasi Sumber Daya Kesehatan

 Bab VI : Penutup

 Lampiran tabel SPM dan potret Kegiatan Pelayanan di UPT Puskesmas Sekaran.

BAB II

GAMBARAN UMUM WILAYAH UPT


PUSKESMAS SEKARAN
A. KEADAAN PENDUDUK
Sesuai dengan hasil Sensus Penduduk tahun 2011, jumlah penduduk kecamatan
Sekaran pada tahun 2013 yaitu : 34.098 jiwa, dengan tingkat kepadatan 0,65 jiwa per
km2 dan angka pertumbuhan penduduk sebesar 1,26 %. Puskesmas yang memiliki
kepadatan penduduk tertinggi adalah Desa Moro, yaitu sebesar 1,89 jiwa per
km2 dan Desa dengan kepadatan penduduk terendah adalah Desa Besur,
yaitu 0,28 jiwa per km2.
Komposisi penduduk Kecamatan Sekaran menurut kelompok umur, menunjukkan
bahwa penduduk yang berusia muda (0-14 tahun) sebesar 14,75%, yang berusia
produktif (15-64 tahun) sebesar 69,44 %, dan yang berusia tua (> 65 tahun)
sebesar 7,95 %. Dengan demikian maka Angka Beban Tanggungan (Dependency
Ratio) penduduk Kecamatan Sekaran pada tahun 2013 sebesar 44,00, dengan kisaran
antara 44,24 di Desa Kebalankulon dan 43,56 di Desa Moro.
Jumlah penduduk laki-laki relatif seimbang dibandingkan penduduk perempuan, yaitu
masing-masing sebesar 16.531 jiwa penduduk laki-laki dan 17.567 jiwa penduduk
perempuan (rasio penduduk menurut jenis kelamin sebesar 94,10 % ). Rasio penduduk
menurut jenis kelamin yang tertinggi di Desa Kembangan yaitu sebesar
113,93 sedangkan yang terendah di Desa Keting yaitu sebesar78,53.
Komposisi penduduk Kecamatan Sekaran dirinci menurut kelompok umur dan jenis
kelamin, menunjukkan penduduk laki-laki maupun perempuan proporsi terbesar berada
pada kelompok umur 15 – 19 tahun dan umur 10 – 14 tahun.Gambaran komposisi
penduduk secara lebih rinci dapat dilihat dari gambar berikut.

GAMBAR .1
PIRAMIDA PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2013

B. KEADAAN PENDIDIKAN
Kemampuan baca-tulis penduduk tercermin dari Angka Melek Huruf, yaitu persentase
penduduk umur 10 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis huruf latin atau
huruf lainnya. Persentase penduduk yang dapat membaca huruf latin pada tahun
2013 sebesar 90,67 %.
Pada tahun 2013, persentase penduduk berusia 10 tahun ke atas yang tidak/belum
pernah bersekolah sebesar 5.596. Sedangkan yang tidak/belum tamat SD/MI
sebesar 7.312 orang, Tamat SD/MI, sebesar 7.040 orang, tamat SLTP/MTs,
sebesar 7.477 orang, tamat SMU/SMK sebesar 5.513 orang, tamat
Akademi/Universitas. Selebihnya, sebesar 1.078 orang.
Secara umum Angka Partisipasi Sekolah (APS) perempuan lebih besar dibanding APS
laki-laki pada kelompok umur 7-12 tahun dan 13-15 tahun. Sementara pada kelompok
umur 16-18 tahun, APS laki-laki lebih tinggi dibanding APS perempuan. Sedangkan dari
segi tempat tinggal, Hal ini terjadi untuk semua kelompok umur, baik pada laki-laki
maupun pada perempuan.
Di Wilayah Puskesmas Sekaran Dilihat dari segi jenis kelamin, ijazah/STTB yang
dimiliki oleh penduduk laki-laki ternyata masih lebih baik bila dibanding yang dimiliki
perempuan. Hal ini dapat dilihat dari persentase penduduk yang mempunyai ijazah
SMU/SMK atau lebih tinggi pada laki-laki sebesar 23,72% dan pada perempuan
sebesar 17,71%. Sementara bila dilihat dari segi tempat tinggal, ijazah/STTB setingkat
SMU/SMK atau lebih tinggi yang dimiliki penduduk yang tinggal di perkotaan lebih tiga
kali lipat daripada yang dimiliki oleh mereka yang tinggal di perdesaan (33,89%
berbanding 10,46%). Rincian persentase penduduk 10 tahun ke atas menurut tipe
daerah, jenis kelamin, dan status pendidikan tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel 4
dan gambar 2 dibawah ini.

Gambar 1.2
PENDUDUK LAKI + PEREMPUAN 10 TAHUN KEATAS
YANG MELEK HURUF
C. KEADAAN LINGKUNGAN

1. Rumah Sehat

Rumah sehat adalah bangunan rumah tinggal yang memenuhi syarat kesehatan, yaitu
rumah yang memiliki jamban yang sehat, sarana air bersih, tempat pembuangan sampah, sarana
pembuangan air limbah, ventilasi rumah yang baik, kepadatan hunian rumah yang sesuai dan lantai
rumah tidak terbuat dari tanah.
Dari kompilasi data yang dikumpulkan melalui Profil Kesehatan Puskesmas Sekaran,
prosentase rumah sehat sebesar 60,02 % dari 15.164 ( 100 % ) rumah yang diperiksa. Atau
rumah sehat sebesar 9.870 dari seluruh rumah yang ada 15.164. Sedangkan target dari
MDG’s sebear 80,00 %. Dari data tersebut, rentang cakupan mulai 14,0217,90 ( Desa Jugo )
sampai cakupan tertinggi 77,27 ( Desa Siman )
Dapat dilihat di tabel 62

2. Tempat-Tempat Umum

Tempat-Tempat Umum ( TTU ) dan Tempat Umum Pengelolaan Makanan (TPUM)


merupakan suatu sarana yang dikunjungi banyak orang, dan berpotensi menjadi tempat penyebaran
penyakit.TUPM meliputi hotel, restoran, pasar dan lain-lain. Sedangkan TUPM sehat adalah tempat
umum dan tempat pengelolaan makanan dan minuman yang memenuhi syarat kesehatan, yaitu
memiliki sarana air bersih, tempat pembuangan sampah, sarana pembuangan air limbah, ventilasi
yang baik, luas lantai ( luas ruangan ) yang sesuai dengan banyaknya pengunjung dan memiliki
pencahayaan ruang yang memadai.
Data yang diperoleh dari rekapitulasi laporan bulanan Desa menunjukkan bahwa jumlah
TTU yang ada sebanyak 244 buah, yang diperiksa 208 ( 85,24 % ). Dari TTU yang diperiksa yang
masuk katagori TTU sehat sebanyak 208 buah ( 100 % ) ( Tabel 68 )
Untuk TUPM yang ada sebanyak 10 buah sedang yang diperiksa sebanyak 10 (100 % )
TUPM dan yang sehat 10 (100 % ) dari TUPM yang diperiksa. Dari 3 jenis TUPM diluar TUPM
lainnya ( hotel, restoran / rumah makan dan pasar ) berturut-turut, jumlah hotel yang diperiksa 0
buah, restoran/ rumah makan 0 buah sedang pasar 6 buah dan yang sehat 6 ( 100 % ) (table 67
)

3. Akses Terhadap Air Minum

Sumber air minum yang digunakan rumah tangga dibedakan menurut air kemasan, air isi
ulang, ledeng meteran, ledeng eceran, pompa sumur terlindung, mata air tidak terlindung, air
sungai, air hujan dan lainnya. Dari jumlah keluarga yang ada sebanyak 10.809 yang diperiksa
sebanyak 10.759 sedangkan yang dapat mengakses air bersih sebanyak 10.759 Keluarga dengan
rincaian berturut-turut yang terbanyak menggunakan ledeng meteran 2.422 diikuti air isi ulang 293
sisanya adalah SPT air kemasan, lain-lain 977 . (Tabel 65)

4. Kepemilikan Sarana Sanitasi Dasar

Kepemilikan sarana sanitasi dasar yang dimiliki oleh keluarga meliputi persediaan air bersih
( PAB ), jamban, tempat sampah dan pengelolaan air limbah. Dari 15.164 KK yang ada, tidak
semuanya bisa diperiksa karena keterbatasan sumber daya yang ada. Selain itu, jumlah KK yang
diperiksa berbeda untuk setiap jenis pemeriksaan : PAB, jamban, tempat sampah atau PAL.
Semestinya, pemeriksaan dilakukan satu kali untuk semua jenis sarana sanitasi dasar.
Untuk PAB, jumlah KK yang diperiksa sebesar 15.164 buah dan KK yang memiliki sebanyak
15.164 ( 100 % ) buah. Untuk jamban, jumlah KK diperiksa sebanyak 15.164 dan yang memiliki
sebanyak 15.164 ( 100 % ). Untuk tempat sampah, jumlah KK yang diperiksa sebanyak 0 dan yang
memiliki sebanyak ( 0% ), sedangkan untuk PAL, jumlah KK yang diperiksa sebanyak 15.164 dan
yang memiliki PAL sebanyak 15.164 ( 100 % )

D. KEADAAN PERILAKU MASYARAKAT


Untuk menggambarkan keadaan perilaku masyarakat yang berpengaruh terhadap derajat
kesehatan masyarakat, disajikan dalam beberapa indikator yaitu persentase penduduk yang
mempunyai keluhan kesehatan menurut cara pengobatan, persentase penduduk yang berobat jalan
menurut tempat berobat, persentase anak 2-4 tahun yang pernah disusui, kebiasaan merokok,
persentase penduduk yang melakukan aktivitas fisik, dan kebiasaan mengkonsumsi jenis makanan
sehat. Sedangkan indikator komposit rumah tangga sehat terdiri dari 10 indikator yaitu pertolongan
persalinan oleh nakes, balita diberi ASI eksklusif, mempunyai jaminan pemeliharaan kesehatan,
tidak merokok, melakukan akitfitas setiap hari, makan sayur dan buah setiap hari, tersedianya
akses terhadap air bersih, tersedianya jamban, kesesuaian luas lantai dengan jumlah penghuni dan
lantai rumah bukan dari tanah.

