PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Indonesia seluruhnya adalah 5.193.250 km2 Dua pertiga wilayah Indonesia merupakan
perairan atau wilayah laut. Luas wilayah perairan di Indonesia mencapai 3.287.010 km2
Batas laut Teritorial ialah garis khayal yang berjarak 12 mil laut dari garis dasar
ke arah laut lepas. Sebagaimana yang kita ketahui garis dasar/garis pangkal adalah adalah
garis khayal yang menghubungkan titik-titik dari ujung-ujung pulau. Penentuan garis
Jika ada dua negara atau lebih menguasai suatu lautan, sedangkan lebar lautan itu
kurang dari 24 mil laut, maka garis teritorial di tarik sama jauh dari garis masing-masing
negara tersebut. Laut yang terletak antara garis dengan garis batas teritorial di sebut laut
teritorial. Laut yang terletak di sebelah dalam garis dasar disebut laut internal.
Indonesia mempunyai wilayah yang sangat luas yang membentang dari barat ke
timur sepanjang 5.110 km dan membujur dari utara ke selatan sepanjang 1.888
km.Dengan wilayah seluruhnya mencapai 5.193.252 km2 yang terdiri atas 1.890.754
km2 luas daratan dan 3.302.498 km2 luas lautan.Luas daratan Indonesia hanya sekitar 1/3
tahun 1939, wilayah teritorial Laut Indonesia ditetakkan sejauh 3 mil diukur dari garis
luar pantai.
Ketetapan tersebut sangat merugikan negara Indonesia. Oleh karena laut menjadi
penghubung pulau-pulau yang tersebar di wilayah Indonesia. Wilayah laut teritorial yang
ditetapkan hanya sejauh 3 mil diukur dari pantai, banyak wilayah laut bebas di perairan
Indonesia. Akibatnya, kapal dari negara lain bebas keluar masuk perairan Indonesia.
Meningkatnya permintaan ikan ini mengarah pada jumlah yang tidak terbatas, mengingat
berlangsung secara terus menerus. Sementara disisi lain, permintaan ikan tersebut
perkembangan industri perikanan ini lebih banyak dilandasi oleh pertimbangan teknologi
sebagian besarnya berupa hasil dari kelautan, harus mampu mempersiapkan segala
sesuatunya untuk mengahadapi kondisi perekonomian Indonesia khususnya dalam bidang
hasil kelautan agar tidak tergiling oleh hasil kelautan dari negara-negara tetangga yang
Konsumsi, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu, semakin berkurangnya populasi
ikan di wilayah perikanan tangkap, wilyah penangkapan yang tercemar limbah, kondisi
cuaca yang tidak jelas, harga bahan operasional penangkapan yang semakin mahal dan
permintaan ikan konsumsi yang semakin banyak, baik itu ikan air laut maupun ikan air
tawar. Perkembangan Budidaya Ikan Komsumsi juga semakin diminati oleh sebagian
besar masyarakat di Indonesia dari masyarakat pesisir pantai ataupun masyarakat yang di
daerah rawah atau daerah pertanian, hal ini karena sistem budidaya ikan konsumsi yang
lebih mudah, lebih efisien dan permintaan pasar yang lebih besar akan Ikan Konsumsi
harus diupayakan secara berhati-hati, agar tidak menimbulkan dampak negative dimasa
yang akan datang. Disinilah peranan pengelolaan potensi perikanan menjadi sangat
strategis. Disisi lain, disadari juga bahwa pertumbuhan penduduk dunia dan pertumbuhan
makanan termasuk didalamnya ikan. Dengan besarnya potensi perikanan yang dimiliki
peningkatan dari daerah – daerah, seperti daerah kutai kartanegara provinsi Kalimantan
Timur yang dimana terdapat Peraturan Daerah tentang usaha perikanan. Dalam PERDA
NO. 15 tahun 2011 tentang usaha perikanan yang berlaku di kabupaten kutai kartanegara
tepatnya pada pasal 3 poin a disebutkan “ meningkatkan taraf hidup nelaya kecil dan
pembudidaya ikan kecil “. Namun pada realitasnya masih sangat banyak para nelayan
kecil maupun pembudidaya ikan kecil yang taraf kehidupannya masih berada di bawah
garis kemiskinan karena belum mendapatkan dampak positif dari implementasi peraturan
daerah tersebut.
