Disusun oleh:
Supervisor
Nama/NIM :
Telah menyelesaikan tugas tersebut dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian
Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi dalam Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin,
Makassar.
Supervisor,
Diagnosis ....................................................................................................... 5
Perencanaan ................................................................................................... 5
Tinjauan Pustaka................................................................................................ 6
Definisi .......................................................................................................... 6
Klasifikasi ...................................................................................................... 6
Etiologi .......................................................................................................... 6
Patofisiologi................................................................................................... 7
Manifestasi Klinis.......................................................................................... 9
Pemeriksaan ................................................................................................... 10
Penatalaksanaan ............................................................................................. 14
Data Pasien
Nama : Tn. I
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Tanggal lahir : 25-09-1971 (46 tahun)
Alamat : Pinrang
Pekerjaan : PNS
Ruangan : Lontara 3 Bawah Belakang
No Rekam Medik : 828457
Tanggal Periksa : 3 Januari 2018
Riwayat Penyakit Sekarang : Keluhan ini dialami sejak 3 hari yang lalu. Dialami
secara tiba-tiba saat pasien bangun tidur. Sehari sebelum keluhan muncul pasien sering
mengeluh pusing. Saat kejadian pasien sadar, tidak ada mual dan muntah. 12 jam
sebelum masuk rumah sakit pasien juga mengalami kesulitan dalam berbicara (bicara
pelo).
Pasien merupakan pasien rujukan dari RSUD Lasinrang Pinrang. Tekanan darah pada
saat di rumah sakit 150/100 mmHg. Pasien dirawat di RSUD Lasinrang Pinrang selama
1 hari.
Riwayat Penyakit Dahulu :
o Riwayat Stroke sebelumnya tidak ada
o Riwayat Hipertensi ada sejak 1 tahun yang lalu, berobat teratur
o Riwayat Diabetes Melitus tidak ada
o Riwayat Hiperkolesterolemi ada sejak 1 tahun yang lalu, berobat teratur
o Riwayat penyakit jantung tidak ada
Riwayat Pengobatan :
Mengonsumi obat Hipertensi dan Kolesterol secara teratur
Riwayat Penyakit Keluarga : disangkal
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Compos mentis, Independent transfer, Gait : sulit dinilai, Postur : sulit dinilai
Pemeriksaan Muskuloskeletal
ROM MMT
Cervical
Flexion Full (0-450) 5
Extension Full (0-450) 5
Lateral Flexion Full/Full (0-450) 5/5
Rotation Full/Full (0-600) 5/5
Trunk
Flexion Full (0-800) 5
Extension Full (0-300) 5
Lateral Flexion Full/Full (0-350) 5/5
Rotation Full/Full (0-450) 5/5
Shoulder
Flexion 0/Full (0-1800) 1/5
Extension 0/Full (0-600) 1/5
Abduction 0/Full (0-1800) 1/5
Adduction 0/Full (0-450) 1/5
Ext. Rotation 0/Full (0-700) 1/5
Int. Rotation 0/Full (0-900) 1/5
Elbow
Flexion 0/Full (0-1350) 1/5
Extention 0/Full (135-00) 1/5
Forearm Supination 0/Full (0-900) 1/5
Forearm Pronation 0/Full (0-900) 1/5
Wrist
Flexion 0/Full (0-800) 1/5
Extension 0/Full (0-700) 1/5