1. Rumah Tangga Sehat


Dari tabel SPM menunjukkan bahwa terdapat rumah tangga sehat sebanyak 889 ( 43,49 % )
dari yang diperiksa 2.044. Jika dibandingkan dengan target MDG’ssebesar 80,00 %, masih cukup
besar kesenjangannya ( 39,53 %). Dari data tersebut tidak ada Desa yang cakupannya melebihi
target, dengan rentang cakupan terendah 30,77 % ( Desa Jugo ) dan yang cakupannya
tertinggi 58,33 ( Desa Sungegeneng ), perlu upaya program terkait untuk meningkatkan persentase
rumah tangga sehat (tabel 62)

Gambar 2 : Rumah Tangga Sehat di Puskesmas Sekaran Tahun 2012

2. ASI Eksklusif
Air Susu Ibu (ASI) diyakini dan bahkan terbukti memberi manfaat bagi bayi baik dari sisi /
aspek gizi ( kolostrum yang mengandung imunoglobin A/IgA, whei-casein, decosahexanoic/DHA
dan arachidonic/AA dengan komposisi sesuai), aspek imunologik ( selain IgA, terdapat laktoferin,
lysosim dan 3 jenis leucosit yaitu brochus-associated lymphocyte/BALT, Gut associated lymphocyte
tissue/MALT serta faktor bifidus), aspek psikologik ( interakasi dan kasih saying antara anak dan ibu
), aspek kecerdasan, aspek neurologik ( aktifitas menyerap ASI bermanfaat pada koordinasi syaraf
bayi ), aspek ekonomik serta aspek penundaan kehamilan ( metode amemorea laktasi/MALT ).
Selain aspek-aspek tersebut, dengan ASI juga dapat melindungi bayi dari sindrom kematian bayi
secara mendadak ( Sudden infant death syndrome / SIDS ).
3. Posyandu
Dalam rangka meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan kepada masyarakat bebagai
upaya dilakukan dengan memanfatkan potensi dan sumberdaya yang ada di masyarakat. Posyandu
merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya Manusia ( UKBM ) yang paling
dikenal oleh masyarakat, posyandu menyelenggarakan minimal 5 program prioritas. Posyandu
dikelompokkan menjadi 4 strata. Posyandu purnama yaitu posyandu dengan cakupan 5 program
atau lebih dengan melaksanakan kegiatan 8 kali atau lebih pertahun. Untuk target posyandu
purnama dan mandiri (PURI) nasional adalah 100 %, sementara itu rata-rata pencapaian di
Puskesmas Sekaran yang Posyandu Purnama 40 Posyandu ( 73,5 % ) dari seluruh jumlah
Posyandu 57 Posyandu sedangankan Madya 17 ( 26,5 % ) dari total jumlah Posyandu.

Gambar 3 : Proporsi Posyandu Menurut Stratanya di Puskesmas Sekaran Tahun 2013

BAB III
SITUASI DERAJAT KESEHATAN
MORTALITAS

Gambaran perkembangan derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari kejadian

kematian dalam masyarakat dari waktu ke waktu. Disamping itu kejadian kematian juga dapat

digunakan sebagai indikator dalam penilaian keberhasilan pelayanan kesehatan dan program
pembangunan kesehatan lainnya. Angka kematian pada umumnya dapat dihitung dengan

melakukan berbagai survey dan penelitian.

1. Angka kematian Bayi ( AKB )

Data kematian yang terdapat pada suatu komunitas dapat diperoleh melalui survei, karena

sebagian besar kematian terjadi dirumah, sedangkan data kematian pada fasilitas pelayanan

kesehatan hanya memperlihatkan kasus rujukan. Angka kematian bayi (AKB) di Indonesia berasal

dari berbagai sumber yaitu sensus penduduk, Surkesnas/Susenas dan Survey Demografi dan

Kesehatan Indonesia (SDKI).

Dalam beberapa tahun terakhir AKB telah banyak mengalami penurunan yang cukup besar,

AKB menurut hasil Surkesnas/Susenas berturut-turut pada tahun 2001 sebesar 50 kematian per

1.000 kelahiran hidup, tahun 2002 menjadi 45 per 1.000 kelahiran hidup. Untuk Propinsi Jawa Timur

Angka Kematian Bayi (AKB) pada tahun 2004 sebesar 39 per 1.000 kelahiran hidup dan di

Kabupaten Lamongan pada tahun 2005 sebesar 9 per 1.000 kelahiran hidup.

Pada tahun 2013 ini di wilayah Puskesmas Sekaran jumlah kematian bayi sebanyak 8 bayi,

desa Bugel 1, desa Latek 1, desa Manyar 1, desa Sekaran 2.

Ada banyak faktor yang mempengaruhi tingkat AKB tetapi tidak mudah untuk menemukan

faktor yang paling dominan. Tersedianya berbagai fasilitas atau faktor aksebilitas dan pelayanan

kesehatan dari tenaga medis yang terampil, serta kesediaan masyarakat untuk merubah kehidupan

tradisional ke norma kehidupan modern dalam bidang kesehatan merupakan faktor yang sangat

berpengaruh terhadap tingkat AKB. Menurut AKB dalam beberapa waktu terakhir memberi

gambaran adanya peningkatan dalam kualitas hidup dan pelayanan kesehatan masyarakat.

2. Angka Kematian Balita (AKABA)

AKABA berdasarkan estimasi SUPAS 1995 menunjukkan penurunan dari 64,28 per 1.000

kelahiran hidup pada tahun 1998 menjadi 44,71 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2000. Selain

itu, tingkat kematian anak balita laki-laki lebih besar daripada tingkat kematian anak balita

perempuan.

Berdasarkan estimasi Susenas, AKABA di Indonesia yang pada tahun 1995 sebesar 73 per 1.000

kelahiran hidup, turun menjadi 64 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1998. Ternyata pada tahun

2001 AKABA tersebut tidak mengalami perubahan yaitu tetap 64 per 1.000 kelahiran hidup. Hal ini
diperkirakan karena menurunnya akses terhadap pelayanan kesehatan, salah satunya sebagai

akibat dari krisis ekonomi. Hasil SDKI menyatakan bahwa AKABA pada tahun 2002-2003 telah turun

menjadi 46 per 1.000 kelahiran hidup. Pada tahun 2002-2003 provinsi dengan AKABA terendah

adalah Bali (19 per 1.000 kelahiran hidup), DI Yogyakarta (23 per 1.000 kelahiran hidup), dan

Sulawesi Utara (33 per 1.000 kelahiran hidup). Sedangkan AKABA tertinggi di Nusa Tenggara Barat

(103 per 1.000 kelahiran hidup), Gorontalo (97 per 1.000 kelahiran hidup), dan Sulawesi Tenggara

(92 per 1.000 kelahiran hidup)

3. Angka Kematian Ibu Maternal ( AKI )

Angka Kematian Ibu (AKI) diperoleh berbagai survey yang dilakukan secara khusus. Dengan

dilaksanakannya Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) dan Survei Demografi dan Kesehatan

Indonesia (SDKI), maka cakupan wilayah penelitian AKI menjadi lebih luas dibanding survey

sebelumnya.

