1. LATAR BELAKANG
Visi Keistimewaan Yogyakarta (Gubernur DIY, 2012) yaitu “Putar Kemudi Ke Visi
Maritim”, “among tani-dagang-layar” dan “Pantai Selatan sebagai Halaman Depan” yang
dilanjutkan Tahun 2017 dengan “Menyongsong Abad Samudera Hindia untuk Kemuliaan
Martabat Manusia Jogja” merupakan terobosan visi pembangunan yang istimewa
berbasiskan maritim. Pantai Selatan Yogyakarta yang selama ini merupakan
‘halaman belakang’ akan dijadikan ‘halaman depan’ atau tonggak perekonomian daerah.
Salah satu upaya strategis yang sejalan dengan visi tersebut adalah pengembangan
industri perikanan yang, bersama-sama dengan industri pariwisata laut dan pantai,
merupakan salah satu industri maritim yang sangat potensial di Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY). Untuk mendukung dan mendorong pengembangan industri perikanan
tersebut, maka pembangunan atau pengembangan pelabuhan perikanan sebagai salah
satu infrastruktur utama industri perikanan tangkap menjadi suatu keharusan.
Berkembangnya industri perikanan yang didukung oleh infrastruktur pelabuhan perikanan
yang memadai akan dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi masyarakat dan wilayah.
Dibandingkan dengan potensi Sumber Daya Ikan yang tersedia di wilayah Pantai
Selatan Jawa serta semakin bertambahnya jumlah nelayan, jumlah Pelabuhan Perikanan
di DIY saat ini sangat tidak memadai. Saat ini hanya ada satu pelabuhan, yaitu Pelabuhan
Perikanan Pantai (PPP) Sadeng yang dibangun pada tahun 1990, terletak di Desa
Songbanyu, Kec. Girisubo, Kab. Gunungkidul. Kapasitas PPP Sadeng sudah maksimal dan
tidak mungkin dikembangkan lebih besar lagi karena keterbatasan lahan serta jarak yang
cukup jauh dari pusat kota dan kabupaten di DIY lainnya. Sementara itu, Pelabuhan
Perikanan Tanjung Adikarto yang sedang disiapkan di Wilayah Glagah, Kabupaten Kulon
Progo belum bisa segera dioperasikan karena masih dalam proses penyelesaian
pembangunan fisik serta masih dalam proses menuju KPBU (Kerjasama Pemerintah dan
Badan Usaha). Dengan mempertimbangkan situasi tersebut, maka pembangunan
pelabuhan perikanan baru dapat menjadi bagian strategi dan solusi dari masalah yang ada.
Hasil Study Kelayakan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) di Gunungkidul yang telah
dilaksanakan pada tahun 2016 menyimpulkan bahwa Pantai Gesing merupakan salah satu
lokasi yang dinilai layak untuk dikembangkan menjadi PPI. Secara faktual saat ini Pantai
Gesing telah dimanfaatkan sebagai tempat kegiatan tambat labuh perahu/kapal perikanan
guna mendaratkan hasil tangkapan, atau melakukan persiapan untuk melaut kembali
(memuat logistik perahu dan awak perahu) oleh lebih kurang 100 perahu nelayan setiap
harinya. Secara lingkungan fisik, teluk Pantai Gesing memberikan perlindungan yang
cukup aman untuk kegiatan tambat labuh maupun persiapan logistik. Hal ini akan
mengurangi kebutuhan biaya pembangunan fasilitas laut pelabuhan yang biasanya cukup
mahal, misalnya pemecah gelombang. Demikian juga, tersedia luasan lahan yang
meskipun tidak terlalu luas tetapi cukup memadai untuk rencana pengembangan lanjutan
berikutnya. Dari sisi geografis, Pantai Gesing mudah diakses dari Bandara Internasional
Yogyakarta di Kulon Progo melalui jalur JJLS, sehingga kegiatan ekspor ikan-ikan segar
bisa dijamin.