Salah satu bukti adalah sulitnya para nelayan kecil untuk mendapatkan bahan
bakar minyak (BBM) berupa solar yang kian hari kian sulit didapat oleh para nelayan
mendapatkan solar untuk bahan bakar dikarenakan pemasokan yang terbatas yang tidak
sebanding dengan banyaknya jumlah nelayan kecil yang berada di daerah tersebut. Tidak
hanya di kecamatan samboja, nelayan di desa muara Pantuan, desa muara elo, desa
sungai banjar, dan desa Sepatin kecamatan Anggana juga mengeluhkan sulitnya untuk
mendapat bahan bakar berupa solar. Padahal bahan bakar berupa solar ini sangat
dibutuhkan sekitar 500 lebih nelayan di daerah tersebut. Hal ini dikarenakan tidak adanya
SPBU di daerah tersebut dan hanya mengandalkan solar sisa kapal – kapal yang
B. Rumusan masalah
2. Apa saja kendala pemerintah daerah dalam implementasi Peraturan Daerah No. 15
C. Tujuan penelitian
1. Untuk mengeahui proses implementasi Peraturan Daerah No. 15 tahun 2011 tentang
2. Untuk mengetahui apa saja kendala dalam implementasi Peraturan Daerah No. 15
D. Manfaat penelitian
1. Sebagai bahan informasi bagi pihak yang berkepentingan terutama dalam hal ini adalah
2. Sebagai bahan perbandingan bagi peneliti selanjutnya yang mempunyai relevansi dengan
peneliti ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. implementasi
1. Konsep implementasi
dalam buku Solihin Abdul Wahab (2008: 65), mengatakan bahwa, yaitu:
“Implementasi adalah memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program
Dari pandangan kedua ahli diatas dapat dikatakan bahwa suatu proses
badan- badan adminstratif yang bertanggung jawab untuk melaksanakan suatu program
yang telah ditetapkan serta menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran,
yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi segala pihak yang
terlibat, sekalipun dalam hal ini dampak yang diharapkan ataupun yang tidak
diharapakan.
Van Meter dan Van Horn (Budi Winarno, 2002;102) membatasi implementasi
bahwa:
hasil.”
Dari defenisi diatas dapat diketahui bahwa implementasi kebijakan terdiri dari
tujuan atau sasaran kebijakan, aktivitas, atau kegiatan pencapaian tujuan, dari hasil
kegiatan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa implementasi merupakan suatu proses yang
dinamis, dimana pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan, sehingga
pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran
kebijakan dilihat dari proses dan pencapaian tujuan hasil akhir (output), yaitu : tercapai
a. Standar dan sasaran kebijakan, di mana standar dan sasaran kebijakan harus jelas
dan terukur sehingga dapat direalisir apabila standar dan sasaran kebijakan kabur,
program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain, sehingga diperlukan
koordinasi dan kerja sama antar instansi bagi keberhasilan suatu program.
pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi yang semuanya itu akan
e. Kondisi sosial, politik, dan ekonomi. Variable ini mencakup sumberdaya ekonomi
2. Teori implementasi
Mclaughin (dalam Nurdin dan Usman, 2004). Adapun Schubert (dalam Nurdin dan
variable, yaitu :
implementor mengetahui apa yang harus dilakukan, dimana yang menjadi tujuan
dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran (target
3. berjalan efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya manusia,
menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat
of the problems)
1. Tingkat kesulitan teknis dari masalah yang bersangkutan dimana di satu pihak
terdapat beberapa masalah social yang secara teknis mudah dipecahkan, seperti
3. Proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi, dimana sebuah program akan
perilaku masyarakat.