Untuk melihat kecenderungan AKI di Indonesia secara konsisten digunakan data hasil

SKRT, AKI menurun 450 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1992, kemudian menurun lagi

menjadi 373 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1995. Pada tahun 2002-2003 AKI sebesar 307

per 100.000 kelahiran hidup diperoleh dari hasil SDKI, walaupun cenderung untuk terus menurun,

namun bila dibandingkan dengan target yang ingin dicapai secara nasional pada tahun 2010, yaitu

sebesar 125 per 100.000 kelahiran hidup, maka apabila penurunannya masih seperti tahun-tahun

sebelumnya, diperkirakan target tersebut dimasa mendatang sulit tercapai. Propinsi Jawa Timur

Angka Kematian Ibu maternal (AKI) sebesar 334 per 100.000 kelahiran hidup, masih cukup tinggi

dibandingkan dengan AKI secara nasional maupun dengan target yang akan dicapai pada tahun

2013.Di Kabupaten Lamongan angka kematian ibu sebesar 92 per 100.000, sedangkan di Wilayan

Puskesmas Sekaran angka kematian Ibu 2 orang yaitu desa Siman dan Desa Kembangan, angka di

Kabupaten Lamongan tersebut masih dibawah nasional maupun Jawa Timur.

4. Angka Kematian Kasar ( AKK )

Estimasi AKK berdasarkan hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 1995

menunjukkan AKK sebesar 7,7 per 1.000 penduduk pada tahun 1995, turun menjadi 7,6 per 1.000

penduduk pada tahun 1996 dan tidak berubah sampai dengan tahun 1998. Kemudian pada tahun

1999 AKK turun menjadi 7,5 per 1.000 penduduk dan turun lagi menjadi 7,4 per 1.000 penduduk

pada tahun 2000. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan angka kematian kasar dalam kurun
waktu tahun 1995 – 2000 relatif stabil dengan penurunan yang sangat kecil. Sedangkan angka

kematian kasar menurut provinsi sangat bervariasi dengan rentangan angka terendah sebesar 4,26

per 1.000 penduduk di Provinsi Riau dan tertinggi sebesar 9,43 di Provinsi DI Yogyakarta.

5. Umur Harapan Hidup ( UHH )

Penurunan Angka Kematian Bayi sangat berpengaruh pada kenaikan umur harapan Hidup

(UHH) waktu lahir. Angka Kematian Bayi sangat peka terhadap perubahan dengan kesehatan dan

kesejahteraan masyarakat, sehingga perbaikan derajat kesehatan tercermin pada penurunan AKB

dan kenaikan Umur Harapan Hidup (UHH) pada waktu lahir, meningkatnya umur harapan hidup

secara tidak langsung juga memberi gambaran tentang adanya peningkatan kualitas hidup dan

derajat kesehatan masyarakat.

Estimasi umur harapan hidup sebesar 52,41 pada tahun 1980 (SP1980), meningkat menjadi

63,48 pada tahun 1995 (SUPAS 1995) dan diperkirakan menjadi 66,20 pada tahun 2002 (SDKI

2002-2003). Umur Harapan Hidup waktu lahir Propinsi Jawa Timur pada tahun 2004 sebesar 67,20

tahun, sedikit lebih tinggi dari hasil SDKI tahun 1992.

MORBIDITAS
Angka Kesakitan penduduk didapat dari data yang berasal dari masyarakat (community based data)
yang dapat diperoleh dengan melalui studi morbiditas dan hasil pengumpulan data baik dari Dinas Kesehatan
maupun dari sarana pelayanan kesehatan (facility based data ) yang diperoleh melalui system pencatatan dan
pelaporan.
1. Penyakit Menular
Penyakit menular yang disajikan data profil kesehatan antara lain penyakit malaria, TB Paru,
HIV/AIDS, Infeksi Saluran Pernafasdan Akut (ISPA)
a. Penyakit Malaria
Penyakit malaria masih menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia, perkembangan penyakit malaria
dipantau melalui annual parasite incidence (API), dari hasil laporan dan pengamatan di lapangan tidak
ditemukan penderita.
b. Penyakit TB Paru
Menurut hasil Surkesnas 2001, TB Paru menempati urutan ke 3 penyebab kematian umum (9,4 %), selain
menyerang paru, Tuberculosis dapat menyerang organ lain (extra pulmonary). Dari data SPM berhasil
dikumpulkan di Wilayah Puskesmas Sekaran menunjukkan kasus BTA (+) pada tahun
2013sebanyak 30 orang, diobati 30 orang dan yang sembuh 30 orang (100 %).
Gambar .4
JUMLAH PENDERITA TB PARU

c. Penyakit HIV/AIDS
Perkembangan penyakit HIV/AIDS terus menunjukkan peningkatan, meskipun berbagai upaya pencegahan
dan penanggulangan terus dilakukan. Semakin tingginya mobilitas penduduk antar wilayah, menyebarnya
sentra-sentra pembangunan ekonomi di Indonesia., meningkatnya perilaku seksual yang tidak aman dan
meningkatnya penyalahgunaan NAPZA melalui suntikan, secara simultan telah memperbesar tingkat resiko
penyebaran HIV/AIDS.
Saat ini Indonesia telah digolongkan sebagai Negara dengan tingkat epidemu yang terkonsentrasi, yaitu adanya
prevalensi lebih dari 5 % pada sub populasi tertentu, missal pada kelompok pekerja sexual komersial dan
penyalahgunaan NAPZA. Tingkat epidemic ini menunjukkan tingkat perilaku beresiko yang cukup aktif
menularkan di dalam suatu sub populasi tertentu.
Jumlah penderita HIV/AIDS dapat digambarkan sebagai fenomena gunung es, yaitu jumlah penderita yang
dilaporkan jauh lebih kecil dari pada jumlah yang sebenarnya. Hal ini berarti bahwa jumlah penderita
HIV/AIDS di Indonesia yang sebenarnya belum diketahui dengan pasti. Diperkirakan jumlah orang dengan
HIV di Indoensia pad akhir tahun 2003 mencapai 90.000 – 130.000 orang. Sementara profil kesehatan
Indonesia 2003 (Depkes RI, 2005) melaporkan jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS yang dilaporkan sampai
dengan 31 Desember 2003 sebanyak 4.091 kasus.
Sesuai dengan sensus tahun 2000 kumulatif kasus AIDS per 100.000 penduduk secara nasional sebesar 0,68.
Cara penularan AIDS yang terbesar adalah melalui hubungan hetero seksual, yaitu 50,62 % dan melalui
suntikan, yang ada kaitannya dengan penyalahgunaan NAPZA yaitu sebesar 26,26 % , serta melalui hubungan
homoseksual, yaitu sebesar 9,34 %.
Upaya yang dilakukan dalam rangka pemberantasan penyakit HIV/AIDS disamping ditujukan pada
pananganan penderita yang ditemukan diarahkan pada upaya pencegahan yang dilakukan melalui skrening
HIV/AIDS terhadap darah donor dan upaya pemantauan pengobatan penderita penyakit menular seksual.
Di Wilayah Puskesmas Kecamatan Sekaran jumlah kasus HIV yang terlaporkan sebanyak 03 kasus, jumlah
kasus AIDS yang meninggal sebanyak 03 dengan kasus yang ditangani sebanyak 03 kasus ( 100 %). Jumlah
darah donor yang ada sebesar 0, sedangkan jumlah darah donor yang diperiksa sebanyak 0 dengan jumlah
reaktif HIV sebesar 0 ( 0 %).

d. Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA )


