Anda di halaman 1dari 28

Pemeriksaan GCS

Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang


terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadarankesadaran dibedakan
menjadi :
1. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan
sekelilingnya..
2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan
dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),
memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat
pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi,
mampu memberi jawaban verbal.
5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada
respon terhadap nyeri.
6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon
terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek
muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
Pemeriksaan Meningeal Sign
A. Brudzinski I (neck rigidity)
 Memposisikan pasien tidur terlentang dengan kedua tangan dan kaki
diliruskan serta berikan bantal bila ada
 Memutar kepala pasien ke samping kanan kiri serta menoleh ke
kanan kiri apakah ada tahanan untuk mengecek adanya gejala
ekstrapiramidal atau spasme otot selain tanda meningeal
 Memegang kepala penderita dengan tangan kiri dan kanan, kemudian
memfleksikan kepala dagu penderita ke arah sternum/ dada penderita
apakah ada tahanan atau nyeri di leher. Pada kondisi normal dagu
dapat menyentuh dada
 Kaku kuduk (+) : jika dagu tidak dapat menyentuh dada
 Brudzinski (+) : jika bersamaan dengan pemeriksaan kaku kuduk
terlihat fleksi sejenak pada tungkai bawah

B. Brudzinski II (reciprocal sign)


 Memposisikan pasien tidur terlentang dengan kedua tangan dan kaki
diliruskan serta berikan bantal bila ada
 Memfleksikan salah satu kaki lurus pada sendi panggul maksimal
 Brudzinski tungkai II(+) : jika terlihat adanya fleksi kaki
kontralateral (yang tidak mengalami parese)
C. Brudzinski III (cheek sign)
 Memposisikan pasien tidur terlentang dengan kedua tangan dan kaki
diliruskan serta berikan bantal bila ada
 Menekan kadua pipi atau infra orbita pasien dengan kedua tangan
pemeriksa
 Brudzinski III(+) : jika bersamaan dengan pemeriksaan terdapat
fleksi pada kedua lengan
D. Brudzinski IV (syphisis sign)
 Memposisikan pasien tidur terlentang dengan kedua tangan dan kaki
diliruskan serta berikan bantal bila ada
 Menekan tulang pubis penderita dengan tangan pemeriksa
 Brudzinski IV(+) : jika bersamaan dengan pemeriksaan terlihat
fleksi pada kedua tungkai bawah
E. Kernig
 Memposisikan pasien tidur terlentang dengan kedua tangan dan kaki
diluruskan serta berikan bantal bila ada
 Memfleksikan paha pada sendi panggul dan lutut 90 derajat
 Ekstensikan tungkai bawah pada sendi lutut, normalnya dapat
mencapai 135 derajat
 Kernig (+) : jika ada tahanan atau nyeri dan sudut tidak mancapai 135
derajat
Pemeriksaan Saraf Otak
1. N. Olfactorius (I)
Syarat :
a. Jalan nafas bebas, atrofi (-), GCS 456
b. Bahan yang digunakan dikenal penderita, tidak iritatif (misal:
amoniak) dapat merangsang N. V, menimbulkan sekresi
kelenjarhidung buntugangguan pemeriksaan
c. Bahan tidak menimbulkan sensasi lisis (mic:mentol)bisa salah
persepsi
d. Bahan tembakau, kopi, vanilla, the, jeruk, sabun, tembakau
Cara :
Periksa masing-masing hidung terpisah, dengan mata tertutup.
Hidung yang tidak diperiksa, ditutup. Dicurigai abn, periksa dulu.
Kelainan : Anosmia, Foster Kennedy, Hiperosmia, Parosmia,
Kakosmia, Halusinasi Olfactorii
2. N. Opticus (II)
a. Pemeriksaan Tajam Penglihatan
Menggunakan
- snellen eye chart (6 meter) untuk penglihatan jauh (distant
vision) & Rosenbaum pocked eye chart untuk penglihatan
dekat (near vision). Bila tidak bisa dengan Snellen, bisa
digunakan
- Jari-jari tangan (N=1/60 m), lalu
- Lambaian tangan (N=1/300), lalu
- Cahaya lampu (N=1/~). Jika dengan cahaya lampu tidak bisa
maka  buta TOTAL
Kelainan : Blindess
b. Pemeriksaan Lapangan Pandang
Tes Konfrontasi
Nilai normal untuk penglihatan superior 600,penglihatan inferior
750, penglihatan temporal 1000, penglihatan nasal 600
Cara :
Penderita duduk dalam posisi berhadapan dengan pemeriksa pada
jarak 1 meter, masing-masing mata diperiksa secara bergantian.
