Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Syok merujuk kepada suatu keadaan di mana terjadi kehilangan cairan tubuh
dengan cepat sehingga terjadinya multiple organ failure akibat perfusi yang tidak
adekuat. Syok paling sering timbul setelah terjadi perdarahan hebat (syok
hemoragik). Perdarahan eksternal akut akibat trauma tembus dan perdarahan hebat
akibat kelianan gastrointestinal merupakan 2 penyebab syok hemoragik yang paling
sering ditemukan. Syok hemoragik juga bisa terjadi akibat perdarahan internal akut
ke dalam rongga toraks dan rongga abdomen. Penyebab utama perdarahan internal
adalah terjadinya trauma pada organ dan ruptur pada aneurysme aortic abdomen.
Syok bisa merupakan akibat dari kehilangan cairan tubuh lain selain dari darah dalam
jumlah yang banyak. Contoh syok hipovolemik yang terjadi akibat kehilangan cairan
lain ini adalah gastroenteritis refraktrer dan luka bakar hebat. Objektif dari
keseluruhan jurnal ini adalah terfokus kepada syok hipovolemik yang terjadi akibat
perdarahan dan pelbagai kontroversi yang timbul seputar cara penanganannya.
Kebanyakan trauma merbahaya ketika terjadinya perang sekitar tahun 1900an
telah memberi kesan yang angat signifikan pada perkembangan prinsip penanganan
resusitasi syok hemoragik. Ketika Perang Dunia I, W.B. Cannon merekomendasikan
untuk memperlambat pemberian resusitasi cairan sehingga penyebab utama
terjadinya syok diatasi secara pembedahan. Pemberian kristalloid dan darah
digunakan secara ekstensif ketika Perang Dunia II untuk menangani pasien dengan
keadaan yang tidak stabil. Pengalaman yang di dapat semasa perang melawan Korea
dan Vietnam memperlihatkan bahawa resusitasi cairan dan intervensi pembedahan
awal merupakan langkah terpenting untuk menyelamatkan pasien dengan trauma
yang menimbulkan syok hemoragik. Ini dan beberapa prisip lain membantu dalam
perkembangan garis panduan untuk penanganan syok hemoragik kaibat trauma. Akan
tetapi, peneliti-peneliti terbaru telah mempersoalkan garis panduan ini, dan hari ini
telah timbul pelbagai kontroversi tentang cara penanganan syok hemoragik yang
paling optimal.

1.2 Tujuan Penulisan


Mahasiswa dapat mengetahui : pengertian syock, penyebab terjadinya syok,
patofisiologi terjadinya syock, tanda dan gejala syock , manifestasi kllinis syock,
jenis-jenis syock, penatalaksanaan syock
BAB II
PEMBAHASAN SYOK

2.1 Pengertian Syok


Syok yaitu hambatan di dalam peredaran darah perifer yang menyebabkan
perfusi jaringan tak cukup untuk memenuhi kebutuhan sel akan zat makanan dan
membuang sisa metabolisme atau suatu perfusi jaringan yang kurang sempurna.
Syok adalah suatu keadaan serius yang terjadi jika sistem kardiovaskuler
(jantung dan pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh tubuh
dalam jumlah yang memadai; syok biasanya berhubungan dengan tekanan darah
rendah dan kematian sel maupun jaringan.

2.2 Etiologi
Penyebab syok disebabkan oleh :
a) Perdarahan (syok hipovolemik )
b) Dehidrasi (syok hipovolemik)
c) Serangan jantung (syok kardiogenik)
d) Gagal jantung (syok kardiogenik)
e) Trauma atau cedera berat
f) Infeksi (syok septik)
g) Reaksi alergi (syok anafilaktik)
h) Cedera tulang belakang (syok neurogenik)
i) Sindrom syok toksik

2.3 Stadium Syok


1. Kompensasi
Komposisi tubuh dengan meningkatkan reflek syarpatis yaitu
meningkatnya resistensi sistemik dimana hanya terjadi detruksi selektif pada
organ penting. TD sistokis normal, dioshalik meningkat akibat resistensi arterial
sistemik disamping TN terjadi peningkatan skresi vaseprsin dan aktivasi sistem
RAA. menitestasi khusus talekicad, gaduh gelisah, kulit pucat, kapir retil > 2
dok.
2. Dekompensasi

