BLOK 29
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang....................................................................... 1
1.2 Analisis Situasi ...................................................................... 2
1.3 Permasalahan-permasalahan yang Ditemukan ...................... 2
1.4 Penetapan Prioritas Masalah .................................................. 3
Masalah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
U (Urgency) 2 2 4 3 4 2 5 5 2 5 5 5 4 5 5
S ( Seriousness) 3 3 4 4 4 3 5 5 2 4 4 5 4 5 5
G (Growth) 1 1 3 1 2 2 3 1 1 3 1 2 4 4 5
Cara penularan diare pada umumnya melalui fekal oral yaitu melalui
makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung
tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita
atau tidak langsung melalui lalat. (4F= field, flies, fingers, fluid).
Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara
lain:tidak memberikan ASI secara penuh selama 4-6 bulan pertama kehidupan
bayi, tidak memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja,
kurangnya sarana kebersihan atau MCK, kebersihan lingkungan dan pribadi yang
buruk, penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara
penyapihan yang tidak baik. Selain hal-hal tersebut, beberapa faktor pada
penderita dapat meningkatkan kecenderungan untuk dijangkiti diare antara lain:
gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung, menurunya
motilitas usus, menderita campak dalam 4 minggu terakhir dan faktor genetik.
1. Faktor umur
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.
Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat
diberikan makanan pendamping ASI. Pola ini menggambarkan
kombinasi efek penurunan kadar antibody ibu, berkurangnya
kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin
terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia
atau binatang pada saat bayi mulai merangkak. Kebanyakan
enteropatogen merangsang paling tidak sebagian kekebalan melawan
infeksi atau penyakit yang berulang yang membantu menjelaskan
menurunnya insiden penyakit pada anak yang lebih besar dan pada
orang dewasa.
2. Infeksi asimtomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi
asimtomatik ini meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan
pembentukan imunitas aktif. pada infeksi asimtomatik yang mungkin
berlangsung beberapa hari atau minggu, tinja penderita mengandung
virus, bakteri, atau kista protozoa yang infeksius. Orang dengan
infeksi yang asimtomatik berperan penting dalam penyebaran banyak
eneteropatogen terutama bila mereka tidak menyadari adanya infeksi,
tidak menjaga kebersihan dan berpindah-pindah dari satu tempat ke
tempat yang lain.
3. Faktor musim
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. di
daerah tropis, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim
panas, sedangkan diare karena virus terutama rotavirus puncaknya
terjadi pada musim dingin. didaerah tropic (termasuk Indonesia) diare
yang disebabkan rotavirus dapat terjadi sepanjang tahun dengan
peningkatan sepanjang musim kemarau, sedangkan diare karena
bakteri terus meningkat pada musim hujan.
4. Epidemi dan pendemi
Vibrio cholera 0.1 dan Shigella dysentriae 1 dapat menyebabkan
epidemic dan pandemic dan mengakibatkan tingginya angka kesakitan
dan kematian pada semua golongan usia. sejak tahun 1961, cholera
yang disebabkan oleh v. cholera 0.1 biotipe eltor telah menyebar ke
negara-negara di afrika, amerika latin, asia, timur tengah, dan
beberapa daerah di amerika utara dan eropa. dalam kurun waktu yang
sama Shigella dysentriae 1 menjadi penyebab wabah yang besar di
amerika tengah dan terakhir di afrika tengah dan asia selatan. Pada
tahun 1992 dikenal strain baru Vibrio cholera 0139 yang
menyebabkan epidemic di Asia dan lebih dari 11 negara mengalami
wabah.
Pada saat ini, dengan kemajuan dibidang teknik laboratorium telah dapat
diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan
diare pada anak dan bayi. Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya
adalah golongan virus, bakteri dan parasit. dua tipe dasar dari diare akut oleh
karena infeksi adalah non-inflamatory dan inflammatory.
Enteropatogen menimbulkan non-inflamatory diare melalui produksi
enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan oleh
parasit, perlekatan dan/ atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya inflammatoyi
diare biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi usus secara langsung
atau memproduksi sitotoksin.
2.4 Diagnosis Diare
1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut : lama
diare, frekuensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir
dan darah. Bila disertai muntah volume dan frekuensinya. Kencing:
biasa, berkurang, jarang atau tidak kencing dalam 6-8jam terakhir.
Makanan dan minuman yang diberikan selama diare. Adakahh panas
atau penyakit lain yang menyertai seperti: batuk, pilek, otitis media,
campak. Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare:
member oralit, memabwa berobat ke puskesmas atau ke rumah sakit
dan obat-obatan yang diberikan serta riwayat imunisasinya.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa : berat badan, suhu tubuh,
frekuensi denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah.
Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda tambahan lainya:ubun-ubun besar
cekung atau tidak, mata: cowong atau tidak, ada atau tidak adanya air
mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah.
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asiodosis
metabolic. Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat
hipokalemia. Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan
capillary refill dapat menentukan derjat dehidrasi yang terjadi.
Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara:
objektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan
sesudah diare. Subjektif dengan menggunakan criteria WHO dan
MMWR.
3. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada
umumnya tidak diperkukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin
diperlukan misalnya penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada
sebab-sebab lain selain diare akut atau pada penderita dengan
dehidrasi berat. Contoh: pemeriksaan darah lengkap, kultur urine dan
tinja pada sepsis atau infeksi saluran kemih. Pemeriksaan
laboratorium yang kadang-kadang diperlukan pada diare akut:
darah : darah lengkap, serum elketrolit, analisa gas darah, glukosa
darah, kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika
urine: urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika
tinja
Lingkungan Genetik
Sanitasi
lingkungan buruk
Sering banjir
Tempat tinggal
padat penduduk
Diare pada
balita
Peralatan masak
BAB dan BAK di tidak bersih Kurangnya promosi
sungai Jumlah SDM kesehatan
kurang
MPASI dari ibu Cakupan wilayah
Cuci pakaian dan tidak benar puskesmas terlalu luas
Kualitas SDM
piring di sungai
kurang
Ibu dan balita tidak
mencuci tangan
Perilaku Pelayanan
Kesehatan
BAB V
PENETAPAN PRIORITAS PENYEBAB MASALAH
MASALAH
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
U 5 3 2 2 3 4 2 4 4 3 2 2 3
S 5 3 3 3 5 5 5 4 3 4 3 2 4
G 5 3 3 2 3 5 3 5 5 2 4 2 4
TOTAL 125 27 18 12 45 100 30 80 60 24 24 8 48
Apabila program berhasil, maka program akan tetap dilanjutkan. Namun jika
program tidak berhasil, maka akan ditinjau ulang metode yang digunakan dan
mengganti program yang lebih tepat dan dapat diterima oleh masyarakat.
BAB IX
PENUTUP
Masalah utama pada puskesmas Bagus yang berada di Kecamatan “Kampung
Canggih” adalah diare balita sebanyak 327 kasus. Intervensi jangka pendek yang
dilakukan berupa penyuluhan tentang diare dan MPASI (faktor risiko, gejala, penyebab,
preventif), penyuluhan langkah cuci tangan menurut WHO dan penyuluhan pembuatan
MPASI yang benar serta gotong royong memperbaiki sanitasi lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Daldiyono, S.M., et al. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: ”Diare Akut”. Interna
Publishing, Jakarta, Indonesia. hal. 548-556.
Ilie, Gheorghe. 2010. Application of Fishbone Diagram to Determine the Risk of an Event
with Multiple Causes. Management Research and Practice. 2(1): 2-5.
Kementerian Kesehatan. 2011. Situasi Diare di Indonesia. Buletin Jendela Data. 2(2):1-7.