Radial Deviation 0/Full (0-200) 1/5
Ulnar Deviation 0/Full (0-350) 1/5
Fingers
Flexion
MCP 0/Full (0-900) 1/5
PIP 0/Full (0-1000) 1/5
DIP 0/Full (0-900) 1/5
Extension 0/Full (0-300) 1/5
Abduction 0/Full (0-200) 1/5
Adduction 0/Full (200-00) 1/5
Thumbs
Flexion
MCP 0/Full (0-900) 1/5
IP 0/Full (0-800) 1/5
Extension 0/Full (0-300) 1/5
Abduction 0/Full (0-700) 1/5
Adduction 0/Full (50-00) 1/5
Opposition 1/5
Hip
Flexion 0/Full (0-1200) 2/5
Extension 0/Full (0-300) 2/5
Abduction 0/Full (0-450) 2/5
Adduction 0/Full (0-200) 2/5
Ext. Rotation 0/Full (0-450) 2/5
Int. Rotation 0/Full (0-450) 2/5
Knee
Flexion 0/Full (0-1350) 2/5
Extension 0/Full (135-00) 2/5
Ankle
Plantar Flexion 0Full (0-200) 2/5
Dorsi Flexion 0/Full (0-500) 2/5
Inversion 0/Full (0-1500) 2/5
Eversion 0/Full (0-350) 2/5
Toes
Flexion
MTP 0/Full (0-300) 2/5
IP 0/Full (0-500) 2/5
Extension 0/Full (0-800) 2/5
Big Toe
Flexion
MTP 0/Full (0-250) 2/5
IP 0/Full (0-250) 2/5
Extension 0/Full (0-800) 2/5
Pemeriksaan Neurologis
disartria
Diagnosis
Diagnosis Fungsional
- Gangguan ADL
- Gangguan bicara
Handicap: Pasien tidak dapat melakukan pekerjaan sebagai pegawai negeri sipil
Perencanaan
FT (setiap hari)
1. Electrical Stimulation AGA/AGB (Dextra)
2. Reedukasi motorik
3. ROM pasif
4. Latihan transfer pasif
5. IRR
OT :
1. Latihan ADL Dasar
2. Resensitasi sensorik
3. ROM pasif digiti/carpal
ST :
1. Stimulasi oralmotor
2. Latihan disartria
3. Latihan ROM lidah
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Stroke adalah sindrom yang disebabkan oleh adanya gangguan peredaran darah otak
(GPDO) yang menimbulkan gangguan fungsional otak berupa defisit neurologik atau kel
umpuhan saraf pusat baik fokal (maupun global) yang berkembang cepat ( dalam detik at
au menit) dan bukan merupakan akibat dari tumor, trauma, maupun infeksi. Gejala- gejal
a tersebut berlangsung lebih dari 24 jam dan dapat menyebabkan kematian.1,2
Stroke merupakan penyebab kecacatan nomor satu di dunia dan penyebab kematian
nomor tiga di dunia. Dari seluruh kejadian stroke, dua pertiganya adalah iskemik dan se
pertiganya adalah hemoragik. Insiden stroke meningkat seiring pertambahan usia.2
2. Klasifikasi
Stroke atau yang dikenal dengan istilah Gangguan Peredaran Darah Otak (GPDO),
merupakan suatu sindrom yang diakibatkan oleh adanya gangguan aliran darah pada sal
ah satu bagian otak yang menimbulkan gangguan fungsional otak.
Stroke disebabkan oleh keadaan ischemic atau proses hemorrhagic yang seringkali
diawali oleh adanya lesi atau perlukaan pada pembuluh darah arteri. Dari seluruh kejadi
an Stroke, 2/3 adalah ischemic dan 1/3 adalah hemorrhagic. Disebut Strokeischemic kar
ena adanya sumbatan pembuluh darah oleh thromboembolic yang mengakibatkan daera
h dibawah sumbatan tersebut mengalami ischemi. Hal ini sangat berbeda dengan stroke
Hemorrhagic yang terjadi akibat adanya mycroaneurisme yang pecah.
4. Patofisiologi
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi di mana saja di dalam arteri-arteri
yang membentuk Sirkulus Willisi (Gambar 1). Secara umum, apabila aliran darah ke ja
ringan otak terputus selama 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaring
an. Perlu diingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah
otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut. Alasannya adalah bahwa mungkin terdapat sir
kulasi kolateral yang memadai ke daerah tersebut.
