Anda di halaman 1dari 5

Buletin Gaulislam mengirimkan sesuatu di Pejuang Pena Ideologi

Buletin Gaulislam 10 Juni 17:59


gaulislam edisi 242/tahun ke-5 (21 Rajab 1433 H/ 11 Juni 2012)

"Agama Sepak Bola"

Opening Ceremony Euro 2012 dilakukan di National Stadium Warsawa, Polandia,


8 Juni 2012 lalu.Tanda dimulainya gelaran empat tahunan ajang sepak bola
bergengsi di benua biru tersebut. 16 negara berjibaku menjadi jawara Eropa. Lebih
dari tiga pekan ke depan hajatan sepak bola Piala Eropa digelar. Kita yang ada nun
jauh dari sana, bisa menyaksikan juga secara langsung meski melalui layar kaca.

Bro en Sis rahimakumullah pembaca setia gaulislam, saat searching di google,


dengan keyword “agama sepak bola”, ternyata sudah banyak banget yang menulis
tema ini dan judulnya juga sama. Namun, saya sendiri tetap menulis judul seperti
ini untuk buletin gaulislam edisi 242 yang terbit di hari Senin, 11 Juni 2012 ini.
Alasannya, judul ini unik (meski termasuk pasaran karena banyak yang menulis).
Tetapi, saya ingin tampil agak beda, walau pasti ada yang sama persis jalur idenya.
Tak mengapa, insya Allah dari sedikitnya yang berbeda itu bisa bikin kamu
nemuin hal baru dan sekaligus berpikir bahwa “serupa tapi tak sama” tetep asik.
Banyak tulisan bisa dihasilkan dari ide yang sama, meski kemasannya berbeda.
Mudah-mudahan aja kamu nggak mual ketika baca tulisan yang judulnya sama
saat searching di google. Hehehe… tapi jangan khawatir isinya insya Allah beda,
dan tentu juga solusinya. So, baca aja sampe tuntas ya.

Tom Hundley, menulis di Chicago Tribune pada 4 Juni 2006, “more than a game,
soccer is a religion” (lebih dari sekadar permainan, sepak bola adalah agama).
Hmm…kamu percaya? Boleh percaya boleh nggak kok. Tinggal ditimbang-
timbang rasa, dipikir-pikir. Silakan saja dinilai. Namun kamu perlu mencatat
bahwa sepak bola, selain sebagai sebuah permainan, juga adalah industri, politik,
dan tentunya jadi semacam keyakinan baru jika dilihat dari gejala para penggemar
fanatiknya. Mereka menjadikan ‘hidup-mati’ bagi sepak bola atau klub sepak bola.
Hehehe… ini saya temukan dari baju kaos bola anak saya yang dihadiahkan
seorang kerabat. Saya sempat geleng-geleng kepala karena tertulis: “Kuserahkan
hidup-matiku hanya untuk Persija”. Waduh!

Sejatinya sepak bola itu bisnis

Lha, kenapa subjudulnya jadi begini? Beda dengan judulnya? “Gimana sih nih
gaulislam? Nggak konsisten!” Hadeuh… mungkin di antara kamu ada yang protes
kayak gitu. Nggak apa-apa, saya terima dengan senang hati. Sebab, gimana ya? Di
satu sisi bagi para penggila fanatik sepak bola dan klubnya, permainan 22 orang di
tengah lapangan hijau memperebutkan satu bola untuk dimasukkan ke dalam
gawang di antara kedua klub itu semacam kepuasan tersendiri. Asa yang tak bisa
dilukiskan dengan kata-kata saat sebuah klub sepak bola berhasil ‘membantai’ klub
sepak bola lainnya. Misalnya saja perseteruan ‘abadi’ antara Real Madrid dan
Barcelona, dalam laga yang dikenal El Clasico. Ketika kedua klub musuh
bebuyutan itu bertanding, selain perang kata-kata di dalam stadion, juga berbuntut
saling cemooh di internet atau malah bentrok fisik. Perseteruan mereka bukan
sekadar soal sepak bola tapi juga soal politik.

