Anda di halaman 1dari 9

ANALISIS PERUMUSAN KEBIJAKAN DAN POTENSI PAJAK MINERAL BUKAN

LOGAM DAN BATUAN DALAM UPAYA MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI


DAERAH
(Studi Pada Kabupaten Blora)

Ummahatun Alfiyah
Kertahadi
Abdullah Said

PS Perpajakan, Jurusan Administrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya,


105030400111026@mail.ub.ac.id

ABSTRACT
Many mining issues of nonmetallic mineral and rocks that occur in Blora Regency, as well as the mining
sector has not been able to contribute maximally to the original income of Blora from tax sector. One of the many
causes of illegal mining and not maximum contribution from the tax sector is the absence of mining regulations.
How does the process of policy formulation mining and whether the formulation process of the local government
entitles miners, other interested parties and a neutral party to participate. The results of the study showed that the
government of Blora regency provide an opportunity to the parties concerned and netral to show their aspirations
appropriate with the formulation of a model of democratic. This model requires that every person who has the right
to be included as much as possible.The results of this study also indicate that the potential tax Blora owned quite
large. Based on the calculation, based on volume, based price, and the tax rate, then in 2012 the tax potential from
illegal mining tax is Rp 1,192,225,000.
Keywords : Policy Formulation, Tax Non Metallic Minerals and Rocks, Government

PENDAHULUAN
Indonesia dikenal sebagai negara yang Kabupaten Blora memiliki potensi
memiliki kekayaan alam melimpah, salah pertambangan mineral bukan logam dan batuan
satunya adalah sumber pertambangan. yang melimpah.
Pertambangan merupakan sektor penting dalam Perda Pengelolaan Pertambangan Mineral
menunjang perekonomian Indonesia. Hal ini dan Batubara tidak hanya diharapkan dapat
dapat dilihat dari sektor pertambangan mineral berkontribusi dalam upaya menambah PAD
misalnya, saat ini telah berkontribusi sebesar 20 dari sektor perpajakan, tetapi juga diharapkan
% dari total ekspor di Indonesia (Mutaqien, dapat mencegah kerusakan lingkungan
2014:1). pertambangan yang lebih parah akibat
Melimpahnya sumber pertambangan pengambilan sumber pertambangan yang terus-
menarik berbagai pihak untuk berinvestasi menerus tanpa ada yang mengontrol. Tidak
dalam bidang ini (Yosefin dan Cintya, 2014:1). hanya lingkungan pertambangan yang rusak,
Melihat banyaknya pihak dan besarnya sarana-prasarana umum juga terkena dampak
keuntungan yang dapat diperoleh, sehingga negatif dari praktek pertambangan tersebut.
peraturan pemerintah sangat diperlukan untuk Misalnya jalan-jalan yang dilalui truk-truk
mengontrol praktik pertambangan. Salah satu pengangkut hasil tambang menjadi cepat rusak,
peraturan yang dibuat pemerintah adalah sehingga dapat membahayakan pengguna
Undang-Undang (UU) Mineral dan Batubara jalanyang lain.
(Minerba) nomor 4 tahun 2009. Undang- Meskipun Perda Pengelolaan
Undang ini mengatur tentang aktivitas Pertambangan Mineral dan Batubara sangat
pertambangan, Ijin Usaha Pertambangan (IUP) dibutuhkan, tetapi kebijakan publik bukanlah
serta penggolongan pertambangan mineral sesuatu yang bisa dimain-mainkan, dibuat
menjadi empat, yaitu : pertambangan mineral secara sembarangan, dilaksanakan secara
radioaktif, pertambangan mineral logam, sembrono, dan tidak pernah dikkontrol atau
pertambangan mineral bukan logam, dan dievaluasi (Nugroho, 2011:152). Perda ini
pertambangan batuan dan lain-lain. haruslah berorientasi pada permasalahan yang
Pentingnya peraturan tentang muncul di masyarakat maupun berorientasi
pertambangan juga dirasakan oleh Pemerintah pada tujuan yang ingin dicapai Pemerintah
Kabupaten Blora yang sedang merumuskan Blora. Persiapan yang matang akan memberikan
Peraturan Daerah (Perda) tentang Pengelolaan solusi yang tepat untuk permasalahan yang ada.
Pertambangan Mineral dan Batubara.

