PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
2.1.1 Uterus
Uterus berbentuk seperti buah pir yang sedikit gepeng, ukurannya sebesar telur
ayam dan mempunyai rongga. Dindingnya terdiri dari otot-otot polos. Ukuran panjang
uterus adalah 7-7,5 cm, lebar 5,25 cm dan tebal dinding 1,25 cm. Letak uterus dalam
keadaan fisiologis adalah anteversiofleksi. Uterus terdiri dari fundus uteri, korpus dan
serviks uteri. Fundus uteri adalah bagian proksimal dari uterus, disini kedua tuba
falopii masuk ke uterus. Korpus uteri adalah bagian uterus yang terbesar, pada
kehamilan bagian ini mempunyai fungsi utama sebagai tempat janin berkembang.
Rongga yang terdapat di korpus uteri disebut kavum uteri. Serviks uteri terdiri atas
pars vaginalis servisis uteri dan pars supravaginalis servisis uteri. Saluran yang
terdapat pada serviks disebut kanalis servikalis.3
2.1.3 Fimbrae
Fimbrae penting artinya bagi tuba untuk menangkap telur kemudian
disalurkan ke dalam tuba. Bagian luar tuba diliputi oleh peritoneum viseral yang
2
merupakan bagian dari ligamentum latum. Otot dinding tuba terdiri atas (dari luar ke
dalam) otot longitudinal dan otot sirkuler. Lebih ke dalam lagi didapatkan selaput yang
berlipat-lipat dengan sel-sel yang bersekresi dan bersilia yang khas, berfungsi untuk
menyalurkan telur atau hasil konsepsi ke arah kavum uteri dengan arus yang
ditimbulkan oleh getaran silia tersebut.4
2.1.4 Ovarium
Perempuan umumnya mempunyai 2 indung telur kanan dan kiri. Ovarium
kurang lebih sebesar ibu jari tangan dengan ukuran panjang sekitar 4 cm, lebar dan
tebal kira-kira 1,5 cm. Setiap bulan 1-2 folikel akan keluar yang dalam
perkembangannya akan menjadi folikel de Graaf.4
3
2.2 Kehamilan Ektopik Terganggu
2.2.1. Definisi
Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan yang pertumbuhan sel telur yang
telah dibuahi tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri. Kehamilan
ektopik terganggu (KET) merupakan kehamilan ektopik yang disertai dengan gejala
akut abdomen, dengan trias gambaran klasik yaitu amenore, nyeri akut abdomen dan
pendarahan pervaginam.2,3
Bentuk-bentuk kehamilan ektopik yaitu kehamilan tuba, kehamilan ovarial,
kehamilan intraligamenter, kehamilan servikal dan kehamilan abdominal primer atau
sekunder. Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi pada tuba fallopi di pars
ampularis 80%, pars ismika 12%, fimbrae 5% dan kornual 2%. Sangat jarang terjadi
implantasi di ovarium (0,2%), roangga perut (1,4%), kanalis servikalis uteri (0,2%),
kornu uterus yang rudimenter dan divertikel pada uterus.1 Terbatasnya kemampuan
tuba fallopi untuk mengembang menyebabkan kehamilan ektopik mengalami rupture
tuba sehingga dapat timbul pendarahan ke dalam kavum abdomen, keadaan ini bisa
dikenal dengan kehamilan ektopik terganggu.2,3
4
2.2.2 Epidemiologi Kehamilan Ektopik
Angka kehamilan ektopik terus meningkat di Amerika Serikat sepanjang
tahun 1990an. Setelah itu, karena semakin luasnya penerapan terapi rawat jalan
maka data pasti tentang jumlah kehamilan ektopik yang sebenarnya tidak lagi
tersedia setelah tahun 1990. Dengan demikian, maka 1,9 persen pada tahun 1992
serupa dengan angka 2,1 persen yang dilaporkan dari Kaiser Permanente of North
Carolina pada lebih dari 125.000 kehamilan dari tahun 1997 sampai 2000.14
Menurut WHO (World Health Organization) 2007, kehamilan ektopik
adalah penyebab hampir 5 persen kematian ibu hamil di Negara maju. Menurut
Grimas (2006), dari tahun 1991 sampai 1999 perkiraan angka kematian untuk
kehamilan ektopik adalah 32 per 100.000 pelahiran dibandingkan dengan angka
kematian ibu hamil sebesar 7 per 100.000 kelahiran hidup. Di Amerika
kehamilan ektopik lebih sering dijumpai pada wanita kulit hitam dari pada kulit
putih Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara
25 dan 35 tahun. Di Indonesia kejadian kehamilan ektopik sekitar 5-6 per –seribu
kehamilan. Di negara-negara berkembang, khususnya di Indonesia, di RS Cipto
Mangunkusumo Jakarta (1971-1975) frekuensi 1: 24. pada RS Pirngadi Medan
14,15,16
(1979-1981) frekuensi 1:139.