Mekanisme komposisi mulai gagal, cadiac sulfat made kuat perfusi


jaringan memburuk, terjadilah metabolisme anaerob. karena asam laktat
menumpuk terjadilah asidisif yang bertambah berat dengan terbentuknya asan
karbonat intrasel. Hal ini menghambat kontraklilitas jantung yang terlanjur pada
mekanisme energi pompo Na+K di tingkat sel. Pada syock juga terjadi
pelepasan histamin akibat adanya smesvar namun bila syock berlanjut akan
memperburuk keadaan, dimana terjadi vasodilatasi disfori & peningkatan
permeabilitas kapiler sehingga volumevenous retwn berkurang yang terjadi
timbulnya depresi muocard. Maniftrasi klinis : TD menurun, porfsi teriter buruk
olyserci, asidosis, napus kusmail.
3. Irreversibel
Gagal kompensasi terlanjut dengan kematian sel dan disfungsi sistem
multiorgan, cadangan ATP di keper dan jantung habis (sintesa baru 2 jam).
terakhir kematian walau sirkulasi dapat pulih manifestasi klinis : TD taktenkur,
nadi tak teraba, kesadaran (koma), anuria.

2.4 Tanda Dan Gejala


1. Sistem Kardiovaskuler
Gangguan sirkulasi perifer - pucat, ekstremitas dingin. Kurangnya
pengisian vena perifer lebih bermakna dibandingkan penurunan tekanan
darah.Nadi cepat dan halus.Tekanan darah rendah. Hal ini kurang bisa
menjadi pegangan, karena adanya mekanisme kompensasi sampai terjadi
kehilangan 1/3 dari volume sirkulasi darah.Vena perifer kolaps. Vena leher
merupakan penilaian yang paling baik.CVP rendah.
2. Sistem Respirasi
Pernapasan cepat dan dangkal.
3. Sistem saraf pusat
Perubahan mental pasien syok sangat bervariasi. Bila tekanan darah rendah
sampai menyebabkan hipoksia otak, pasien menjadi gelisah sampai tidak
sadar. Obat sedatif dan analgetika jangan diberikan sampai yakin bahwa
gelisahnya pasien memang karena kesakitan.
4. Sistem Saluran Cerna
Bisa terjadi mual dan muntah.
5. Sistem Saluran Kencing
Produksi urin berkurang. Normal rata-rata produksi urin pasien dewasa adalah
60 ml/jam (1/5–1 ml/kg/jam).

2.5 Jenis Syok


1. Syok Hypovolemik
Syok hipovolemik merujuk keada suatu keadaan di mana terjadi
kehilangan cairan tubuh dengan cepat sehingga terjadinya multiple organ
failure akibat perfusi yang tidak adekuat. Syok hipovolemik ini paling sering
timbul setelah terjadi perdarahan hebat (syok hemoragik). Perdarahan
eksternal akut akibat trauma tembus dan perdarahan hebat akibat kelianan
gastrointestinal merupakan 2 penyebab syok hemoragik yang paling sering
ditemukan. Syok hemoragik juga bisa terjadi akibat perdarahan internal akut
ke dalam rongga toraks dan rongga abdomen
a. Faktor Penyebab
Pada umumnya syok hipovolemik disebabkan karena perdarahan,
sedang penyebab lain yang ekstrem adalah keluarnya garam (NaCL).
Syok misalnya terjadi pada : patah tulang panjang, rupture spleen,
hematothorak, diseksi arteri, pangkreatitis berat. Sedang syok hipovolemik
yang terjadi karena berkumpulnya cairan di ruang interstisiil disebabkan
karena: meningkatnya permeabilitas kapiler akibat cedera panas, reaksi
alergi, toksin bekteri.
Penyebab utama perdarahan internal adalah terjadinya trauma pada
organ dan ruptur pada aneurysme aortic abdomen. Syok hipovolemik bisa
merupakan akibat dari kehilangan cairan tubuh lain selain dari darah
dalam jumlah yang banyak. Contoh syok hipovolemik yang terjadi akibat
kehilangan cairan lain ini adalah gastroenteritis refraktrer dan luka bakar
hebat. Objektif dari keseluruhan jurnal ini adalah terfokus kepada syok
hipovolemik yang terjadi akibat perdarahan dan pelbagai kontroversi yang
timbul seputar cara penanganannya.Kebanyakan trauma merbahaya ketika
terjadinya perang sekitar tahun 1900an telah memberi kesan yang angat
signifikan pada perkembangan prinsip penanganan resusitasi syok
hemoragik.
b. Patofisiologi
Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan cara
mengaktifkan 4 sistem major fisiologi tubuh: sistem hematologi, sistem
kardiovaskular, sistem renal dan sistem neuroendokrin.system hematologi
berespon kepada perdarahan hebat yag terjadi secara akut dengan
mengaktifkan cascade pembekuan darah dan mengkonstriksikan
pembuluh darah (dengan melepaskan thromboxane A2 lokal) dan
membentuk sumbatan immatur pada sumber perdarahan. Pembuluh darah
yang rusak akan mendedahkan lapisan kolagennya, yang secara subsekuen
akan menyebabkan deposisi fibrin dan stabilisasi dari subatan yang
dibentuk. Kurang lebih 24 jam diperlukan untuk pembentukan sumbatan
fibrin yang sempurna dan formasi matur.
c. Tahap Syok Hipovolemik
1) Tahap I :
 terjadi bika kehilangan darah 0-10% (kira-kira 500ml)
 terjadi kompensasi dimana biasanya Cardiak output dan tekanan
darah masih dapat dipertahankan
2) Tahap II :
 terjadi apabila kehilanagan darah 15-20%
 tekanan darah turun, PO2 turun, takikardi, takipneu, diaforetik,
gelisah, pucat.
3) Tahap III
 bila terjadi kehilengan darah lebih dari 25%
 terjadi penurunan : tekanan darah, Cardiak output,PO2, perfusi
 jaringan secara cepat
 terjadi iskemik pada organ
 terjadi ekstravasasi cairan