Proses patologik yang mendasari mungkin salah satu dari berbagai proses yang terj
adi di dalam pembuluh darah yang memperdarahi otak. Patologinya dapat berupa (1) ke
adaan penyakit pada pembuluh itu sendiri, seperti pada aterosklerosis dan trombosis, ro
beknya dinding pembuluh, atau peradangan; (2) berkurangnya perfusi akibat gangguan s
tatus aliran darah, misalnya syok atau hiperviskositas darah; (3) gangguan aliran darah a
kibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakraniu
m; atau (4) ruptur vaskular di dalam jaringan otak atau ruang subaraknoid.7
Suatu stroke mungkin didahului oleh Transient Ischemic Attack (TIA) yang serupa
dengan angina pada serangan jantung. TIA adalah serangan-serangan defisit neurologik
yang mendadak dan singkat akibat iskemia otak fokal yang cenderung membaik dengan
kecepatan dan tingkat penyembuhan bervariasi tetapi biasanya dalam 24 jam.
Embolus akan menyumbat aliran darah dan terjadilah anoksia jaringan otak di ba
gian distal sumbatan. Di samping itu, embolus juga bertindak sebagai iritan yang me
nyebabkan terjadinya vasospasme lokal di segmen di mana embolus berada. Gejala
kliniknya bergantung pada pembuluh darah yang tersumbat. Ketika arteri tersumbat
secara akut oleh trombus atau embolus, maka area sistem saraf pusat (SSP) yang dip
erdarahi akan mengalami infark jika tidak ada perdarahan kolateral yang adekuat. Di
sekitar zona nekrotik sentral, terdapat ‘penumbra iskemik’ yang tetap viabel untuk s
uatu waktu, artinya fungsinya dapat pulih jika aliran darah baik kembali. Iskemia SS
P dapat disertai oleh pembengkakan karena dua alasan: Edema sitotoksik yaitu aku
mulasi air pada sel-sel glia dan neuron yang rusak; Edema vasogenik yaitu akumulas
i cairan ektraselular akibat perombakan sawar darah-otak. Edema otak dapat menye
babkan perburukan klinis yang berat beberapa hari setelah stroke mayor, akibat peni
ngkatan tekanan intrakranial dan kompresi struktur-struktur di sekitarnya8
Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15% sampai 20% dari semua stroke,
dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi
perdarahan ke dalam ruang subarakhnoid atau langsung ke dalam jaringan otak. Seb
agian dari lesi vaskular yang dapat menyebabkan perdarahan subarakhnoid (PSA) a
dalah aneurisma sakular dan malformasi arteriovena (MAV). Mekanisme lain pada
stroke hemoragik adalah pemakaian kokain atau amfetamin, karena zat-zat ini dapat
menyebabkan hipertensi berat dan perdarahan intraserebrum atau subarakhnoid. Pe
rdarahan intraserebrum ke dalam jaringan otak (parenkim) paling sering terjadi akib
at cedera vaskular yang dipicu oleh hipertensi dan ruptur salah satu dari banyak arte
ri kecil yang menembus jauh ke dalam jaringan otak. Biasanya perdarahan di bagia
n dalam jaringan otak menyebabkan defisit neurologik fokal yang cepat dan membu
ruk secara progresif dalam beberapa menit sampai kurang dari 2 jam. Hemiparesis
di sisi yang berlawanan dari letak perdarahan merupakan tanda khas pertama pada k
eterlibatan kapsula interna.