ISPA masih merupakan penyakit utama penyabab kematian bayi dan balita di Indonesia. Dari
beberapa hasil kegiatan SKRT diketahui bahwa 80,00 sampai 90,00 % dari seluruh kasus kematian ISPA
disebabkan pneumonia. Pneumonia merupakan penyabab kematian pada balita dengan peringkat pertama hasil
dari Surkesnas 2001. ISPA sebagai penyebab utama kematian pada bayi dan balita diduga karena pneumonia
dan merupakan penyakit yang akut dan kualitas penatalaksanaannya masih belum memadai.
Upaya dalam rangka pemberantasan penyakit infeksi saluran pernafasan akut lebih difokuskan pada
upaya penemuan dini dan tatalaksana kasus yang cepat dan tepat terhadap penderita pneumonia balita yang
ditemukan.
e. Penyakit Kusta
Dalam kurun waktu 10 tahun (1991-2001), angka prevalensi penyakit kusta secara nasional telah turun
dari 4,5 per 10.000 penduduk pada tahun 1991. Lalu, turun menjadi 0,85 per 10.000 penduduk pada tahun
2001. Pada tahun 2002 prevalensi sedikit meningkat menjadi 0,95 dan pada tahun 2003 kembali menurun
menjadi 0,8 per 10.000 penduduk (Profil Kesehatan Indonesia 2003, Depkes RI).
Meskipun Indonesia sudah mencapai eliminasi kusta pada pertengahan tahun 2000, sampai saat ini
penyakit kusta masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat. Hal ini terbukti dari masih tingginya
jumlah penderita kusta di Indonesia dan merupakan Negara urutan ketiga penderita terbanyak di dunia.
Penyakit kusta dapat mengakibatkan kecacatan pada penderita. Masalah ini diperberat dengan masih tingginya
stigma dikalangan masyarakat dan sebagian petugas. Akibat dari kondisi ini sebagian penderita dan mantan
penderita dikucilkan sehingga tidak mendapatkan akses pelayanan kesehatan serta pekerjaan yang berakibat
pada meningkatnya angka kemiskinan.
Diketahui di Indonesia masih banyak menyimpan kantong-kantong kusta yang kebanyakan berada di
kawasan pantai utara Kabupaten Lamongan, di Wilayah Puskesmas Sekaran terdapat penderita kusta type PB
sebanyak 3 orang dan yang telah selesai menjalani pengobatan (RFT) 3 orang ( 100 %), sedangkan type MB
sebanyak 7 orang yang telah selesai menjalani pengobatan (RFT) 7 orang (50 %). (Tabel 19)
2. Penyakit Menular Yang dapat Dicegah Dengan Iminisasi ( PD3I )
PD3I merupakan penyakit yang diharapkan dapat diberantas/ditekan denganpelaksanaan program
imuniasasi, pada profil kesehatan ini akan dibahas penyakit tetanus neonatorum, campak, difteri, pertusis dan
hepatitis B.
a. Tetanus Neonatorum
Jumlah kasus tetanus neonatorum di Indonesia pada tahun 2003 sebanyak 175 kasus dengan angka
kematian (CFR) 56 % ( sumber : Profil Kesehatan Indonesia 2003, Depkes RI). Angka ini sedikit menurun
dibandingkan tahun sebelumnya, hal ini diduga karena meningkatnya cakupan persalinan oleh tenaga
kesehatan, namun secara keseluruhan CFR masih tetap tinggi. Penanganan tetanus neonatorum tidak mudah,
yang terpenting adalah usaha pencegahan yaitu pertolongan persalinan yang higienis ditunjang dengan
imuniasasi TYT pada ibu hamil.
b. Campak
Campak merupakan penyakit menular yang sering menyebabkan kejadian luar biasa. Sepanjang tahun
2012 di Wilayah Puskesmas Sekaran tidak ada KLB campak.
c. Difteri
Difteri termasuk penyakit menular yang jumlah kasusnya relative rendah, rendahnya kasus difteri
sangat dipengaruhi adanya program imunisasi, KLB difteri masih terjadi.
Jumlah kasus penyakit difteri di Puskesmas Sekaran tahun 2013 sebesar 0 kasus ( 0 %).
d. Pertusis
Jumlah kasus pertusis di Puskesmas Sekaran pada tahun 2013 adalah 0.
e. Hepatitis B
Jumlah kasus Hepatitis pada tahun 2013 sebanyak 0 kasus
3. Penyakit Potensi KLB / Wabah
a. Demam Berdarah Dengue
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) telah menyebar luas ke seluruh wilayah. Penyakit ini
sering muncul sebagai KLB dengan angka kesakitan angka kematian relative tinggi. Angka insiden DBD
secara nasional berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pada awalnya pola epidemic terjadi setiap limatahunan,
namun dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir mengalami perubahan dengan periode antara 2-5 tahunan,
sedangkan angka kematian cenderung menurun.
Upaya pemberantasan DBD dititik beratkan pada penggerakan potensi masyarakat untuk dapat
berperan serta dalam pemberantasan sarang nyamuk (gerakan 3 M), pemantauan angka bebas jentik (ABJ)
serta pengenalan gejala DBD dan penanganannya di rumah tangga.
b. Filariasis
Kasus penyakit Filariasis di Puskesmas Maduran pada tahun 2013 sebanyak 0 kasus, yang ditangani 0
kasus (0 %).

4. Penyakit Tidak Menular

Semakin meningkatnya arus globalisasi di segala bidang, perkembangan teknologi dan

industri telah banyak membawa perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat, serta situasi

lingkungan misalnya perubahan pola konsumsi makanan, berkurangnya aktivitas fisik dan

meningkatnya polusi lingkungan. Perubahan tersebut tanpa disadari telah memberi pengaruh

terhadap terjadinya transisi epidemiologi dengan semakin meningkatnya kasus-kasus penyakit tidak

menular seperti Penyakit Jantung, Tumor, Diabetes, Hipertensi, Gagal Ginjal, dan sebagainya.

a. Sakit Persendian / Rematik.

Sakit persendian/rematik adalah penyakit radang kronis yang menyerang persendian dan

mengganggu fungsi persendian. Berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan 11 % penduduk berumur

15 tahun keatas atau lebih pernah mengalami penyakit persendian.

b. Dibetus Melitus.
Di Puskesmas Sekaran penderita Diabetes Melitus dari kunjungan rawat jalan cukup banyak
termasuk 10 besar penyakit sekecamatan.

5. Penyalahgunaan NAPZA/Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya)


Ditinjau dari jenisnya, ketergantungan NAPZA merupakan penyakit mental dan perilaku, yang dapat
berdampak pada kondisi kejiwaan yang bersangkutan dan masalah lingkungan sosial. Walaupun tidak ada data
yang pasti mengenai jumlah kasus penyalahguna NAPZA,
namun diperkirakan dalam beberapa tahun terakhir ini jumlah kasus penyalahguna NAPZA cenderung
semakin meningkat, bahkan jumlah yang sebenarnya ada di masyarakat diperkirakan jauh lebih besar daripada
kasus yang dilaporkan, seperti fenomena “gunung es”.
Faktor penyebab penyalahgunaan NAPZA sangat kompleks yang diakibatkan interaksi antara faktor-
faktor yang terkait dengan individu, lingkungan dan tersedianya zat (NAPZA). Tidak ada penyebab tunggal
(single cause) yang mempengaruhi terjadinya penyalahgunaan NAPZA.
Kegiatan untuk mencegah penyalah gunaan NAPSA pada tahun 2013 di Puskesmas Sekaran
dilakukan penyuluhan dengan sasaran tokoh masyarakat, tokoh agama, pendidik, LSM, murid sekolah,
sebanyak 10 kali.

C. STATUS GIZI

Status gizi masyarakat dapat diukur melalui beberapa indikator, antara lain bayi dengan

berat badan lahir rendah (BBLR), status gizi balita, status gizi wanita usia subur kurang energi kronis

(KEK).

1. Bayi Dengan Berat Badan lahir Rendah (BBLR)

Berat badan lahir rendah (kurang dari 2.500 gram) merupakan salah satu faktor utama yang

berpengaruh terhadap kematian perinatal dan neonatal. BBLR dibedakan dalam 2 katagori yaitu

BBLR karena premature atau BBLR karena intrauterine growth retardation (IUGR), yaitu bayi yang

lahir cukup bulan tetapi berat badannya kurang. Di Negara berkembang banyak BBLR dengan IUGR

karena ibu berstatus gizi buruk, anemia, malaria dan menderita penyakit menular seksual (PMS)

sebelum konsepsi atau pada saat kehamilan. Sementara itu jumlah BBLR di Kecamatan Sekaran

sebanyak 11 bayi (0,72 %) dari 655 bayi lahir hidup. Bayi dengan BBLR yang ditangani sebesar 11

bayi (100 %) dari jumlah bayi yang BBLR.

2. Gizi Balita

Status gizi balita merupakan salah satu indikator yang menggambarkan tingkat

kesejahteraan masyarakat. Salah satu cara penilaian status gizi balita adalah pengukuran secara

anthropometric yang menggunakan indeks berat badan menurut umur (BB/U).

3. Status Gizi Wanita Usia Subur Kurang Energi Kronik (KEK)

Salah satu cara untuk mengetahui status gizi Wanita Usia Subur (WUS) umur 15-49 tahun adalah

dengan melakukan pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA). Hasil pengukuran ini bisa digunakan

sebagai salah satu cara dalam mengidentifikasi seberapa besar seorang wanita mempunyai risiko

untuk melahirkan bayi BBLR. Indikator Kurang Energi Kronik (KEK) menggunakan standar LILA
<23,5cm. Dari hasil survei BPS tahun 2000-2003 diperoleh gambaran risiko KEK yang diukur

berdasarkan LILA menurut kelompok umur.

4. Gangguan Akibat Kekurangan Yodium

Salah satu masalah gizi yang perlu mendapat perhatian adalah gangguan akibat kekurangan

yodium (GAKY). GAKY dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan fisik dan keterbelakangan

mental. Gangguan pertumbuhan fisik meliputi pembesaran kelanjar tiroid (gondok), bisu, tuli, kretin

(kredil), gangguan motorik,bisu, tuli dan mata juling. Pemberian kapsul yodium dimaksudkan untuk

mencegah lahirnya bayi kretin, karena itu sasaran pemberian kapsul yodium adalah wanita usia

subur (WUS) termasuk ibu hamil dan ibu nifas. Angka prevalensi gondok atau total goiter rate

dihitung berdasarkan seluruh stadium pembesaran kelenjar, baik yang teraba maupun yang

terlihat. GAKY masih dianggap masalah kesehatan masyarakat, karena secara umum prevalensinya

diatas 5,00 %.

Jumlah WUS di Kecamatan Sekaran 10.333 orang dengan WUS yang mendapatkan kapsul

yodium sebanyak 0 orang (0,0%). Sementara itu, desa/kelurahan yang dengan garam beryodium

pada tahun 2012 sebanyak 0 desa/kelurahan yang ada, sedangkan jumlah desa / kelurahan

endemis sebanyak 0 (0 %).