2.2.3 Etiologi
Beberapa faktor yang berhubungan dengan penyebab kehamilan ektopik
terganggu :
1. Faktor mekanis
Hal-hal yang mengakibatkan terhambatnya perjalanan ovum yang dibuahi ke
dalam kavum uteri, antara lain5:
a. Salpingitis, terutama endosalpingitis yang menyebabkan aglutinasi silia lipatan
mukosa tuba dengan penyempitan saluran atau pembentukan kantong-kantong
buntu. Berkurangnya silia mukosa tuba sebagai akibat infeksi juga
menyebabkan implantasi hasil zigot pada tuba falopii.
5
b. Adhesi peritubal setelah infeksi pasca abortus atau infeksi pasca nifas,
apendisitis, atau endometriosis, yang menyebabkan tertekuknya tuba atau
penyempitan lumen
c. Kelainan pertumbuhan tuba, terutama divertikulum, ostium asesorius dan
hipoplasi. Namun ini jarang terjadi
d. Bekas operasi tuba memperbaiki fungsi tuba atau terkadang kegagalan usaha
untuk memperbaiki patensi tuba pada sterilisasi
e. Tumor yang merubah bentuk tuba seperti mioma uteri dan adanya benjolan
pada adneksia
f. Penggunaan alat kontrasepsi meningkatkan insiden kehamilan ektopik. Studi
yang lebih besar dilakukan oleh WHO menyatakan bahwa penggunaan IUD
memiliki risiko <50% untuk mengalami ektopik dibandingkan dengan yang
tidak menggunakan kontrasepsi. Sekitar 3-4% kehamilan pada pemakaian IUD
adalah ektopik.
2. Faktor Fungsional5
a. Migrasi eksternal ovum mungkin bukan faktor pada kasus-kasus
perkembangan duktus mulleri yang abnormal, sehingga terjadi hemiuterus
dengan kornu uterine rudimenter dan tidak berhubungan. Risiko terjadinya
kehamilan ektopik dapat pula sedikit mengingkat pada wanita dengan satu
oviduk kalua saja dia mengalami ovulasi dari ovarium sisi kontra lateralnya.
Kelambatan pengangkutan ovum yang telah dibuahi lewat saluran tuba atau
oviduk akibat migrasi eksternal akan mengingkatkan sifat-sifat invasif
blastokis sementara masih berada di dalam oviduk. Peristiwa ini mungkin
bukan faktor yang penting dalam proses terjadinya kehamilan ektopik pada
manusia.
b. Refluks menstrual pernah dikemukakan sebagai penyebab terjadinya
kehamilan ektopik. Kelambatan fertilisasi ovum dengan perdarahan menstruasi
pada waktu sebagaimana biasanya, secara teoritis dapat mencegah masuknya
6
ovum tersebut berbalik ke dalam tuba. Bukti yang mendukung fenomena ini
tidak banyak.
c. Berubahnya motilitas tuba dapat terjadi mengikuti perubahan pada kadar
estrogen dan progesterone dalam serum. Perubahan jumlah dan afinitas
reseptor adrenergic dalam otot polos uterus serta tuba fallopi kemungkinan
benar menjadi penyebabnya. Segi praktisnya tampak pada peningkatan insiden
kehamilan ektopik sebesar 4 hingga 13 persen di antara para wanita yang
pernah mendapatkan preparat dietilstilbestrol (DES) intrauteri. Kejadian ini
mungkin lebih disebabkan oleh berubahnya motilitas tuba daripada oleh
abnormalitas strukturnya.
d. Peningkatan daya penerimaan mukosa tuba terhadap ovum yang telah dibuahi.
Unsuk-unsuk ektopik endometrium dapat meningkatkan impalntasi dalam
tuba. Meskipun para pengamat pernah melaporkan adanya fokus-fokus
endometriosis dalam tuba fallopi, namul hal ini merupakan keadaan yang
jarang dijumpai
2.2.4 Patogenesis
Proses implantasi ovum di tuba pada dasarnya sama dengan yang terjadi di
kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumnar atau interkolumnar. Pada nidasi
secara kolumnar telur bernidasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan
telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara
dini dan direabsorbsi. Pada nidasi interkolumnar, telur bernidasi antara dua jonjot
endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup maka ovum dipisahkan dari lumen oleh
lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena
pembentukan desidua di tuba malahan kadang-kadang sulit dilihat vili khorealis
menembus endosalping dan masuk kedalam otot-otot tuba dengan merusak jaringan
dan pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya tergantung dari beberapa faktor,
yaitu; tempat implantasi, tebalnya dinding tuba dan banyaknya perdarahan yang terjadi
oleh invasi trofoblas.1,6
7
Perdarahan yang dijumpai pada kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus
disebabkan pelepasan desidua yang degeneratif. Sebagian besar kehamilan tuba
terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu. Karena tuba bukan tempat
pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin tumbuh secara utuh seperti dalam
uterus. Beberapa kemungkinan yang mungkin terjadi adalah7:
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi
Pada implantasi secara kolumna, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasi yang kurang dan dengan mudah diresobsi total.
2. Abortus ke dalam lumen tuba
Perdarahan yang terjadi karena terbukanya dinding pembuluh darah oleh vili
korialis pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah
dari dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis.