5. Manifestasi Klinis
d. Gangguan peredaran darah batang otak: gangguan saraf kranial seperti disarti,
diplopia, dan vertigo ; gangguan serebral seperti ataksia atau kehilangan
keseimbangan ; atau penurunan kesadaran
e. Infark lakunar atau infark kecil : gangguan murni motorik atau sensorik tanpa
gangguan fungsi luhur.2
6. Pemeriksaan
6.1 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan yaitu :
1) Pemeriksaan tanda vital: pernapasan, nadi, suhu, tekanan darah harus diukur
kanan dan kiri
2) Pemeriksaaan jantung paru
3) Pemeriksaan bruit karotis dan subklavia
4) Pemeriksaan abdomen
5) Pemeriksaan ekstremitas
6) Pemeriksaan neurologis
a. Kesadaran: tingkat kesadaran diukur dengan menggunakan Glassgow
Coma Scale (GCS)
b. Tanda rangsang meningeal: kaku kuduk, tanda Laseque, Kernig, dan
Brudzinski
c. Saraf kranialis: terutama Nn. VII, XII, IX/X, dan saraf kranialis lainnya
d. Motorik: kekuatan, tonus, refleks fisiologis, refleks patologis
e. Sensorik
f. Tanda serebelar: dismetria, disdiadokokinesia, ataksi, nistagmus
g. Pemeriksaan fungsi luhur, terutama fungsi kognitif (bahasa, memori dll)
h. Pada pasien dengan kesadaran menurun, perlu dilakukan pemeriksaan
refleks batang otak:
Pola pernafasan: Cheyne-Stokes, hiperventilasi neurogenik sentral,
apneustik, ataksik
Refleks cahaya (pupil)
Refleks kornea
Refleks muntah
Refleks okulo-sefalik (doll’s eyes phenomenon)4
3.3.Pemeriksaan Radiologi
a. CT Scan
CT Scan otak yang dilakukan beberapa jam pertama setelah infark umumnya
tidak menunjukkan kelainan, dan infark mungkin tidak dapat dilihat dalam 2
4-48 jam. CT scandengan kontras meningkatkan spesifisitas dengan menunju
kkan peningkatan densitas zat kontras pada infark subakut dan dapat menvis
ualisasikan struktur pembuluh darah. Modalitas ini disebut CT Angiografi. P
enyakit carotid dan oklusi vaskular intrakranial mudah dikenali dengan meto
de ini. Pencitraan CT juga sensitif untuk mendeteksi perdarahan subarachnoi
d dan CTAngiografi dapat dengan mudah mengidentifikasi aneurisma intrakr
anial. Karena kecepatan dan ketersediaannya yang luas, CT scan kepala nonk
ontras adalah modalitas pencitraan pilihan pada pasien dengan stroke akut.3
b. MRI
MRI dapat memperlihatkan luas dan lokasi infark di semua area otak, termas
uk fossa posterior dan daerah korteks. MRI juga dapat mengidentifikasi pend
arahan intrakranial dan kelainan lainnya namun kurang sensitif dibandingkan
CT untuk mendeteksi perdarahan akut. MR angiografi sangat sensitif terhad
ap stenosis arteri karotis interna ekstra kranial dan pembuluh darah intrakrani
al yang besar. MRI kurang sensitif terhadap perdarahan akut daripada CT, le
bih mahal, memakan waktu dan kurang tersedia. Namun, MRI lebih jelas me
nentukan tingkat cedera jaringan serta membedakan daerah infark baru dan d
aerah infark lama.3
c. Cerebral Angiography
Cerebral Angiography dengan x-ray konvensional adalah gold standard untu
k mengidentifikasi dan menghitung stenosis aterosklerotik arteri serebral sert
a untuk mengidentifikasi dan melihat karakterisasi patologi lain, termasuk an
eurisma, vasospasme, trombi intraluminal, displasia fibromuskular, fistula ar
teriovenosa, vaskulitis, dan saluran kolateral aliran darah.3
d. Ultrasound technique
Stenosis pada arteri karotid interna dapat diidentifikasi dan diukur secara den
gan ultrasonografi yang menggabungkan gambar B-modeUSG dengan penila
ian ultrasonografi Doppler terhadap kecepatan aliran ("duplex” unltrasound)
. Penilaian transkranial Doppler (TCD) terhadap aliran artei cerebri media, ar
tei cerebri anterior, dan artei cerebri posteriorserta aliran vertebrobasilar juga
berguna. Modalitas ini dapat mendeteksi lesi stenotik di arteri intrakranial b
esar karena lesi semacam itu dapat meningkatkan kecepatan aliran sistolik. S
elanjutnya, TCD dapat membantu trombolisis dan memperbaiki rekanalisasi
arteri besar setelah pemberian rtPA.3
e. Perfusion technique
Kedua teknik xenon (terutama xenon-CT) dan PET dapat mengukur aliran da
rah serebral. Alat ini umumnya digunakan untuk penelitian namun dapat ber
manfaat untuk menentukan signifikansi stenosis arteri dan perencanaan untu
k operasi revaskularisasi. Single-photon emission computed tomography (SP
ECT) danMR perfusion techniquesmemperlihatkan aliran darah serebral relat
if.3
7. Diagnosis Banding
8. Penatalaksanaan
Pertolongan pertama pada pasien stroke akut.