BAB IV
SITUASI UPAYA KESEHATAN
Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan kesehatan untuk meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat, telah dilakukan berbagai upaya pelayanan kesehatan. Berikut ini diuraikan

gambaran situasi upaya kesehatan khususnya pada tahun 2013.

A. PELAYANAN KESEHATAN DASAR


Upaya pelayanan kesehatan dasar merupakan langkah awal yang sangat penting dalam

memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat. Dengan pemberian pelayanan kesehatan

dasar secara cepat dan tepat, diharapkan sebagian besar masalah kesehatan masyarakat sudah

dapat diatasi.

Berbagai pelayanan kesehatan dasar yang dilaksanakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan adalah

sebagai berikut :

1. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Bayi

Seorang ibu mempunyai peran yang sangat besar di dalam pertumbuhan bayi dan

perkembangan anak. Gangguan kesehatan yang dialami ibu yang sedang hamil bisa berpengaruh

pada kesehatan janin dalam kandungan hingga kelahiran dan masa pertumbuhan bayi dan

anaknya.

a. Pelayanan Antenatal ( K1 & K4 )

Pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan professional (

dokter spesialis kandungan dan kebidanan, dokter umum, bidan dan perawat) kepada ibu hamil

selama masa kehamilannya, yang mengikuti program pedoman pelayanan antenatal yang ada

dengan titik berat pada kegiatan promotif dan preventif. Hasil pelayanan antenatal dapat dilihat dari

cakupan pelayanan K1 dan K4.

Cakupan K1 atau juga disebut akses pelayanan ibu hamil merupakan gambaran besaran ibu

hamil yang telah melakukan kunjungan pertama ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk

mendapatkan pelayanan antenatal. Sedangkan K4 adalah gambaran besaran ibu hamil yang telah

mendapatkan pelayanan ibu hamil sesuai dengan standar serta paling sedikit empat kali kunjungan,

dengan distribusi sekali pada trimester pertama, sekali pada trimester dua dan dua kali pada

trimester ketiga. Angka ini dapat dimanfaatkan untuk melihat kualitas pelayanan kesehatan pada ibu

hamil.

b. Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan dengan Kompetensi Kebidanan


Komplikasi dan kematian ibu maternal dan bayi baru lahir sebagian besar terjadi pada masa

di sekitar persalinan, hal ini disebabkan pertolongan tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan yang

mempunyai kompetensi kebidanan (professional).

Hasil pengumpulan data / indikator kinerja SPM bidang kesehatan di Puskesmas Sekaran

pada tahun 2013 menunjukkan bahwa prosentase cakupan persalinan dengan perolongan oleh

tenaga kesehatan sebesar (100 %)..

c. Ibu Hamil Resiko Tinggi yang Dirujuk

Dalam memberikan pelayanan kesehatan khususnya oleh bidan di desa dan puskesmas,

beberapa ibu hamil di antaranya tergolong dalam kasus resiko tinggi (risti), maka kasus tersebut

memerlukan pelayanan kesehatan rujukan ke unit kesehatan yang memadai.

Target Indonesia sehat 2010 untuk ibu hamil resiko tinggi yang dirujuk sebesar 100 %, untuk

mencapai target tersebut Puskesmas Sekaran perlu untuk bekerja keras, mengingat masih banyak

Desa yang cakupanannya masih rendah. Rendahnya cakupan ini akan dapat berkontribusi pada

meningkatnya kematian ibu hamil.

d. Kunjungan Neonatus

Bayi hingga usia kurang dari satu bulan merupakan golongan umur yang paling rentan atau

memiliki resiko gangguan kesehatan paling tinggi. Upaya kesehatan yang dilakukan untuk

mengurangi resiko tersebut antara lain dengan melakukan pertolongan persalinan oleh tenaga

kesehatan dan pelayanan kesehatan pada neonatus (0-28 hari) minimal 2 kali, satu kali pada 0-7

hari dan satu kali pada umur 8-28 hari. Dalam melaksanakan pelayanan neonatus, petugas

kesehatan disamping melakukan pemeriksaan kesehatan bayi juga melakukan konseling perawatan

bayi kepada ibu.

Dari gambar di atas masih menunjukkan bahwa sampai dengan tahun 2012 ini alat

kontrasepsi yang paling banyak diminati adalah suntikan dan pil KB.

Data lengkap tentang akseptor KB aktif tahun 2013 di Puskesmas Sekaran bisa dilihat

pada Tabel 33.

Tempat pelayanan untuk peserta KB baru adalah di klinik KB pemerintah (59,45%), bidan

praktek swasta (30,77%), dan klinik KB swasta (6,98%), serta selebihnya di dokter praktek swasta

(2,80%).
Jumlah KB Baru di Puskesmas Sekaran tahun 2012 secara komulatif dan jumlah PUS. Bias

dilihat di (Tabel 35 ).

2. Pelayanan Imunisasi

Pencapaian universal child immunization pada dasarnya merupakan suatu gambaran

terhadap cakupan sasaran bayi yang telah mendapatkan imunisasi secara lengkap. Bila UCI

dikaitkan dengan batasan wilayah tertentu, berarti dalam wilayah tersebut dapat digambarkan

besarnya tingkat kekebalan masyarakat terhadap penularan PD3I.

Pada tahun 2013 dilaporkan Desa yang telah mencapai desa/keluaran UCI sebesar 21 (100

%) dari 21 desa / kelurahan yang ada. Dari 21 Desa semua telah mencapai UCI 100 %. (tabel 38).

Pelayanan imunisasi bayi mencakup vaksinasi BCG, DPT ( 3 kali ), Polio ( 4 kali ), Hepatyitis B ( 3

kali ) dan Campak ( 1 kali ), yang dilakukan melalui pelayanan rutin di posyandu dan fasilitas

pelayanan kesehatan lainya. Jumlah WUS bisa dilihat di (Tabel 26)

Upaya meningkatkan kekebalan pada masyarakat juga dilakukan pada kelompok-kelompok sasaran

khusus lainnya, misalnya pemberian imunisasi DT dan TT pada anak sekolah melalui program

Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) atau pelaksanaan Crash Program imunisasi Campak pada

anak Balita di lokasi pengungsian atau Catch Up Campaign imunisasi campak pada anak sekolah

kelas 1 sampai VI SD.

B. MANFAATAN OBAT GENERIK

Hasil pengumpulan data pelayanan penggunaan obat generic, penulisan resep obat generic

di Puskesmas menunjukkan bahwa data yang berhasil dikumpulkan, jumlah resep yang dilaporkan

sebesar 2.617. Dan penulisan resep obat generic dilaporkan sebesar 2.617 ( 100 %).

Jadi di Puskesmas Sekaran untuk penggunaan obat Generic sudah 100 % pengobatan

memakai obat Generik.

C. PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR


Upaya pemberantasan penyakit menular lebih ditekankan pada pelaksanaan surveilans epidemiologi dengan
upaya penemuan penderita secara dini yang ditindaklanjuti dengan penanganan secara cepat melalui
pengobatan penderita. Di samping itu pelayanan lain yang diberikan adalah upaya pencegahan dengan
pemberian imunisasi, upaya pengurangan faktor risiko melalui kegiatan untuk peningkatan kualitas lingkungan
serta peningkatan peran serta masyarakat dalam upaya pemberantasan penyakit menular yang dilaksanakan
melalui berbagai kegiatan. Uraian singkat berbagai upaya tersebut seperti berikut ini.

1. Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa

Upaya penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) merupakan

tindak lanjut dari penemuan dini kasus-kasus penyakit berpotensi wabah yang terjadi pada

masyarakat. Upaya penanggulangan yang dilakukan dimaksudkan untuk mencegah penyebaran

lebih luas dan mengurangi dampak negatif yang dapat ditimbulkan.

Berdasarkan hasil pengumpulan data/indikator kinerja SPM bidang kesehatan dari Desa selama

tahun 2013 jumlah desa/kelurahan yang melaporkan terkena KLB dan yang mendapatkan

penanganan kurang dari 24 jam adalah 0.


2. Pemberantasan Penyakit Polio

Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit Polio telah dilakukan melalui gerakan

imunisasi Polio. Upaya ini juga ditindaklanjuti dengan kegiatan surveilans epidemiologi secara aktif

terhadap kasus-kasus Acute Flaccid Paralysis (AFP) kelompok umur <15 tahun hingga dalam kurun

waktu tertentu, untuk mencari kemungkinan adanya virus Polio liar yang berkembang di masyarakat

dengan pemeriksaan spesimen tinja dari kasus AFP yang dijumpai. Berdasarkan kegiatan

surveilans AFP pada penduduk <15 tahun selama tahun 2012 di Puskesmas Sekaran tidak ada

kasus Polio sama sekali.

Setiap kasus AFP yang ditemukan dalam kegiatan intensifikasi surveilans, akan dilakukan

pemeriksaan spesimen tinja untuk mengetahui ada tidaknya virus Polio Liar yang menyerang

masyarakat.