Segera setelah perdarahan, hubungan antara plasenta serta membran terhadap
dinding tuba terpisah bila pemisahan sempurna, seluruh hasil konsepsi
dikeluarkan melalui ujung fimbrae tuba ke dalam kavum peritonium. Dalam
keadaan tersebut perdarahan berhenti dan gejala-gejala menghilang.
3. Ruptur dinding tuba
Penyebab utama dari ruptur tuba adalah penembusan dinding vili korialis ke
dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur tuba sering terjadi
bila ovum yang dibuahi berimplantasi pada isthmus dan biasanya terjadi pada
kehamilan muda. Sebaliknya ruptur yang terjadi pada pars-intersisialis pada
kehamilan lebih lanjut. Ruptur dapat terjadi secara spontan, atau yang
disebabkan trauma ringan seperti pada koitus dan pemeriksaan vagina.
8
Gambar 3. Ruptur dinding tuba
9
yang lazim pada kehamilan ektopik sebagai periode haid yang normal,
dengan demikian memberikan tanggal haid terakhir yang keliru.
d. Spotting atau perdarahan vaginal
Selama fungsi endokrin plasenta masih bertahan, perdarahan uterus
biasanya tidak ditemukan, namun bila dukungan endokrin dari
endometrium sudah tidak memadai lagi, mukosa uterus akan mengalami
perdarahan. Perdarahan tersebut biasanya sedikit-sedikit, bewarna cokelat
gelap dan dapat terputus-putus atau terus-menerus.
e. Perubahan Uterus
Uterus pada kehamilan etopik dapat terdorong ke salah satu sisi oleh masa
ektopik tersebut. Pada kehamilan ligamentum latum atau ligamentum latum
terisi darah, uterus dapat mengalami pergeseran hebat. Uterine cast akan
dieksresikan oleh sebagian kecil pasien, mungkin 5% atau 10% pasien.
Eksresi uterine cast ini dapat disertai oleh gejala kram yang serupa dengan
peristiwa ekspulsi spontan jaringan abortus dari kavum uteri.
f. Tekanan darah dan denyut nadi
Reaksi awal pada perdarahan sedang tidak menunjukkan perubahan pada
denyut nadi dan tekanan darah, atau reaksinya kadang-kadang sama seperti
yang terlihat pada tindakan flebotomi untuk menjadi donor darah yaitu
kenaikan ringan tekanan darah atau respon vasovagal disertai bradikardi
serta hipotensi.
g. Hipovolemi
Penurunan nyata tekanan darah dan kenaikan denyut nadi dalam posisi
duduk merupakan tanda yang paling sering menunjukkan adanya
penurunan volume darah yang cukup banyak. Semua perubahan tersebut
mungkin baru terjadi setelah timbul hipovolemi yang serius.
h. Suhu tubuh
Setelah terjadi perdarahan akut, suhu tubuh dapat tetap normal atau bahkan
menurun. Suhu yang lebih tinggi jarang dijumpai dalam keadaan tanpa
10
adanya infeksi. Karena itu panas merupakan gambaran yang penting untuk
membedakan antara kehamilan tuba yang mengalami ruptura dengan
salpingitis akut, dimana pada keadaan ini suhu tubuh umumnya diatas 38oC.
i. Masa pelvis
Masa pelvis dapat teraba pada ± 20% pasien. Masa tersebut mempunyai
ukuran, konsistensi serta posisi yang bervariasi. Biasanya masa ini
berukuran 5-15 cm, sering teraba lunak dan elastis. Akan tetapi dengan
terjadinya infiltrasi dinding tuba yang luas oleh darah masa tersebut dapat
teraba keras. Hampir selalu masa pelvis ditemukan di sebelah posterior atau
lateral uterus. Keluhan nyeri dan nyeri tekan kerap kali mendahului
terabanya masa pelvis dalam tindakan palpasi.
j. Hematokel pelvik
Pada kehamilan tuba, kerusakan dinding tuba yang terjadi bertahap akan
diukuti oleh perembesan darah secara perlahan-lahan ke dalam lumen tuba,
kavum peritonium atau keduanya. Gejala perdarahan aktif tidak terdapat
dan bahkan keluhan yang ringan dapat mereda, namun darah yang terus
merembes akan berkumpul dalam panggul, kurang lebih terbungkus dengan
adanya perlekatan dan akhirnya membentuk hematokel pelvis.
11
c. Ampulla (70%) dapat terjadi abortus atau ruptur pada kehamilan 1-2
bulan.
d. Fimbriae (11%) Dapat terjadi abortus atau ruptur pada kehamilan 1-2
bulan.
2) Uterus (jarang)
a. Kanalis servikalis (<1%)
b. Kornu
3) Ovarium (3%)
4) Intraligamenter (jarang)
5) Abdominal (<1%) kira-kira 1/15000 kehamilan
a. Primer, dengan implantasi awal zigot di luar tuba (pada hati)
b. Sekunder, karena ekspulsi atau ruptur kehamilan tuba
6) Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus (heterotopik), terjadi 1/17000-
30000 kehamilan.