2. Syok Kardiogenik
a. Definisi
Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung
yang mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama
sekali.
Syok kardiogenik didefinisikan sebagai adanya tanda-tanda
hipoperfusi jaringan yang diakibatkan oleh gagal jantung rendah preload
dikoreksi. Tidak ada definisi yang jelas dari parameter hemodinamik, akan
tetapi syok kardiogenik biasanya ditandai dengan penurunan tekanan
darah (sistolik kurang dari 90 mmHg, atau berkurangnya tekanan arteri
rata-rata lebih dari 30 mmHg) dan atau penurunan pengeluaran urin
(kurang dari 0,5 ml/kg/jam) dengan laju nadi lebih dari 60 kali per menit
dengan atau tanpa adanya kongesti organ. Tidak ada batas yang jelas
antara sindrom curah jantung rendah dengan syok kerdiogenik.
Syok kardiogenik merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri
atau gagal jantung kongestif, terjadi bila ventrikel kiri mengalami
kerusakan yang luas. Otot jantung kehilangan kekuatan
kontraktilitasnya,menimbulkan penurunan curah jantung dengan perfusi
jaringan yang tidak adekuat ke organ vital (jantung,otak, ginjal). Derajat
syok sebanding dengan disfungsi ventrikel kiri. Meskipun syok
kardiogenik biasanya sering terjadi sebagai komplikasi MI, namun bisa
juga terajdi pada temponade jantung, emboli paru, kardiomiopati dan
disritmia. (Brunner & Suddarth, 2001)
Syok kardiogenik adalah syok yang disebabkan karena fungsi jantung
yang tidak adekua, seperti pada infark miokard atau obstruksi mekanik
jantung; manifestasinya meliputi hipovolemia, hipotensi, kulit dingin, nadi
yang lemah, kekacauan mental, dan kegelisahan. (Kamus Kedokteran
Dorland, 1998)
b. Etiologi
Penyebab syok kardiogenik mempunyai etiologi koroner dan non
koroner. Koroner, disebabkan oleh infark miokardium, Sedangkan Non-
koroner disebabkan oleh kardiomiopati, kerusakan katup, tamponade
jantung, dan disritmia.
Lab/SMF Anestesiologi FKUA/RSUP Dr. M. Djamil, Padang
mengklasifikasikan penyebab syok kardiogenik sebagai berikut :
 Penyakit jantung iskemik (IHD)
 Obat-obatan yang mendepresi jantung
 Gangguan Irama Jantung.
c. Manifestasi Klinis
Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri
yang mengakibatkan gangguan mengakibatkan gangguan fungsi ventrikel
kiri yaitu mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan
penghantaran oksigen ke jaringan yang khas pada syok kardiogenik yang
disebabkan oleh infark miokardium akut adalah hilangnya 40% atau lebih
jaringan otot pada ventrikel kiri dan nekrosis vocal di seluruh ventrikel
karena ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen
miokardium. Gmbaran klinis gagal jantung kiri :
 ·Sesak napas dyspnea on effert, paroxymal nocturnal dyspnea
 Pernapasan cheyne stokes
 Batuk-batuk
 Sianosis
 Suara serak
 Ronchi basah, halus tidak nyaring di daerah basal paru hydrothorax
 Kelainan jantung seperti pembesaran jantung, irama gallop,
tachycardia
 Kelainan pada foto rontgen
d. Patofisiologi
Tanda dan gejala syok kardiogenik mencerminkan sifat sirkulasi
patofisiologi gagal jantung. Kerusakan jantung mengakibatkan penurunan
curah jantung, yang pada gilirannya menurunkan tekanan darah arteria ke
organ-organ vital. Aliran darah ke arteri koroner berkurang, sehingga