1
Dalam perumusan kebijakan tentunya ada 2. Proses Kebijakan Publik
pihak-pihak yang berwenang. Pemerintah Menurut Ripley dalam Subarsono
adalah salah satu pihak berwenang yang (2005:10-11) tahapan kebijakan publik adalah
memiliki peran sangat penting dalam sebagai berikut :
pembuatan kebijakan publik di tingkat pusat, a. Tahap Penyusunan Agenda Kebijakan
provinsi maupun kabupaten/kota. Di 1) Membangun persepsi di kalangan
kabupaten/kota sendiri pemerintah yang stakeholders bahwa sebuah fenomena
berwenang ialah pemerintah kabupaten/kota benar-benar dianggap sebagai masalah.
serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) 2) Membuat batasan masalah.
kabupaten/kota. Peran dan wewenang dari 3) Memobilisasi dukungan agar masalah
keduanya yaitu menetapkan peraturan daerah tersebut dapat masuk dalam agenda
kabupaten/kota. pemerintah.
Peran pemimpin begitu vitalnya dalam b. Tahap Formulasi dan Legitimasi Kebijakan
kebijakan publik sehingga dapat dikatakan c. Tahap Implementasi
bahwa tanpa pemimpin dengan kepemimpinan d. Tahap Evaluasi terhadap Implementasi,
yang baik, kebijakan publik akan sia-sia Kinerja dan Dampak Kebijakan
(Nugroho, 2011:257). Begitu pentingnya peran
pemimpin yang dalam hal ini adalah 3. Aktor Kebijakan Publik
pemerintah sehingga kesiapan pemerintah Agustino (2008:29-39) menyebutkan
dalam melakukan tahapan demi tahapan bahwa aktor dan pelaku pembuat kebijakan
perumusan kebijakan akan sangat berpengaruh publik adalah sebagai berikut :
pada kebijakan yang dibuat. Demikian pula a. Pejabat pembuat kebijakan
dalam implementasi dan evaluasinya. Pejabat pembuat kebijakan antara lain :
Berdasarkan latar belakang yang telah 1) Legislatif
diuraikan, maka penulis tertarik melakukan 2) Eksekutif
penelitian dengan judul “Analisis Perumusan 3) Instansi administratif
Kebijakan dan Potensi Pajak Mineral Bukan 4) Lembaga peradilan
Logam dan Batuan dalam Upaya b. Partisipan Non pemerintah dalam pembuat
Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (Studi kebijakan
pada Kabupaten Blora).” Terdapat elemen lain yang berpartisipasi
dalam proses kebijakan, antara lain :
TINJAUAN TEORI 1) Kelompok kepentingan;
Kebijakan Publik 2) Partai politik;
1. Definisi Kebijakan Publik 3) Warganegara sebagai individu.
Menurut Thomas Dye dalam Subarsono
(2012:2) “kebijakan publik adalah apapun 4. Perumusan Kebijakan
pilihan pemerintah untuk melakkukan atau Perumusan kebijakan publik adalah inti
tidak melakukan. Dari definisi tersebut terdapat dari kebijakan publik karena disini dirumuskan
dua unsur yaitu (1) kebijakan publik tersebut batas-batas kebijakan itu sendiri (Nugroho,
dibuat oleh badan pemerintah, bukan organisasi 2011:505). Sebelumnya telah disebutkan
swasta; (2) kebijakan publik menyangkut pilihan mengenai tahapan-tahapan proses pembuatan
yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh kebijakan publik yaitu penyusunan agenda,
badan pemerintah.” formulasi kebijakan, adopsi kebijakan,
Berdasarkan pandangan para ahli dapat implementasi kebijakan, penilaian kebijakan.
disimpulkan bahwa kebijakan publik memiliki Dalam perumusan kebijakan tahap-tahap
beberapa unsur antara lain pemerintah sebagai tersebut berhenti pada adopsi kebijakan.
badan yang berwenang membuat kebijakan,
berhubungan dengan lingkungan, kebijakan 5. Model-model Rumusan Kebijakan
dibuat untuk mengatur, objek yang diatur Terdapat beberapa model-model rumusan
antara lain bidang pendidikan, industri, politik, kebijakan dengan kelebihan dan kelamahan
ekonomi dan sebagainya. Kebijakan publik masing-masing, antara lain (Nugroho, 2011:510-
selain memiliki sifat yang mengatur tetapi juga 539) :
memiliki tujuan untuk menyejahterakan rakyat. a. Model Kelembagaan
Pemerintah tentunya sudah memikirkan b. Model Proses
mengenai fungsi, tujuan dan dampak dari c. Model Teori Kelompok
pembuatan serta penerapan suatu kebijakan. d. Model Teori Elite
e. Model Teori Rasionalisme
f. Model Inkrementalis