12
Suhu dan 37,2-37,8OC, 37,2-37,8OC, 37,2-40OC, <37,2- Sampai
Nadi 37,8OC, 40oC bila
Nadi normal Nadi cepat 90- Nadi infeksi
sebelum 100 meningkat Nadi normal
rupture, cepat sesuai kecuali saat
setelah ruptur demam syok
2.2.6 Diagnosis
Diagnosis KET ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang1,8
1. Anamnesis
Pada anamnesis biasanya didapatkan trias KET klasik yaitu: amenorea, nyeri
perut yang biasanya bersifat unilateral serta perdarahan pervaginam. Gejala tak spesifik
lainnya seperti perasaan enek, muntah dan rasa tegang pada payudara serta kadang-
kadang gangguan defekasi.
13
2. Pemeriksaan fisik8
a. Tanda-tanda syok : tekanan darah menurun (sistolik < 90 mmHg), nadi cepat
dan lemah (> 110 kali permenit), pucat, berkeringat dingin, kulit yang
lembab, nafas cepat (> 30 kali permenit), cemas, kesadaran berkurang atau
tidak sadar.
b. Gejala akut abdomen : perut tegang pada bagian bawah, nyeri tekan, nyeri
ketok dan nyeri lepas dari dinding perut.
c. Pemeriksaan ginekologi: biasanya didapatkan servik teraba lunak, nyeri
tekan dan nyeri goyang, korpus uteri normal atau sedikit membesar, kadang-
kadang sulit diketahui karena nyeri abdomen yang hebat, kavum Douglas
menonjol oleh karena terisi darah.
3. Pemeriksaan penunjang
Gejala-gejala kehamilan ektopik terganggu beraneka ragam, sehingga
pembuatan diagnosis kadang-kadang menimbulkan kesulitan, khususnya pada
kasus-kasus kehamilan ektopik yang belum mengalami atau ruptur pada dinding
tuba sulit untuk dibuat diagnosis. Berikut ini merupakan jenis pemeriksaan untuk
membantu diagnosis kehamilan ektopik9:
1. HCG-β
Pengukuran subunit beta dari HCG-β (Human Chorionic Gonadotropin-Beta)
merupakan tes laboratorium terpenting dalam diagnosis. Pemeriksaan ini dapat
membedakan antara kehamilan intrauterin dengan kehamilan ektopik. Jaringan
tropoblas pada kehamilan ektopik menghasilkan hCG dalam kadar yang lebih
rendah daripada kehamilan intrauterin normal, oleh sebab itu dibutuhkan tes yang
mempunyai tingkat sensitivitas yang lebih tinggi. Akan tetapi tes negatif tidak
menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik terganggu karena kematian hasil
konsepsi dan degenerasi tropoblas menyebabkan produksi hCG menurun dan
menyebabkan hasil tes negatif. Doubling time untuk serum beta-hCG pada
kehamilan intrauterine adalah 48 jam hingga mencapai 10.000-20.000 mIU/mL.
Berdasarkan penelitian tentang doubling time, serum level beta-hCG akan
14
meningkat paling kurang 66 % dalam 48 jam pada 85 % kehamilan normal.
Doubling time hanya bisa digunakan pada awal kehamilan hingga kurang dari 41
hari kehamilan.5
2. Kuldosintesis
Kldosintesis adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum
Douglas ada darah atau cairan lain. Serviks ditarik ke arah simfisis dengan
tenakulum, kemudian sebuah jarum panjang ukuran 16 atau 18 dimasukkan lewat
forniks posterior vagina ke dalam kavum Douglas dan kemudian dilakukan aspirasi
cairan yang ada di dalamnya. Jika darah yang diaspirasi kemudian membeku, darah
ini mungkin berasal dari pembuluh darah yang mengalami perforasi bukan dari
kehamilan ektopik yang mengalami perdarahan kecuali terjadi perdarahan cepat dari
tempat ruptur dan darah dapat diaspirasi dari kavum Douglas sebelum sempat
membeku.
15
3. Dilatasi dan Kuretase
Manfaat kuretase uterus adalah untuk menentukan ada atau tidaknya vili yang
menandakan adanya kehamilan intrauterin yang non viabel. Pada sebagian besar
kasus, kuretase sangat menolong jika serum progesteron kurang dari 5 ng/mL dan
titer HCG yang tidak meningkat dan kurang dari 1000 IU/L. Kuretase dan
pemeriksaan hasilnya dapat digunakan untuk mencegah laparoskopi yang tidak
perlu pada pasien yang mengalami keguguran. Dengan melarutkan hasil kuretase
pada larutan salin, biasanya menunjukkan adanya vili, tetapi tidak selalu. Hasil
kuretase dalam larutan salin dapat mengalami kesalahan sebesar 6,6 % dari
pasien yang mengalami kehamilan ektopik dan kesalahan sebesar 11,3 % pada
pasien dengan kehamilan intrauterine. Karena ketidakakuratan ini, pemeriksaan
patologi dan pemantauan titer HCG sangat diperlukan untuk konfirmasi.
