Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

“Otonomi Daerah”

Disusun Oleh :

Kelompok 7

 Melia Jumiati (1711121003)


 Soraya Salami (1711122027)

Fakultas Teknologi Pertanian

Universitas Andalas

Padang

2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan Rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul
”Otonomi Daerah”

Ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis
sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah
ini, oleh karena itu penulis mengundang pembaca untuk memberikan kritik dan
saran yang bersifat membangun untuk menjadi perbaikan di masa mendatang.
Semoga makalah ini bisa memberikan manfaat positif bagi kita semua.

Padang,10 Februari 2018

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang……………………………………………………………...


1.2 Tujuan Penulisan……………………………………………………………
1.3 Rumusan Masalah…………………………………………………………..

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Otonomi Daerah……………………………………………….

2.2. Sejarah Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia……………………

2.3. Dasar Hukum dan Landasan Teori Otonomi Daerah………………………

2.4 . Pemeran Penting dalam Otonomi Daerah…………………………………

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan………………………………………………………………….
3.2 Saran………………………………………………………………………...

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Berdasarkan keputusan MENDAGRI dan Otonomi Daerah Nomor 50 Tahun
2000 tentang Pedoman Organisasi Dan Tata kerja Perangkat Daerah Provinsi
menjadi dasar pengelolahan semua potensi daerah yang ada dan di manfaatkan
semaksimal mungkin oleh daerah yang mendapatkan hak otonomi dari daerah
pusat.Kesempatan ini sangat menguntungkan bagi daerah-daerah yang memiliki
potensi alam yang sangat besar untuk dapat mengelolah daerah sendiri secara
mandiri ,dengan peraturan pemerintah yang dulunya mengalokasikan hasil daerah
75% untuk pusat dan 25% untuk dikembalikan ke daerah membuat daerah-daerah
baik tingkat I maupun daerah tingkat II sulit untuk mengembangkan potensi
daerahnya baik secara ekonomi maupun budaya dan pariwisata.
Kebijakan otonomi daerah lahir ditengah gejolak tuntutan berbagai daerah
terhadap berbagai kewenangan yang selama 20 tahun pemerintahan Orde Baru (OB)
menjalankan mesin sentralistiknya. UU No. 5 tahun 1974 tentang pemerintahan
daerah yang kemudian disusul dengan UU No. 5 tahun 1979 tentang pemerintahan
desa menjadi tiang utama tegaknya sentralisasi kekuasaan OB. Semua mesin
partisipasi dan prakarsa yang sebelumnya tumbuh sebelum OB berkuasa, secara
perlahan dilumpuhkan dibawah kontrol kekuasaan. Stabilitas politik demi
kelangsungan investasi ekonomi (pertumbuhan) menjadi alasan pertama bagi OB
untuk mematahkan setiap gerak prakarsa yang tumbuh dari rakyat.
Otonomi daerah muncul sebagai bentuk veta comply terhadap sentralisasi yang
sangat kuat di masa orde baru. Berpuluh tahun sentralisasi pada era orde baru tidak
membawa perubahan dalam pengembangan kreativitas daerah, baik pemerintah
maupun masyarakat daerah.
Ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat sangat tinggi
sehingga sama sekali tidak ada kemandirian perencanaan pemerintah daerah saat itu.
Di masa orde baru semuanya bergantung ke Jakarta dan diharuskan semua meminta
uang ke Jakarta. Tidak ada perencanaan murni dari daerah karena Pendapatan Asli
Daerah (PAD) tidak mencukupi.
1.2. Tujuan Penulisan
Dengan adanya otonomi daerah diharapkan daerah tingkat I maupun Tingkat II
mampu mengelola daerah nya sendiri. Untuk kepentingan rakyat dan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat secara sosial ekonomi yang merata.