2
g. Model Pengamat Terpadu (Mixed-Scanning) 2) Pendefinisian masalah
h. Model Demokratis 3) Spesifikasi masalah
i. Model Strategis 4) Pengenalan masalah
j. Model Teori Permainan b. Peramalan Masa Depan Kebijakan
k. Model Pilihan Publik Peramalan mengambil tiga bentuk, yaitu :
l. Model Sistem 1) Peramalan ekstrapolasi
m. Model Deliberatif 2) Peramalan teoritis
n. Model Garbage Can 3) Peramalan penilaian pendapat
c. Rekomendasi
Analisis Kebijakan d. Pemantauan Hasil Kebijakan
1. Pengertian Analisis Kebijakan e. Evaluasi Kinerja Kebijakan
Ericson mengemukakan bahwa analisis
“kebijakan adalah penyelidikan yang Pendapatan Daerah
berorientasi ke depan dengan menggunakan 1. Sumber-sumber Penerimaan Daerah
sarana yang optimal untuk mencapai Menurut Undang-Undang Nomor 32
serangkaian tujuan sosial yang diinginkan. tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
Nugroho (2011:264) mendefinisikan pendapatan daerah adalah semua hak daerah
analisis kebijakan sebagai teori yang berasal dari yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan
pengalaman terbaik, dan bukan diawali dari bersih dalam periode tahun anggaran yang
temuan, kajian akademik, atau penelitian ilmiah. bersangkutan.

2. Metodologi dan prosedur Analisis 2. Pendapatan Asli Daerah (PAD)


Kebijakan Menurut Undang-Undang Nomor 33
Metodologi analisis kebijakan menurut tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Dunn (2003:3-22) diambil dari dan memadukan antara Pemerintah Pusat dan Daerah sumber-
elemen-elemen berbagai disiplin: ilmu politik, sumber PAD, meliputi :
sosiologi, psikologi, ekonomi, dan filsafat. a. Pajak Daerah;
Metodologi analisis kebijakan bertujuan untuk b. Retribusi Daerah;
menciptakan, menilai secara kritis, serta c. hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang
mengkomunikasikan pengetahuan yang relevan dipisahkan; dan
terhadap kebijakan. Dalam metodologis d. lain-lain PAD yang sah.
multiplisme ini terdapat beberapa bidang
analisis kebijakan penting, antara lain : Pajak
a. Operasionisme berganda 1. Pengertian Pajak
b. Penelitian multimetode Soemitro dalam Mardiasmo (2009:1)
c. Sintesis analisis berganda mendefinisikan pajak sebagai “iuran rakyat
d. Analisis multivariate kepada kas Negara berdasarkan undang-
e. Analisis pelaku berganda undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada
f. Analisis perspektif berganda mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang
g. Komunikasi multimedia langsung dapat ditunjukkan dan digunakan
untuk membayar pengeluaran umum.”
3. Proses Analisis Kebijakan
Proses analisis kebijakan menurut Dunn 2. Fungsi Pajak
dalam Nugroho (2011:278-289) adalah sebagai Menurut Mardiasmo (2009:1) terdapat 2
berikut : (dua) fungsi pajak antara lain :
a. Merumuskan Masalah a. Fungsi budgetair
Terdapat ciri-ciri masalah kebijakan, antara b. Fungsi mengatur (regulerend)
lain :
1) Terdapat saling kebergantungan antar 3. Ciri-ciri Pajak
masalah kebijakan, Suandy (2008:11) menyimpulkan ciri-ciri
2) Mempunyai subjektivitas, pajak dalam berbagai definisi adalah :
3) Buatan manusia karena merupakan a. Pajak peralihan kekayaan dari orang/badan
produk penilaian subjektif dari ke Pemerintah
manusia, dan b. Pajak dipungut berdasarkan kekuatan
4) Bersifat dinamis undang-undang serta atauran
Fase-fase perumusan masalah kebijakan pelaksanaannya, sehingga dapat
disusun sebagai berikut : dipaksakan.
1) Pencarian masalah

