Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

Kusta atau Morbus Hansen (MH) merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan
penyebabnya ialah Mycobacterium Leprae yang bersifat intraselular obligat. Saraf perifer
sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian
dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat.1

Bedasarkan data yang diperoleh dari World Health Organization (WHO) pada akhir
tahun 2011 didapatkan jumlah pasien kusta yang teregistrasi sebanyak 219.075 penderita. Dari
data tersebut didapatkan jumlah pasien terbanyak dari asia tenggara dengan jumlah pasien yang
terdaftar sebanyak 160.132. Dan dari data didapatkan india merupakan negara dengan jumlah
penduduk terkena kusta terbanyak dengan jumlah 127.295 penderita baru. Sementara indonesia
memiliki jumlah penderita terbanyak kedua dengan 20.023 (WHO).2

Menurut WHO pada tahun 1981, kusta dibagi menjadi multibasilar dan pausibasilar.
Yang termasuk dalam multibasilar adalah tipe dengan indeks bakteri (IB) lebih dari 2+
sedangkan pausibasilar adalah tipe dengan IB kurang dari 2+. Untuk kepentingan pengobatan
pada tahun 1987 telah terjadi perubahan. Yang dimaksud dengan kusta pausibasiler adalah
kusta dengan Basil Tahan Asam (BTA) negatif pada pemeriksaan kerokan kulit, sedangkan
apabila BTA positif maka akan dimasukan dalam kusta multibasiler.1

Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan adalah patogenesis kuman penyebab, cara


penularan, keadaan sosial ekonomi dan lingkungan, varian genetik yang berhubungan dengan
kerentanan, perubahan imunitas, umur, dan kemungkinan adanya reservoir diluar manusia.1

Morbus Hansen pada umumnya memberikan morfologi yang khas yaitu lesi yang
diawali dengan bercak putih, bersisik halus pada bagian tubuh, tidak gatal, kemudian membesar
dan meluas. Jika saraf sudah terkena, penderita akan mengeluh kesemutan/ baal pada bagian
tertentu, ataupun kesukaran menggerakan anggota badan yang berlanjut pada kekakuan sendi.
Rambut alis pun dapat rontok.3

Terapi yang di programkan untuk pemberantasan morbus hansen di seluruh dunia


termasuk indonesia adalah obat yang di kelompokan pada regimen Multi Drug Treatment
(MDT) antara lain diaminodiphenil sulfon, rifampisin, klofazimin (lampren). Adapun obat
alternatif yaitu ofloksasin, minosiklin, dan klaritomisin.4
Prognosis untuk morbus hansen pada umumnya baik, hanya jika pasien mampu
mengikuti program secara teratur.2

Berikut ini akan dilaporkan sebuah kasus dengan diagnosa Morbus Hansen tipe
Multibasilar yang ditemukan pada seorang pasien yang berobat di poliklinik kulit dan kelamin
RSUD Sultan Syarief Muhammad Alkadrie Kota Pontianak tahun 2017.

Anda mungkin juga menyukai