1.3. Rumusan Masalah


Makalah ini di buat dengan rumusan masalah:
1. Apa itu Otonomi Daerah?
2. Apa dasar hukum dan Landasan teori Otonomi Daerah?
3. Apa salah satu yang paling berperan di dalam Otonomi Daerah?
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Otonomi Daerah

Otonomi berasal dari 2 kata yaitu , auto berarti sendiri,nomos berarti rumah
tangga atau urusan pemerintahan.Otonomi dengan demikian berarti mengurus rumah
tangga sendiri.Dengan mendampingkan kata ekonomi dengan kata daerah,maka
istilah “mengurus rumah tangga sendiri” mengandung makna memperoleh
kekuasaan dari pusat dan mengatur atau menyelenggarakan rumah tangga
pemerintahan daerah sendiri.
Ada juga berbagai pengertian yang berdasarkan pada aturan yang di
tetapkan oleh Pemerintahan Daerah.Pengertian yang memliki kaitan dan hubungan
dengan otonomi daerah yang terdapat di dalam Undang-Undang,yaitu sebagai
berikut:
1. Pemerintah daerah yaitu penyelenggaraan urusan di dalam suatu daerah.
2. Penyelenggaran urusan pemerintah daerah tersebut harus menurut asas otonomi
seluas-luasya dalam prinsip dan sistem NKRI sebagaimana yang dimaksudkan di
dalam UUD 1945
3. Pemerintah Daerah itu meliputi Bupati atau Walikota,perangkat daerah seperti
Lurah,Camat serta Gubernur sebagai pemimpin pemerintahan daerah tertinggi.
4. DPRD adalah lembaga pemerintahan daerah di mana di dalam DPRD duduk para
wakil rakyat yang menjadi penyalur aspirasi rakyat.Selain itu DPRD adalah suatu
unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
5. Otonomi daerah adalah wewenang,hak dan kewajiban suatu daerah otonom untuk
mengurus dan mengatur sendiri urusan pemerintahan dan mengurus berbagai
kepentingan masyarakat yang berada dan menetap di dalam daerah tersebut sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
6. Daerah otonom adalah suatu kesatuan masyarakat yang berada di dalam batas-
batas wilayah dan wewenang dari pemerintahan daerah di mana prngaturan nya
berdasarkan prakarsa sendiri namum sesuai dengan sistem NKRI
7. Di dalam otonomi daerah di jelaskan bahwa pemerintah pusat adalah Presiden
Republik Indonesia sebagaiman tertulis di dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945

Jadi, Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan
daerah otonom, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah
tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

Pemerintah daerah dengan otonomi adalah proses peralihan dan sistem


dekonsentrasi ke sistem desentralisasi. Otonomi adalah penyerahan urusan
pemerintahan pusat kepada pemerintah daerah yang bersifat operasional dalam
rangka sistem birokrasi pemerintahan. Tujuan otonomi adalah mencapai efisiensi
dan efektivitas dalam pelayanan kepada masyarakat. Tujuan yang hendak dicapai
dalam penyerahan urusan ini adalah antara lain:

1. Menumbuhkembangkan daerah dalam berbagai bidang


2. Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat
3. Menumbuhkan kemandirian daerah
4. Dan meningkatkan daya saing daerah dalam proses pertumbuhan
Sejalan dengan penyerahan urusan, apabila urusan tersebut akan menjadi
beban daerah, maka akan dilaksanakan melalui asas medebewind atau asas
pembantuan. Proses dari sentalisasi ke desentralisasi ini pada dasarnya tidak semata-
mata desentralisasi administrarif, tetapi juga bidang politik dan sosial budaya.
Dengan demikian dampak pemberian otonomi ini tidak hanya terjadi pada
organisasi/administratif lembaga pemerintahan daerah saja, akan tetapi berlaku juga
pada masyarakat (publik), badan atau lembaga swasta dalam berbagai bidang.

2.2 Sejarah Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia

a. Pada masa pendudukan hindia belanda


pada tahun 1903, pemerintah hindia belanda mengeluarkan staatsblaad No.329
yang memberi peluang dibentuknya satuan pemerintahan yang mempunyai
keuangan sendiri. Kemudian staatblaad ini diperkuat dengan staatblaad No.
137/1905 dan S. 181/1905. Pada tahun 1922, pemerintah hindia belanda
mengeluarkan sebuah undang-undang S. 216/1922. Dalam ketentuan ini dibentuk
sejumlah provincie, regentschap, stadsgemeente, dan groepmeneenschap yang
semuanya menggantikan locale resort. Selain itu juga, terdapat pemerintahan yang
merupakan persekutuan asli masyarakat setempat (zelfbestuurende landschappen).

Pemerintah kerajaan satu per satu diikat oleh pemerintah hindia belanda
dengan sejumlah kontrak politik. Dengan demikian dalam masa pemerintahan hindia
belanda warga masyarakat dihadapkan dengan dua administrasi pemerintahan.
Secara singkat dapat dikatakan, bahwa pemerintah hindia belanda hanya
melaksanakan otonomi secara terbatas. Pertumbuhan otonomi ini terhenti dengan
pendudukan jepang dalam perang dunia ke II.

b. Masa Pendudukan Jepang.