3
c. Dalam pembayaran pajak, tidak dapat 2. Tarif Pajak
ditunjukkan adanya kontraprestasi Siahaan (2010:84-88) menyatakan bahwa
langsung secara individual yang diberikan salah satu unsur perhitungan pajak yang akan
oleh pemerintah. menentukan besarnya pajak terutang yang
d. Pajak dipungut oleh negara, baik oleh harus dibayar adalah tarif pajak sehingga
pemerintah pusat maupun pemerintah penentuan besarnya tarif pajak yang
daerah. diberlakukan pada setiap jenis pajak daerah
e. Pajak diperuntukan bagi pengeluaran- memegang peranan penting. Tarif tersebut
pengeluaran pemerintah, yang bila dari diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun
pemasukannya masih terdapat surplus, 2009 yang ditetapkan dengan pembatasan
dipergunakan untuk membiayai investasi dengan tarif paling tinggi, yang berbeda untuk
publik. setiap jenis pajak daerah.
f. Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk
mencapai tujuan tertentu dari pemerintah. 3. Subyek Pajak Daerah dan Wajib Pajak
g. Pajak dapat dipungkut secara langsung Daerah
atau tidak lagsung. Siahaan (2010:79-80) menyatakan subjek
pajak dalam terminologi yang digunakan dalam
4. Sistem perpajakan pajak daerah, subjek pajak adalah orang pribadi
Menurut Nurmantu (2005:105-113) atau badan yang dapat dikenakan pajak daerah.
pengertian sistem perpajakan dengan merujuk Dengan demikian, siapa saja baik orang pribadi
baik pada pengertian dalam Webster, maupun badan, yang memenuhi syarat objektif
Bertalanffy dan Norman Novak adalah metode yang ditentukan dalam suatu peraturan daerah
atau cara bagaimana mengelola utang pajak tentang pajak daerah, akan menjadi subjek
yang terutang oleh Wajib Pajak dapat mengalir pajak. Sedangkan wajib pajak adalah orang
ke kas negara. Oleh karenanya dikenal dalam pribadi atau badan yang menurut peraturan
sistem perpajakan dikenal beberapa sistem. perundang-undangan perpajakan daerah
Sistem tersebut antara lain Self Assessment diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak
System, Official Assessment System dan yang terutang, termasuk pemungut atau
Withholding System. pemotong pajak tertentu.

5. Pembagian Pajak 4. Obyek Pajak Daerah


Menurut Suandy (2009:37) pembagian Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
pajak dapat dilakukan berdasarkan golongan, dengan tegas menyatakan apa yang menjadi
wewenang pemungut , maupun sifatnya yakni objek pajak suatu suatu jenis pajak daerah.
dapat dibagi menjadi 3 (tiga) : Misalkan Objek Pajak Kendaraan Bermotor
a. Berdasarkan Golongan adalah kepemilikan dan/atau penguasaan
1) Pajak Langsung Kendaraan Bermotor. Bea Balik Nama
2) Pajak Tidak Langsung Kendaraan Bermotor adalah penyerahan
b. Berdasarkan Wewenang Pemungut kepemilikan Kendaraan Bermotor dan objek
1) Pajak Pusat / Negara pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah
2) Pajak Daerah Bahan Bakar Kendaraan Bermotor yang
c. Berdasarkan Sifat disediakan atau dianggap digunakan untuk
1) Pajak Subjektif kendaraan bermotor, termasuk bahan bakar
2) Pajak Objektif yang digunakan untuk kendaraan di air.

Pajak Daerah Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan


1. Pengertian Pajak Daerah 1. Pengertian Pajak Mineral Bukan Logam
Pajak daerah menurut Undang-Undang dan Batuan
Nomor 28 Tahun 2009 adalah kontribusi wajib Menurut Undang-Undang Nomor 28
kepada Daerah yang terutang oleh orang Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
pribadi atau badan yang bersifat memaksa Daerah pajak mineral bukan logam dan batuan
berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak adalah pajak atas kegiatan pengambilan mineral
mendapatkan imbalan secara langsung dan bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam
digunakan untuk keperluan Daerah bagi di dalam dan/atau permukaan bumi untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. dimanfaatkan.

