Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

THALASEMIA

I. KONSEP DASAR
A. Definisi
Istilah talasemia, yang berasal dari kata yunani thalassa dan memiliki makna “laut”,
digunakan pada sejumlah kelainan darah bawaan yang ditandai defisiensi pada kecepatan
produksi rantai globin yang spesifik dalam Hb (Wong, 2009).
Sindrom talasemia merupakan kelompok heterogen kelainan mendelian yang ditandai
oleh defek yang menyebabkan berkurangnya sintesis rantai α- atau β-globin (Mitcheel,
2009).
Menurut Setianingsih (2008), Talasemia merupakan penyakit genetic yang
menyebabkan gangguan sintesis rantai globin, komponen utama molekul hemoglobin
(Hb).

B. KLASIFIKASI
Hemoglobin terdiri dari rantaian globin dan hem tetapi pada Thalassemia terjadi
gangguan produksi rantai α atau β. Dua kromosom 11 mempunyai satu gen β pada setiap
kromosom (total dua gen β) sedangkan dua kromosom 16 mempunyai dua gen α pada
setiap kromosom (total empat gen α). Oleh karena itu satu protein Hb mempunyai dua
subunit α dan dua subunit β. Secara normal setiap gen globin α memproduksi hanya
separuh dari kuantitas protein yang dihasilkan gen globin β, menghasilkan produksi
subunit protein yang seimbang. Thalassemia terjadi apabila gen globin gagal, dan
produksi protein globin subunit tidak seimbang. Abnormalitas pada gen globin α akan
menyebabkan defek pada seluruh gen, sedangkan abnormalitas pada gen rantai globin β
dapat menyebabkan defek yang menyeluruh atau parsial (Wiwanitkit, 2007).
1. Thalassemia diklasifikasikan berdasarkan rantai globin mana yang mengalami defek,
yaitu Thalassemia α dan Thalassemia β. Pelbagai defek secara delesi dan nondelesi
dapat menyebabkan Thalassemia.
a. Thalassemia α
Oleh karena terjadi duplikasi gen α (HBA1 dan HBA2) pada kromosom 16, maka
akan terdapat total empat gen α (αα/αα). Delesi gen sering terjadi pada
Thalassemia α maka terminologi untuk Thalassemia α tergantung terhadap delesi
yang terjadi, apakah pada satu gen atau dua gen. Apabila terjadi pada dua gen,
kemudian dilihat lokai kedua gen yang delesi berada pada kromosom yang sama
(cis) atau berbeda (trans). Delesi pada satu gen α dilabel α+ sedangkan pada dua
gen dilabel αo.
1) Delesi satu gen α / silent carrier/ (-α/αα)
Kehilangan satu gen memberi sedikit efek pada produksi protein α sehingga
secara umum kondisinya kelihatan normal dan perlu pemeriksaan
laboratorium khusus untuk mendeteksinya. Individu tersebut dikatakan
sebagai karier dan bisa menurunkan kepada anaknya (Wiwanitkit, 2007).
2) Delesi dua gen α / Thalassemia α minor (--/αα) atau (-α/-α)
Tipe ini menghasilkan kondisi dengan eritrosit hipokromik mikrositik dan
anemia ringan. Individu dengan tipe ini biasanya kelihatan dan merasa normal
dan mereka merupakan karier yang bisa menurunkan gen kepada anak
(Wiwanitkit, 2007).
3) Delesi 3 gen α / Hemoglobin H (--/-α)
Pada tipe ini penderita dapat mengalami anemia berat dan sering memerlukan
transfusi darah untuk hidup. Ketidakseimbangan besar antara produksi rantai
α dan β menyebabkan akumulasi rantai β di dalam eritrosit menghasilkan
generasi Hb yang abnormal yaitu Hemoglobin H (Hb H/ β4) (Wiwanitkit,
2007).
4) Delesi 4 gen α / Hemoglobin Bart (--/--)
Tipe ini adalah paling berat, penderita tidak dapat hidup dan biasanya
meninggal di dalam kandungan atau beberapa saat setelah dilahirkan, yang
biasanya diakibatkan oleh hydrop fetalis. Kekurangan empat rantai α
menyebabkan kelebihan rantai γ (diproduksi semasa kehidupan fetal) dan
rantai β menghasilkan masing-masing hemoglobin yang abnormal yaitu
Hemoglobin Barts (γ4 / Hb Bart, afiniti terhadap oksigen sangat tinggi)
(Wiwanitkit, 2007) atau Hb H (β4, tidak stabil).
b. Thalasemia β
Thalassemia β disebabkan gangguan pada gen β yang terdapat pada kromosom
11. Kebanyakkan dari mutasi Thalassemia β disebabkan point
mutation dibandingkan akibat delesi gen. Penyakit ini diturunkan secara resesif
dan biasanya hanya terdapat di daerah tropis dan subtropis serta di daerah dengan
prevalensi malaria yang endemik (Wiwanitkit, 2007).
1) Thalassemia βo
Tipe ini disebabkan tidak ada rantai globin β yang dihasilkan. Satu pertiga
penderita Thalassemia mengalami tipe ini.
2) Thalassemia β+
Pada kondisi ini, defisiensi partial pada produksi rantai globin β terjadi.
Sebanyak 10-50% dari sintesis rantai globin β yang normal dihasilkan pada
keadaan ini.
Secara klinis, Thalassemia β dikategori kepada:
1) Thalassemia β minor / Thalassemia β trait(heterozygous) / (β+β) or (βoβ)
Salah satu gen adalah normal (β) sedangkan satu lagi abnormal, sama ada β+
atau βo. Individu dengan Thalassemia ini biasanya tidak menunjukkan
simptom dan biasanya terdeteksi sewaktu pemeriksaan darah rutin. Meskipun
terdapat ketidakseimbangan, kondisi yang terjadi adalah ringan karena masih
terdapat satu gen β yang masih berfungsi secara normal dan formasi
kombinasi αβ yang normal masih bisa terjadi (Wiwanitkit, 2007). Anemia
yang terjadi adalah mikrositik, hipokrom dan hemolitik. Penurunan ringan
pada sistesis rantai globin β menurunkan produksi hemoglobin. Rantai α yang
berlebihan diseimbangkan oleh peningkatan produksi rantai δ di mana
keduanya akan berikatan membentuk HbA2 / α2δ2 (3.5-8%). Individu
tersebut sepenuhnya asimptomatik dan selain dari anemia ringan, tidak
menunjukkan manifestasi klinis yang lainnya.
2) Thalassemia β mayor / Cooley's Anemia (homozygous) (β+βo) or (βoβo) or
(β+β+)
Pada kondisi ini, kedua gen rantai β mengalami disfungsi (Wiwanitkit, 2007).
HbA langsung tidak ada pada βoβo dan menurun banyak pada β+β+. Penyakit
ini berhubungan dengan gagal tumbuh dan sering menyebabkan kematian
pada remaja. Anemia berat terjadi dan pasien memerlukan transfusi darah dan
gejala tersebut selalunya bermanifestasi pada 6 bulan terakhir dari tahun
pertama kehidupan atas akibat penukaran dari sistesis rantai globin γ (Hb F/
α2γ2) kepada β (Hb A / α2β2).
3) Thalassemia β intermedia (β+/β+) atau (βo/β+)
Simptom yang timbul biasanya antara Thalassemia minor dan mayor.

2. Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu :


a. Thalasemia Mayor, karena sifat-sifat gen dominan. Thalasemia mayor
merupakan penyakit yang ditandai dengan kurangnya kadar hemoglobin dalam
darah. Akibatnya, penderita kekurangan darah merah yang bisa menyebabkan
anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel darah merahnya jadi cepat rusak dan
umurnya pun sangat pendek, hingga yang bersangkutan memerlukan transfusi
darah untuk memperpanjang hidupnya. Penderita thalasemia mayor akan tampak
normal saat lahir, namun di usia 3-18 bulan akan mulai terlihat adanya gejala
anemia. Selain itu, juga bisa muncul gejala lain seperti jantung berdetak lebih
kencang dan facies cooley. Faies cooley adalah ciri khas thalasemia mayor, yakni
batang hidung masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang
yang bekerja terlalu keras untuk mengatasi kekurangan hemoglobin. Penderita
thalasemia mayor akan tampak memerlukan perhatian lebih khusus. Pada
umumnya, penderita thalasemia mayor harus menjalani transfusi darah dan
pengobatan seumur hidup. Tanpa perawatan yang baik, hidup penderita
thalasemia mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-8 bulan. Seberapa sering
transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi tergantung dari berat ringannya
penyakit. Yang pasti, semakin berat penyakitnya, kian sering pula si penderita
harus menjalani transfusi darah.
b. Thalasemia Minor, individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun
individu hidup normal, tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau
thalasemia minor tak bermasalah, namun bila ia menikah dengan thalasemia
minor juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25% anak mereka menerita
thalasemia mayor. Pada garis keturunan pasangan ini akan muncul penyakit
thalasemia mayor dengan berbagai ragam keluhan. Seperti anak menjadi anemia,
lemas, loyo dan sering mengalami pendarahan. Thalasemia minor sudah ada sejak
lahir dan akan tetap ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak memerlukan
transfusi darah di sepanjang hidupnya.
3. Secara molekuler talasemia dibedakan atas:
a. Talasemia a (gangguan pembentukan rantai a)
b. Talasemia b (gangguan pembentukan rantai b)
c. Talasemia b-d (gangguan pembentukan rantai b dan d yang letak gen-nya diduga
berdekatan).
d. Talasemia d (gangguan pembentukan rantai d)

(Wiwanitkit, 2007)

C. Etiologi
Thalassemia bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan secara
genetik dan resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin
beta yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu ditemukan
berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan salah satu komponen
pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin beta yang mengalami kelainan
disebut pembawa sifat thalassemia-beta. Seorang pembawa sifat thalassemia tampak
normal/sehat, sebab masih mempunyai 1 belah gen dalam keadaan normal (dapat
berfungsi dengan baik). Seorang pembawa sifat thalassemia jarang memerlukan
pengobatan. Bila kelainan gen globin terjadi pada kedua kromosom, dinamakan
penderita thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua belah gen yang sakit tersebut berasal
dari kedua orang tua yang masing-masing membawa sifat thalassemia. Pada proses
pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari ibunya dan sebelah lagi
dari ayahnya. Bila kedua orang tuanya masing-masing pembawa sifat thalassemia maka
pada setiap pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama si
anak mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen thalassemia) dari bapak dan ibunya
maka anak akan menderita thalassemia. Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah
gen thalassemia dari ibu atau ayah maka anak hanya membawa penyakit ini.
Kemungkinan lain adalah anak mendapatkan gen globin beta normal dari kedua orang
tuanya.
Sedangkan menurut (Suriadi, 2010) Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan
yang tidak dapat ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap
thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik.
Jika kedua orang tua tidak menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia,
maka tidak mungkin mereka menurunkan Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia atau Thalassaemia mayor kepada anak-anak mereka. Semua anak-anak
mereka akan mempunyai darah yang normal.
Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak, maka satu dibanding dua (50%)
kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia, tidak seorang diantara anak-anak mereka akan
menderita Thalassaemia mayor. Orang dengan Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia adalah sehat, mereka dapat menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut kepada
anak-anaknya tanpa ada yang mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada di kalangan
keluarga mereka.
Apabila kedua orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia,
maka anak-anak mereka mungkin akan menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia atau mungkin juga memiliki darah yang normal, atau mereka mungkin juga
menderita Thalassaemia mayor (Suriadi, 2010).