Di sisi yang lain, fakta suporter fanatik inilah, yang sebagian besar menganggap
sepak bola sebagai ‘agama’ mereka dimanfaatkan para pebisnis untuk mengeruk
keuntungan. Pikir aja, tuh merchandise berupa kaos, slayer, gantungan kunci, mug,
dan jenis lainnya pasti dijual kepada kepada para fansnya—itu artinya, keuntungan
buat pemilik klub. Itu yang resmi lho (maksudnya dijual khusus oleh klub sepak
bola yang bersangkutan). Kalo yang ‘liar’ pasti jumlahnya lebih banyak lagi, di
pasar-pasar tradisional di negeri kita juga udah banyak kok. *mungkin ada di
antara kita yang malah jualan juga hehehe…

Bro en Sis pembaca setia gaulislam, kalo mau teliti, sebenarnya logo-logo klub
sepak bola di Inggris, Italia dan juga Spanyol dan beberapa negara lainnya
(termasuk di jersey timnas mereka) banyak yang ‘memodifikasi’ lambang Salib.
Lihat deh Juventus, AC Milan, Barcelona dan Real Madrid. Empat klub itu sengaja
saya tulis karena selain mudah untuk dilihat (karena agak mencolok) juga karena
cukup terkenal di dunia. Meski belakangan, Real Madrid dan Barcelona rela
menghapus lambang Salib demi fulus. Ujungnya bisnis juga. Dibentuk (logonya)
demi duit, dihapus juga demi duit. Mungkin niatan awalnya sepak bola jadi ajang
show of force yang ada hubungannya dengan agama tertentu, khususnya Nasrani.
Tetapi lama kelamaan klub juga butuh duit dan akhirnya berlabuh pada bisnis.

Nah, ngomongin soal Real Madrid yang menghapus lambang Salib pada logo klub
di bagian atasnya (mahkota) ternyata tujuannya adalah untuk mendapatkan kontrak
yang nilai fulusnya gede banget. Berdasarkan catatan Republika.co.id (2 Juni
2012), Real Madrid membuat kebijakan kontroversial dengan menghapus tanda
salib pada logo klub pada April 2012. Langkah tersebut membuat Los Blancos
mendapat proyek besar di Timur Tengah dengan diberi izin untuk membangun
resor olahraga di Uni Emirat Arab senilai 1 miliar dolar AS atau sekitar Rp 9,5
triliun. Hehehe mungkin para petinggi klub berpikir: “maafih fulus mamfus”
(nggak ada duit koit), maka berlombalah mengeruk duit sebanyak-banyaknya.
Kalo Real Madrid baru April kemarin menghapus tanda salib pada logo klub,
ternyata Barcelona udah sejak 2007 silam. Barcelona, melakukannya pada tahun
tersebut, ketika investor Qatar Foundation menyatakan ingin bergabung dengan
Blaugrana. Kesepakatan terjadi pada akhir 2010, ketika Barcelona mengumumkan
telah menandatangani kontrak lima tahun bersama sponsor yang berasal dari Kota
Doha tersebut. Nilai kontrak sebesar 150 juta euro alias Rp 1,76 triliun dari tahun
2011 sampai 2016. Kesepakatan kedua pihak adalah terkait pemasangan sponsor di
jersey klub dengan catatan El Barca setuju menghilangkan satu palang di
emblemnya agar tidak terlihat seperti salib.

So, dengan demikian, bagi penggila sepak bola, yakni para suporter sepak bola,
sepak bola adalah ideologi, sepak bola adalah politik, sepak bola adalah
penyaluran harapannya, bahkan bisa jadi sepak bola juga adalah agama mereka.
Tetapi bagi pemain, karyawan klub dan terutama pemilik klub, sepak bola adalah
bisnis yang tentu saja hubungannya ama dekat dengan fulus bin duit. Ibaratnya
mereka berteriak, “Barang siapa yang mencintai klub sepak bola, maka harus
diwujudkan melalui dukungan di stadion dengan cara membeli karcis, mengoleksi
merchandise dan menjadikan sepak bola sebagai jalan hidupnya.” *tepuk jidat!