4
2. Subyek, Obyek dan Wajib Pajak 4. Dasar Pengenaan, Tarif Pajak dan Cara
Obyek Pajak Mineral Bukan Logam dan Penghitungan Pajak
Batuan meliputi: Menurut Perda Kabupaten Blora Nomor 5
Tabel 3 Obyek Pajak Mineral Bukan Logam Tahun 2012 tentang Pajak Daerah pasal 36 dasar
dan Batuan pengenaan pajaknya sebagai berikut :
a. asbes; v. oker; 1. Dasar pengenaan Pajak Mineral Bukan
b. batu tulis; w. pasir dan kerikil; Logam dan Batuan adalah Nilai Jual Hasil
c. batu setengah x. pasir kuarsa; pengambilan Mineral Bukan Logam dan
permata; y. perlit; Batuan.
d. batu kapur; z. phosp; 2. Nilai Jual dihitung dengan mengalikan
e. batu apung; aa. talk; volume/tonase hasil pengambilan dengan
f. batu permata; bb. tanah serap nilai pasar atau harga standar masing-
g. bentonit; (fullers earth); masing jenis Mineral Bukan Logam dan
h. dolomit; cc. tanah diatome; Batuan.
i. feldspar; dd. tanah liat; 3. Nilai pasar adalah harga rata-rata yang
j. garam batu ee. tawas; berlaku di wilayah daerah.
(halite); ff. tras; Sedangkan dalam pasal 37 diterangkan
k. grafit; gg. yarosif; tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
l. granit/andesit; hh. zeolit; ditetapkan sebesar 25% (dua puluh lima
persen). Selanjutnya, pasal 38 menjelaskan
m. gips; ii. basal;
bahwa cara penghitungan pajaknya adalah
n. kalsit; jj. trakkit; dan
besaran pokok Pajak Mineral Bukan Logam dan
o. kaolin; kk. Mineral Bukan
Batuan yang terutang dikalikan tarif pajak
p. leusit; Logam dan Batuan
sebesar 25% dengan dasar pengenaan pajak
q. magnesit; lainnya sesuai
dimaksud dalam pasal 36.
r. mika; dengan ketentuan
s. marmer; peraturan
METODE PENELITIAN
t. nitrat; perundang-
Jenis Penelitian
u. opsidien; undangan Penelitian ini menggunakan jenis
penelitian yang disesuaikan dengan
Sumber : Undang-undang Nomor 28 Tahun
permasalahan yang akan diteliti oleh penulis.
2009
Dilihat dari perumusan masalah dan tujuan
Sedangkan subyek pajaknya adalah orang
penulisan penelitian ini, maka penulis
pribadi atau badan yan dapat mengambil
menggunakan jenis penelitian deskriptif. Dalam
mineral bukan logam dan batuan. Wajib
penelitian ini, fokus penelitiannya adalah
pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang
sebagai berikut :
mengambil mineral bukan logam dan batuan.
1. Kesiapan pemerintah Kabupaten Blora
3. Dikecualikan dari objek Pajak Mineral dalam perumusan kebijakan Pengelolaan
Bukan Logam dan Batuan Pertambangan Mineral dan Batubara
Menurut Peraturan Daerah (Perda) dilihat dari :
Kabupaten Blora Nomor 5 Tahun 2012 tentang a. Penyusunan agenda
Pajak Daerah, pengeculaiannya antara lain : b. Formulasi kebijakan
a. Kegiatan pengambilan Mineral Bukan 2. Potensi Pajak Mineral Bukan Logam dan
Logam dan Batuan yang nyata-nyata tidak Batuan dalam upaya meningkatkan
dimanfaatkan secara komersial seperti Pendapatan Asli Daerah (PAD) di
kegiatan pengambilan tanah untuk Kabupaten Blora dilihat dari :
keperluan rumah tangga, pemancangan a. Jenis bahan galian
tiang listrik/telepon, penanaman pipa b. Tarif bahan galian
air/gas; dan c. Jumlah Penambang legal
b. Kegiatan pengambilan Mineral Bukan d. Jumlah Penambang ilegal
Logam dan Batuan yang merupakan ikutan e. Jumlah produksi penambang legal
dari kegiatan pertambangan lainnya, yang f. Jumlah produksi penambang ilegal
tidak dimanfaatkan secara komersial. g. Tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan
Batuan
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten
Blora, yang merupakan salah satu kabupaten
di Jawa Tengah. Pemilihan Blora sebagai
lokasi penelitian didasari pada pertimbangan