1. Menilai jalan nafas, pernafasan, dan sirkulasi
2. Menjaga jalan nafas agar tetap adekuat
3. Memberikan oksigen bila diperlukan
4. Memposisikan badan dan kepala lebih tinggi (head-and-trunk up) 20-30 derajat
5. Memantau irama jantung
6. Memasang cairan infus salin normal atau ringer laktat (500 ml/12 jam)
7. Mengukur kadar gula darah (finger stick)
8. Memberikan Dekstrose 50% 25 gram intravena (bila hipoglikemia berat)
9. Menilai perkembangan gejala stroke selama perjalanan ke rumah sakit layanan
sekunder
10. Menenangkan penderita4
d. Melakukan aktivitas fisik sedang pada pasien stroke iskemik atau TIA.
Intensitas sedang dapat didefinisikan sebagai aktivitas fisik yang cukup berarti
hingga berkeringat atau meningkatkan denyut jantung 1-3 kali perminggu
c. Kolesterol
d. Trigliserida
e. Jantung
Kriteria Rujukan
Semua pasien stroke setelah ditegakkan diagnosis secara klinis dan diberikan penangana
n awal, segera mungkin harus dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan sekunder yang m
emiliki dokter spesialis saraf, terkait dengan angka kecacatan dan kematian yang tinggi.
Dalam hal ini, perhatian terhadap therapeutic window untuk penatalaksanaan stroke aku
t sangat diutamakan.4
Rehabilitasi
Tujuan program rehabilitasi adalah :
a. Mencegah komplikasi imobilisasi lama seperti kontraktur, ulkus dekubitus,
pneumonia, komplikasi kandung kencing selama fase akut.
b. Mengajari kembali kemampuan melakukan aktifitas hidup sehari-hari seperti
makan, berpakaian, merawat diri, cebok, mandi.
c. Melatih kembali ambulasi atau berjalan
d. Membantu penderita kembali berintegrasi dengan lingkungannya6
a. Fase awal
Selama fase awal, mungkin dalam keadaan koma atau “shock‟, pengobatan ditujuka
n untuk mempertahankan kehidupan dan mencegah komplikasi. Harus dipastikan tidak
ada gangguan jalan nafas dan masalah jantung.Penempatan posisi yang benar penting un
tuk mencegah kontraktur dan ulkus dekubitus.6
Penempatan posisi seperti diatas bertujuan menghindari pola spastik pada stroke.Po
la spastik pada stroke adalah khas yaitu sendi bahu depresi dan endorotasi, sendi siku fle
ksi, pergelangan tangan dan tangan fleksi.Sendi paha, lutut dan pergelangan kaki lurus,
kaki dan jari-jari kaki inversi. Penempatan posisi pada penderita stroke mengikuti pola a
nti spastik yaitu bahu diabduksikan dan eksternal rotasi, siku ekstensi, tangan dan jari-ja
ri ekstensi dan ibu jari dioposisikan.Sendi paha, lutut dan pergelangan kaki ditekuk sedi
kit.6
Latihan pasif terhadap sisi yang paralisis dapat dimulai 2-3 hari pasca serangan bila
penyebabnya adalah stroke infark.Bilap penyebabnya stroke perdarahan maka latihan d
imulai setelah 1 minggu.Latihan pasif ini dapat diajarkan ke keluarga atau penderitanya
sendiri bila sudah sadar.Latihan luas gerak sendi dikerjalan pada seluruh sendi anggota
gerak sisi yang sakit dan dikerjakan sehari 3 kali.Latihan untuk mencegah terjadi kontra
ktur dan kekakuan sendi. Pada saat yang sama otot yang normal dapat dilakukan latihan
penguatan.6
b. Fase Lanjut
Pada fase ini kondisi hemodinamik pasien umumnyasudah stabil.Ketika membaikn
ya kondisi, penderita diajari turun dari tempat tidur. Mula-mula penderita diajari latihan
duduk, rolling, bridging, transfer atau pindah tempat dari tempat tidur ke kursi dan sebal
iknya, dari kursi ke toilet dan sebaliknya, berjalan, naik turun tangga. 6
4) Gerak fungsional dapat dilatih apabila stabilitas batang tubuh sudah tercapai,
yaitu dalam posisi duduk dan berdiri. Stabilitas duduk dibedakan dalam
stabilitas duduk statik dan dinamik. Stabilitas duduk statik tercapai apabila
pasien telah mampu mempertahankan duduk tegak tidak bersandar tanpa
berpegangan dalam kurun waktu tertentu tanpa jatuh/miring ke salah satu sisi.