asupan oksigen ke jantung menurun, yang pada gilirannya meningkatkan
iskemia dan penurunan lebih lanjut kemampuan jantung untuk memompa,
akhirnya terjadilah lingkaran setan. Tanda klasik syok kardiogenik adalah
tekanan darah rendah, nadi cepat dan lemah, hipoksia otak yang
termanifestasi dengan adanya konfusi dan agitasi, penurunan haluaran
urin, serta kulit yang dingin dan lembab.
Disritmia sering terjadi akibat penurunan oksigen ke
jantung.seperti pada gagal jantung, penggunaan kateter arteri pulmonal
untuk mengukur tekanan ventrikel kiri dan curah jantung sangat penting
untuk mengkaji beratnya masalah dan mengevaluasi penatalaksanaan yang
telah dilakukan. Peningkatan tekananakhir diastolik ventrikel kiri yang
berkelanjutan (LVEDP = Left Ventrikel End Diastolik Pressure)
menunjukkan bahwa jantung gagal untuk berfungsi sebagai pompa yang
efektif.
e. Pemeriksaan Diagnostik
Faktor-faktor pencetus test diagnostik antara lain :
 Electrocardiogram (ECG)
 Sonogram
 Scan jantung
 Kateterisasi jantung
 Roentgen dada
 Enzim hepar
 Elektrolit oksimetri nadi
 AGD
 Kreatinin
 Albumin / transforin serum
 HSD
3. Syock Distributif
a. Pengertian
Syok distributif atau vasogenik terjadi ketika volume darah secara
abnormal berpindah tempat dalam vaskulatur seperti ketika darah
berkumpul dalam pembuluh darah perifer.
b. Etiologi
Syok distributif dapat disebabkan baik oleh kehilangan tonus
simpatis atau oleh pelepasan mediator kimia ke dari sel-sel. Kondosi-
kondisi yang menempatkan pasien pada resiko syok distributif yaitu (1)
syok neurogenik seperti cedera medulla spinalis, anastesi spinal, (2) syok
anafilaktik seperti sensitivitas terhadap penisilin, reaksi transfusi, alergi
sengatan lebah (3) syok septik seperti imunosupresif, usia yang ekstrim
yaitu > 1 thn dan > 65 tahun, malnutrisi
Berbagai mekanisme yang mengarah pada vasodiltasi awal dalam
syok distributif lebih jauh membagi klasifikasi syok ini kedalam 3 tipe :
1) Syock Neurogenik
a) Pengertian
Syok neurogenik disebut juga syok spinal merupakan
bentuk dari syok distributif, Syok neurogenik terjadi akibat
kegagalan pusat vasomotor karena hilangnya tonus pembuluh
darah secara mendadak di seluruh tubuh.sehingga terjadi hipotensi
dan penimbunan darah pada pembuluh tampung (capacitance
vessels). Hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah sistemik
ini diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf (seperti: trauma
kepala, cidera spinal, atau anestesi umum yang dalam).
Syok neurogenik juga disebut sinkop. Syok neurogenik
terjadi karena reaksi vasovagal berlebihan yang mengakibatkan
terjadinya vasodilatasi menyeluruh di daerah splangnikus sehingga
aliran darah ke otak berkurang. Reaksi vasovagal umumnya
disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut, atau
nyeri hebat. Pasien merasa pusing dan biasanya jatuh pingsan.
Setelah pasien dibaringkan, umumnya keadaan berubah menjadi
baik kembali secara spontan.
Trauma kepala yang terisolasi tidak akan menyebabkan
syok. Adanya syok pada trauma kepala harus dicari penyebab yang
lain. Trauma pada medula spinalis akan menyebabkan hipotensi
akibat hilangnya tonus simpatis. Gambaran klasik dari syok
neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardi atau vasokonstriksi
perifer.