Saat ini, yang lagi hangat dibincangkan adalah Euro 2012 yang digelar di dua
negara: Polandia dan Ukraina. 16 negara yang jadi finalis di ajang empat tahunan
ini bukan semata ingin mengangkat trofi Henry Delaunay, tapi juga
memperebutkan duit saweran yang udah disiapkan ratusan juta euro (tepatnya 196
juta euro). Berdasarkan catatan Detik.com setahun yang lalu (18/06/2011), ke-16
tim yang lolos ke putaran final Euro 2012 akan langsung diganjar dengan uang
bonus sebesar 8 juta euro, dengan 1 juta euro akan diberikan lagi untuk setiap
kemenangan di fase grup dan 500 ribu euro untuk setiap hasil imbang. Tim yang
finis di posisi tiga klasemen akhir fase grup pun kebagian 1 juta euro. Sementara
itu kemenangan di babak perempatfinal Piala Eropa 2012 akan bernilai 2 juta euro,
kemenangan lain di semifinal akan diganjar 3 juta euro. Di final Tim juara Euro
2012 lantas mendapatkan 7,5 juta euro, sedangkan sang runner-up diberikan 4,5
juta euro. Dengan demikian, jika sebuah tim tidak terkalahkan dari fase grup
sampai dengan menjadi juara maka bonus total sebesar 23,5 juta euro (atau setara
dengan 288 miliar rupiah) pun berhak digondolnya. Sekali lagi, sejatinya sepak
bola itu bisnis.Catet. Itu artinya, yang menjadikan sepak bola sebagai ‘agama’,
sangat boleh jadi hanyalah sebagian besar dari para suporternya yang fanatik saja.
Oya,saya pernah nulis soal ini secara panjang lebar di buletin gaulislam juga waktu
hajatan Piala Dunia 2010 silam, silakan cek Edisi 140/tahun ke-3 (16 Rajab 1431/
28 Juni 2010). Link-nya ini nih:http://www.gaulislam.com/ideologi-suporter-
sepakbola. Silakan dikunjungi ya. Insya Allah sebagai pelengkap pembahasan kita
di edisi kali ini.

Satu bukti lagi bahwa sepak bola itu bisnis adalah gaji pemain top di klub kaya
raya di jagat ini yang jumlahnya nyaris seperti dalam mimpi. Fantastis. Jika
seorang marbot di masjid sekitar kita digaji Rp 500 ribu sebulan, maka seorang
Lionel Messi, dari hasil menggiring, menggocek, menendang bola dan
memasukkannya ke gawang lawan (termasuk juga dari iklan dan bonus lainnya)
dalam seminggu bisa mengantongi Rp 7,2 miliar (dihitung dari total pendapatan
Messi di tahun 2011 dalam setahun yang mencapai sekitar Rp 376 miliar). Itu baru
Messi lho, belum pemain sepak bola lainnya macam David Beckham, Ricardo
Kaka, Cristiano Ronaldo dan lainnya. Untuk kesekian kalinya saya tulis, sepak
bola memang bisnis.

Judi dalam sepak bola

Bagi para penjudi, atau yang memiliki syahwat judinya tinggi, nggak seru nonton
sepak bola tanpa taruhan. Bahkan mungkin sebenarnya mereka nggak perlu-perlu
amat untuk nonton pertandingannya, tapi judinya yang mereka gilai. Saya pernah
dapat cerita dari kampung halaman waktu musim Piala Dunia 2010 silam, seorang
bandar bawang di Brebes Jawa Tengah bisa ngabisin duit Rp 300 juta rupiah untuk
judi sepak bola. Duit segitu bukan untuk sebulan ajang Piala Dunia lho, tapi
semalam. Nggak habis pikir. Saya kembali geleng-geleng kepala (bukan lagi
ngewirid, tapi heran ama tuh orang). Orang lain mah susah nyari duit, termasuk
para pemain bola yang berlaga di ajang itu, eh nih yang udah punya duit malah
dibuang-buangin buat taruhan alias judi bola. Parah kuadrat ini mah, Bro!