Ketika menjalar perang dunia ke 2 Jepang melakukan invasi ke seluruh Asia


Timur mulai Korea Utara ke Daratan Cina, sampai pulau Jawa dan Sumatera.
Negara ini berhasil menaklukan pemerintahan kolonial inggris di Burma dan
Malaya, AS di Filipina, serta Belanda di daerah Hindia Belanda. Pemerintahan
jepang yang singkat, sekitar tiga setengah tahun berhasil melakukan perubahan-
perubahan yang cukup fundamental dalam urusan penyelenggaraan pemerintahan
daerah di wilayah-wilayah bekas hindia belanda. Pihak penguasa militer di jawa
mengeluarkan undang-undang No. 27/1942 yang mengatur penyelenggaraan
pemerintah daerah. Pada masa jepang pemerintah daerah hampir tidak memiliki
kewenangan. Penyebutan daerah otonom bagi pemerintahan di daerah pada masa
tersebut bersifat misleading.

c. Masa Kemerdekaan

1. periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945

Undang-undang Nomor 1 tahun 1945 menitik beratkan pada asas


dekonsentrasi, mengatur pembentukan KND ( Komite Nasional Daerah) di
keresidenan , kabupaten, kota berotonomi dan daerah daerah yang dianggap perlu
oleh mendagri. Pembagian daerah terdiri atas dua macam yang masing-masing
dibagi dalam tiga tingkatan yakni:

1. Provinsi
2. Kabupaten
3. Desa/kota kecil
UU No. 1 Tahun 1945 hanya mengatur hal-hal yang bersifat darurat dan
segera saja. Dalam batang tubuhnya pun hanya terdiri dari 6 pasal saja dan tidak
memiliki penjelasan.

2. Periode Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948


Pengaturan kedua yang mengatur tentang otonomi daerah di Indonesia adalah
UU Nomor 22 Tahun 1948 yang ditetapkan dan mulai berlaku pada tanggal 10 juli
1948. Dalam UU itu dinyatakan bahwa daerah Negara RI tersusun dalam tiga tingkat
yaitu :
1. Propinsi
2. Kabupaten/kota besar
3. Desa/kota kecil
4. Yang berhak mengurus atau mengatur rumah tangganya sendiri.

3. periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957


Menurut UU No. 1 Tahun 1957, daerah otonom diganti dengan istilah daerah
swatantra. Wilayah RI dibagi menjadi daerah besar dan kecil yang berhak megurus
rumah tangga sendiri, dalam tiga tingkat yaitu:
1. Daerah swatantra tingkat I, termasuk kotapraja Jakarta Raya
2. Daerah swatantra tingkat II
3. Daerah swatantra tingkat III
UU No.1 tahun 1957 ini menitikberatkan pelaksanaan otonomi daerah seluas-
luasnya sesuai pasal 31 ayat 1 UUDS 1950

4. Periode Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959


Penpres No. 6 Tahun 1959 yang berlaku pada tanggal 7 november 1959
menitikberatkan pada kestabilan dan efisiensi pemerintahan daerah dengan
memasukkan elemen-elemen baru. Penyebutan daerah yang berhak mengatur rumah
tanggannya sendiri dikenal dengan daerah tingkat 1, tingkat 11 dan tingkat 111.
Dekonsentrasi sangat menonjol pada kebijakan otonomi daerah pada masa ini,
bahwa kepala daerah diangkat oleh pemerintah pusat, terutama dari kalangan
pamong praja.

5. Periode Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965


Menurut UU ini, wilayah Negara dibagi-bagi dalam tiap tingkatan yakni:
1. Provinsi (tingkat 1)
2. Kabupaten (tingkat II)
3. Kecamatan (tingkat III)
Sebagai alat pemerintah pusat, kepala daerah bertugas memegang pimpinan
kebijaksaan politik polisional di daerahnya , menyelenggarakan koordinasi
antarjawatan pemerintah pusat di daerah melakukan pengawasan dan menjalankan
tugas-tugas lain yang diserahkan kepadanya oleh pemerintah pusat. Sebagai alat
pemerintah daerah, kepala daerah mempunyai tugas memimpin pelaksanaan
kekuasaan eksekutif pemerintahan daerah, menandatngani peraturan dan keputusan
yang ditetapkan DPRD, dan mewakili daerahnya didalam dan diluar pengadilan.