Sementara itu, cakupan imunisasi Polio-3 pada bayi di Puskesmas Sekaran pada tahun

2013 sebesar 92,30 %.

3. Pemberantasan TB-Paru
Upaya Pencegahan dan pemberantasan TB-Paru dilakukan dengan pendekatan DOTS

(Directly Observe Treatment Shortcource) atau pengobatan TB-Paru dengan pengawasan langsung

oleh Pengawas Menelan Obat (PMO). Kegiatan ini meliputi upaya penemuan penderita dengan

pemeriksaan dahak di sarana pelayanan kesehatan yang ditindaklanjuti dengan paket pengobatan.

Dari upaya penemuan penderita TB selama tahun 2013 ditemukan gambaran kasus.

Dalam penanganan program, semua penderita TB yang ditemukan ditindaklanjuti dengan

paket-paket pengobatan intensif. Melalui paket pengobatan yang diminum secara teratur dan

lengkap, diharapkan penderita akan dapat disembuhkan dari penyakit TB yang dideritanya. Namun

demikian dalam proses selanjutnya tidak tertutup kemungkinan terjadinya kegagalan pengobatan

akibat dari paket pengobatan yang tidak terselesaikan atau drop out (DO), terjadinya resistensi obat

atau kegagalan dalam penegakan diagnosa di akhir pengobatan. Tingkat kesembuhan dari

penderita pasca pengobatan biasanya sangat sulit ditegakkan oleh karena kendala dari penderita

dalam mengeluarkan dahak yang memenuhi persyaratan, sehingga dalam pemantauan hasil akhir

lebih diarahkan pada tingkat kelengkapan pengobatan atau succes rate (SR).

4. Pemberantasan Penyakit ISPA

Upaya dalam rangka Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (P2 ISPA)

lebih difokuskan pada upaya penemuan secara dini dan tata laksana kasus yang cepat dan tepat

terhadap penderita Pneumonia balita yang ditemukan. Upaya ini dikembangkan melalui suatu

manajemen terpadu dalam penanganan balita sakit yang datang ke unit pelayanan kesehatan atau lebih

dikenal dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Dengan pendekatan MTBS semua penderita

ISPA langsung ditangani di unit yang menemukan, namun bila kondisi balita sudah berada dalam

Pneumonia berat sedangkan peralatan tidak mencukupi maka penderita langsung dirujuk ke fasilitas

pelayanan yang lebih lengkap.

Dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir hasil penemuan dan pengobatan Pneumonia

cakupan penemuan penderita masih kurang dari target (perkiraan penderita) masih relatif rendah.

5. Penanggulangan Penyakit HIV/AIDS dan PMS


Upaya pelayanan kesehatan dalam rangka penanggulangan penyakit HIV/AIDS, di samping

ditujukan pada penanganan penderita yang ditemukan juga diarahkan pada upaya pencegahan

melalui penemuan penderita secara dini yang dilanjutkan dengan kegiatan konseling.

Upaya penemuan penderita dilakukan melalui skrining HIV/AIDS terhadap darah donor,

pemantauan pada kelompok berisiko penderita Penyakit Menular Seksual (PMS) seperti Wanita

Penjaja Seks (WPS), penyalahguna obat dengan suntikan (IDUs), atau sesekali dilakukan penelitian

pada kelompok berisiko rendah seperti ibu rumah tangga dan sebagainya. Hasil pelaksanaan

surveilans HIV/AIDS selama tahun 2012 menunjukkan peningkatan yang cukup bermakna

Walaupun jumlah penderita AIDS secara kumulatif relatif kecil (Case Rate1,33 per

100.000 penduduk), namun dalam perjalanan penyakit dari HIV + menjadi AIDS dikenal istilah

”windows periods” yang tidak diketahui dengan pasti periodisasinya sehingga kelompok ini menjadi

sangat potensial dalam menularkan penyakit. Pada kelompok ini disamping dilakukan pengobatan

yang lebih utama adalah dilakukan konseling untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab dalam ikut

aktif mencegah terjadinya penularan lebih lanjut

Upaya pemantauan yang dilakukan pada kelompok berisiko melalui kegiatan survei dan

kegiatan rutin serta skrining darah donor.

6. Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)


Upaya pemberantasan DBD dititik beratkan pada penggerakan potensi masyarakat untuk dapat
berperan serta dalam pemberantasan sarang nyamuk (gerakan 3 M+), Juru Pemantauan Jentik (Jumantik) untuk
memantau Angka Bebas Jentik (ABJ), serta pengenalan gejala DBD dan penanganannya di rumah tangga.

Upaya kesehatan yang telah dilakukan dalam rangka penanggulangan DBD selama tahun

2004 tersebut antara lain adalah penemuan penderita secara dini melalui sistem surveilans,

penegakan diagnosa secara cepat dan penanganan penderita secara tepat, serta gerakan

pemantauan dan pengendalian vektor melalui gerakan 3 M.

Dari gambar di atas menunjukkan bahwa pada tahun 2013 terlihat adanya persentase

kasus DBD yang ditangani oleh institusi pelayanan kesehatan (100 %). Rincian penemuan dan

penanganan kasus DBD oleh institusi pelayanan kesehatan selama tahun 2013 dapat dilihat pada

Tabel 23.
7. Pemberantasan Penyakit Malaria

Penegakan diagnosa penderita secara cepat dan pengobatan yang tepat merupakan salah satu upaya penting
dalam rangka pemberantasan penyakit Malaria di samping pengendalian vektor potensial.

Terdapat dua model pendekatan dalam upaya penegakan diagnosa penderita, yaitu wilayah

Jawa Bali dilakukan secara aktif (Active Case Detection) oleh Juru Malaria Desa dengan

mendatangi warga yang mengeluh gejala klinis Malaria, sedangkan untuk wilayah luar Jawa Bali

dilakukan secara pasif dengan menunggu pasien datang berobat ke pelayanan kesehatan. Upaya

pengobatan tidak hanya diberikan kepada penderita klinis atau penderita dengan konfirmasi

laboratorium namun juga diberikan pada kelompok tertentu untuk tujuan profilaksis.

Diwilayah Puskesmas Sekaran sepanjang tahun 2013 tidak ditemukan satupun kasus

malaria. Jadi untuk sementara bisa dikatakn aman dari penyakit malaria.

8. Pemberantasan Penyakit Kusta

Upaya pelayanan terhadap penderita penyakit Kusta antara lain adalah melakukan

penemuan penderita melalui berbagai survei anak sekolah, survei kontak dan pemeriksaan intensif

penderita yang datang ke pelayanan kesehatan dengan keluhan atau kontak dengan penderita

penyakit Kusta.

Semua penderita yang ditemukan langsung diberikan pengobatan paket MDT yang terdiri

atas Rifampicin, Lampren, dan DDS selama kurun waktu tertentu. Sedangkan untuk penderita yang

ditemukan sudah dalam kondisi parah akan dilakukan rehabilitasi melalui institusi pelayanan

kesehatan yang memiliki fasilitas pelayanan lebih lengkap.

9. Pemberantasan Penyakit Filaria

Upaya kesehatan dalam rangka pemberantasan penyakit Filaria difokuskan pada kegiatan

penemuan penderita, pengobatan dan pengendalian vektor potensial di wilayah-wilayah

endemis. Upaya penemuan penderita yang dilakukan disemua Desa diwilayah Kecamatan sekaran

telah dilaksanakan secara maksimal namun sejak beberapa tahun sampai dengan tahun 2013 ini

tidak satupun kasus Filaria yang ditemukan.

D. PEMBINAAN KESEHATAN LINGKUNGAN DAN SANITASI DASAR


Untuk memperkecil resiko terjadinya penyakit kusta atau gangguan kesehatan sebagai

akibat dari lingkungan yang kurang sehat, dilakukan berbagai upaya peningkatan kualitas

lingkungan, antara lain dengan pembinaan kesehatan lingkungan pada institusi yang dilakukan

secara berkala. Upaya yang dilakukan mencakup pemantauan dan pemberian rekomendasi

terhadap aspek penyediaan fasilitas sanitasi dasar.

Hasil kompilasi data menunjukan bahwa pada tahun 2013 dari institusi yang dilaporkan 244,

yang dibina kesehatan lingkungannya sebanyak 208 (85,25 %).

Dari jumlah institusi tersebut diatas terdistribusi pada sarana kesehatan 23 dan yang dibina

22 (95,7 %), sarana pendidikan 76 dan yang dibina 71 (93,4 %), sarana ibadah 138 dan yang dibina

108 (78,3 %) dan institusi perkantoran 7 dan yang dibina 7 (100 %).

1. Pembinaan Kesehatan Lingkungan

Upaya pembinaan kesehatan lingkungan diarahkan pada masyarakat dan institusi yang

memiliki potensi mengancam kesehatan masyarakat yang dilakukan secara berkala. Kegiatan

pembinaan dimaksud mencakup upaya pemantauan, penyuluhan dan pemberian rekomendasi

terhadap aspek penyediaan fasilitas sanitasi dasar (air bersih dan jamban), pengelolaan sampah,

sirkulasi udara, pencahayaan, dan lain-lain.