Dalam hubungan ini maka Pemerintah DIY memutuskan untuk melakukan
pengembangan Pantai Gesing menjadi Pangkalan Pendaratan Ikan Gesing yang
merupakan kelas pelabuhan perikanan tipe D, dengan melakukan pekerjaan penyusunan
Masterplan Pelabuhan sebagai dasar perencanaan pengembangan PPI Gesing dan
penyusunan dokumen perhitungan analisis, spesifikasi teknis dan gambar desain teknis
untuk bahan penyusunan Detil Engginering Design Pembangunan PPI Gesing selanjutnya.
b. Tujuan
Menghasilkan dokumen masterplan yang disertai dengan perhitungan/nota desain
dan gambar desain rinci fasilitas pelabuhan di darat dan di laut sebagai dasar
perencanaan pengembangan PPI Gesing di Kab. Gunungkidul.
3. TARGET/SASARAN
Tersedianya dokumen perencanaan pengembangan PPI Gesing 1 (satu) paket terdiri dari:
Masterplan Pengembangan PPI Gesing di Kab. Gunungkidul yang disertai dengan
Gambar desian rinci fasilitas pelabuhan dan Lansekap rencana kerja dan
Syarat/Spesifikasi Teknis;
4. LOKASI PEKERJAAN
Lokasi pekerjaan : Pantai Gesing, Desa Girikarto, Kecamatan Panggang, Kabupaten
Gunungkidul, D.I. Yogyakarta
b. Tenaga Pendukung
Jml. Lingkup dan Waktu Penugasan
Posisi Kualifikasi
(org)
1. Surveyor Pendidikan minimal Diploma 1 Lingkup Pekerjaan :
Topografi (D3) Teknik Sipil Melakukan survei dan pengukuran
topografi
Pengalaman minimal selama 2
Merekam dan mengevaluasi hasil
(dua) tahun dalam bidang pengukuran untuk meminimalkan
survey kesalahan serta melakukan koreksi
Memiliki SKT Teknisi Survey dan tindakan pencegahan kesalahan
Teknik Sipil (TS 043) yang Membantu ahli teknik bangunan
masih berlaku dalam pengolahan data hasil survey
topografi
Membuat Laporan hasil survey
b. Backup Data
Seluruh hasil pekerjaan disimpan (backup) dalam bentuk External Disk (1 TB)
sebanyak 2 (dua) set untuk diserahkan kepada Pejabat Pembuat Komitmen
DOKUMEN TAMBAHAN
DKP DIY
No. BM
Lokasi
Tahun Pembuatan
Patok Control Point (CP) dibuat dari beton berukuran 10x10x80cm, dicat warna biru
dipasang pada struktur tanah yang stabil/keras, dipasang dengan jarak 100-150m dari BM,
dan harus kelihatan satu sama lainnya (BM dengan CP). CP diberi nomor kode pengenal
yang terbuat dari plat marmer dengan bentuk dan ukuran sebagai berikut:
DKP DIY
No. CP
Lokasi
Tahun Pembuatan
4) Pengukuran GPS
Pengikatan koordinat (x,y) untuk penentuan koordinat BM diukur dengan metode poligon atau
pengukuran GPS. Metode poligon dilakukan jika titik referensi tersedia dalam jarak yang dapat
dijangkau dengan metode terestris, dengan jumlah titik referensi minimal 2 buah. Apabila tidak,
harus dilakukan pengukuran dengan minimal 3 buah GPS Geodetik dengan cara double
difference dengan metode Relatif Statis, metode jaringan. Untuk alat receiver GPS dual
frekuensi, jarak maksimum antar receiver GPS (panjang baseline) 5 km dengan lama
pengamatan 15 menit, jarak 10 km lama pengamatan 30 menit, jarak 30 km lama pengamatan
60 menit.
5) Pengukuran Poligon utama
a. Pengukuran poligon utama sebagai kerangka dasar horisontal pemetaan harus diikatkan
terhadap minimal 2 (dua) Bench Mark (BM) yang telah diikatkan pada Jaringan Kontrol
Horizontal Nasional, dengan metode poligon tertutup atau poligon terikat sempurna.
b. Pengukuran sudut poligon dilakukan secara 1 seri (B,LB) selisih sudut hasil pengamatan
tidak melebihi 5” dengan menggunakan alat ukur teodolit dengan tingkat ketelitian bacaan
sudut 1”, toleransi kesalahan penutup sudut tidak boleh lebih dari 10”√N (N=jumlah titik
poligon);
c. Pengukuran jarak poligon dilakukan pergi pulang dengan selisih hasil pengukuran jarak
pergi – pulang tidak boleh lebih dari 5 mm
d. Kesalahan linier poligon utama harus ≤ 1 : 10.000.