dari tujuan atau sasaran kebijakan, aktivitas, atau kegiatan pencapaian tujuan, dari
proses yang dinamis, dimana pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas atau
kegiatan, sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan
tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri. Keberhasilan suatu implementasi kebijakan
dapat diukur atau dilihat dari proses dan pencapaian tujuan hasil akhir (output), yaitu
terakhir dimana apakah kebijakan tersebut berhasil diterapkan atau tidak. Tahap
masyarakat. Dalam hal ini pembuat kebijakan harus melihat serta melakukan kontrol
agar kebijakan yang dibuat benar-benar bisa berjalan dengan baik sesuai dengan apa
yang diharapkan
Definisi lain tentang Peraturan daerah berdasarkan ketentuan Undang- Undang tentang
Pemerintah Daerah adalah “peraturan perundang undangan yang dibentuk bersama oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan Kepala Daerah baik di Propinsi maupun di
Pemerintahan Daerah (UU Pemda), Peraturan daerah dibentuk dalam rangka penyelenggaraan
lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri
Sesuai ketentuan Pasal 12 Undang Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan dan
menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-
Rancangan Peraturan Daerah dapat berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD),
Gubernur atau Bupati/Walikota. Apabila dalam satu kali masa sidang Gubernur atau
Bupati/Walikota dan DPRD menyampaikan rancangan Peraturan daerah dengan materi yang
sama, maka yang dibahas adalah rancangan. Peraturan daerah yang disampaikan oleh DPRD,
daerah dilakukan dalam satu Program Legislasi Daerah[7], sehingga diharapkan tidak terjadi
tumpang tindih dalam penyiapan satu materi Peraturan daerah. Ada berbagai jenis Peraturan
daerah yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kota dan Propinsi antara lain:
1. Pajak Daerah;
2. Retribusi Daerah;
4. APBD;
6. Menengah Daerah;
7. Perangkat Daerah;
8. Pemerintahan Desa;
Peraturan daerah. Penyampaian rancangan Peraturan daerah dilakukan dalam jangka waktu
paling lama 7 hari, terhitung sejak tanggal persetujuan bersama. Rancangan Peraturan daerah
ditetapkan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota paling lama 30 hari sejak rancangan tersebut
disetujui bersama (Pasal 144 ayat (1), (2) dan (3) UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah).
dan tugas pembantuan.’ Peraturan daerah adalah aturan daerah dalam arti materiil
dan penduduk daerah otonom. Regulasi Peraturan daerah merupakan bagian dari kegiatan
Daerah dan DPRD. Sesuai Pasal 18 ayat (6) UUD 1945, Peraturan daerah merupakan hak
Rancangan Peraturan daerah dapat berasal dari DPRD, Gubernur, atau Bupati/
Walikota (Pasal 140 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah).
Rancangan Peraturan daerah harus mendapat persetujuan bersama DPRD dan Gubernur
Rancangan Peraturan daerah yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan
Gubernur atau Bupati/Walikota disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada Gubernur atau
Bupati/Walikota dalam waktu paling lama 30 hari maka rancangan Peraturan daerah
tersebut sah menjadi Peraturan daerah dan wajib diundangkan dengan memuatnya dalam
Lembaran Daerah. Dalam hal keabsahan rancangan Peraturan daerah dimaksud, rumusan
mencantumkan tanggal sahnya (Pasal 144 ayat (4), (5) UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah).