Skema Penurunan Gen Thalasemia Mendel


D. Patofisiologi
Konsekuensi berkurangnya sintesis salah satu rantai globin berasal dari kadar
hemoglobin intrasel yang rendah (hipokromia) maupun kelebihan relatif rantai lainnya.
1. Talasemia-β: Dengan berkurangnya sintesis β-globin, rantai  tak terikat yang
berlebihan akan membentuk agregat yang sangat tidak stabil dan terjadi karena
kerusakan membran sel; selanjutnya, prekursor sel darah merah dihancurkan dalam
sumsum tulang (eritropoiesis yang tidak efektif) dan sel-sel darah merah yang
abnormal dihilangkan oleh fagosit dalam limpa (hemolisis). Anemia yang berat
menyebabkan ekspansi kompensatorik sumsum eritropoietik yang akhirnya akan
mengenai tulang kortikal dan menyebabkan kelainan skeletal pada anakanak yang
sedang tumbuh. Eritropoiesis yang tidak efektif juga disertai dengan absorpsi besi
yang berlebihan dari makanan; bersama dengan transfusi darah yang dilakukan
berkali-kali, absorpsi besi yang berlebihan ini akan menimbulkan kelebihan muatan
besi yang berat.
2. Talasemia- disebabkan oleh ketidakseimbangan pada sintesis rantai  dan non-
(rantai  pada bayi; rantai  setelah bayi berusia 6 bulan). Rantai  yang bebas akan
membentuk tetramer ini akan merusak sel-sel darah merah serta prekursornya. Rantai
 yang bebas akan membentuk tetramer yang stabil (HbBars) dan tetramer ini
mengikat oksigen dengan kekuatan (aviditas) yang berlebihan sehingga terjadi
hipoksia jaringan (Mitcheel, 2009).

E. Manifestasi Klinis
Kelainan genotip Talasemia memberikan fenotip yang khusus, bervariasi, dan tidak
jarang tidak sesuai dengan yang diperkirakan (Atmakusuma, 2009).
Semua Talasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi, tergantung
jenis rantai asam amino yang hilang dan jumlah kehilangannya (mayor atau minor).
Sebagian besar penderita mengalami anemia yang ringan, khususnya anemia hemolitik
(Tamam, 2009).
Talasemia-β dibagi tiga sindrom klinik ditambah satu sindrom yang baru ditentukan,
yakni (1) Talasemia-β minor/heterozigot: anemia hemolitik mikrositik hipokrom. (2)
Talasemia-β mayor/homozigot: anemia berat yang bergantung pada transfusi darah. (3)
Talasemia-β intermedia: gejala di antara Talasemia β mayor dan minor. Terakhir
merupakan pembawa sifat tersembunyi Talasemia-β (silent carrier) (Atmakusuma,
2009).
Empat sindrom klinik Talasemia-α terjadi pada Talasemia-α, bergantung pada nomor
gen dan pasangan cis atau trans dan jumlah rantai-α yang diproduksi. Keempat sindrom
tersebut adalah pembawa sifat tersembunyi Talasemia-α (silent carrier), Talasemia-α
trait (Talasemia-α minor), HbH diseases dan Talasemia-α homozigot (hydrops fetalis)
(Atmakusuma, 2009).
Pada bentuk yang lebih berat, khususnya pada Talasemia-β mayor, penderita dapat
mengalami anemia karena kegagalan pembentukan sel darah, pembesaran limpa dan hati
akibat anemia yang lama dan berat, perut membuncit karena pembesaran kedua organ
tersebut, sakit kuning (jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus/borok), batu empedu, pucat,
lesu, sesak napas karena jantung bekerja terlalu berat, yang akan mengakibatkan gagal
jantung dan pembengkakan tungkai bawah. Sumsum tulang yang terlalu aktif dalam
usahanya membentuk darah yang cukup, bisa menyebabkan penebalan dan pembesaran
tulang, terutama tulang kepala dan wajah. Tulang-tulang panjang menjadi lemah dan
mudah patah. Anak-anak yang menderita talasemia akan tumbuh lebih lambat dan
mencapai masa pubertas lebih lambat dibandingkan anak lainnya yang normal. Karena
penyerapan zat besi meningkat dan seringnya menjalani transfusi, maka kelebihanzat
besi bisa terkumpul dan mengendap dalam otot jantung, yang pada akhirnya bisa
menyebabkan gagal jantung (Tamam, 2009).
Bayi baru lahir dengan talasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awalnya tidak jelas,
biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat
terjadi dalam beberapa minggu setelah lahir. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan
lemak tubuh dan dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan lama
biasanya menyebabkan pembesaran jantung. Terdapat hepatosplenomegali, ikterus
ringan mungkin ada. Terjadi perubahan pada tulang yang menetap, yaitu terjadinya
bentuk muka mongoloid akibat system eritropoesis yang hiperaktif. Adanya penipisan
tulang panjang, tangan dan kaki dapat menimbulkan fraktur patologis. Kadang-kadang
ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada tungkai, dan batu empedu.
Tanda dan gejala lain dari thalasemia yaitu :
1. Thalasemia Mayor:
- Pucat
- Lemah
- Anoreksia
- Sesak napas
- Peka rangsang
- Tebalnya tulang kranial
- Pembesaran hati dan limpa / hepatosplenomegali
- Menipisnya tulang kartilago, nyeri tulang
- Disritmia
- Epistaksis
- Sel darah merah mikrositik dan hipokromik
- Kadar Hb kurang dari 5gram/100 ml
- Kadar besi serum tinggi
- Ikterik
- Peningkatan pertumbuhan fasial mandibular; mata sipit, dasar hidung lebar dan
datar.
2. Thalasemia Minor
- Pucat
- Hitung sel darah merah normal
- Kadar konsentrasi hemoglobin menurun 2 sampai 3 gram/ 100ml di bawah kadar
normal Sel darah merah mikrositik dan hipokromik sedang

F. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening test dan definitive
test.
1. Screening test
Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai gangguan
Thalassemia (Wiwanitkit, 2007).
a) Interpretasi apusan darah
Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada kebanyakkan
Thalassemia kecuali Thalassemia α silent carrier. Pemeriksaan apusan darah rutin
dapat membawa kepada diagnosis Thalassemia tetapi kurang berguna untuk
skrining.
b) Pemeriksaan osmotic fragility (OF)
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit. Secara dasarnya
resistan eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida dikurangkan dikira.
Studi yang dilakukan menemui probabilitas formasi pori-pori pada membran yang
regang bervariasi mengikut order ini: Thalassemia < kontrol < spherositosis
(Wiwanitkit, 2007). Studi OF berkaitan kegunaan sebagai alat diagnostik telah
dilakukan dan berdasarkan satu penelitian di Thailand, sensitivitinya adalah
91.47%, spesifikasi 81.60, false positive rate 18.40% dan false negative
rate 8.53% (Wiwanitkit, 2007).
c) Indeks eritrosit
Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya dapat
mendeteksi mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi nilai diagnostik. Maka
metode matematika dibangunkan (Wiwanitkit, 2007).
d) Model matematika
Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia β berdasarkan parameter
jumlah eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah dipropose seperti 0.01 x MCH
x (MCV)², RDW x MCH x (MCV) ²/Hb x 100, MCV/RBC dan MCH/RBC tetapi
kebanyakkannya digunakan untuk membedakan anemia defisiensi besi dengan
Thalassemia β (Wiwanitkit, 2007).
Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang diperoleh sekiranya
>13 cenderung ke arah defisiensi besi sedangkan <13 mengarah ke Thalassemia
trait. Pada penderita Thalassemia trait kadar MCV rendah, eritrosit meningkat dan
anemia tidak ada ataupun ringan. Pada anemia defisiensi besi pula MCV rendah,
eritrosit normal ke rendah dan anemia adalah gejala lanjut.
2. Definitive test
a) Elektroforesis hemoglobin
Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin di dalam darah.
Pada dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah Hb A1 95-98%, Hb A2 2-3%,
Hb F 0.8-2% (anak di bawah 6 bulan kadar ini tinggi sedangkan neonatus bisa
mencapai 80%). Nilai abnormal bisa digunakan untuk diagnosis Thalassemia
seperti pada Thalassemia minor Hb A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%, Thalassemia Hb
H: Hb A2 <2% dan Thalassemia mayor Hb F 10-90%. Pada negara tropikal
membangun, elektroporesis bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S dan Hb J
(Wiwanitkit, 2007).
b) Kromatografi hemoglobin
Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan Hb C.
Pemeriksaan menggunakan high performance liquid chromatography (HPLC)
pula membolehkan penghitungan aktual Hb A2 meskipun terdapat kehadiran Hb
C atau Hb E. Metode ini berguna untuk diagnosa Thalassemia β karena ia bisa
mengidentifikasi hemoglobin dan variannya serta menghitung konsentrasi dengan
tepat terutama Hb F dan Hb A2 (Wiwanitkit, 2007).
c) Molecular diagnosis
Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam mendiagnosis
Thalassemia. Molecular diagnosis bukan saja dapat menentukan tipe Thalassemia
malah dapat juga menentukan mutasi yang berlaku (Wiwanitkit, 2007).

G. Penatalaksanaan
Penatalaksaan Thalasemia antara lain: (Herdata, 2008)
1. Medikamentosa
- Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar feritin
serum sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar
10-20 kali transfusi darah. Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari
subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5
hari berturut setiap selesai transfusi darah.
- Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan
efek kelasi besi.
- Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
- Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur
sel darah merah.
2. Bedah
a) Splenektomi, dengan indikasi:
- limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan
peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya rupture
- hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau
kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu
tahun.
b) Transplantasi sumsum tulang telah memberi harapan baru bagi penderita
thalasemia dengan lebih dari seribu penderita thalasemia mayor berhasil
tersembuhkan dengan tanpa ditemukannya akumulasi besi dan
hepatosplenomegali. Keberhasilannya lebih berarti pada anak usia dibawah 15
tahun. Seluruh anak anak yang memiliki HLA-spesifik dan cocok dengan saudara
kandungnya di anjurkan untuk melakukan transplantasi ini.
3. Suportif
a) Tranfusi Darah
Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan kedaan ini akan
memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi
besi, dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita.
Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB untuk setiap
kenaikan Hb 1 g/dl.