Mata yang diperiksa ditutup oleh tangan penderita. Saat
pemeriksaan, mata penderita difiksasi dengan menyuruh melihat
kearah hidung pemeriksa, baru pemeriksa memeriksa secara
cermat masing-masing quadran dengan menggunakan ujung
ballpoint yang berwarna
c. Pemeriksaan Warna
Menggunakan tes Ishihara atau benang wool berwarna (mic:
pasien disuruh mengambil benang wool merah ada kumpulan
benang wool berwarna)
Kelaianan : color blindess
d. Pemeriksaan Funduskopi
Pada pemeriksaan ini dapat ditentukan secara kasar adanya :
1. Myipia, hipermetropia atau emetropia
2. Kondisi retina
3. Papil nerve opticus
Cara :
Mata yang diperiksa ditutup dengan tangan pasien, kemudian ia
diminta melihat jauh kedepan. Tangan kiri pemeriksa melakukan
fiksasi dahi, ophtalamoskop dipegang dengan tangan kanan,
kemudian dilakukan penyinaran 150dari nasal
3. N. Occulomotorius, N. Troclear, N. Abducens (III, IV, VI)
Macam-macam pemeriksaan :
a. Pemeriksaan kedua bola mata saat diam
Dilihat apakah bola mata terletak ditengah, bergeser ke lateral dsb
b. Pemeriksaan gerakan bola mata
Diperiksa maisng-maisng mata secara bergantian. Gerakan ke
lateral untuk m. rectus lateralis (N.VI), gerakan ke nasal inferior
untuk m.obliqus superior (N.IV), gerakan ke medial untuk
m.rectus medialis (N.III), gerakan ke nasal superior untuk
m.obliqus inferior (N.III), gerakan ke lateral atas untuk m.rectus
superior (N.III) serta gerakan ke lateral bawah untuk m.rectus
inferior (N.III)
c. Pemeriksaan celah mata (lid margin)
- Reflek cahaya kornea (Kornea light reflex)
Kalau kita arahkan sinar ke retina, ada byanagan putih-putih,
ditengah, tidak akan tertutup lid margin. Kalau tertutup :
ptosis
- Lid margin secara N(2-3mm) menutupi limbus kornea. Kita
cek langsung dengan membuka lid margin & lihat jaraknya.
Kalau limbus terlihat ptosis
d. Pemeriksaan pupil
- Bentuk, lebar & perbedaan lebar
Bilamana ada pupil anisokor, kita bisa membedakan anisokor
karen Horner.s atau kelainan N.III (parasimpatis). Bila
dikenai cahaya pada pupil tersebut, pada Horner’s miosisnya
bertambah, sedangkan bila kondisi dibuat gelap pada kelainan
N.III maka pupil yang berdilatasi makin lebar
- Reflek cahaya langsung dan tidak langsung
Pada sata melakukan pemeriksaan reflex cahaya langsung,
mata yang diperiksa harus ditutup. Mata yang diperiksa
dilakukan penyinaran dengan senter dari arah lateral ke
medial
Reflek langsung pd mata yang disinari  jaras yg ipsilateral
Reflek tidak langsung pd mata yang lainjaras yg decusatio
lewat commisura posterior
- Reflek akomodasi & konvergensi
Pasien kita minta melihat jauh kea rah jari tangan pemeriksa,
kemudian jari pemeriksa mendadak didekatkan ke hidung
pasien dan pasien diminta mengikuti gerakan jari pemeriksa.