6. Periode Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974


UU ini menyebutkan bahwa daerah berhak mengatur dan mengatur rumah
tangganya berdasarkan azas desentralisasi. Dalam UU ini dikenal dua tingkatan
daerah, yaitu daerah tingkat 1 dan daerah tingkat II. Daerah Negara dibagi-bagi
menurut tingkatannya menjadi :
1. Provinsi/ibu kota Negara
2. Kabupaten/kotamadya
3. Kecamatan
Titik berat otonomi daerah terletak pada daerah tingkat II karena daerah tingkat II
berhubungan langsung dengan masyarakat sehingga lebih mengerti dan memenuhi
aspirasi masyarakat. Prinsip otonomi dalam UU ini adalah otonomi yang nyata dan
bertanggung jawab.

7. Periode Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999


Pada prinsipnya UU ini mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah yang
lebih mengutamakan desentralisasi. Pokok pikiran dalam penyusunan UU No. 22
tahun 1999 adalah sebagai berikut :
1) Sistem ketatanegaraan Indonesia wajib menjalankan prinsip pembagian
kewenangan berdasarkan asas desentralisasi dalam kerangka NKRI.
2) Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan dekonsentrasi
adalah daerah provinsi sedangkan daerah yang dibentuk berdasarkan asas
desentralisasi adalah daerah kabupaten dan daerah kota.
3) Daerah diluar provinsi dibagi dalam daerah otonomi.
4) Kecamatan merupakan perangkat daerah kabupatren.
Secara umum, UU No. 22 tahun 1999 banyak membawa kemajuan bagi
daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tetapi sesuai perkembangan
keinginan masyarakat daerah. Ternyata UU ini juga dirasakan belum memenuhi rasa
keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat.

8. Periode Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004


Pada tanggal 15 oktober disahkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintah
daerah yang dalam pasal 239 dengan tegas menyatakan bahwa dengan berlakunya
UU ini, UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dinyatakan tidak
berlaku lagi, UU baru ini memperjelas dan mempertegas hubungan hierarki antara
kabupaten dan provinsi antara provinsi dan pemerintah pusat berdasarkan asas
kesatuan administrasi dan kesatuan wilayah. Pemerintah pusat berhak melakukan
koordinasi, supervise dan evaluasi terhadap pemerintahan di bawahnya, demikian
juga provinsi terhadap kabupaten/kota. Di samping itu, hubungan kemitraan dan
sejajar antara kepala daerah dan DPRD semakin di pertegas dan di perjelas.

2.3. Dasar Hukum dan Landasan Teori Otonomi Daerah

1 . Dasar hukum
Tidak hanya pengertian tentang otonomi daerah saja yang perlu kita
bahas.Namun ada dasar-dasar yang bisa menjadi landasan.Ada beberapa peraturan
dasar tentang pelaksanaan otonomi daerah,yaitu sebagai berikut:
1. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 ayat 1 hingga ayat 7.
2. Undang-Undang No.32 Tahun 2004 yang mengatur tentang pemerintahan
daerah.
3. Undang-Undang No.33 Tahun 2004 yang mengatur tentang sumber keuangan
negara.
Selain berbagai dasar hukum yang mengatur tentang otonomi daerah, tujuan
pelaksana otonomi daerah,yaitu otonomi daerah harus bertujuan untuk
meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat yang berada di wilayah otonomi
tersebut serta meningkatkan pula sumber daya yang di miliki oleh daerah agar dapat
bersain dengan daerah otonom lainnya.

2 . Landasan teori
Berikut ini ada beberapa yang menjadi landasan teori dalam otonomi daerah .
1.Asas Otonomi
Asas-asas Pemerintahan Daerah Asas-asas untuk menyelenggarakan
pemerintahan daerah, pada dasarnya ada 4 yaitu :