H. Pencegahan
WHO menganjurkan dua cara pencegahan yakni pemeriksaan kehamilan dan
penapisan (screening) penduduk untuk mencari pembawa sifat Talasemia. Program
itulah yang diharapkan dimasukkan ke program nasional pemerintah. Menurut Hoffbrand
(2005) konseling genetik penting dilakukan bagi pasangan yang berisiko mempunyai
seorang anak yang menderita suatu defek hemoglobin yang berat. Jika seorang wanita
hamil diketahui menderita kelainan hemoglobin, pasangannya harus diperiksa untuk
menentukan apakah dia juga membawa defek. Jika keduanya memperlihatkan adanya
kelainan dan ada resiko suatu defek yang serius pada anak (khususnya Talasemia-β
mayor) maka penting untuk menawarkan penegakkan diagnosis antenatal.
1. Penapisan (Screening)
Ada 2 pendekatan untuk menghindari Talesemia:
a) Karena karier Talasemia β bisa diketahui dengan mudah, penapisan populasi dan
konseling tentang pasangan bisa dilakukan. Bila heterozigot menikah, 1-4 anak
mereka bisa menjadi homozigot atau gabungan heterozigot.
b) Bila ibu heterozigot sudah diketahui sebelum lahir, pasangannya bisa diperiksa
dan bila termasuk karier, pasangan tersebut ditawari diagnosis prenatal dan
terminasi kehamilan pada fetus dengan Talasemia β berat.

Bila populasi tersebut menghendaki pemilihan pasangan, dilakukan penapisan


premarital yang bisa dilakukan di sekolah anak. Penting menyediakan program
konseling verbal maupun tertulis mengenai hasil penapisan Talasemia.

Alternatif lain adalah memeriksa setiap wanita hamil muda berdasarkan ras.
Penapisan yang efektif adalah ukuran eritrosit, bila MCV dan MCH sesuai gambaran
Talasemia, perkiraan kadar HbA2 harus diukur, biasanya meningkat pada Talasemia
β. Bila kadarnya normal, pasien dikirim ke pusat yang bisa menganalisis gen rantai α.
Penting untuk membedakan Talasemia αo(-/αα) dan Talasemia α+(-α/-α), pada kasus
pasien tidak memiliki risiko mendapat keturunan Talesemia αo homozigot. Pada kasus
jarang dimana gambaran darah memperlihatkan Talesemia β heterozigot dengan
HbA2 normal dan gen rantai α utuh, kemungkinannya adalah Talasemia α non delesi
atau Talasemia β dengan HbA2 normal. Kedua hal ini dibedakan dengan sintesis rantai
globin dan analisa DNA. Penting untuk memeriksa Hb elektroforase pada kasus-kasus
ini untuk mencari kemungkinan variasi struktural Hb.

2. Diagnosis Prenatal
Diagnosis prenatal dari berbagai bentuk Talasemia, dapat dilakukan dengan
berbagai cara. Dapat dibuat dengan penelitian sintesis rantai globin pada sampel darah
janin dengan menggunakan fetoscopi saat kehamilan 18-20 minggu, meskipun
pemeriksaan ini sekarang sudah banyak digantikan dengan analisis DNA janin. DNA
diambil dari sampel villi chorion (CVS=corion villus sampling), pada kehamilan 9-12
minggu. Tindakan ini berisiko rendah untuk menimbulkan kematian atau kelainan
pada janin.
Tehnik diagnosis digunakan untuk analisis DNA setelah tehnik CVS, mengalami
perubahan dengan cepat beberapa tahun ini. Diagnosis pertama yang digunakan
oleh Southern Blotting dari DNA janin menggunakan restriction fragment length
polymorphism (RELPs), dikombinasikan dengan analisis linkage atau deteksi
langsung dari mutasi. Yang lebih baru, perkembangan dari polymerase chain
reaction (PCR) untuk mengidentifikasikan mutasi yang merubah lokasi pemutusan
oleh enzim restriksi. Saat ini sudah dimungkinkan untuk mendeteksi berbagai bentuk
α dan β dari Talasemia secara langsung dengan analisis DNA janin. Perkembangan
PCR dikombinasikan dengan kemampuan oligonukleotida untuk mendeteksi mutasi
individual, membuka jalan bermacam pendekatan baru untuk memperbaiki akurasi
dan kecepatan deteksi karier dan diagnosis prenatal. Contohnya diagnosis
menggunakan hibridasi dari ujung oligonukleotida yang diberi label 32P spesifik
untuk memperbesar region gen globin β melalui membran nilon. Sejak sekuensi dari
gen globin β dapat diperbesar lebih 108 kali, waktu hibridasi dapat dibatasi sampai 1
jam dan seluruh prosedur diselesaikan dalam waktu 2 jam.
Terdapat berbagai macam variasi pendekatan PCR pada diagnosis prenatal.
Contohnya, tehnik ARMS (Amplification refractory mutation system), berdasarkan
pengamatan bahwa pada beberapa kasus, oligonukleotida.
Angka kesalahan dari berbagai pendekatan laboratorium saat ini, kurang dari 1%.
Sumber kesalahan antara lain, kontaminasi ibu pada DNA janin, non-paterniti, dan
rekombinasi genetik jika menggunakan RELP linkage analysis.
Menurut Tamam (2009), karena penyakit ini belum ada obatnya, maka pencegahan
dini menjadi hal yang lebih penting dibanding pengobatan. Program pencegahan
Talasemia terdiri dari beberapa strategi, yakni (1) penapisan (skrining) pembawa sifat
Talasemia, (2) konsultasi genetik (genetic counseling), dan (3) diagnosis prenatal.
Skrining pembawa sifat dapat dilakukan secara prospektif dan retrospektif. Secara
prospektif berarti mencari secara aktif pembawa sifat thalassemia langsung dari
populasi diberbagai wilayah, sedangkan secara retrospektif ialah menemukan
pembawa sifat melalui penelusuran keluarga penderita Talasemia (family study).
Kepada pembawa sifat ini diberikan informasi dan nasehat-nasehat tentang
keadaannya dan masa depannya. Suatu program pencegahan yang baik untuk
Talasemia seharusnya mencakup kedua pendekatan tersebut. Program yang optimal
tidak selalu dapat dilaksanakan dengan baik terutama di negara-negara sedang
berkembang, karena pendekatan prospektif memerlukan biaya yang tinggi. Atas dasar
itu harus dibedakan antara usaha program pencegahan di negara berkembang dengan
negara maju. Program pencegahan retrospektif akan lebih mudah dilaksanakan di
negara berkembang daripada program prospektif.
(Tamam, 2009)