b) Etiologi
 Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia
(syok spinal).
 Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa
nyeri hebat pada fraktur tulang.
 Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat
anestesi spinal/lumbal.
 Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).
 Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.
c) Manifestasi Klinis
Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok
neurogenik terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak
bertambah cepat, bahkan dapat lebih lambat (bradikardi) kadang
disertai dengan adanya defisit neurologis berupa quadriplegia atau
paraplegia . Sedangkan pada keadaan lanjut, sesudah pasien
menjadi tidak sadar, barulah nadi bertambah cepat. Karena
terjadinya pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler dan vena,
maka kulit terasa agak hangat dan cepat berwarna kemerahan.
2) Syock anafilaktik
Anaphylaxis (Yunani, Ana = jauh dari dan phylaxis =
perlindungan). Anafilaksis berarti Menghilangkan perlindungan.
Anafilaksis adalah reaksi alergi umum dengan efek pada beberapa
sistem organ terutama kardiovaskular, respirasi, kutan dan gastro
intestinal yang merupakan reaksi imunologis yang didahului
dengan terpaparnya alergen yang sebelumnya sudah tersensitisasi.
Syok anafilaktik(= shock anafilactic ) adalah reaksi anafilaksis
yang disertai hipotensi dengan atau tanpa penurunan kesadaran.
Reaksi Anafilaktoid adalah suatu reaksi anafilaksis yang terjadi
tanpa melibatkan antigen-antibodi kompleks. Karena kemiripan
gejala dan tanda biasanya diterapi sebagai anafilaksis.
Syock anafilaktik disebabkan oleh reaksi alergi ketika
pasien yang sebelumnya sudah membentuk anti bodi terhadap
benda asing (anti gen) mengalami reaksi anti gen- anti bodi
sistemik
3) Syok Septik
a) Pengertian
Syok septik adalah bentuk paling umum syok distributuf
dan disebabkan oleh infeksi yang menyebar luas. Insiden syok
septik dapat dikurangi dengan melakukan praktik pengendalian
infeksi, melakukan teknijk aseptik yang cermat, melakukan
debriden luka ntuk membuang jarinan nekrotik, pemeliharaan dan
pembersihan peralatan secara tepat dan mencuci tangan secara
menyeluruh
b) Etiologi
Mikroorganisme penyebab syok septik adalah bakteri gram
negatif. Ketika mikroorganisme menyerang jaringan tubuh, pasien
akan menunjukkan suatu respon imun. Respon imun ini
membangkitkan aktivasi berbagai mediator kimiawi yang
mempunyai berbagai efek yang mengarah pada syok. Peningkatan
permeabilitas kapiler, yang engarah pada perembesan cairan dari
kapiler dan vasodilatasi adalah dua efek tersebut.
c) Tanda dan Gejala
Sepsis merupakan respon sistemik terhadap bakteriemia.
Pada saat bakteriemia menyebabkan perubahan dalam sirkulasi
menimbulkan penurunan perfusi jaringan dan terjadi shock sepsis.
Sekitar 40% pasien sepsis disebabkan oleh mikroorganisme gram-
positive dan 60% disebabkan mikroorganisme gram-negative. Pada
orang dewasa infeksi saluran kencing merupakan sumber utama
terjadinya infeksi. Di rumah sakit kemungkinan sumber infeksi
adalah luka dan kateter atau kateter intravena. Organisme yang
paling sering menyebabkan sepsis adalah staphylococcus aureus
dan pseudomonas sp
Pasien dengan sepsis dan shock sepsis merupakan penyakit
akut. Pengkajian dan pengobatan sangat diperlukan. Pasien dapat
meninggal karena sepsis. Gejala umum adalah :
 Demam
 Berkeringat
 Sakit kepala
 Nyeri otot