Ahad pagi tanggal 10 Juni 2012, saat ngisi kajian keislaman bersama teman-teman
kru gaulislam, sempat dibahas juga soal fenomena judi di ajang sepak bola Piala
Eropa ini. Ditemani segelas kopi mix, ketempling (makanan ringan yang terbuat
dari singkong) dan diakhiri sarapan nasi uduk bersama setelah kajian, kami
bercerita pengalaman masing-masing ketika menyaksikan orang-orang yang gila
judi. Seorang kawan bercerita bahwa ada agen judi togel yang menggelar lapaknya
persis di samping dia jualan pulsa telepon, banyak ragam orang yang mampir ke
agen togel untuk masang angka (termasuk di antaranya oknum polisi). Waduh!
Cerita kawan lainnya, banyak orang yang gila judi sampe-sampe orang gila aja
ditanyain nomor berapa bakal keluar sehingga kalo dipasang bisa menang judi
togel. *ini yang gila siapa jadinya?

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam, kalo di Barat sono,


perusahaan judi online malah ikutan jadi sponsor klub sepak bola. Bagi mereka,
agar keuangan klub tetap lancar ngalir, ya harus ngeruk sponsor. Tak peduli
apakah sponsornya perusahaan judi sekalipun, yang penting fulus. Maka, lihat deh
logo perusahaan judi online yang pernah tertera di jersey klub Real Madrid, AC
Milan, Juventus, termasuk Sevilla (yang waktu itu salah satu pemainnya bernama
Frederic Oumar Kanoute sempat ogah make kaosnya gara-gara disponsori judi
online, ia muslim dan menolak judi). Ini juga bukti, bahwa sepak bola, dan segala
pernik yang melingkupinya tak jauh dari bisnis.

BTW, kalo mau dituliskan berbagai cerita soal ini, rasa-rasanya nggak bakalan ada
habisnya. Sebab, masih banyak dan banyak lagi. Tetapi cukuplah beberapa contoh
tadi menjadi wakil dalam koleksi data untuk gaulislam edisi 242 ini sebagai
bukti/fakta bahwa sepak bola bagi orang-orang yang memainkan peran dalam
pengerukan uang adalah bisnis yang menggiurkan. Hanya suporter fanatiknya saja
sepertinya yang menjadikan sepak bola sebagai ‘agama’ baru mereka. Mereka rela
mati demi sepak bola dan klub atau timnas negara yang dibelanya. Ironi dan amat
memilukan kondisi seperti ini.

Akhirul keyboard, menutup pembahasan di edisi 242 tahun ke-5 buletin gaulislam
ini, saya ingin menyampaikan bahwa “hidup-mati” kita hanyalah untuk Allah Swt
dan RasulNya. Ingat lho waktu kita baca doa iftitah dalam sholat, “Inna sholati wa
nusuki wa mahyaya wa mamati lillahi rabbil’alamin. La syarikalahu wabidza lika
umirtu wa ana minal muslimin.” (Sesungguhnya shalatku, ibadah-ibadahku,
hidupku dan matiku kuserahkan hanya pada Allah penguasa seluruh alam. Sekali-
kali tidaklah aku menyekutukanNya. Dan dengan demikian aku ditugaskan, dan
aku adalah dari golongan kaum Muslimin). Catet, Bro en Sis. Itu sebabnya,
ngapain sih kudu bela-belain klub sepak bola sampe lupa diri dan lupa ideologi
kita sendiri, yakni Ideologi Islam. Cukuplah kalo pun mau nonton, ya nonton aja di
rumah via layar kaca. Itu pun seperlunya aja, jangan memaksakan diri hingga
begadang, apalagi sampe ikutan taruhan atau bahkan menjadikan sepak bola
sebagai agama kedua kita. Hadeuuh, itu sih namanya lebay. Nggak banget! [solihin
| Twitter: @osolihin]

Anda mungkin juga menyukai