I. Komplikasi
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Tranfusi darah yang
berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi,
sehingga di timbun dalam berbagai jarigan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan
lain lain. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa
yang besar mudah ruptur akibat trauma ringan. Kadang kadang thalasemia disertai tanda
hiperspleenisme seperti leukopenia dan trompositopenia. Kematian terutama disebabkan
oleh infeksi dan gagal jantung.
Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah diperiksa
terlebih dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatis, diabetes
melitus dan jantung. Pigmentasi kulit meningkat apabila ada hemosiderosis, karena
peningkatan deposisi melanin (Herdata, 2008).
J. Pathway

Kelainan genetik:
- Gangguan rantai peptida
- Kesalahan letak asam
amino polipeptida

Rantai β dalam molekul Hb

Gangguan eritrosit membawa O2

Kompensator naik pada rantai α

β produksi terus-menerus

Hb defectife

Ketidakseimbangan polipeptida

Eritrosit tidak stabil

Risiko
hemolisis Anemia berat
perdarahan

Suplai O2 kerja berkurang Pembentukan eritrosit


oleh sumsum tulang &
disuply dari tranfusi
Ketidakseimbangan Ketidakefektifan
antara suplai O2 & perfusi jaringan
kebutuhan perifer Fe ?

hemosiderosis
Ketidakseimbangan hemosiderosis
antara suplai O2 &
kebutuhan
Endokrin Hati Jantung Limpa Kulit menjadi
kelabu
Intoleransi aktivitas Keletihan
Risiko Gagal jantung
keterlambatan
Anoreksia perkembangan splenomegali

Ketidakseimbangan Hepatomegali
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

(Wong, 2009)
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Asal keturunan/kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah (mediterania). Seperti
turki, yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri, thalassemia cukup banyak dijumpai
pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.
2. Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat sejak
anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia minor yang gejalanya
lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada umur sekitar 4 – 6 tahun.
3. Riwayat kesehatan anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi lainnya. Hal
ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
4. Pertumbuhan dan perkembangan
Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbuh
kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan yang
bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik
anak adalah kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual,
seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat
mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat
pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
5. Pola makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat badan
anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
6. Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur / istirahat,
karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah.
7. Riwayat kesehatan keluarga
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua yang
menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia, maka
anaknya berisiko menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah
sebenarnya perlu dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit
yang mungkin disebabkan karena keturunan.
8. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core – ANC)
Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor
risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat. Apabila diduga
faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami
oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk memestikan diagnosis, maka ibu segera
dirujuk ke dokter.
9. Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya adalah:
a. Keadaan umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah aanak
seusianya yang normal.
b. Kepala dan bentuk muka
Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu
kepala membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung pesek
tanpa pangkal hidung, jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar.
c. Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan
d. Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman
e. Dada
Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya
pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik
f. Perut
Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan hati (
hepatosplemagali).Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya
kurang dari normal. Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan
dengan anak-anak lain seusianya.
g. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas
Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan
rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat
mencapai tahap adolesense karena adanya anemia kronik.
h. Kulit
Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering mendapat transfusi
darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya penimbunan
zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan berkurangnya
komponen seluler yang menghantarkan oksigen/nutrisi
2. Intoleransi aktifitas b.d tidak seimbangnya kebutuhan dan suplai oksigen
3. Risiko perdarahan
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
5. Keletihan b.d malnutrisi, kondisi sakit
6. Nyeri akut b.d agens cedera biologis
7. Ansietas (orang tua) b.d kurang pengetahuan

C. Intervensi Keperawatan

No DIAGNOSA RENCANA KEPERAWATAN


TUJUAN INTERVENSI
1. Ketidakefektifan NOC: NIC:
perfusi jaringan - Perfusi Jaringan : Monitor Tanda Vital
perifer b.d Perifer Definisi: Mengumpulkan dan
berkurangnya - Status sirkulasi menganalisis sistem kardiovaskuler,
komponen seluler Kriteria Hasil: pernafasan dan suhu untuk
yang Klien menunjukkan menentukan dan mencegah
menghantarkan perfusi jaringan yang komplikasi
oksigen/nutrisi adekuat yang ditunjukkan Aktifitas:
dengan terabanya nadi 1. Monitor tekanan darah , nadi,
perifer, kulit kering dan suhu dan RR tiap 6 jam atau
hangat, keluaran urin sesuai indikasi
adekuat, dan tidak ada 2. Monitor frekuensi dan irama
distres pernafasan. pernapasan
3. Monitor pola pernapasan
abnormal
4. Monitor suhu, warna dan
kelembaban kulit
5. Monitor sianosis perifer

Monitor status neurologi


Definisi: Mengumpulkan dan
menganalisis data pasien untuk
meminimalkan dan mencegah
komplikasi neurologi
Aktifitas:
1. Monitor ukuran, bentuk,
simetrifitas, dan reaktifitas pupil
2. Monitor tingkat kesadaran klien
3. Monitor tingkat orientasi
4. Monitor GCS
5. Monitor respon pasien terhadap
pengobatan
6. Informasikan pada dokter
tentang perubahan kondisi pasien