Peraturan daerah disampaikan kepada pemerintah pusat paling lama 7 hari setelah
ditetapkan (Pasal 145 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah)
Peraturan daerah tidak boleh meregulasi hal ikhwal yang menyimpang dari prinsip
Indonesia.
kewenangan otonomi daerah. Peraturan daerah tidak boleh memuat hal urusan
2. pertahanan;
3. keamanan;
4. yustisi;
6. agama
Dalam pada itu, peraturan daerah mengatur semua urusan pemerintahan yang
daerah dan tugas pembantuan. materi muatan peraturan daerah mengandung asas:
a. pengayoman;
b. kemanusiaan;
c. kebangsaan;
d. kekeluargaan;
e. kenusantaraan;
g. keadilan;
Peraturan daerah dapat memuat asas lain sesuai dengan substansi peraturan daerah
a. kejelasan tujuan;
d. dapat dilaksanakan;
g. keterbukaan
4. Beberapa Asas Pembentukan Peraturan Daerah.
berikut ini:
a. Muatan peraturan daerah mengcover hal ikhwal kekinian dan visioner ke depan (asas
b. Memperhatikan asas “lex specialis derogat legi generalis” (debijzondere wet gaat voor
de algemene wet), yakni ketentuan yang bersifat khusus menyampingkan ketentuan yang
bersifat umum.
c. Memperhatikan asas “lex superior derogat legi inferiori (de hogere wet gaat voor de
lagere wet), yakni ketentuan yang lebih tinggi derajatnya menyampingkan ketentuan
d. Memperhatikan asas “lex posterior derogate legi priori” (de laterewet gaat voor de
C. Usaha perikanan
secara tegas dan pada umumnya mencakup ikan, amfibi, dan berbagai avertebrata
kegiatan yang termasuk dalam perikanan dimulai dari praproduksi, produksi, pengolahan
sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan.[1]
mencapai 80% mungkin lebih. Tetapi ternyata untuk sumber daya perairan Indonesia
masih belum optimal pemanfaatannya yaitu sekitar 30% saja. Hal ini membuktikan
bahwa dunia perikanan Indonesia masih besar potensinya untuk dikembangkan bahkan
Indonesia sendiri bisa menjadi negara maju dengan dunia perikanan ini.
manusia. Selain itu, tujuan lain dari perikanan meliputi olahraga, rekreasi (pemancingan
ikan), dan mungkin juga untuk tujuan membuat perhiasan atau mengambil minyak ikan.
Usaha perikanan adalah semua usaha perorangan atau badan hukum untuk
dengan tujuan untuk menciptakan nilai tambah ekonomi bagi pelaku usaha
(komersial/bisnis).
31 Tahun 2004 tentang Perikanan, dikenal beberapa jenis delik perikanan, diatur dalam
pasal 86 sampai pasal 101. adapun delik perikanan ini terbagi atas, delik pencemaran,
peledak, delik pengelolaan sumberdaya ikan dan delik usaha perikanan tanpa izin. Dalam
tulisan ini penulis akan mengkaji delik pencemaran, pengerusakan sumberdaya ikan serta
Setiap orang yang dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia
kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat/dan atau cara, dan/atau bangunan yang dapat
sebagaimana di maksud dalam Pasal 8 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling
lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.200.000.000,00 (satu miliar dua
Ketentuan Pasal 8 ayat (1) undang-undang perikanan yang dimaksudkan adalah larangan
bagi setiap orang atau badan hukum untuk melakukan kegiatan penangkapan dan
pembudidayaan ikan dengan menggunakan bahan kimia dan sejenisnya yang dapat
Pada pasal 84 juga ditujukan kepada nahkoda atau pemimpin kapal, ahli
penangkapan ikan, dan anak buah kapal hal ini diatur dalam ayat 2. pemilik kapal
dan/atau operator kapal perikanan, hal ini diatur dalam ayat 3. sedangkan pemilik
dan/atau penanggungjawab perusahaan pembudidayaan ikan, diatur dalam ayat 4. Hal ini
maksimum yang lestari” (Maximum Sustainable Yield) atau juga disebut dengan
“MSY”. Konsep MSY berangkat dari model pertumbuhan biologis yang dikembangkan