Kita lakukan pengamatan pada kedua mata apakah saling
mendekat ke medial (konvergensi posisif) dan kita lihat juga
apakah terjadi pengecilan pada pupil (miosis), menunjukkan
reaksi akomodasi positif. Reflek akomodasi meliputi jaras
dari cortex di lobus occipital ke pretectum
4. N. Trigeminus (V)
a. Sensoris (utama)
Ada 2 yaitu
- Distribusi Perifer (N.V1,V2,V3)
- Distribusi segmental (ONION SHAPE)
Kelaianan yang mengenai segemnatal biasanya Siringobulbi &
terdapat disosiasi sensibilitas (nyeri, suhu & raba)
b. Motorik
- Merapatkan gigikita raba m. masseter & m. temporalis &
bandingkan kanan dan kiri
- Membuka mulut (m. pterygeus externus)  parese : rahang
akan deviasi ke sisi otot yang lesi (patokan:gigi seri)
- Pasien mengegrakan rahang dari sisi ke sisi melawan
tahanan parese n.V satu sisi pasien dapat menggerakan
rahang ke sisi yang parese tapi tidak bisa ke sisi yang sehat
- Menonjolkan rahang & menariknya  deviasi ke sisi yang
parese
- Menggigit tongue spatel kayu dengan gigi geraham (m.
masseter & m. temporalis ) membandingkan kedalaman
bekas gigitan kiri/ kanan
c. Reflek/ sensorik
- Reflek masseter/ jaw reflek/ mandibular reflek
Pemeriksa meletakkan jempol/ telunjuk di tegah dagu pasien
memegang mulut yang terbuka dengan rahang relax, lalu
memukul jempol dengan hammer  respon “menutup rahang
dengan cepat”. Metode lain dengan memukul dagu langsung
atau dengan meletakkan tongue spatel diatas lidah/ dibawah
incisivus, lalu memukul ujungnya
- Reflek kornea (N.V1 ophtalamicus)
Cara : menyentuh cornea bagian atas baik secara langsung
atau menggunakan kapas/ tissue. Rangsangan dilakukan dari
samping atau bawah, agar pasien tidak tahu. Dilakukan bukan
pada sclera.
Respon normal : berkedip ipsilateral (langsung) &
contralateral (consensual)
- Head retraction reflex
Mencondongkan kepala sedikit kedepan, kemudian
melakukan pengetukan pada bibir dibawah hidung. Jika reflex
positif responnya dengan cepat kepala secara involunter ke
belakang
- Nasal, sneeze or sternutatory reflex (N.V1 nasocilliaris),
crosscheck hasil reflek kornea
Cara : menyentuh mukosa hidung dengan kapas, tissue
Respon L hidung berkerut, mata menutup, kadang bersin
5. N. fascialis (VII)
a. Motorik (face)
DIAM : bandingkan apa ada asimetris pada lipatan dahi, sudut
mata, nasolabial & sudut mulut
BERGERAK :
 M. frontalis  gerakan mengangkat alis
 M. corrugators supersili  gerakan mengerutkan dahi
 M. nasalis  gerakan melebarkan cuping hidung diikuti
gerakan kompresi transversal hidung
 M. orbicularis oculi  gerakan menutup mata
 M. orbicularis oris  gerakan mendekatkan & menekankan
kedua bibir
 M. zygomaticus  gerakan tersenyum
 M. bisorius  gerakan meringis
 M. buccinators  gerakan meniup
 M. mentalis  gerakan menarik ujung dagu keatas
 M. platysma  menarikbibir bawah & sudut mulut ke bawah,
atau dengan menurunkan/ menaikkan rahang bawah disertai
mengkerutkan kulit leher mengejan
b. Sensorik daerah telinga luar
Bercampur dengan inervasi N.IX/ X & auricularis magnus
c. Sensorik khusus
- Lakrimasi (tear)  Schirmer test
Menggunakan lakmus warna merah ukuran 5x50 mm. salah
satu ujung kertas dilipat & diselipkan pada conjungtival sac di
catus medial kiri & kanan, kemudian dibiarkan selama 5
menit dengan mata terpejang. Pada kondisi N : lakmus
berubah menjadi biru, sepanjang 20-30 mm. jika perembesan
<20 mm atau tidak ada sama sekali  produksi air mata <<
- Reflex stapedius (hear)  fungsi N. Stapedius
Cara : memasangkan stetoskop pada telinga pasien, kemudian
dilakukan pengetukan lembut diafragma stetoskop atau
dengan menggetarkan garputala 356 Hz didekat stetoskop
Abnormal : hiperakusis (suara lebih keras/ nyeri)
- Pengecapan 2/3 anterior lidah (taste)  fungsi n. Chorda
typnhani
Cara : menggunakan cairam Bomstein
4% glukosa  manis
1% asam sitrat  asam
2,5% sodium khlorisa  asin
0,075% quinine HCL  pahit
Pasien diminta menjulurkan lidah, kemudian lidah
dikeringkan dulu. Dengan menggunakan lidi kapas/ cotton
applicator, bahan tersebut disentuhkan pada 2/3 lidah depan.
