Anda di halaman 1dari 3

(Tissot and Welte, 1984 vide Peter and Cassa, 1994) Batuan induk (source

rocks) merupakan batuan sedimen yang sedang, akan atau telah menghasilkan
hidrokarbon.
Diantara berbagai jenis batuan sedimen yang paling sering ditemukan,
serpih (shale) merupakan batuan yang memiliki kelimpahan paling tinggi. (Blatt
1970) memperkirakan bahwa 69% sedimen benua yang ada di seluruh permukaan
bumi berupa serpih (shale). Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan geokimia
tertentu, serpih membentuk 80% semua sedimen yang dihasilkan selama sejarah
geologi (Clarke, 1924).
Pada umumnya batuan induk dibayangkan sebagai batuan serpih berwarna
gelap, kaya akan zat organik dan biasanya diendapkan dalm lingkungan marin.
Beberapa penyelidikan ( Patnode, 1941; Hunt dan Jameson, 1956 dalam
Koesoemadinata 1980 ) memperlihatkan bahwa semua batuan sedimen
mengandung zat organik, terutama dalam bentuk “ kerogen “ walaupun
hidrokarbon dan aspal ditemukan pula ( Smith, 1954 ). Terutama batuan serpih
yang berwarna gelap paling banyak mengandung “ kerogen “ ( Telisa Group, La
Luna Fm, Venezuela ). Maka dari itu batuan induk didominasi oleh batuan shale,
namun ada juga batuan induk dari batuan sedimen lainnya.
Marl atau Napal ialah batuan kapur yang terdiri atas campuran kalium
karbonat dengan tanah liat dan pasir, batuan ini juga dapat menjadi batuan induk,
sebab pada saat tersedimentasi pasti ada zat organik yang ikut tersedimentasi
bersama material pembentuk batuan ini.
(Palacas & Survey, n.d.) Karbonat hanya berjumlah 20% dari strata
sedimen (dibandingkan shale 50%). Karbonat juga dapat berperan sebagai batuan
induk sebab mengandung zat organik, namun kandungan zat nya ini lebih sedikit
daripada kandungan zat organik didalam batuan shale. Gehman, 1962 ( dalam
Koesoemadinata, 1980 ) berkesimpulan, bahwa secara umum gamping
mengandung lebih sedikit zat organik daripada serpih, tetapi zat organik ini
mengandung proporsi hidrokarbon yang lebih tinggi, sedangkan dalam sedimen
resen, karbon dan lempung mengandung jumlah hidrokarbon yang sama.
Selama ini batubara dianggap sebagai bataun induk yang tidak efektif
didalam mengakumulasi minyakbumi karena sedikitnya korelasi geografis antara
lapangan minyak dengan endapan batubara. Hal tersebut dikarenakan batubara
yang dipelajari selama ini yang berumur Paleozoikum dan jenis batubaranya dari
bituminus sampai antrasit.
Terdapat perbedaan antara batubara yang berumur Paleozoikum dengan
Kenozoikum. Hal ini diakibatkan oleh biota selama Paleozoikum berbeda dengan
biota selama Kenozoikum. Beberapa tanaman yang hidup pada masa Kenozoikum
mengandung resin dan lilin yang lebih banyak daripada tanaman yang hidup pada
Paleozoikum, sehingga batubara Kenozoikum mempunyai potensi yang lebih
besar untuk membentuk hidrokarbon cair.
Rank batubara merupakan pertimbangan penting dalam membedakan
keberadaan minyak dan batubara, karena kestabilan hidrokarbon cair berakhir
pada peringkat batubara bituminus. Tetapi tidak selamanya di lapangan terjadi
asosiasi antara minyak dengan batubara bituminus ataupun antrasit. Untuk
perbandingan yang lebih baik kita harus melihat ladang minyak yang terletak di
dekat batubara lignit atau subbituminus.
Batubara tersier yang ditemukan akhir-akhir ini memiliki tipe kerogen
campuran antara Tipe II dan Tipe III dengan perbandingan sama yang berarti
mengandung resinit dan kutinit yang mampu untuk membentuk hidrokarbon cair
dalam jumlah yang cukup banyak. Batubara dianggap sebagai batuan induk
minyakbumi di Cekungan Gippsland, Australia dan Delta Mahakam, Kalimantan,
batubara pada Formasi Lahat dan Talangakar.serta beberapa cekungan lain di
Indonesia.(Wibowo, Subroto, Lahat, & Gumai, n.d.)
DAFTAR PUSTAKA

Blatt, H. 1970. DETERMINATION OF MEAN SEDIMENT THICKNESS IN


THE CRUST. A SEDIMENTOLOGIC METHOD. Bull. GSA 81:255-262.
Clarke, FW. 1924. DATA OF GEOCHEMISTRY. USGS Prof. Paper 770. 841 h.
Palacas, J. G., & Survey, U. S. G. (n.d.). CARBONATE ROCKS AS SOURCES
OF PETROLEUM : GEOLOGICAL AND CHEMICAL
CHARACTERISTICS AND O I L-SOU RCE CORRE LATI ON S.
Pettjohn, FJ dan H Bastron. 1959. CHEMICAL COMPOSITION OF
ARGILLITIES OF THE COBALT SERIES (PRECAMBRIAN) AND THE
PROBLEM OF SODA RICH SEDIMENTS. Bull. GSA 70:593-599.
Wibowo, S. S., Subroto, E. A., Lahat, F., & Gumai, F. (n.d.). STUDI GEOKIMIA
DAN PEMODELAN KEMATANGAN BATUAN INDUK FORMASI
TALANGAKAR PADA BLOK TUNGKAL , 1(1), 54–64.
https://doi.org/10.5614/bull.geol.2017.1.1.4

Anda mungkin juga menyukai