5
bahwa Blora mempunyai sumber daya alam HASIL DAN PEMBAHASAN
berupa pertambangan yang melimpah, 1. Kesiapan Pemerintah Kabupaten Blora
namun belum dikelola secara efektif. sebagai Aktor dalam perumusan
Sumber datayang digunakan yaitu : Kebijakan Pengelolaan Pertambangan
1. Data Primer Mineral dan Batubara
Data primer diperoleh melalui observasi
langsung dengan wawancara dan meminta a. Penyusunan Agenda
data-data kepada pihak-pihak yang Berawal dari adanya isu publik berupa
berhubungan dengan penelitian, antara lain : adanya potensi yang dapat meningkatkan PAD
a. Aparat Pemerintah di SKPD terkait dan disesuaikan dengan amanat Undang-
b. Badan legislatif (Banleg) Undang Minerba, merupakan langkah awal
c. Tokoh masyarakat yaitu Kepala Desa untuk melaksanakan proses perumusan
dimana terdapat praktek pertambangan kebijakan pertambangan Kabupaten Blora.
2. Data Sekunder Setelah ada isu publik, dilanjutkan dengan rapat
Data sekunder yang dapat digunakan dalam tingkat kecamatan untuk menyaring aspirasi
penelitian ini adalah data-data mengenai dari masyarakat sehingga nantinya Perda ini
perumusan kebijakan pertambangan dan data- diharapkan tidak akan membebani masyarakat.
data mengenai potensi pertambangan di Meskipun perumusan kebijakan merupakan
Kabupaten Blora selama 5 tahun yaitu tahun wewenang pemerintah Kabupaten Blora, namun
2009-2013. Sedangkan teknik pengumpulan data dalam prosesnya pemerintah setempat tidak
yang digunakan adalah sebagai berikut : mengabaikan kepentingan masyarakat.
a. Observasi Tidak berbeda jauh dengan proses
b. Wawancara penyusunan agenda eksekutif, pihak legislatif
c. Dokumentasi juga mengawali penyusunan agenda dengan
Terdapat dua analisis data yang dasar untuk memberikan jaminan hukum dan
digunakan dalam penelitian ini, antara lain : dapat memberkan pemasukan pada PAD.
1. Analisis perumusan kebijakan Pengelolaan
Pertambangan Mineral dan Batubara b. Formulasi Kebijakan
Miles dan Huberman (1992:16-21)
menganggap bahwa analisis terdiri dari tiga alur Tahapan selanjutnya dalam proses perumusan
kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu : kebijakan adalah formulasi kebijakan. Menurut
reduksi data, penyajian data, dan penarikan Ripley dalam Subarsono (2005:10-11) pada
kesimpulan atau verifikasi. Berdasarkan teori tahap ini analis mengumpulkan informasi yang
dari Miles dan Hubermen, maka penulis berhubungan dengan masalah yang
menggunakan analisis data model interaktif. bersangkutan kemudian mengembangkan
2. Analisis potensi pajak mineral bukan logam alternatif-alternatif kebijakan, membangun
dan batuan dukungan dan melakukakn negosiasi, sehingga
Analisis potensi pajak mineral bukan logam dan sampai pada sebuah kebijakan yang dipilih.
batuan dapat dihitung dengan cara sebagai Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
berikut (Ratu,2010:5) : setelah dilaksanakannya rapat tingkat
𝑛 kecamatan, selanjutnya dilakukan rapat tingkat
Pt = ∑(Vi x Hrg i x 12 x 25%) kabupaten. Dalam tingkat kabupaten ini saran-
𝑖=1 saran yang tertampung dari hasil rapat tingkat
Keterangan : kecamatan akan dijadikan dasar formulasi
Pt = Potensi pajak kebijakan. Selain itu Perda dari kabupaten lain
Vi = Volume bahan galian golongan c yang dan Undang-Undang juga akan menjadi acuan
dieksploitasi sesuai dengan jenisnya dalam perumusannya.
dalam m3 tiap bulan Sedangkan proses formulasi kebijakan
Hrgi = Harga standar sesuai dengan jenis dari legislatif setelah adanya kajiana akademis
bahan galian golongan c 12 = 1 (satu) dilanjutkan dengan pembuatan draft ranperda
tahun sama dengan 12 (dua belas) kemudian disempurnakan setelah dilakukannya
bulan Public Hearing.
25 % = Tarif pajak yang dikenakan
2. Potensi Pajak Pertambangan Mineral
Bukan Logam dan Batuan di Kabupaten
Blora
Berdasarkan data yang ada, peneliti
menghitung besarnya potensi pajak mineral