4. Laparaskopi
Tehnik pemeriksaan ini memberikan sarana untuk mendiagnosis penyakit pada
organ pelvis, termasuk kehamilan ektopik. Sistem optis dan elektronik yang
disempurnakan telah mengatasi sebagian besar keberatan yang timbul dalam
upaya untuk menggunakan sonde transabdominal intraperitoneal yang dilengkapi
dengan cahaya untuk melihat organ-organ dalam panggul. Meskipun demikian,
laparoskopi yang aman dan berhasil memerlukan peralatan yang sempurna,
operator yang berpengalaman, ruang operasi dan biasanya tindakan anestesi
seperti pada pembedahan. Inspeksi lengkap rongga panggul mungkin tidak dapat
dilakukan bila terdapat inflamasi pelvik atau perdarahan yang baru atau sudah
lama terjadi. Kadang-kadang, pengenalan kehamilan tuba dini tanpa terjadinya
ruptur sulit dilakukan dengan laparoskopi, meskipun tuba bisa dilihat
seluruhnya.8 Laparoskopi merupakan diagnosis definitif pada kebanyakan kasus.
Selain itu laparoskopi operatif juga digunakan sebagai jalan untuk memindahkan
massa ektopik dan sekaligus sebagai saluran untuk menyuntikkan kemoterapi 7.
16
5. Ultrasonografi
Keunggulan cara pemerikssan ini terhadap laparoskopi ialah tidak invasif, artinya
tidak perlu memasukkan rongga dalam rongga perut. Dapat dinilai kavum uteri,
kosong atau berisi, tebal endometrium, adanya massa di kanan kiri uterus dan
apakah kavum Douglas berisi cairan.9
17
c. Kalau nilai ß-hCG di bawah 6000 mIU per ml dan cincin kehamilan
intrauteri jelas terlihat, maka abortus spontan mungkin tengah terjadi atau
segera akan terjadi. Kehamilan ektopik masih menjadi suatu
kemungkinan karena derajat ultrasonik yang ada. Diagnosis keliru
mengenai kantong kehamilan dalam uterus dapat saja dibuat kalau ada
bekuan darah atau silinder desidua.
d. Kalau nilai ß-hCG di bawah 6000 mIU per ml dan terlihat uterus yang
kosong, tidak ada diagnosis pasti yang dapat ditegakkan. Kegagalan
untuk melihat kantong kehamilan di dalam uterus sering terjadi pada
pemeriksaan USG abdomen yang dikerjakan sebelum usia kehamilan 5
minggu. Sayangnya usia kehamilan yang tepat acapkali tidak diketahui
pada wanita dengan suspek kehamilan ektopik. Pada kasus-kasus ini,
wanita tersebut dapat mengalami abortus atau bisa mempertahankan
kehamilannya dan kemudian terbentuk kantong kehamilan, atau dapat
pula memperlihatkan bukti yang menunjukkan adanya kehamilan
ektopik.
7. Histerosalpingografi
Memberikan gambaran kavum uteri kosong dan lebih besar dari biasa, dengan
janin diluar uterus. Pemeriksaan ini dilakukan jika diagnosis kehamilan ektopik
terganngu sudah dipastikan dengan USG (Ultra Sono Graphy) dan MRI
(Magnetic Resonance Imagine).9
2.2.8 Terapi
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi. Dalam
tindakan demikian beberapa hal perlu diperhatikan dan dipertimbangkan yaitu :1
1. Kondisi penderita saat itu
2. Keinginan penderita akan fungsi reproduksinya
3. Lokasi kehamilan ektopik
4. Kondisi anatomik organ pelvis
18
Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi
pada kehamilan tuba atau dapat dilakukan pembedahan konservatif yaitu hanya
dilakukan salpingostomi atau reanastomosis tuba. Apabila kondisi penderita
buruk, misalnya dalam keadaan syok, lebih baik dilakukan salpingektomi.
1. Pembedahan
Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik
terutama pada KET dimana terjadi abortus atau ruptur pada tuba. Penatalaksanaan
pembedahan sendiri dapat dibagi atas dua yaitu pembedahan konservatif dan
radikal. Pembedahan konservatif terutama ditujukan pada kehamilan ektopik yang
mengalami ruptur pada tubanya. Pendekatan dengan pembedahan konservatif ini
mungkin dilakukan apabila diagnosis kehamilan ektopik cepat ditegakkan
sehingga belum terjadi ruptur pada tuba.
a. Salpingotomi linier
Tindakan ini merupakan suatu prosedur pembedahan yang ideal dilakukan
pada kehamilan tuba yang belum mengalami ruptur. Karena lebih dari 75%
kehamilan ektopik terjadi pada 2/3 bagian luar dari tuba. Prosedur ini dimulai
dengan menampakkan, mengangkat, dan menstabilisasi tuba. Satu insisi linier
dibuat diatas segmen tuba yang meregang. Produk kehamilan dikeluarkan dengan
hati-hati dari dalam lumen. Setiap sisa trofoblas yang ada harus dibersihkan
dengan melakukan irigasi pada lumen dengan menggunakan cairan ringer laktat
yang hangat untuk mencegah kerusakan lebih jauh pada mukosa. Hemostasis yang
komplit pada mukosa tuba harus dilakukan, karena kegagalan pada tindakan ini
akan menyebabkan perdarahan postoperasi yang akan membawa pada terjadinya
adhesi intralumen. Batas mukosa kemudian ditutup dengan jahitan terputus,
jahitan harus diperhatikan hanya dilakukan untuk mendekatkan lapisan serosa dan
lapisan otot dan tidak ada tegangan yang berlebihan.