1. Sentralisasi
2. Desentralisasi
3. Dekonsentrasi
4. Tugas Pembantuan

1. Sentralisasi

Sentralisasi yaitu sistem pemerintahan di mana segala kekuasaan dipusatkan di


pemerintah pusat. Menurut J. In het Veld, kelebihan sentralisasi adalah menjadi
landasan kesatuan kebijakan lembaga atau masyarakat dapat mencegah nafsu
memisahkan diri dari negara dan dapat meningkatkan rasa persatuan meningkatkan
rasa persamaan dalam perundang-undangan, pemerintahan dan pengadilan sepanjang
meliputi kepentingan seluruh wilayah dan bersifat serupa terdapat hasrat lebih
mengutamakan umum daripada kepentingan daerah, golongan atau perorangan,
masalah keperluan umum menjadi beban merata dari seluruh pihak tenaga yang
lemah dapat dihimpun menjadi suatu kekuatan yang besar meningkatkan daya guna
dan hasil guna dalam penyelenggaraan pemerintahan meskipun hal tersebut belum
merupakan suatu kepastian tenaga yang lemah dapat dihimpun menjadi suatu
kekuatan yang besar.

2. Desentralisasi

Desentralisasi yaitu penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada


daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Ada beberapa alasan perlunya pemerintah pusat mendesentralisasikan kekuasaan


kepada pemerintah daerah, yaitu :

segi politik, desentralisasi dimaksudkan untuk mengikutsertakan warga dalam


proses kebijakan, baik untuk kepentingan daerah sendiri maupun untuk
mendukung politik dan kebijakan nasional melalui pembangunan proses
demokrasi di lapisan bawah.
segi manajemen pemerintahan, desentralisasi dapat meningkatkan efektivitas,
efisiensi, dan akuntabilitas publik terutama dalam penyediaan pelayanan publik.
segi kultural, desentralisasi untuk memperhatikan kekhususan, keistimewaan
suatu daerah, seperti geografis, kondisi penduduk, perekonomian, kebudayaan,
atau latar belakang sejarahnya.
kepentingan pemerintah pusat, desentralisasi dapat mengatasi kelemahan
pemerintah pusat dalam mengawasi program-programnya.
segi percepatan pembangunan, desentralisasi dapat meningkatkan persaingan
positif antar daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat sehingga
mendorong pemerintah daerah untuk melakukan inovasi dalam rangka
meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat.

Desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah didasarkan pada :


dilihat dari sudut politik, desentralisasi dimaksudkan untuk mencegah penumpukan
kekuasaan pada satu pihak saja yang apda akhirnya dapat menimbulkan tirani.
Penyelenggaraan desentralisasi dianggap sebagai pendemokrasian, untuk menarik
rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih diri dalam menggunakan hak-hak
demokrasi dari sudut teknis organisatoris pemerintahan, desentralisasi adalah untuk
mencapai suatu pemerintahan yang efesien.
Kelebihan desentralisasi :

1. mengurangi bertumpuknya pekerjaan di pusat pemerintahan.


2. dalam menghadapi masalah yang mendesak yang membutuhkan tindakan yang
cepat, daerah tidak perlu menunggu instruksi lagi dari pemerintah pusat.
3. dapat mengurangi birokrasi dalam arti buruk karena setiap kebutusan dapat
segera dilaksanakan.
4. mengurangi kemungkinan kesewenang-wenangan dari pemerintah pusat.
5. dapat memberikan kepuasan bagi daerah karena sifatnya lebih langsung.

Kelemahan desentralisasi :

3. karena besarnya organ-organ pemerintah, maka struktur pemerintahan


bertambah kompleks yang mempersulit koordinasi.
4. keseimbangan dan keserasian antara bermacam-macam kepentingan dan
daerah dapat lebih mudah terganggu.
5. dapat mendorong timbulnya fanatisme daerah.
6. keputusan yang diambil memerlukan waktu yang lama.
7. diperlukan biaya yang lebih banyak.

3. Dekosentrasi

Dekonsentrasi yaitu pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah


kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di
wilayah tertentu. Oleh karena itu, di daerah terdapat suatu wilayah yang merupakan
wilayah kerja pejabat yang menerima sebagian wewenang dari pejabat pusat.
Wilayah kerja pejabat untuk pejabat pusat yang berada di daerah disebut wilayah
administrasi.

Wilayah administrasi adalah wilayah kerja pejabat pusat yang


menyelenggarakan kebijakan administrasi di daerah sebagai wakil dari pemerintah
pusat. Wilayah administrasi terbentuk akibat diterapkannya asas dekonsentrasi.
Pejabat pusat akan membuat kantor-kantor beserta kelengkapannya di wilayah
administrasi yang merupakan cabang dari kantor pusat. Kantor-kantor cabang yang
berada diwilayah administrasi inilah yang disebut dengan instansi vertikal. Disebut
vertikal karena berada di bawah kontrol langsung kantor pusat..