Hasil pengumpulan data/indikator kinerja SPM bidang kesehatan dari 21 Desa pada tahun

2013 dalam kaitan pembinaan kesehatan lingkungan pada institusi dapat dilihat pada Tabel

terlampir.

Dari gambar di atas terlihat bahwa jumlah institusi yang terdaftar dan dibina pada tahun

2012, cakupan institusi yang dibina mencapai 85,2 %.

2. Surveilans Vektor
Upaya surveilans vektor dilakukan untuk mengendalikan vektor potensial dalam menularkan penyakit antara
lain nyamuk. Kegiatan yang dilakukan meliputi survei vektor untuk mengetahui jenis potensial, bionomik serta
strategi pengendaliannya.

3. Pengawasan Tempat-tempat Umum dan Tempat Pengelolaan Makanan


Pengawasan terhadap Tempat-Tempat Umum (TTU) dan Tempat Pengelolaan Makanan (TUPM) dilakukan
untuk meminimalkan faktor risiko sumber penularan bagi masyarakat yang memanfaatkan TTU dan TUPM.
Bentuk kegiatan yang dilakukan antara lain meliputi pengawasan kualitas lingkungan TTU dan TUPM secara
berkala, bimbingan, penyuluhan dan saran perbaikan dalam pengelolaan lingkungan yang sehat, hingga
pemberian rekomendasi untuk penerbitan izin usaha.

Menurut hasil rekapitulasi Profil Kesehatan Puskesmas Sekaran tahun 2013, dari 6

TUPM yang diperiksa sebanyak 6 (100 %) memenuhi syarat kesehatan. Yang termasuk kategori

sehat adalah 100 %.

E. PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT

Upaya perbaikan gizi masyarakat pada hakekatnya dimaksudkan untuk menangani

permasalahan gizi yang dihadapi masyarakat. Beberapa permasalahan gizi sering dijumpai pada

kelompok masyarakat adalah kekurangan kalori protein, kekurangan vitamin A, gangguan akibat

kekurangan yodium dan anemia gizi besi.

1. Pemantauan Pertumbuhan Balita

Upaya pemantauan terhadap pertumbuhan balita dilakukan melalui kegiatan penimbangan

di posyandu secara rutin setiap bulan. Hasil dari pengumpulan data di seluruh Desa bias dilihat

pada Tabel 44

F. PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

Upaya pelayanan kefarmasian dan alat kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan

dari upaya pelayanan kesehatan secara paripurna. Upaya tersebut dimaksudkan untuk (1)

menjamin ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan obat generik dan obat esensial yang bermutu

bagi masyarakat, (2) mempromosikan penggunaan obat yang rasional dan obat generik, (3)

meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian di farmasi komunitas dan farmasi klinik serta

pelayanan kesehatan dasar, serta (4) melindungi masyarakat dari penggunaan alat kesehatan yang

tidak memenuhi persyaratan, mutu, dan keamanan.

1. Peningkatan Penggunaan Obat Rasional


Upaya peningkatan penggunaan obat rasional, diarahkan kepada peningkatan cakupan dan

kualitas pelayanan pembinaan penggunaan obat yang rasional melalui pelaksanaan advokasi secara

lebih intensif agar terwujud dukungan masyarakat yang kondusif serta terbangunnya kemitraan dengan

unit pelayanan kesehatan formal. Sampai dengan akhir tahun 2013, penggunaan obat rasional telah

mencapai 100 %. Angka tersebut telah mencapai target yang harus dicapai adalah 100%. Walau

begitu Berkaitan dengan hal tersebut masih perlu terus diupayakan meningkatan obat esensial nasional

di setiap fasilitas kesehatan masyarakat dan melindungi masyarakat dari risiko pengobatan irasional.
2. Penerapan Penggunaan Obat Esensial Generik

Kegiatan ini dimaksudkan agar terjaminnya ketersediaan, keterjangkauan, dan pemerataan

obat dalam pelayanan kesehatan, yang pelaksanaannya mencakup pengadaan buffer stock obat

generik esensial, revitalisasi pemasyarakatan konsepsi obat esensial dan penerapan penggunaan

obat esensial generik pada fasilitas pelayanan pemerintah maupun swasta. Pada tahun 2013.

Ketersediaan obat esensial nasional sudah mencapai 90%.

3. Pemberdayaan Masyarakat dalam Penggunaan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan


Rumah Tangga (PKRT)

Kegiatan ini dimaksudkan agar masyarakat terlindungi dari penggunaan alat kesehatan dan

perbekalan kesehatan rumah tangga yang tidak memenuhi persyaratan, mutu dan keamanan, yang

dilaksanakan melalui antara lain monitoring sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dalam

rangka Cara Pembuatan Alat Kesehatan (CPAK), sampling terhadap alat kesehatan dan PKRT yang

beredar di pasar dan dijumpai 4,2% dari yang disampling tidak memenuhi syarat mutu.
G. PELAYANAN KESEHATAN DALAM SITUASI BENCANA

Setiap kejadian bencana yang melanda suatu kawasan selalu menimbulkan berbagai

masalah kehidupan masyarakat hingga menimbulkan banyak korban termasuk gangguan kesehatan

dan kematian.

Bencana alam Tsunami yang terjadi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam pada tanggal 26

Desember 2004 yang lalu telah banyak menimbulkan korban meninggal, hilang dan gangguan

kesehatan serta memporakporandakan fasilitas umum dan sosial di wilayah NAD dan Sumatera
Utara. Banyaknya korban tenaga kesehatan dan keluarganya yang meninggal dan hilang serta

hancurnya fasilitas kesehatan telah melumpuhkan fungsi pelayanan kesehatan pada masyarakat

yang seharusnya menjadi ujung tombak dalam memberikan pertolongan pada korban bencana.
Selain tenaga kesehatan yang menjadi korban meninggal/hilang dan hancurnya tempat tinggal mereka, diantara
masyarakat umum terdapat keluarga dari tenaga kesehatan sehingga secara fisik tenaga tersebut tidak bisa
menjalankan kewajibannya secara maksimal yang pada muaranya berdampak pada kualitas pelayanan
kesehatan.

Bagi masyarakat yang selamat dari bencana, melakukan pengungsian di beberapa tempat

baik di rumah keluarga maupun di tempat-tempat pengungsian baik yang disediakan oleh

masyarakat atau atas inisiatif masyarakat sendiri.

Di samping itu juga dilaporkan beberapa fasilitas pelayanan kesehatan yang hancur dan mengalami

kerusakan ringan hingga berat.

1. Pembentukan Tempat Pelayanan Kesehatan

Dalam situasi bencana pada umumnya penduduk terkonsentrasi di kamp penampungan yang biasanya
dalam kondisi darurat atau kurang layak menjadi tempat tinggal bagi masyarakat.
Beberapa saat setelah bencana terjadi jajaran kesehatan segera menata kembali tempat-tempat
pelayanan kesehatan dengan membentuk Pos Pelayanan Kesehatan di tempat pengungsian, Rumah Sakit
Lapangan dan membentuk jaringan untuk rujukan pelayanan kesehatan lebih lanjut. Tempat pelayanan
kesehatan dimaksud dikelola tidak hanya oleh jajaran kesehatan namun juga atas partisipasi dari lembaga
swadaya Nasional dan Internasional, Organisasi Profesi, Pemerintah Daerah, TNI, negara sahabat dan badan-
badan dunia lainnya. Dalam waktu singkat telah dibentuk beberapa Pos Pelayanan Kesehatan di tempat
pengungsian dan Rumah Sakit Lapangan.
2. Mobilisasi Tenaga Kesehatan
Dalam upaya meningkatkan pelayanan sesuai dengan standar, di samping menggerakkan
Brigade Bencana, Departemen Kesehatan juga melakukan mobilisasi tenaga profesional melalui Organisasi
Profesi, Pemerintah Daerah, Lembaga Swadaya Masyarakat, Lembaga Pendidikan, TNI, negara sahabat dan
badan dunia untuk bekerja di tempat pelayanan kesehatan baik di pos-pos pengungsian atau Rumah Sakit
Lapangan.
Beberapa saat setelah bencana terjadi jajaran kesehatan telah dapat memobilisasi tenaga medis (dokter
umum, dokter spesialis, dokter gigi), tenaga paramedis perawatan (perawat, bidan), paramedis non perawatan
(nutrisionis, sanitarian, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga farmasi dan lain-lain).
Di samping itu Departemen Kesehatan juga membentuk Tim Lapangan yang diketuai oleh pejabat
eselon I dengan anggota para eselon II dan pelaksana lapangan eselon III dan IV, untuk membantu dalam
penataan manajemen Dinas Kesehatan Provinsi NAD dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
3. Mobilisasi Peralatan dan Bahan Penunjang

Dalam mendukung pelayanan kesehatan yang optimal jajaran kesehatan juga memobilisasi bantuan

peralatan dan bahan penunjang pelayanan kesehatan seperti peralatan medik, obat-obatan, sarana

transportasi dan peralatan pendukung lainya.


