PEMBAHASAN
**4 menit pertama jantung gagal memompakan darah terutama ke otak, maka akan
mengalami kekurang suplai gula darah (utamanya) dan oksigen – otak mengalami
iskemia.
**Lewat dari itu selama 10 menit akan menyebabkan kematian sel otak yang
irreversible.(WAKTU KRITIS)
B. Peralatan
Tidak menggunakan alat-alat.
C. Persiapan Pasien.
• Keluarga diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan.
• Posisi pasien diatur terlentang datar.
• Baju bagian atas pasien di buka.
D. Cara Resusitasi
kita Lakukan Prinsip ABC !!!!
A (Airway) – Jalan napas B (Breathing) – Napasnya C (Circulation) – Denyut nadi
Apa yang dilakukan di A – AIRWAY ???
Periksa jalan napas korban dengan cara :
Membuka mulut korban dengan 2 jari, lihat apakah ada benda asing, lidah yang drop
atau darah. Kemudian taruh tangan penolong diatas jidat dan bawah dagu korban
dan dongakkan kepalanya, hiperfleksi – (Head tilt chin lift), kalau kita curiga ada
fraktur servikal maka pakai model jaw trust. Dan buka jalan napas
Selanjutnya B – BREATHING ???
Cek napas korban selama 10 detik dengan : Look – Feel – Listen (Letakkan pipi
penolong di depan mulut korban, sambil rasakan dan lihat ke arah dada pasien
apakah naik – turun (ekspansinya ada).
Kalau tidak ada napas – berikan mouth to mouth ventilation dengan cara tutup
hidung korban dan berikan napas dua kali dengan jarak antaranya 5 detik, lakukan
sampai terlihat rongga dada pasien ekspansi/naik. Ingat posisi pasien masih
hiperfleksi (head till chin lift). Setelah itu kita periksa denyut nadi di arteri karotis
sebelah kanan – kiri dekat jakun ( 2- 3 jari) selama 10 detik – rasakan.
Melakukan RJP yang baik bukan jaminan penderita akan selamat, tetapi ada hal-hal
yang dapat dipantau untuk menentukan keberhasilan tindakan maupun pemulihan
sistem pada korban diantaranya:
• Saat melakukan pijatan jantung luar suruh seseorang menilai nadi karotis, bila ada
denyut maka berarti tekanan kita cukup baik.
• Gerakan dada terlihat naik turun dengan baik pada saat memberikan bantuan
pernafasan.
• Reaksi pupil / manik mata mungkin akan kembali normal.
• Warna kulit korban akan berangsur-angsur membaik.
• Korban mungkin akan menunjukkan refleks menelan dan bergerak.
• Nadi akan berdenyut kembali.
Keputusan untuk Mengakhiri Upaya Resusitasi
Dalam keadaan darurat, resusitasi dapat diakhiri bila terdapat salah satu dari berikut
ini:
1. Telah timbul kembali sirkulasi dan ventilasi spontan yang efektif.
2. Ada orang lain yang mengambil alih tanggung jawab.
3. Penolong terlalu capai sehingga tidak sanggup meneruskan resusitasi.
4. Pasien dinyatakan mati.
5. Setelah dimulai resusitasi, ternyata kemudian diketahui bahwa pasien berada
dalam stadium terminal suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan atau hampir
dipastikan bahwa fungsi serebral tidak akan pulih, yaitu sesudah ½ – 1 jam terbukti
tidak ada nadi pada normotermia tanpa RJP.
Pasien dinyatakan mati bila:
1. Telah terbukti terjadi kematian batang otak.
Petunjuk terjadinya kematian otak adalah pasien tidak sadar, tidak ada pernapasan
spontan dan refleks muntah, serta terdapat dilatasi pupil yang menetap selama 15-
30 menit atau lebih, kecuali pada pasien hipotermik, di bawah efek barbiturat, atau
dalam anestesi umum
2. Fungsi spontan pernapasan dan jantung telah berhenti secara pasti/ireversibel.
Mati jantung ditandai oleh tidak adanya aktivitas listrik jantung (asistol) selama paling
sedikit 30 menit walaupun dilakukan upaya RJP dan terapi obat yang optimal. Tanda
kematian jantung adalah titik akhir yang lebih baik untuk membuat keputusan
mengakhiri upaya resusitasi.
Indikasi Resusitasi
1. Henti napas (apnu)
Henti napas dapat disebabkan oleh sumbatan jalan napas atau akibat depresi
pernapasan, baik di sentral maupun perifer. Bila terjadi henti napas primer, jantung
dapat terus memompa darah selama beberapa menit selama ada sisa oksigen di
dalam paru yang beredar ke otak dan organ vital lain. Penanganan dini pada pasien
dengan henti napas atau sumbatan jalan napas dapat mencegah henti jantung.
Sumbatan jalan napas dapat dikenali dengan cara berikut ini:
a. Sumbatan jalan napas total
o Aliran udara di mulut atau hidung tidak dapat didengar atau dirasakan.
o Pada gerakan napas spontan terlihat retraksi supraklavikula dan sela iga serta
tidak ada pengembangan dada pada inspirasi.
o Adanya kesulitan inflasi paru dalam usaha memberikan ventilasi buatan.
o Pada bayi, sering ditemui pernapasan paradoksal.
b. Sumbatan jalan napas parsial
o Terdengar suara napas tambahan, yaitu bunyi dengkur (snoring) yang
menandakan sumbatan parsial hipofaring yang disebabkan oleh adanya jaringan
lunak, misalnya jatuhnya dasar lidah, hipertrofi tonsil, dsb. Bunyi lengking (crow¬ing)
yang menandakan laringospasme; bunyi kumur (gargling) yang menandakan adanya
benda asing berupa cairan; dan bunyi bengek (wheezing) yang menandakan
terdapat sumbatan jalan. napas bawah setelah bronkiolus respiratorius.
o Dapat juga disertai retraksi.
Gejala akibat sumbatan jalan napas yang segera dapat diketahui dari keadaan klinis:
o Hiperkarbia, yaitu penunman kesadaran. Dipastikan dengan peninggian PCO2
arteri.
o Hipoksemia, yaitu takikardia, gelisah, berkeringat, atau sianosis. Pada hipoksemia,
terjadinya sianosis tergantung Hb reduksi >5 g% akan terjadi sianosis. Keadaan
hipoksemia dipastikan dengan penurunan PO2 arteri.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Resusitasi jantung paru (RJP) adalah metode untuk mengembalikan fungsi
pernapasan dan sirkulasi pada pasien yang mengalami henti napas dan henti
jantung yang tidak diharapkan mati pada saat itu. Metode ini merupakan kombinasi
pernapasan buatan dan bantuan sirkulasi yang bertujuan mencukupi kebutuhan
oksigen otak dan substrat lain sementara jantung dan paru tidak berfungsi.
3.2 Saran
Resusitasi jantung paru-paru adalah tindakan pertolongan pertama pada orang yang
mengalami henti napas karena sebab-sebab tertentu. RJP bertujuan untuk
membuka kembali jalan napas yang menyempit atau tertutup sama sekali. RJP
sangat dibutuhkan bagi orang yang henti napas tiba-tiba. Maka dari itu Resusitasi
Jantung Paru ini sangat bermanfaat untuk dipelajari.
DAFTAR PUSTAKA