Stabilitas duduk dinamik tercapai apabila pasien dapat mempertahankan
posisi duduk sementara batang tubuh dorong ke arah depan, belakang, ke sisi
kiri atau kanan dan atau dapat bertahan tanpa jatuh/miring ke salah satu sisi
sementara lengan meraih ke atas, bawah, atau samping untuk suatu aktivitas.
Latihan stabilitas batang tubuh selanjutnya yaitu stabilitas berdiri statik dan
dinamik. Hasil latihan ini memungkinkan pasien mampu melakukan
aktivitas dalam posisi berdiri. Kemampuan fungsional optimal dicapai
apabila pasien juga mampu melakukan aktifitas sambil berjalan. 9
6) Hasil terapi latihan yang diharapkan akan optimal bila ditunjang oleh
kemampuan fungsi kognitif, persepsi dan semua modalitas sensoris yang
utuh. Rehabilitasi fisik dan rehabilitasi fungsi kognitif tidak dapat
dipisahpisahkan. Mengembalikan kemampuan fisik seseorang harus melalui
kemampuan kognitif, karena rehabilitasi pada prinsipnya adalah suatu proses
belajar, yaitu belajar untuk mampu kembali melakukan suatu aktivitas
fungsional dengan segala keterbatasan yang ada. 9
a) Mencegah timbulnya komplikasi akibat tirah baring
Tirah baring lama menyebabkan pasien bertambah lemah, lebih cepat lelah karena
stamina makin rendah, gerak semakin bertambah berat karena semua anggota gerak me
njadi kaku dan timbul komplikasi-komplikasi lain. Selain itu pemulihan fungsional me
mpunyai “periode emas” yang terbatas waktunya; stimulasi yang diberikan pada 3 bulan
pertama akan lebih memberikan hasil dibandingkan fase kronis, dan tentu tidak boleh d
isia-siakan. Pasien harus diberikan motivasi untuk selalu aktif melakukan aktivitas sesua
i dengan kemampuan yang ada. Terapi latihan diprogramkan dengan durasi dan frekuen
si latihan secara bertahap ditingkatkan.
Berbagai komplikasi akibat tirah baring lama dapat timbul setelah stroke
Pemendekan otot atau kontraktur sendi. Bila otot diam pada satu posisi
tertentu dalam waktu lama kelenturannya akan hilang. Otot akan kaku pada
posisi tersebut, sulit dan memerlukan tenaga lebih besar untuk kontraksi
memendek ataupun memanjang Demikian pula berlaku pada sendi, yang akan
menjadi kering dan kaku.
Mencegah spastisitas dan pola gerak sinergis berlebihan. Setelah stroke akan
terbentuk spastisitas dan pola gerak khas yaitu pola sinergis fleksor atau
ekstensor
Pasien memahami tujuan dan hasil yang akan dicapai melalui latihan yang
diberikan. 9
c) Gangguan komunikasi
1) Afasia
Afasia didefinisikan sebagai gangguan untuk memformulasikan dan menginterpret
asikan simbol bahasa. Afasia terjadi sebagai akibat adanya lesi pada mekanisme bahasa
di sistem saraf pusat, umumnya di hemisfer dominan.
Kemampuan berbahasa seseorang dibedakan antara lain:
kemampuan mengekspresikan bahasa verbal (bicara spontan)
menamakan
meniru
5. Ropper AH, Samuels MA, dan Klein JP. 2014. Adams and Victor’s Principles of
Neurology Tenth Edition. McGraw Hill Education