Manajemen cairan
Definisi: Mempertahankan
keseimbangan cairan dan mencegah
komplikasi akibat kadar cairan yang
abnormal.
Aktifitas:
1. Mencatat intake dan output
cairan
2. Kaji adanya tanda-tanda
dehidrasi (turgor kulit jelek, mata
cekung, dll)
3. Monitor status nutrisi
4. Persiapkan pemberian transfusi (
seperti mengecek darah dengan
identitas pasien, menyiapkan
terpasangnya alat transfusi)
5. Awasi pemberian komponen
darah/transfuse
6. Awasi respon klien selama
pemberian komponen darah
7. Monitor hasil laboratorium
(kadar Hb, Besi serum, angka
trombosit)
2. Intoleransi aktifitas NOC: NIC:
b.d tidak - Konservasi Energi Manajemen energi
seimbangnya - Perawatan Diri: ADL Definisi: Mengatur penggunaan
kebutuhan dan Kriteria Hasil: energi untuk mencegah kelelahan
suplai oksigen Klien dapat melakukan dan mengoptimalkan fungsi
aktifitas yang dianjurkan Aktifitas:
dengan tetap 1. Tentukan keterbatasan aktifitas
mempertahankan tekanan fisik pasien
darah, nadi, dan frekuensi 2. Kaji persepsi pasien tentang
pernafasan dalam rentang penyebab kelelahan yang
normal dialaminya
3. Dorong pengungkapan peraaan
klien tentang adanya kelemahan
fisik
4. Monitor intake nutrisi untuk
meyakinkan sumber energi yang
cukup
5. Konsultasi dengan ahli gizi
tentang cara peningkatan energi
melalui makanan
6. Monitor respon kardiopulmonari
terhadap aktifitas (seperti
takikardi, dispnea, disritmia,
diaporesis, frekuensi pernafasan,
warna kulit, tekanan darah)
7. Monitor pola dan kuantitas tidur
8. Bantu pasien menjadwalkan
istirahat dan aktifitas
9. Monitor respon oksigenasi
pasien selama aktifitas
10. Ajari pasien untuk
mengenali tanda dan gejala
kelelahan sehingga dapat
mengurangi aktifitasnya.

Terapi Oksigen
Definisi: Mengelola pemberian
oksigen dan memonitor
keefektifannya
Aktifitas:
1. Bersihkan mulut, hidung, trakea
bila ada secret
2. Pertahankan kepatenan jalan
nafas
3. Atur alat oksigenasi termasuk
humidifier
4. Monitor aliran oksigen sesuai
program
5. Secara periodik, monitor
ketepatan pemasangan alat
3. Ketidakseimbangan NOC: NIC:
nutrisi kurang dari - Status Nutrisi Manajemen Nutrisi
kebutuhan tubuh - Status Nutrisi: Energi Definisi: Membantu dan atau
b.d anoreksia - Kontrol Berat Badan menyediakan asupan makanan dan
Kriteria Hasil : Klien cairan yang seimbang
menunjukkan Aktifitas:
- Pencapaian berat 1. Tanyakan pada pasien tentang
badan normal yang alergi terhadap makanan
diharapkan 2. Tanyakan makanan kesukaan
pasien
- Berat badan sesuai 3. Kolaborasi dengan ahli gizi
dengan umur dan tentang jumlah kalori dan tipe
tinggi badan nutrisi yang dibutuhkan (TKTP)
- Bebas dari tanda 4. Anjurkan masukan kalori yang
malnutrisi tepat yang sesuai dengan
kebutuhan energi
5. Sajikan diit dalam keadaan
hangat

Monitor Nutrisi
Definisi : Mengumpulkan dan
menganalisis data pasien untuk
mencegah atau meminimalkan
malnutrisi
Aktifitas:
1. Monitor adanya penurunan BB
2. Ciptakan lingkungan nyaman
selama klien makan
3. Jadwalkan pengobatan dan
tindakan, tidak selama jam
makan.
4. Monitor kulit (kering) dan
perubahan pigmentasi
5. Monitor turgor kulit
6. Monitor mual dan muntah
7. Monitor kadar albumin, total
protein, Hb, kadar hematocrit
8. Monitor kadar limfosit dan
elektrolit
9. Monitor pertumbuhan dan
perkembangan.
4. Keletihan NOC: NIC:
b.d malnutrisi, Konservasi Energi
kondisi sakit Manajemen energi
Kriteria Hasil: Klien Definisi: Mengatur penggunaan
menunjukkan energi untuk mencegah kelelahan
- Istirahat dan aktivitas dan mengoptimalkan fungsi
seimbang Aktifitas:
- Mengetahui 1. Tentukan keterbatasan aktifitas
keterbatasanan fisik klien
energinya 2. Kaji persepsi pasien tentang
- Mengubah gaya hidup penyebab kelelahan
sesuai tingkat energi 3. Dorong pengungkapan perasaan
- Memelihara nutrisi tentang kelemahan fisik
yang adekuat 4. Monitor intake nutrisi untuk
- Energi yang cukup meyakinkan sumber energi yang
untuk beraktifitas cukup
5. Konsultasi dengan ahli gizi
tentang cara peningkatan energi
melalui makanan
6. Monitor respon kardiopumonari
terhadap aktifitas (seperti
takikardi, dispnea, disritmia,
diaporesis, frekuensi pernafasan,
wwarna kulit, tekanan darah)
7. Monitor pola dan kuantitas tidur
8. Bantu klien menjadwalkan
istirahat dan aktifitas

Terapi Oksigen
Definisi: Mengelola pemberian
oksigen dan memonitor
keefektifannya
Aktifitas:
1. Bersihkan mulut, hidung, trakea
bila ada secret
2. Pertahankan kepatenan jalan
nafas
3. Atur alat oksigenasi termasuk
humidifier
4. Monitor aliran oksigen sesuai
program
5. Secara periodik, monitor
ketepatan pemasangan alat