b. Reseksi segmental
Reseksi segmental dan reanastomosis end to end telah diajukan sebagai satu
alternatif dari salpingotomi. Prosedur ini dilakukan dengan mengangkat bagian
19
implantasi. Tujuan lainnya adalah dengan merestorasi arsitektur normal tuba.
Hanya pasien dengan perdarahan yang sedikit dipertimbangkan untuk menjalani
prosedur ini. Mesosalping yang berdekatan harus diinsisi dan dipisahkan dengan
hati-hati untuk menghindari terbentuknya hematom pada ligamentum latum.
Jahitan seromuskuler dilakukan dengan menggunakan mikroskop/loupe.
c. Salpingektomi
Salpingektomi total diperlukan apabila satu kehamilan tuba mengalami ruptur,
karena perdarahan intraabdominal akan terjadi dan harus segera diatasi.
Hemoperitonium yang luas akan menempatkan pasien pada keadaan krisis
kardiopulmunonal yang serius. Insisi suprapubik Pfannenstiel dapat digunakan,
dan tuba yang meregang diangkat. Mesosalping diklem berjejer dengan klem Kelly
sedekat mungkin dengan tuba. Tuba kemudian dieksisi dengan memotong irisan
kecil pada myometrium di daerah cornu uteri, hindari insisi yang terlalu dalam
kemyometrium. Jahitan matras angka delapan dengan benang absorbable 0
20
digunakan untuk menutup miometrium pada sisi reseksi baji. Mesosalping ditutup
dengan jahitan terputus dengan menggunakan benang absorbable. Hemostasis
yang komplit sangat penting untuk mencegah terjadinya hematom pada
ligamentum latum.
2. Medisinalis
Saat ini dengan adanya tes kehamilan yang sensitif dan ultrasonografi
transvaginal, memungkinkan kita untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik
secara dini. Keuntungan dari ditegakkannya diagnosis kehamilan ektopik secara
dini adalah bahwa penatalaksanaan secara medisinalis dapat dilakukan.
Penatalaksanaan medisinalis memiliki keuntungan yaitu kurang invasif,
menghilangkan risiko pembedahan dan anestesi, mempertahankan fungsi fertilitas
dan mengurangi biaya serta memperpendek waktu penyembuhan.
Pada kasus kehamilan ektopik di pars ampularis tuba yang belum pecah
pernah dicoba ditangani menggunakan kemoterapi untuk menghindari tindakan
pembedahan. Kriteria kasus yang diobati dengan cara ini ialah:
a. Kehamian di pars ampularis tuba belum pecah
b. Diameter kantong gestasi ≤ 4cm
c. Perdarahan dalam rongga perut ≤100 ml
d. Tanda vital baik dan stabil
Obat yang digunakan ialah methotreksat (MTX) 1 mg/kgBB i.v. dan faktor
sitrovorm 0,1 mg/kgBB i.m. berselang seling setiap hari selama 8 hari.
Methotrexate merupakan analog asam folat yang akan mempengaruhi sintesis
DNA dan multiplikasi sel dengan cara menginhibisi kerja enzim Dihydrofolate
reduktase. MTX ini akan menghentikan proliferasi trofoblas. Pemberian MTX
dapat secara oral, sistemik iv,im atau injeksi lokal dengan panduan USG atau
laparoskopi. Dari seluruh 6 kasus yang diobati, satu kasus dilakukan salpingektomi
pada hari ke-12 karena gejala abdomen akut, sedangkan 5 kasus berhasil diobati
dengan lain.1
21
Efek samping yang timbul tergantung dosis yang diberikan. Dosis yang tinggi
akan menyebabkan enteritis hemoragik dan perforasi usus, supresi sumsum tulang,
nefrotoksik, disfungsi hepar permanen, alopesia, dermatitis, pneumonitis, dan
hipersensitivitas. Pada dosis rendah akan menimbulkan dermatitis, gastritis,
pleuritis, disfungsi hepar reversibel, supresi sumsum tulang sementara. Pemberian
MTX biasanya disertai pemberian folinic acid (leucovorin calcium atau citroforum
factor) yaitu zat yang mirip asam folat namun tidak tergantung pada enzim
dihydrofolat reduktase. Pemberian folinic acid ini akan menyelamatkan sel-sel
normal dan mengurangi efek MTX pada sel-sel tersebut. Sebelumnya penderita
diperiksa dulu kadar hCG, fungsi hepar, kreatinin, golongan darah.