2.6 Tahapan Patofisiologi


Terdapat 4 stage perkembangan shock yang berlangsung secara progresif dan
berkelanjutan, yaitu
1) Inisial
Selama tahap ini, terjadi keadaan hipoperfusi yang menyebabkan
kurangnya/ tidak cukupnya oksigen untuk memberikan suplai terhadap
kebutuhan metabolisme seluler. Keadaan hipoksia ini menyebabkan,
terjadinya fermentasi asam laktat pada sel. Hal ini terjadi karena ketika tidak
adanya oksigen, maka proses masuknya piruvat pada siklus kreb menjadi
menurun, sehingga terjadi penimbunan piruvat. Piruvat tersebut akan diubah
menjadi laktat oleh laktat dehidrogenase sehingga terjadi penimbunan laktat
yang menyebabkan keadaan asidosis laktat.
2) Kompensatori
Pada tahap ini tubuh menjalani mekanisme fisiologis untuk
mengembalikan kepada kondisi normal, meliputi neural, humoral, dan bio
kimia. Asidosis yang terjadi dalam tubuh dikompensasi dengan keadaan
hiperventilasi dengan tujuan untuk mengeluarkan CO2 dari dalam tubuh,
karena secara tidak langsung CO2 berperan dalam keseimbangan asam basa
dengan cara mengasamkan ata menurunkan pH dalam darah. Dengan
demikian ketika CO2 dikeluarkan melalui hiperventilasi dapat menaikkan pH
darah didalam tubuh sehingga mengkompensasi asidosis yang terjadi.
Pada syok juga terjadi hipotensi yang kemudian pada ambang batas
tertentu dideteksi oleh barosreseptor yang kemudian tubuh merespon dengan
menghasilkan norepinefrin dan epnefrin. Norepinefrin berperan dalam
vasokonstriksi pembuluh darah namun memberikan efek yang ringan pada
peningkatan denyut jantung. Sedangkan epinefrin memberikan efek secara
dominan pada peningkatan denyut jantung dan memberikan efek yang ringan
terhadap asokonstriksi pembuluh darah. Dengan demikian kombinasi efek
keduanya dapat berdampak terhadap peningkatan tekanan darah. Selain
dilepaskan norepinefrin dan epinefrin, RAA (renin angiotensi aldosteron) juga
teraktivasi dan terjadi juga pelepasan hormon vasopressor atau ADH (anti
diuretic hormon) yang berperan untuk meningkatkan tekanan darah dan
mempertahankan cairan didalam tubuh dengan cara menurunkan urine output.
3) Progresif
Ketika shock tidak berhasil ditangani dengan baik, maka syok akan
mengalami tahap progresif dan mekanisme kompensasi mulai mengalai
kegagalan. Pada stadium ini, Asidosis metabolik semakin prah, otot polos
pada pembuluh darah mengalami relaksasi sehingga terjadi penimbunan darah
dalam pembuluh darah. Ha ini mengakibatkan peningkatan tekanan
hidrostatik dikombinasikan dengan lepas nya histamin yang mengakibatkan
bocornya cairan ke dalam jaringan sekitar. Hal ini mengakibatkan konsentrasi
dan viscositas darah menjadi meningkat dan dapat terjadi penyumbatan dala
aliran darah sehingga berakibat terjadinya kematian banyak jaringan. Jika
organ pencernaan juga mengalami nekrosis, dapat menyebabkan masuknya
bakteri kedalam aliran darah yang kemudian dapat memperparah komplikasi
yaitu syok endotoxic.
4) Refraktori
Pada stadium ini terjadi kegagalan organ untuk berfungsi dan shock
menjadi ireversibel. Kematian otak dan seluler pun berlangsung. Syok
menjadi irevesibel karena ATP sudah banyak didegradasi menjadi adenosin
ketika terjadi kekurangan oksigen dalam sel. Adenosin yang terbentuk mudah
keluar dari sel dan menyebabkan vasodilatasi kapiler. Adenosin selanjutnya di
transformasi menjadi asam urat yang kemudian di eksresi ginjal. Pada tahap
ini, pemberian oksigen menjadi sia- sia karena sudah tidak ada adenosin yang
dapat difosforilasi menjadi ATP.
2.7 Penatalaksanaan Syok
Target utama, pengelolaan syock adalah mencukupi penyediaan oksigen oleh
darah, untuk jantung (oksigen deliverip)
1. Oksigenasi adekuat, hindari hyroksemia.
Tujuan utama meningkatkan kandungan oksigen arteri (CaO2) dengan
mempertahankan saturasi oksigen (SaO2) 98 – 100 % dengan cara :
a. Membebaskan jalan nafas.
b. Oksigenasi adekuat, pertahankan pada > 65 = 7 mmHg.
c. Kurangi rasa sakit dan auxietas.
2. Suport cadiovaskuler sistem.
a. Therapi cairan untuk meningkatkan preload
 pasang akses vaskuler secepatnya.
 resusitasi awal volume di berikan 10 – 30 ml/Kg BB cairan kastolord
atau kalois secepatnya (< 20 menit). dapat diulang 2 – 3 kali sampai
tekanan darah dan perfusi perifer baik.
Menurut konsesus Asia Afrika I (1997).
 cairan kaloid lebih dianjurkan sebagai therapi intiab yang dianjurkan
kaloid atau kristoloid.
 therapi dopaadv berdasarkan respon klinis, perfusi perifer, cup, mep
sesuai unsur.
b. Obat-obatan inetropik untuk mengobati disretmia, perbaikan kontraklitas
jantung tanpa menambah konsumsi oksigen miocard.
 Dopevin (10 Kg/Kg/mut) meningkatkan vasokmstrokuta.
 Epinoprin : Meningkat tekanan perfusi myocard.
 Novepheriphin : mengkatkan tekanan perfusi miocard.
 Dobtanine : meningkatkan cardiak output.
 Amiodarone : meningkatkan kontraklitas miocard, luas jantung,
menurunkan tekanan pembuluh darah sitemik.