Manajemen cairan
Definisi: Mempertahankan
keseimbangan cairan dan mencegah
komplikasi akibat kadar cairan yang
abnormal.
Aktifitas:
1. Persiapkan pemberian transfusi
(seperti mengecek darah dengan
identitas pasien, menyiapkan
terpasangnya alat transfusi)
2. Awasi pemberian
komponen darah/transfuse
3. Awasi respon klien selama
pemberian komponen darah
4. Monitor hasil laboratorium
(kadar Hb, Besi serum)

5. Risiko perdarahan Mencegah/ Aktifitas


meminimalkan terjadinya 1. Monitor tanda-tanda perdarahan
perdarahan dan perubahan tanda vital
2. Monitor hasil laboratoium,
seperti Hb, angka trombosit,
hematokrit, angka eritrosit, dll
3. Gunakan alat-alat yang aman
untuk mencegah
perdarahan (sikat gigi yang
lembut, dll)
(

6. Nyeri akut b.d NOC: NIC:


agens cedera - Mengontrol Nyeri Manajemen nyeri
biologis - Menunjukkan tingkat Definisi : mengurangi nyeri dan
nyeri menurunkan tingkat nyeri yang
Kriteria Hasil: Klien dirasakan pasien.
dapat Aktifitas
- Mengenali faktor 1. Lakukan pengkajian nyeri
penyebab secara komprehensif termasuk
- Mengenali lamanya tingkat nyeri ( dengan “face
(onset ) sakit scale”), lokasi, karakteristik,
- Menggunakan cara durasi, frekuensi, dan faktor
non analgetik untuk presipitasi
mengurangi nyeri 2. Observasi reaksi nonverbal
- Menggunakan dari ketidaknyamanan
analgetik sesuai pasien (misalnya menangis,
kebutuhan meringis, memegangi bagian
tubuh yang nyeri, dll)
3. Gunakan teknik komunikasi
terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
4. Jelaskan pada pasien tentang
nyeri yang dialaminya, seperti
penyebab nyeri, berapa lama
nyeri mungkin akan dirasakan,
metode sederhana untuk
mengalihkan rasa nyeri, dll.
5. Evaluasi bersama pasien dan
tim kesehatan lain tentang
pengalaman nyeri dan
ketidakefektifan kontrol nyeri
pada masa lampau
6. Atur lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
7. Kurangi faktor pencetus nyeri
pada pasien

Pemberian analgetik
Definisi: Penggunaan agen
farmakologi untuk menghentikan
atau mengurangi nyeri.
Aktifitas:
1. Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat.
2. Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis, dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi pada pasien
4. Kolaborasi pemilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya
nyeri, rute pemberian, dan dosis
optimal
5. Monitor tanda vital sebelum
dan sesudah pemberian
analgesic
6. Kolaborasi pemberian
analgesik tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
7. Monitor respon klien terhadap
penggunaan analgetik
7. Ansietas (orang NOC : NIC:
tua) b.d kurang Kontrol Kecemasan Menurunkan cemas
pengetahuan Kriteria Hasil : Definisi: Meminimalkan rasa takut,
- Klien mampu cemas, merasa dalam bahaya atau
mengidentifikasi dan ketidaknyamanan terhadap sumber
mengungkapkan yang tidak diketahui.
gejala cemas Aktifitas:
- Mengidentifikasi, 1. Gunakan pendekatan dengan
mengungkapkan, dan konsep atraumatik care
menunjukkan teknik 2. Jangan memberikan jaminan
untuk mengontrol tentang prognosis penyakit
cemas 3. Jelaskan semua prosedur dan
- Vital sign (TD, nadi, dengarkan keluhan klien
respirasi) dalam batas 4. Pahami harapan pasien dalam
normal situasi stres
- Postur tubuh, ekspresi 5. Temani pasien untuk
wajah, bahasa tubuh, memberikan keamanan dan
dan tingkat aktivitas mengurangi takut
menunjukkan 6. Bersama tim kesehatan, berikan
berkurangnya informasi mengenai diagnosis,
kecemasan. tindakan prognosis
- Menunjukkan 7. Anjurkan keluarga untuk
peningkatan menemani anak dalam
konsentrasi dan pelaksanaan tindakan
akurasi dalam berpikir keperawatan
8. Lakukan massage pada leher
dan punggung, bila perlu
9. Bantu pasien mengenal
penyebab kecemasan
10. Dorong pasien/keluarga untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi tentang
penyakit
11. Instruksikan pasien
menggunakan teknik relaksasi
(sepert tarik napas
dalam, distraksi, dll)
12. Kolaborasi pemberian obat
untuk mengurangi kecemasan
DAFTAR PUSTAKA

Atmakusuma. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Interna Publishing.

Herdata, N, H. 2008. Thalasemia Mayor. Welcome & Joining Pediatric Hematology Oncology
in Indonesia (ebook).

Mitcheel, Kumar dkk. 2009. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit. Jakarta : EGC.

Setianingsih, I. 2008. Kelainan Genetik. In: Abdul Bari Saifuddin. Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo. Edisi 4. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Suriadi, Yuliani, R. 2010. Asuhan Keperawatan pada Anak Edisi 2. Jakarta : CV. Sagung Seto.

Tamam. 2009. Bagaimana Mencegah Penyakit Thalasemia pada Keturunan Kita?. Jakarta :
Rotary International.

Wiwanitkit, V. 2007. Tropical Anemia. Nova Science Publisher, Inc.

Wong, D, dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.


LAPORAN PENDAHULUAN
THALASEMIA

Oleh:
SISCHA WIDI ASTUTI
517061

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TELOGOREJO
SEMARANG
2017

Anda mungkin juga menyukai