6
bukan logam dan batuan pada tahun 2012. 3) Adanya pertemuan secara bertahap
Peneliti hanya mendapatkan data produksi mulai dari seminar dengan dinas-dinas
penambangan liar tahun 2012 karena Dinas terkait sampai dengan rapat tingkat
ESDM tidak bisa melakukan survey secara kecamatan
berkala karena penambang belum berijin 4) SKPD yang hadir dalam seminar, antara
sehingga pemerintah tidak memiliki wewenang lain :
dan penambang juga tidak berkewajiban untuk a) Bapeda
memberikan data produksinya. Berdasarkan b) BLH
perhitungan Potensi Pajak Mineral Bukan c) Badan Perizinan
Logam dan Batuan dari Produksi Penambangan d) Dinas Tata Ruang
Liar di Kabupaten Blora tahun 2012 diketahui e) Dinas Kehutanan
potensi pajak mineral bukan logam dan batuan 5) Aktor-aktor yang hadir dalam rapat
pada tahun 2012 adalah sebesar Rp tingkat kecamatan :
1.192.225.000. a) Muspika :
Pada tahun 2013 terdapat hasil produksi 1. Camat
dari CV. Haro Joyo yang mengelola 2 lokasi 2. Kapolsek
pertambangan yaitu di Desa Medalem 3. Koramil
Kecamatan Kradenan Kabupaten Blora dan di b) Kepala Desa terkait
Desa Mendenrejo Kecamatan Kradenan c) Tokoh masyarakat
Kabupaten Blora. Berdasarkan perhitungan d) Dinas ESDM
tersebut potensi pajak dari hasil produksi CV. e) DPPKAD
Haro Joyo di Desa Medalem Kecamatan 6) Terdapat dua versi perumusan
Kradenan Kabupaten Blora adalah sebesar Rp kebijakan, yaitu dari legislatif dan
1.875.000. Sedangkan hasil produksi di Desa eksekutif
Mendenrejo Kecamatan Kradenan Kabupaten 7) Dalam penyusunan Agenda Legislatif
Blora adalah sebesar Rp 3.875.000. Sehingga bila bekerjasama dengan Perguruan tinggi
digabungkan potensi pajak berdasarkan hasil UNS
produksi CV. Haro Joyo tahun 2013 sebesar Rp 8) Tahapan penyusunan agenda legislatif
5.750.000. berawal hampir sama dengan eksekutif
yaitu adanya isu publik, amanat
Penutup Undang-undang serta telah dimasukkan
Kesimpulan dalam Prolegdayang kemudian
Berdasarkan Berdasarkan hasil penelitian dan diadakan sharing dengan pihak-pihak
pembahasan pada bab sebelumnya, maka dari terkait selanjutnya diadakan kajian
kajian tentang Analisis perumusan kebijakan lapangan dan dilanjutkan dengan kajian
dan potensi pajak mineral bukan logam dan akademis.
batuan dapat ditarik kesimpulan sebagai b. Formulasi Kebijakan
berikut: 1) Tahapan selanjutnya dari penyusunan
agenda adalah formulasi kebijakan. Dalam
1. Kesiapan Pemerintah Kabupaten Blora penelitian ini, setelah diadakan rapat
sebagai Aktor dalam Perumusan Kebijakan tingkat kecamatan oleh eksekutif kemudian
Pengelolaan Pertambangan Mineral dan diadakan rapat tingkat kabupaten dengan
Batubara aktor-aktor yang berperan sebagai berikut :
a. Penyusunan Agenda a) Dinas ESDM
1) Berawal dari Isu Publik, amanat b) BLH
Undang-Undang dan Tupoksi Dinas c) Bapeda
ESDM d) DPPKAD
2) Terjadi kerusakan lingkungan e) Kehutanan
pertambangan antara lain penyedotan f) Badan Perizinan
pasir bengawan yang mengakibatkan g) Perwakilan DPRD
lahan sekitar bengawan tergerus untuk 2) Rapat tingkat kabupaten ini membahas
mengisi kekosongan karena tanah di mengenai masalah-masalah dan saran-
dalam bengawan yang ikut tersedot dan saran hasil dari rapat tingkat kecamatan
pertambangan batuan yang tidak yang kemudian diklasifikasikan.
menggunakan teknik terasering 3) Dalam formulasi kebijakan juga didukung
melainkan dengan melubangi tanah dengan teknologi yaitu penggunaan
sehingga berpotensi ambruknya lahan internet untuk mencari perda kabupaten
galian. lain sebagai contoh dan data-data lain yang