Pada hari ke-4 dan ke-7 setelah pemberian MTX, kadar hCG diperiksa
kembali. Bila kadar hCG berkurang 15% atau lebih, dari kadar yang diperiksa pada
hari ke-4 maka MTX tidak diberikan lagi dan kadar hCG diperiksa setiap minggu
sampai hasilnya negatif atau evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan USG
transvaginal setiap minggu. Bila kadar hCG tidak berkurang atau sebaliknya
meningkat dibandingkan kadar hari ke-4 atau menetap selama interval setiap
minggunya, maka diberikan MTX 50 mg/m2 kedua.
Stoval dan Ling pada tahun 1993 melaporkan keberhasilan metoda ini sebesar
94,3%. Selain dengan dosis tunggal, dapat juga diberikan multidosis sampai empat
dosis atau kombinasi dengan leucovorin 0,1 mg/kgBB. Kontraindikasi pemberian
MTX absolut adalah ruptur tuba, adanya penyakit ginjal atau hepar yang aktif.
Sedangkan kontraindikasi relatif adalah nyeri abdomen.
2.2.9 Prognosis
Angka kematian ibu yang disebabkan oleh kehamilan ektopik terganggu turun
sejalan dengan ditegakkannya diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup.
Kehamilan ektopik terganggu yang berlokasi di tuba pada umumnya bersifat
bilateral. Sebagian ibu menjadi steril (tidak dapat mempunyai keturunan) setelah
22
mengalami keadaan tersebut diatas, namun dapat juga mengalami kehamilan
ektopik terganggu lagi pada tuba yang lain.10
Ibu yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu, mempunyai resiko
10% untuk terjadinya kehamilan ektopik terganggu berulang. Ibu yang sudah
mengalami kehamilan ektopik terganggu sebanyak dua kali terdapat kemungkinan
50% mengalami kehamilan ektopik terganggu berulang.10
23
BAB III
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. Y
Umur : 32 Tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SMA
Pukul : 19 : 40 WIB
NO.RM : 25-76-54
2. Identitas Suami
Umur : 37 Tahun
24
Agama : Islam
Suku : Melayu
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SMA
II. ANAMNESA
Ny.Y, 32 tahun, G2P1A0, Jawa, Islam, IRT, SMA, i/d Tn.S, 37 tahun, Melayu, Islam,
Telaah : Pasien datang ke RSHM diantar oleh suaminya pada tanggal 17-
11-2017 pada pukul 19.40 WIB dengan keluhan mules-mules, hal
ini dialami Os sejak pukul 15.30 WIB, Riwayat keluar air-air (+)
sejak tanggal 17-11-2017 pukul 17.00 WIB. Riwayat demam (-).
Riwayat merokok (-). Riwayat keluar lendir darah dari kemaluan (-
). Riwayat keluar jaringan dari kemaluan (-). Riwayat trauma/jatuh
(-). Riwayat bercampur dengan suami beberapa hari ini (-), Riwayat
Trauma (-), Riwayat perut di kusuk (-), BAB dan BAK dalam batas
normal.
RPT/RPO : -/-
HPHT : 04-02-2017
TTP : 11-11-2017
ANC :Bidan 1x
Sp.OG 2x
25
Perdarahan Ante partum :
Ginekologik / Keluarga :
26
Perdarahan Post partum :
Riwayat Persalinan:
1. G2P1A0, Anak 1 Perempuan, Aterm, 2500 gr, Psp, Bidan, Klinik bersalin, Sehat, 7 th.
27
Hasil Pemeriksaan Umum:
Status Lokalis
Punggung : Kiri
Turunnya : 4/5
28
Ring V. Bandl : Tidak ada
Meteorismus : Tidak
Osborn : Negatif
HIS : 2x40’’/10i
Gerak : (+)
Leopold
Leopold 1 : Teraba sensasi massa besar noduler, tinggi fundus uteri 3 jari di bawah
Leopold II : abdomen sebelah kanan teraba bagian-bagian kecil dan abdomen sebelah
29
Ro Foto / Sinar tembus
C. Pemeriksaan Dalam
Tanggal : 17-11-2017
Dokter/Bidan : Bidan
Indikasi : Inpartu
Pembukaan : 4 cm
Cervix : Anterior
Effacement : 80 %
Posisinya : UUK
Turunnya : Hodge I
30
Sacrum : Cekung
Coccygeus : Mobile
Meconium : (-)
Tanggal :18-11-2017
Dokter/Bidan : BIDAN
Indikasi : Inpartu
Pembukaan : 8 cm
Cervix : Axial
Effacement : 100%
31
Selaput Ketuban : (+)
Posisinya : UUK
Sacrum : Cekung
Coccygeus : Mobile
Meconium : (-)
Tanggal : 18-11-2017
Dokter/Bidan : BIDAN