oleh seorang ahli Biologi bernama Schaefer pada tahun 1957. Inti dari konsep ini adalah
menjaga keseimbangan biologi dari sumberdaya ikan, agar dapat dimanfaatkan secara
maksimum dalam waktu yang panjang. Pendekatan konsep ini berangkat dari dinamika
suatu stok ikan yang dipengaruhi oleh 4 (empat) factor utama, yaitu rekrutment,
pertumbuhan, mortalitas dan hasil tangkapan. Pengelolaan sumberdaya ikan seperti ini
lebih berorientasi pada sumberdaya (resource oriented) yang lebih ditujukan untuk
dihasilkan dari sumberdaya tersebut. Dengan kata lain, pengelolaan seperti ini belum
Sustainable Yield” telah mendapat tantangan cukup keras, terutama dari para ahli
tidak mempunyai arti secara ekonomi. Hal ini berangkat dari adanya
ikan, telah menghasilkan pendekatan baru yang dikenal dengan “Maximum Economic
Yield” atau lebih popular dengan “MEY”.Pendekatan ini pada intinya adalah mencari
titik yield dan effort yang mampu menghasilkan selisih maksimum antara total revenue
Cunningham, Dunn dan Whitmarsh (1985).Secara umum konsep ini dimodifikasi dari
konsep “MSY”, sehingga menjadi relevan baik dilihat dari sisi ekonomi, social,
lingkungan dan factor lainnya.Dengan demikian, besaran dari “OSY” adalah lebih kecil
dari “MSY” dan besaran dari konsep inilah yang kemudian dikenal dengan “Total
Allowable Catch”(TAC).
Penggunaan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara,
daya ikan dan lingkungannya yang tidak saja mematikan ikan secara langsung, tetapi
dapat pula membahayakan kesehatan manusia dan merugikan nelayan serta pembudi
daya ikan. Apabila terjadi kerusakan sebagai akibat penggunaan bahan dan alat yang
dimaksud, pengembalian keadaan semula akan membutuhkan waktu yang lama, bahkan
Kemudian pada Pasal 85 yang diubah dal;am UU No. 45 Tahun 2009, menyebutkan:
menggunakan alat penangkap ikan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang
mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di kapal penangkap ikan di
Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling
Ketentuan dalam pasal 9 mengatur tentang penggunaan alat penangkap ikan yang
tidak sesuai dan yang sesuai dengan syarat atau standar yang di tetapkan untuk tipe alat
tertentu oleh negara termasuk juga didalamnya alat penangkapan ikan yang dilarang oleh
negara.
penggunaan alat penangkapan ikan yang tidak sesuai dengan ciri khas alam, serta
kenyataan terdapatnya berbagai jenis sumber daya ikan di Indonesia yang sangat
penangkapan.
dahulu apa yang dimaksud dengan perikanan dari berbagai perspektif. Kegiatan
menangkap ikan dan membudi dayakan ikan telah berlangsung ribuan, bahkan puluhan
ribu tahun yang lalu. Dengan demikian kegiatan perikanan merupakan proses
pembelajaran kolektif dalam kurun waktu yang cukup lama tersebut. Oleh karenanya
dalam memahami konsep perikanan, berbagai perspektif ini harus dikaji terlebih dahulu
sehingga kita tidak terpaku pada pengertian sesaat yang mungkin berlaku pada konteks
ruang dan waktu yang berbeda.Perikanan memegang peranan sangat penting dalam
peradaban manusia dari zaman prasejarah hingga zaman modern. Lalu apa sebenarnya
perikanan itu sendiri? lstilah perikanan atau fishery memang bisa membingungkan karena
Abdul Wahab, Solichin (2008). Analisis Kebijaksanaan Dari Formulasi Ke. Implementasi
Budi Winarno, Kebijakan Publik : Teori dan Proses Edisi Revisi, Media Presindo. Yogyakarta.
AG. Subarsono. 2006. Analisis Kebijakan Publik: Konsep Teori dan Aplikasi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Persada.
awsassets.panda.org/downloads/wwf_msy_oct2011_final.pdf
Daftar undang-undang :
Pasal – pasal :
UU RI No. 31/2004
pasal 84
Pasal 85