Tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit infeksi pada paru yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis dan menjadi salah satu masalah kesehatan penting di dunia. Tahun 1992 World Health Organization (WHO) menetapkan TB sebagai Global Emergency. Prevalensi kasus TB adalah 680.000 (281 per 100.000 populasi) dengan insidensi TB sebesar 450.000 kasus (187 per 100.000) populasi. 1 Menurut hasil survey Depkes RI, provinsi Sumatera Utara merupakan provinsi dengan angka prevalensi tertinggi ke-4 setelah Sulawesi Utara, Gorontalo dan Sulawesi Tenggara.2 Diagnosis TB paru ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan bakteriologi, radiologi, dan pemeriksaan penunjang lainnya. Secara mikroskopis hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga spesimen dahak sewaktu-pagi-sewaktu BTA hasilnya positif. hasil pewarnaan BTA menentukan jumlah bakteri, prognosis dan tingkat kemampuan menularkan kuman TB paru dari seorang penderita TB paru ke orang lain. Namun, tidak semua penderita TB paru ditemukan kuman M. tuberculosis dalam dahaknya. Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2010, untuk menemukan satu kuman pada rata-rata lapang pandang diperlukan jumlah kuman 10/ml dahak. Luas lesi radiologi pada pasien dengan TB paru menggambarkan kerusakan jaringan paru yang diakibatkan oleh kuman M. tuberculosis.1 Pada laporan kasus ini dilaporkan kasus mengenai tuberkulosis paru agar dapat menjadi pembelajaran dalam manajemen tatalaksana holistik pada pasien ini, yang dilakukan oleh dokter layanan primer di puskesmas. Selain itu, laporan ini juga dapat memberikan informasi mengenai perilaku masyarakat setempat dalam menghadapi penyakit tuberkulosis paru.