7
diperlukan untuk menunjang formulasi Pengelolaan Pertambangan Mineral dan
kebijakan. Batubara
4) Tahapan selanjutnya seelah diadakan
kajian akademis oleh legislatif adalah
pembuatan draft ranperda dengan bantuan a. Penyusunan Agenda
dari pihak UNS. 1) Sebaiknya komunikasi antara Badan
5) Sharing dengan pihak-pihak terkait Legislatif dengan Badan Eksekutif
dilakukan secara berkala. diperbaiki dalam proses penyusunan
6) Aktor-aktor yang berperan dalam sharing agenda.
antara lain : 2) Sebaiknya lebih sering diadakan sharing
a) DPRD antara legislatif dan eksekutif.
b) Dinas-dinas terkait b. Formulasi kebijakan
c) Tokoh masyarakat 1) Sebaiknya komunikasi antara Badan
d) Penambang Legislatif dengan Badan Eksekutif
2. Potensi Pajak Mineral Bukan Logam dan diperbaiki dalam proses formulasi
Batuan dalam upaya meningkatkan kebijakan.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) di 2) Sebaiknya badan legislatif segera
Kabupaten Blora menyempurnakan draft ranperda dan
a. Rata-rata harga dasar mineral bukan selanjutnya mengadakan public hearing
logam dan batuan sebesar Rp 5.000 dan sehingga akan tahu bagaimana opini
hanya dua yang memiliki harga dasar masyarakat mengenai ranperda
Rp 6.000 yaitu gips dan marmer. pertambangan untuk lebih
b. Terdapat 5 perusahaan yang telah menyempurnakan draft ranperda.
memiliki izin, namun hanya satu yang 3) Dalam public hearing yang akan
berproduksi yaitu CV. Haro Joyo. diadakan sebaiknya mengundang
c. Jumlah penambang illegal pada tahun semua pihak yang berkepentingan
2011 sebanyak 161 penambang, seperti penambang, tokoh masyarakat
sedangkan pada tahun 2012 terdapat 321 dan dinas-dinas yang teerkait.
penambang. 4) Sebaiknya menggunakan UU
d. CV. Haro Joyo tahun 2012 s/d tahun Pengelolaan Lingkungan hidup yang
2013 di Desa Medalem Kecamatan baru.
Kradenan Kabupaten Blora berproduksi 5) Potensi Pajak Mineral Bukan Logam dan
sebesar 1.500 M3, sedangkan di Desa Batuan dalam upaya meningkatkan
Mendenrejo Kecamatan Kradenan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di
Kabupaten Blora sebanyak 3100 M3. Kabupaten Blora
e. Potensi pajak dari hasil produksi CV. 6) Sebaiknya dilakukan survey setiap
Haro Joyo di Desa Medalem Kecamatan tahunnya secara berkala sehingga
Kradenan Kabupaten Blora adalah diketahui perkembangan jumlah
sebesar Rp 1.875.000. Sedangkan hasil pertambangan liar dan produksinya dan
produksi di Desa Mendenrejo dapat menjadi pertimbangan
Kecamatan Kradenan Kabupaten Blora pemerintah dalam perumusan kebijakan
adalah sebesar Rp 3.875.000. Sehingga pertambangan.
bila digabungkan potensi pajak 7) Sebaiknya dilakukan penghitungan
berdasarkan hasil produksi CV. Haro potensi pajak pertambangan mineral
Joyo tahun 2013 sebesar Rp 5.750.000. bukan logam dan batuan secara berkala
setiap tahunnya sehingga dapat menjadi
Saran pertimbangan pemerintah dalam
Dari hasil penyajian data dan analisis dari data- perumusan kebijakan pertambangan.
data yang didapatkan dalam penelitian, dengan
memperhatikan proses Pemerintah Kabupaten Daftar Pustaka
Blora dalam perumusan kebijakan _____.2004 Undang-Undang Republik Indonesia
pertambangan dan potensi mineral bukan Tentang Pemerintahan Daerah Nomor
logam dan batuan, maka peneliti dapat 32 Tahun 2004
memberikan saran-saran yang diharapkan dapat _____.2004. Undang-Undang Republik Indonesia
menjadi pertimbangan pemerintah Blora. saran- Tentang Perimbangan Keuangan
saran tersebut adalah sebagai berikut : Antara Pemerintah Pusat Dan
1. Kesiapan Pemerintah Kabupaten Blora Pemerintahan Daerah Nomor 33
sebagai Aktor dalam Perumusan Kebijakan Tahun 2004

8
_____.2009 Undang-undang Republik Indonesia
Tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara Nomor 4 Tahun 2009
_____.2009. Undang-Undang Republik Indonesia
Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi
Daerah Nomor 28 Tahun 2009
_____.2009. Undang-undang Republik Indonesia
Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
Nomor 32 Tahun 2009
_____.2012. Peraturan Daerah Kabupaten Blora
tentang Pajak Daerah Nomor 5 Tahun
2012
Agustino, L. 2008. Dasar-dasar Kebijakan Publik.
Alfabeta: Bandung.
Dunn,N. W. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan
Publik. Edisi Kedua. Dialihbahasakan
oleh Samodra Wibawa, DKK. Gadjah
Mada University Press: Yogyakarta.
Mardiasmo. 2009. Perpajakan Edisi Revisi 2009.
Yogyakarta: Andi Offset.
Miles, Matthew B. dan A. Michael Huberman.
1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta:
Universitas Indonesia (UI-Press).
Mutaqien, maruf. 2014. “Memberdayakan Potensi
Lokal Minerba”, diakses 17 April 2014
dari
http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2
014/01/02/memberdayakan-potensi-
lokal-minerba-623368.html
Nugroho, R. 2011. Public Policy. IKAPI: Jakarta
Nurmantu, S. 2005. Pengantar Perpajakan. Jakarta:
Granit.
Ratu, A., Nurdi B. dan Jusni. 2010. Strategi
Peningkatan Kontribusi Usaha
Pertambangan terhadap Pendapatan
Asli Daerah (PAD) Kota Palopo. Jurnal,
(Online), (pascaunhas.ac.id/jurnal/),
diakses 2 Februari 2014.
Siahaan, P. M. 2010. Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah. Jakarta: PT RajaGarafindo
Persada.
Suandy, E. 2009. Hukum Pajak. Jakarta: Salemba
Empat.
Subarsono, AG. 2005. Analisis Kebijakan Publik;
Konsep, Teori dan Aplikasi, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Subarsono, AG. 2012. Analisis Kebijakan Publik :
Konsep, Teori dan Aplikasi.Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Yosefin A. dan Cintya P. 2014. “Resiko dan Manfaat
Pemberlakuan Minerba di Indonesia“, diakses
17 April 2014 dari
http://crmsindonesia.org/node/626

Anda mungkin juga menyukai