2.8 Penanganan Syok


1. Secara umum yaitu sebagai penolong yang berada di tempat kejadian, hal
yang pertama-tama dapat dilakukan apabila melihat ada korban dalam
keadaan syok adalah :
2. Melihat keadaan sekitar apakah berbahaya (danger) , baik untuk penolong
maupun yang ditolong (contoh keadaan berbahaya : di tengah kobaran api)
3. Buka jalan napas korban, dan pertahankan kepatenan jalan nafas (Airway)
4. Periksa pernafasan korban (Breathing)
5. Periksa nadi dan Cegah perdarahan yang berlanjut (Circulation)
6. Peninggian tungkai sekitar 8-12 inchi jika ABC clear
7. Cegah hipotermi dengan menjaga suhu tubuh pasien tetap hangat (misal
dengan selimut)
8. Lakukan penanganan cedera pasien secara khusus selama menunggu bantuan
medis tiba.

2.9 Pengobatan :
1. Penderita dijaga agar tetap merasa hangat dan kaki sedikit dinaikkan untuk
mempermudah kembalinya darah ke jantung.
2. Setiap perdarahan segera dihentikan dan pernafasan penderita diperiksa.
3. Jika muntah, kepala dimiringkan ke satu sisi untuk mencegah terhirupnya
muntahan.
4. Jangan diberikan apapun melalui mulut.
5. Tenaga kesehatan bisa memberikan bantuan pernafasan mekanis.
6. Obat-obatan diberikan secara intravena.
7. Obat bius (narkotik), obat tidur dan obat penenang biasanya tidak diberikan
karena cenderung menurunkan tekanan darah.
8. Cairan diberikan melalui infus. Bila perlu, diberikan transfusi darah.
9. Cairan intravena dan transfusi darah mungkin tidak mempu mengatasi syok
jika perdarahan atau hilangnya cairan terus berlanjut atau jika syok
disebabkan oleh serangan jantung atau keadaan lainnya yang tidak
berhubungan dengan volume darah.
10. Untuk menambah aliran darah ke otak atau jantung bisa diberikan obat yang
mengkerutkan pembuluh darah.
BAB III
INFARK

3.1 Infark
Infark adalah nekrosis iskemik pada satu tempat di otak, karena perubahan
sirkulasi darah, atau kurangnya pasokan oksigen. Infark biasanya terjadi karena
penyumbatan aliran pembuluh nadi dan kadang bisa terjadi pada pembuluh balik.
Infark adalah daerah nekrosis iskemik yang disebabkan oleh oklusi
(penyumbatan) pada pasokan darah arteri (97 % kasus) atau drainase darah vena
dalam suatu jaringan tertentu (Mitchell,dkk , 2006). Dalam tambayong (2009)
infark adalah matinya sel-sel yang diperdarahi. Infark merupakan tahap lanjutan
dari iskemia, yaitu suatu peristiwa kekurangan suplai darah pada area terlokalisasi.
Sumbatan bisa saja terjadi secara pelan atau cepat. Sumbatan sering terjadi karena
embolus dan tromnbus.

3.2 Infark Menurut Bentuk


Infark menurut bentuknya dapat dibagi menjadi:
1) Infark anemik, terjadi karena penyumbatan pembuluh nadi dan pada alat
tubuh padat seperti jantung dan ginjal
2) Infark hemoragik, terjadi pada alat tubuh dengan jaringan renggang seperti
usus.

3.3 Etiologi Infark


Infark disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor yang paling umum terjadi
adalah peristiwa thrombosis dan emboli. Trombosis adalah proses pembentukan
tombus, yaitu suatu benda yang tersusun oleh dan dari unsur-unsur darah di dalam
pembuluh darah atau jantung. Sedangkan emboli adalah benda asing yang
tersangkut pada suatu tempat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah.
Faktor lainnya yang menyebabkan infark adalah vasospasme local yaitu
peristiwa penyempitan pembuluh darah dan kontraksi di dinding pembuluh darah
. “Vaso” berarti pembuluh darah dan “spasme” berarti “kejang” atau
penyempitan. Vasospasme umumnya dianggap hanya terjadi pada arteri dan
arteriole dan jarang terjadi pada kapiler atau vena. Hal ini dikarenakan perbedaan
struktur dinding antara arteri yang lebih tebal dan kuat dari vena.
Faktor lainnya adalah kompresi ekstrinsik pembuluh darah oleh tumor, edema
/penjepitan dalam kantong hernia, pemuntiran pembuluh darah dan penekanan
pembuluh darah.
Infark dinamakan sesuai dengan tempat terjadinya. Contoh dari infark adalah
infark miokard yang terjadi di pembuluh darah jantung. Infark serebral yang
terjadi di jaringan arteri otak. Infark plasenta terjadi pada pembuluh darah arteri
plasenta dan infark ginjal yang disebabkan oleh emboli pada arteri ginjal.