32
Indikasi : Inpartu
Cervix : Axial
Posisinya : UUK
Turunnya : Hodge 4
Sacrum : Cekung
Coccygeus : Mobile
Meconium : (-)
33
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosa:
Second Gravida + Kehamilan dalam rahim 37 minggu + Janin Tunggal + Presentasi Kepala +
Hematologi
34
Hitung leukosit 9.600 4,000- 11,000 /µl
Index eritrosit
MCV 85,4 80 – 96 fL
MCH 28,2 27 – 31 pg
MCHC 33,1 30 – 34 %
Eosinofil 2 1–3 %
Basofil 0 0–1 %
N.Stab 0 2– 6 %
N. Seg 73 53–75 %
Limfosit 19 20–45 %
Monosit 6 4–8 %
Diagnosa:
Second Gravida + Kehamilan dalam rahim 39 minggu + Janin Tunggal + Presentasi Kepala +
35
Lapor Supervisor Dr. Taufik Mahdi, Sp. OG
Advice:
- IVFD RL 20 gtt/i
36
Ny. Y 32 thn 2 1 0
17-11-2017 20.00 WIB
15.30 WIB
U U J
O O O
x
x
02.30 lahir spontan
x
--
RL RL
20 gtt/i 20 gtt/i
36 36 37
37
18/11/2017
Dewi
Tidak ada
200
Tidak ada
2500
49
10
10
2
Tidak ada
38
Jam 20.00 WIB S: Mulas-mulas R/ Awasi persalinan
O: Tetesan IVFD RL 20 gtt/i
Sensorium:Compos Mentis
TD : 130/80 mmHg
HR : 80x/menit
RR : 24x/menit
T : 36ºC
Abdomen:Membesar asimetris
Punggung : Kiri
Turunnya : 4/5
VT : 4 cm
His : 2x20’’/10’
Gerak : (+)
Jam 21.00 WIB S: Mulas-mulas R/ Awasi Persalinan
O: Tetesan IVFD RL 20 gtt/i
Sensorium:Compos Mentis
TD : 120/80 mmHg
HR : 90x/menit
RR : 24x/menit
39
T : 36 oC
His : 2x30 detik
DJJ : 140x/i
18-11-2017 S : mules-mules P:
40
T : 36oc
Punggung : Kiri
Turunya : 3/5
VT : 8 cm
His : 4x40’’/10’
Gerak : (+)
Jam 01.00 S: Mules-mules P:
O: Awasi Persalinan
Sensorium: ComposMentis Tetesan IVFD RL 20 gtt/i
TD : 120/80 mmHg
HR : 100 x/menit
RR : 24x/menit
T : 36oC
His : 4x40 detik
DJJ : 150x/i
41
RR : 24x/menit
T : 36oc
Abdomen : Membesar
asimetris
Punggung : Kiri
Turunya : 0/5
VT : 10 cm
His : 5x40’’/10’
Gerak: (+)
PERIHAL PERSALINAN
LAPORAN PSP
- Tanggal :18-11-2017
- Jam :02.00WIB
Langkah-langkah PSP :
3. Lakukan pembersihan jalan lahir pada vagina meliputi labia mayor dan labia minora.
4. Pada his yang adekuat tampak kepala bayi maju mundur, kemudian menetap.
42
5. Pada his berikutnya ibu dipimpin mengejan dan dengan sub oksiput sebagai hipomoklion,
lahir lah berturut-turut uuk, uub, dahi, dagu dan seluruh kepala.
6. Terjadi putar paksi luar, dengan dipegang biparietal kepala di tarik kebawah untuk menarik
bahu depan dan kepala di tarik ke atas untuk melahirkan bahu belakang, kemudian lahir
seluruh tubuh.
7. Lahir bayi laki-laki dengan berat badan lahir 2500 gr, panjang bayi lahir 49 cm, apgar skor
8 Tali pusat diklem didua tempat dan digunting diantaranya, kandung kemih dikosongkan
dengan ptt di tunggu 5-10 menit, plasenta lahir spontan dengan kesan lengkap.
9 Laserasi jalan lahir dilakukan repair dengan menggunakan chromic cat gut no 2.0.
Terapi:
43
KALA IV POST PSP
Kontraksi
Jam Nadi Tek.Darah Tinggi Fundus Uterus
Uterus
HR : 80x/menit Dyspnoe :-
44
RR : 24x/menit Sianosis :-
P/V :-
BAK : (+),
- Methergintab 3x1
- Neurodex tab2x1
S : -
HR : 88 x/menit Dyspnoe :-
RR : 24x/menit Sianosis :-
45
SL: Abdomen : Soepel, peristaltik (+) N
P/V :-
- Methergintab 3x1
- Neurodex tab2x1
S : -
HR : 88 x/menit Dyspnoe :-
RR : 24x/menit Sianosis :-
46
P/V :-
- Methergintab 3x1
- Neurodex tab2x1
R : PBJ
47
DAFTAR PUSTAKA
48
13. Manuaba, I. B. (2004). Kepaniteraan Klinik Obstetri dan Ginekologi. Jakarta:
EGC.
14. Cunningham L, Bloom H, Rouse dkk. Obstetri Williams. Edisi 23. Jakarta.
Penerbit:buku kedokteran EGC. 2013.
15. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo Edisi Keempat. Penerbit; PT.Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2014.
16. Angsar, M. D. (2013). Ilmu Kebidanan (4 ed.). Jakarta: Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
49