Dekonsentrasi memungkinkan terjadinya kontak secara langsung antara


pemerintah dengan yang diperintah/rakyat kehadiran perangkat dekonsentrasi di
daerah dapat mengamankan pelaksanaan kebijakan pemerintah pusat atau
kebijakan nasional di bidang politik, ekonomi, dan administrasi dapat menjadi
alat yang efektif untuk menjamin persatuan dan kesatuan nasional.

4. Tugas Pembantuan

Tugas Pembantuan yaitu penugasan dari pemerintah kepada daerah


dan/atau desa, dari pemerintah propinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa,
dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.
Tugas pembantuan dalam bahasa Belanda disebut medebewind. Tugas
pembantuan dapat diartikan sebagai pemberian kemungkinan kepada pemerintah
pusat/ pemerintah daerah yang tingkatannya lebih atas untuk dimintai bantuan
kepada pemerintah daerah/pemerintah daerah yang tingkatannya lebih rendah di
dalam menyelenggarakan tugas-tugas atau kepentingan-kepentingan yang
termasuk urusan rumah tangga daerah yang dimintai bantuan tersebut.

Tujuan diberikannya tugas pembantuan adalah : untuk lebih meningkatkan


efektivitas dan efesiensi penyelenggaraan pembangunan serta pelayanan umum
kepada masyarakat bertujuan untuk memperlancar pelaksanaan tugas dan
penyelesaian permasalahan serta membantu mengembangkan pembangunan
daerah dan desa sesuai dengan potensi dan karakteristiknya.

Ada beberapa latar belakang perlunya diberikan tugas pembantuan kepada


daerah dan desa, yaitu :

• adanya peraturan perundang-undangan yang membuka peluang


dilakukannya pemberian tugas pembantuan dari pemerintah kepada daerah
dan desa dan dari pemerintah daerah kepada desa (Pasal 18A UUD 1945
sampai pada UU pelaksananya : UU Nomor 32 Tahun 2004 dan UU
Nomor 33 Tahun 2004).
• adanya political will atau kemauan politik untuk memberikan pelayanan
yang lebih baik kepada seluruh lapisan masyarkat dengan prinsip lebih
murah, lebih cepat, lebih mudah dan lebih akurat.
• adanya keinginan politik untuk menyelenggarakan pemerintahan,
pembangunan dan pemberian pelayanan kepada masyarakat secara lebih
ekonomis, lebih efesien dan efektif, lebih transparan dan akuntabel.
• kemajuan negara secara keseluruhan akan sangat ditentukan oleh
kemajuan daerah dan desa yang ada di dalam wilayahnya.
• citra masyarakat akan lebih mudah diukur oleh masyarakat melalui maju
atau mundurnya suatu desa atau daerah.

Citra inilah yang akan memperkuat atau memperlemah dukungan


masyarakat terhadap pemerintah yang sedang berkuasa Dasar pertimbangan
pelaksanaan asas tugas pembantuan antara lain :

• keterbatasan kemampuan pemerintah dan atau pemerintah daerah.


• sifat sesuatu urusan yang sulit dilaksanakan dengan baik tanpa
mengikutsertakan pemerintah daerah.
• perkembangan dan kebutuhan masyarakat, sehingga sesuatu urusan
pemerintahan akan lebih berdaya guna dan berhasil guna apabila
ditugaskan kepada pemerintah daerah.

2.4. Pemeran Penting Dalam Otonomi Daerah

APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah)