3.4 Bentuk Infark


Morfologi (bentuk) infark terbagi menjadi tiga.
1) Pertama adalah infark merah (hemoragik) terjadi pada oklusi vena, dalam
jaringan ikat. Contohnya paru-paru.
2) Kedua infark putih (anemik), terjadi didalam rongga padat ( jantung, limpa
dan ginjal) yang kepadatan jaringannya membatasi jumlah perdarahan yang
menyusup ke daerah nekrosis iskemik.
3) Ketiga yaitu infark septic, yaitu bila ditemukan infeksi atau mikroba di
daerah nekrosis.

3.5 Faktor yang Pengaruhi Perkembangan Infark


Faktor yang memengaruhi perkembangan suatu infark ada beberapa hal.
Akibat yang timbul karena penyumbatan pembuluh darah dapat berkisar dari efek
yang nihil atau minimal, sampai ke kematian suatu jaringan atau bahkan
penderitanya. Faktor penentu utamanya yaitu :
a) Sifat pasokan vaskular. Berhubungan dengan ketersediaan pasokan darah
alternative yang merupakan faktor terpenting dalam menentukan
penyumbatan pembuluh darah akan mengakibatkan kerusakan.
b) Tingkatan perkembangan oklusi (penyumbatan). Penyumbatan yang
berkembang lambat, kecil kemungkinan menyebabkan infark karena memberi
waktu untuk perkembangan jalur alternative.
c) Kerentanan terhadap hipoksia, yaitu suatu keadaan kekurangan oksigen. Hal
ini memengaruhi kemungkinan terjadinya infark. Neuron mengalami
kerusakan ireversibel jika pasokan darahnya menghilang selama 3 hingga 4
menit saja.

3.6
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan mengenal
gejala-gejala syok, mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas
dan efisiensi kerja kita pada saat-saat/menit-menit pertama pasien mengalami syok.
2. Syok adalah gangguan sistem sirkulasi dimana sistem kardiovaskuler (jantung dan
pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam jumlah
yang memadai yang menyebabkan tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan.
Syok terjadi akibat berbagai keadaan yang menyebabkan berkurangnya aliran darah,
termasuk kelainan jantung (misalnya serangan jantung atau gagal jantung), volume
darah yang rendah (akibat perdarahan hebat atau dehidrasi) atau perubahan pada
pembuluh darah (misalnya karena reaksi alergi atau infeksi)

B. Saran
1. Dengan mempelajari materi ini mahasiswa keperawatan yang nantinya menjadi
seorang perawat professional agar dapat lebih peka terhadap tanda dan gejala ketika
menemukan pasien yang mengalami syock sehingga dapat melakukan pertolongan
segera.
2. Mahasiswa dapat melakukan tindakan-tindakan emergency untuk melakukan
pertolongan segera kepada pasien yang mengalami syock.
DAFTAR PUSTAKA

Alexander R H, Proctor H J. Shock. Dalam buku: Advanced Trauma Life Support Course
for Physicians. USA, 1993 ; 75 - 94
Atkinson R S, Hamblin J J, Wright J E C. Shock. Dalam buku: Hand book of Intensive
Care. London: Chapman and Hall, 1981; 18-29.
Bartholomeusz L, Shock, dalam buku: Safe Anaesthesia, 1996; 408-413
Franklin C M, Darovic G O, Dan B B. Monitoring the Patient in Shock. Dalam buku:
Darovic G O, ed, Hemodynamic Monitoring: Invasive and Noninvasive Clinical
Application. USA : EB. Saunders Co. 1995 ; 441 - 499.
Haupt M T, Carlson R W. Anaphylactic and Anaphylactoid Reactions. Dalam buku:
Shoemaker W C, Ayres S, Grenvik A eds, Texbook of Critical Care. Philadelphia,
1989 ; 993 - 1002.
Thijs L G. The Heart in Shock (With Emphasis on Septic Shock). Dalam kumpulan
makalah: Indonesian Symposium On Shock & Critical Care. Jakarta-Indonesia,
August 30 - September 1, 1996 ; 1 - 4.
Wilson R F, ed. Shock. Dalam buku: Critical Care Manual. 1981; c:1-42.
Zimmerman J L, Taylor R W, Dellinger R P, Farmer J C, Diagnosis and Management of
Shock, dalam buku: Fundamental Critical Support. Society of Critical Care
Medicine, 1997.

Anda mungkin juga menyukai