BAB V
SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN
Gambaran mengenai situasi sumber daya kesehatan dikelompokan dalam sajian dan

informasi mengenai sarana kesehatan dan tenaga kesehatan.

A. SARANA KESEHATAN

Pada bab ini diuraikan mengenai sarana kesehatan di antaranya puskesmas Pembantu,

Polindes dan BP Swasta dan Upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) diantaranya

adalah posyandu, polindes, Pos Obat Desa (POD).

1. Puskesmas Pembantu dan Polindes.

Puskesmas Pembantu di Kecamatan Sekaran pada tahun 2013 berjumlah 5 buah, Polindes

berjumlah 16 buah. Secara konseptual, puskesmas menganut konsep wilayah dan diharapkan dapat

melayani sasaran penduduk 42.183 penduduk. Dengan jumlah tersebut berarti 1 Desa rata-rata

melayani sebanyak 649 s/d 5683 jiwa.

2. BP Swasta.

Indikator yang digunakan untuk menilai perkembangan sarana BP Swasta antara lain

dengan melihat perkembangan fasilitas perawatan yang biasanya diukur dengan jumlah rumah sakit

dan tempat tidurnya serta dengan rasio terhadap jumlah

penduduk.

Jumlah seluruh BP di Kecamatan Sekaran pada tahun 2013 sebanyak 2 buah

3. Sarana Produksi dan Distribusi Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan

Salah satu indikator penting untuk menggambarkan ketersediaan sarana pelayanan

kesehatan adalah jumlah sarana produksi dan distribusi sediaan farmasi dan alat kesehatan.

Data yang berhasil dikumpulkan tahun 2013 adalah jumlah apotik di Kecamatan Sekaran

sebanyak 1 buah, gudang farmasi 0, toko obat 0.

4. Sarana Kesehatan Bersumber daya Masyarakat

Dalam rangka menigkatkan cakupan pelayanan kesehatan kepada masyarakat berbagai

upaya dilakukan dengan memanfaatkan potensi dan sumber daya yang ada di masyarakat. Upaya
kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) diantaranya adalah posyandu, polindes, Pos Obat

Desa (POD).

Posyandu merupakan salah satu bentuk UKBM yang paling dikenal oleh masyarakat.

Posyandu menyelenggarakan minimal 5 program prioritas, yaitu kesehatan ibu dan anak, keluarga

berencana, perbaikan gizi, imunisasi dan penaggulangan diare. Untuk memantau perkembangannya

posyandu dikelompokkan menjadi 4 strata, yaitu posyandu pratama, posyandu madya, posyandu

purnama dan posyandu mandiri.

Jumlah posyandu di Kecamatan Sekaran menurut hasil kompilasi dari Profil Kesehatan

tahun 2013, bahwa jumlah seluruh posyandu yang ada sebanyak 57 buah, dengan rincian posyandu

pratama 0 buah (0 %), posyandu madya 51 buah (89,47 %), posyandu purnama 6 buah (10,53 %),

dan posyandu mandiri 0 buah (0 %).

Polindes merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam rangka mendekatkan

pelayanan kebidanan, melalui penyediaan tempat pertolongan persalinan dan palayanan kesehatan

ibu dan anak termasuk keluarga berencana. Pada tahun 2013 jumlah polindes di Kecamatan

Sekaran berjumlah 16 buah.

Pos Obat Desa (POD) merupakan wujud peran serta masyarakat dalam hal pengobatan

sederhana, terutama untuk penyakit yang sering terjadi pada masyarakat setempat. Jumlah pos

obat desa (POD) yang pada tahun 2012 sebanyak 0 buah.

B. TENAGA KESEHATAN

Sebagaimana diketahui bahwa penyelenggaraan upaya kesehatan tidak hanya dilakukan

pemerintah, tapi juga diselenggarakan oleh swasta. Oleh karena itu gambaran situasi ketersediaan

tenaga kesehatan baik yang disektor pemerintah maupun swasta perlu diketahui. Data ketenagaan

ini diperoleh dari hasil pengumpulan data oleh Sub Bagian Program. Data yang dapat dikumpulkan

meliputi data jumlah dan jenis sumber daya manusia kesehatan yang ada pada Puskesmas,

Puskesmas Pembantu, Polindes dan BP Swasta pada tahun 2013.

Jumlah dan jenis sumder daya kesehatan di Kecamatan Sekaran sebesar orang, di Puskesmas

28 orang, Pustu 8 orang, Polindes 16 orang, dan BP swasta 15 orang, Proporsi SDM Kesehatan di

Kecamatan Sekaran dapat dilihat pada gambar dibawah.


Gambar 14
JUMLAH TENAGA KESEHATAN YANG ADA DI PUSKESMAS,
PUSTU, POLINDES DAN BP SWASTA

PEMBIAYAAN KESEHATAN

Pembiayaan kesehatan yang bersumber dari Pemerintah dan masyarakat. Anggaran

Pemerintah dari APBN, PHLN dan APBD. Total anggaran pada tahun 2013 sebesar Rp.90.880.000

,-. Hal ini berarti, besar biaya kesehatan per kapita per tahun untuk tahun 2013 penduduk di

Kabupaten Lamongan sebesar Rp. 2.665,-.


BAB VI
PENUTUP Data dan informasi merupakan sumber daya yang strategis bagi pimpinan dan organisasi
dalam pelaksanaan manajemen, maka penyediaan data dan informasi yang berkualitas sangat diperlukan
sebagai masukan dalam proses pengambilan keputusan. Dibidang kesehatan, data dan informsi ini diperoleh
melalui penyelenggaraan system informasi kesehatan. Salah satu luaran utama dari penyelenggaraan system
informasi kesehatan, sejak tahun 1998 telah dikembangkan paket sajian data dan informasi oleh Pusat Data
Kesehatan RI, merupakan kumpulan informasi yang sangat penting, karena dibutuhkan baik oleh jajaran
kesehatan, lintas sector maupun masyarakat.
Namun sangat disadari, system informasi kesehatan yang ada saat ini masih belum dapat
memenuhi kebutuhan data dan informasi kesehatan secara optimal, apalagi dalam era
desentralisasi pengumpulan data dan informasi dari Desa menjadi relative lebih sulit. Hal ini
berimplikasi pada kualitas data dan informasi yang disajikan dalam Profil Kesehatan Puskesmas
Sekaran yang diterbitkan ini belum sesuai dengan harapan. Walaupun demikian Profil Kesehatan
Puskesmas Sekaran dapat memberikan gambaran secara garis besar dan menyeluruh tentang
seberapa jauh keadaan kesehatan masyarakat yang telah dicapai.
Walaupun Profil Kesehatan Puskesmas Sekaran sering kali belum mendapatkan
apresiasi yang memadai, karena belum dapat menyajikan data dan informasi yang sesuai dengan
harapan, namun ini merupakan salah satu publikasi data dan informasi yang meliputi data capaian
Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Target Pemerintah yang
kini terus dikejar bangsa Indonesia adalah Millenium Development Goals (MDG’s), yaitu program
dunia yang menjadi acuan untuk mengukur tingkat kemajuan suatu negara yang memfokuskan diri
pada upaya peningkatan taraf kesehatan masyarakat.
. Oleh karena itu dalam rangka meningkatkan kualitas Profil Kesehatan Puskesmas Sekaran perlu
dicari terobosan dalam mekanisme pengumpulan data dan informasi secara cepat untuk mengisi
kekosongan data agar dapat tersedia data dan informasi khususnya yang bersumber dari Desa.
Wassalaam
Pe n y u s u n

Tim Upt Puskesmas Sekaran

Diposting oleh UPT PUSKESMAS Sekaran di 23.24


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook

1 komentar:

Wakhyulianto Mobee mengatakan...

matur nuwun atas contoh profilnya..sangat bermanfaat sebagai pedoman dalam


penyusunan profil puskesmas

5 April 2016 21.36

Posting Komentar

Posting Lebih BaruBeranda


Kepala Upt Puskesmas Sekaran

Kegiatan Pkm Sekaran


BERITA

PROFIL PUSKESMAS SEKARAN


BAB I PENDAHULUAN Program pembangunan kesehatan yang telah dilaksanakan selama ini telah berhasil
meningkatkan derajat kesehatan...

YUK MENGINGAT KEMBALI


Virus Ebola: Pengertian, Sejarah dan Perkembangan sampai Kini, Juga di Indonesia Berikut ini sebuah ulasan
tentang virus Ebola, mu...

jam
Total Tayangan Laman

7334
ARSIP
 ▼ 2014 (2)

o ► November (1)

o ▼ Oktober (1)

 PROFIL PUSKESMAS SEKARAN

Copyright (c) 2011 PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT KECAMATAN SEKARAN KABUPATEN LAMONGAN .
Designed for Healthy - Health Insurance, Alkaline diet, Reflexology

Anda mungkin juga menyukai