Di dalam Otonomi daerah selalu identik dengan yang namanya Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah atau yang sering disebut APBD.
Keberhasilan otonomi daerah tidak lepas dari kemampuan bidang keuangan
yang merupakan salah satu indikator penting dalam menghadapi otonomi daerah.
Kedudukan faktor keuangan dalam penyelenggaraan suatu pemerintah sangat
penting, karena pemerintahan daerah tidak akan dapat melaksanan fungsinya dengan
efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan
pembangunan dan keuangan inilah yang mrupakan salah satu dasar kriteria
untukmengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus
rumah tangganya sendiri. Suatu daerah otonom diharapkan mampu atau mandiri di
dalam membiayai kegiatan pemerintah daerahnya dengan tingkat ketergantungan
kepada pemerintah pusat mempunyai proposal yang lebih kecil dan Pendapatan Asli
Daerah harus menjadi bagian yang terbesar dalammemobilisasi dana
penyelenggaraan pemerintah daerah. Oleh karena itu,sudah sewajarnya apabila PAD
dijadikan tolak ukur dalam pelaksanaan otonomi daerah demi mewujudkan tingkat
kemandirian dalam menghadapi otonomi daerah.
Mardiasmo mendefinisikan anggaran sebagai pernyataan mengenai estimasi
kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam
ukuran finansial,sedangkan penganggaran adalah proses atau metode untuk
mempersiapkan suatu anggaran.Mardiasmo mendefinisikan nya sebagai berikut
,anggaran publik merupakan suatu dokumen yang menggambarkan kondisi
keuangan. Secara singkat dapat dinyatakan bahwa anggaran publik merupakan suatu
rencana finansial yang menyatakan :
 Berapa biaya atas rencana yang dibuat (pengeluaran/belanja), dan
 Berapa banyak dan bagaimana cara uang untuk mendanai rencana tersebut
(pendapatan)
Sedangkan menurut UU No. 17 tahun 2003 tentang keuangan Negara
disebutkan bahwa APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintah
daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah lanjut
dijelaskan dalam PP No.58 tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan
daerah disebutkan bahwa APBD adalah rencana keuangan tahunan
pemerintah daerah yang di bahas dan disetujui bersama oleh pemerintah
daerah , DPRD dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Inisiatif
peningkatan, perencanaan, pelaksaan dan keuangan pembangunan soaial
ekonomi diharapkan dapat menjamin digunakannya, sumber-sumber daya
pemerintah secara efektif dan efisien untuk memenuhi kebutuhan lokal .
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat dipahami dengan adanya otonomi
daerah, maka setiap daerah akan diberi kebebasan dalam menyusun program dan
mengajukannya kepada pemerintahan pusat. Hal ini sangat akan berdampak
positif dan bisa memajukan daerah tersebut apabila Orang/badan yang menyusun
memiliki kemampuan yang baik dalam merencanan suatu program serta memiliki
analisis mengenai hal-hal apa saja yang akan terjadi dikemudian hari. Tetapi
sebaliknya akan berdampak kurang baik apabila orang /badan yang menyusun
program tersebut kurang memahami atau kurang mengetahui mengenai
bagaimana cara menyusun perencanaan yang baik serta analisis dampak yang
akan terjadi.

3.2 Saran
Dari kesimpulan yang dijabarkan diatas, maka dapat diberikan saran antara
lain:
1. Pemerintahan daerah dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas
penyelenggaraan otonomi daerah, perlu memperhatikan hubungan
antarsusunan pemerintahan dan antarpemerintah daerah, potensi dan
keanekaragaman daerah.
2. Konsep otonomi luas, nyata, dan bertanggungjawab tetap dijadikan acuan
dengan meletakkan pelaksanaan otonomi pada tingkat daerah yang paling
dekat dengan masyarakat.
3. Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan terhadap pemerintah daerah
juga perlu diupayakan. Kesempatan yang seluas-luasnya perlu diberikan
kepada masyarakat untuk berpartisipasi dan mengambil peran.
Masyarakat dapat memberikan kritik dan koreksi membangun atas
kebijakan dan tindakan aparat pemerintah yang merugikan masyarakat
dalam pelaksanaan Otonomi Daerah. Karena pada dasarnya Otonomi
Daerah ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh
karena itu, masyarakat juga perlu bertindak aktif dan berperan serta dalam
rangka menyukseskan pelaksanaan Otonomi Daerah.
DAFTAR PUSTAKA

Widjaja. 2002. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom. Jakarta: PT RajaGrafindo


Persada
Muslimin, Amrah. 1978. Aspek-aspek Hukum Otonomi Daerah. Bandung: Penerbit
Alumni
Kuncoro, Mudrajad. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah. Jakarta: Erlangga
Rosidin, Utang. 2015. Otonomi Daerah Desentralisasi. Bandung: CV. Pustaka Setia
Said, M Masud. 2005. Arah Baru Otonomi Daerah di Indonesia. Malang: UUM Press
Mardiasmo. 2004. Otonomi dan manajemen keuangan daerah. Yokyakarta: Andi

Anda mungkin juga menyukai