6) Pengukuran Poligon Cabang
a. Pengukuran poligon cabang melalui semua patok, dimulai dari BM yang satu kemudian
berakhir di BM yang lain;
b. Bentuk poligon cabang adalah terbuka terikat sempurna, dengan kesalahan penutup sudut
≤ 20”√N dan kesalahan linier ≤ 1 : 5.000.
7) Pengukuran Situasi
a. Pengukuran situasi dimulai dan diakhiri dengan patok poligon yang telah dikoreksi (poligon
tertutup), digambar dengan interval kontur minor pada setiap 0,5 meter untuk kemiringan 0-
2%, 1 meter untuk kemiringan 2-5% atau lebih dan 5 meter untuk interval kontur mayor;
b. Pengkuran detail harus mencakup semua tampakan, yang alamiah maupun buatan
manusia sehingga dapat digambar sesuai keadaan lapangan dan dilengkapi notasi yang
jelas.
8) Pengukuran Kerangka Kontrol Vertikal Pemetaan
a. Pengukuran sipat datar/waterpass pada titik-titik poligon dan crossection dilakukan pergi –
pulang, atau dengan cara double stand/diikatkan pada minimal 2 (dua) titik tetap yang telah
diketahui elevasinya dan merupakan jalur tertutup atau terikat sempurna;
b. Pembacaan rambu harus dilakukan dengan pembacaan tiga benang (benang atas,
benang tengah dan benang bawah) sebagai kontrol 2 bt = ba + bb;
c. Dalam pemindahan rambu pada setiap slag rambu dijadikan rambu belakang dengan
memutar arah rambu, rambu berdiri di atas landasan yang terbuat dari besi. Jarak rambu
ukur ke alat ukur sipat datar maksimum 50 m;
d. Hasil pengukuran pergi – pulang atau double stand setiap seksi dan kesalahan penutup
tinggi tidak boleh lebih dari 8 mm √ D, dimana D = jumlah jarak 1 (satu) seksi dalam satuan
km;
e. Selisih pembacaan stand 1 dengan stand 2 ≤ 2 mm.
9) Pengukuran Penampang Memanjang dan Melintang
a. Pengukuran penampang memanjang mengikuti hasil ukur pengukuran di setiap penampang
melintang;
b. Jarak antara penampang melintang setiap 50 m pada sungai yang lurus, untuk yang
berbelok dengan jarak 25 m;
c. Pengukuran tampang melintang tegak lurus as sungai, dengan bentang ke arah luar dari
tebing kanan dan kiri sungai selebar 50 m.
10) Hasil Pekerjaan Pengukuran dan Perhitungan (Hasil Ukur)
a. Hitungan sementara harus diselesaikan di lapangan sehingga kalau ada kesalahan dapat
segera diulang;
b. Pekerjaan hitungan dibukukan dan digandakan secukupnya dan disertakan sketsa situasi
yang jelas;
c. Keseluruhan patok yang terpasang harus diberi nomor yang jelas, sesuai kode sungai;
d. Hasil pengukuran harus dapat digambarkan di Kertas Gambar A1 ukuran (594x841) dan
sesuai dengan notasi yang ada di gambar situasi.
11) Hasil pengukuran dibuat Gambar Ukur, dilengkapi legenda dan kop gambar, jika ada
potongan/lanjutan gambar, maka setiap lembar dilengkapi (key plan) yang terdiri :
a. Peta Ikhtisar
b. Peta Situasi dengan skala 1:1000;
c. Gambar tampang melintang dengan skala horisontal 1:200 dan vertikal 1:200;
d. Gambar tampang panjang dengan skala horisontal 1:1000 dan vertikal 1:100;
e. Buku laporan diskripsi pengukuran mencantumkan X,Y,Z lengkap dengan notasi BM dan
foto letak BM.
f. Hasil pengukuran harus menggambarkan keadaan topografi yang akan diperlukan untuk
perencanaan masterplan .