Rasa manis pada ujung lidah, asin dan asam pada pinggir
lidah, rasa pahit dibelakang lidah. Pasien mneunjukkan kertas
bertuliskan manis, asam, asin, pahit tentang apa yang
dirasakan. Tiap kali selesai pemeriksaan, pasien berkumur
dulu dengan air hangat kuku, lidah dikeirngkan lagi, baru
dilanjutkan pemeriksaan dengan bahanlain
6. N. vestibulocochlearis (VIII)
1. Pemeriksaan Untuk N. Vestibularis
a. Reflex vestibulospinal (MATA TERTUTUP)
Past pinting : deviasi ektremitas baik karena gangguan
cerebellum atau vestibular
 Finger to nose test, with close eye
Past pointing +, ada gangguan vestibular, deviasi kearah lesi,
karena tiadanya koreksi visual
 Romberg’s test
Membandingkan keseimbangan saat pasien berdiri dengan
mata terbuka dan tertutup.
Vestibulopaty  mata tertutup pasien akan jatuh ke sisi lesi
 Fukuda stepping test
Pasien dengan mata tertutup, ditempatkan diam di satu posisi
selama 1 menit. Pada orang normal, akan terus melangkah
pada arah yang sama.
Vestibulopaty  slowly pivot kea rah lesi
b. Reflek vestibule ocular
Secara normal, arah gerakan mata akan berlawanan dengan
arah gerakan kepala, namun mata tetap mempunyai visual
fiksasi  koneksi nuclei vesibular & oculoomotor N
 Oculocephalic reflex (Doll/s eye test)  pada pasien koma
 Head Thrust  pada pasien sadar
Dengan cepat kepala digerakkan, sementara mata pasien
diminta menatap hidung pemeriksa.
N  mata tetap bisa meliat target
ABN  gerak mata tertinggal dari kepala  saccadic
 Dynamic Visual Aculty
Membandingkan visus sebelum dan sesudah head movement.
Perbedaan lebih dari 3 baris snellen chart  gangguan
vestibular
 Calory test  pada pasien koma
Rangsangan dingin dengan suhu 30 derajat C, sedang hangat
suhu 42 derajat C.
Respon terhadap suhu dingin timbul nistagmus (fase
cepatnya) ke sisi kontralateral rangsangan, bila dengan air
hangat maka nistagmusnya searah rangsangan (COWS=Cold
Opposite Warm Same Side). Bila secara bersamaan kedua
telinga diberi rangsangan dingin, akan timbul nistagmus
kearah bawah, sedang bila diberi air hangat secara bersamaan
timbul nistagmus keatas
NOTE “rangsangan suhu dingin dengan air es hanya
digunakan untuk pasien koma. Bila (+) akan timbul gerakkan
mata ke sisi rangsangan karen akorena tidak ada nistagmus,
sedangkan bila diberi air hangat, akan timbul gerakan mata ke
sisi kontralateral rangsangan
c. Nystagmus
Ada nystagmus spontan dan nystagmus positional (Hallpike
maneuver)
2. Pemeriksaan Untuk N. Cochlearis
a. Tes batas atas-bawah garputala
b. Tes suara bisik
c. Tes Schwabach (f : 512 Hz)
Membandingkan AC pasein dengan AC pemeriksa (asumsi
telinga pemeriksa sehat) pada satu telinga. Garpu tala
dibunyikan, letakkan depan MAE pasien, lalu setalah tidak
terdengar pindahkan ke depan MAE pemeriksa. Bila
pemeriksa
Masih dengar  tuli konduksi
Tidak dengar  tuli presepsi
d. Tes Rinne (f : 512 Hz)
Garputala dibunyikan, allau ditempelkan pada processus
mastoid. Setelah pasein member tanda bahwa bunyi hilang,
lalu secepatnya dipindahkan ke MAE
Pasien dengar  Normal/ Tuli presepsi atau sensorineural
Pasien tidak dengar  tuli konduksi
e. Tes Weber (f : 512 Hz)
Garputala dibunyikan, lalu diletakkan dimidline kepala (dahi,
vertex), dibandingkan antara BC pada kedua telinga.
Normal : suara sama di kedua telinga, lateralisasi –
Konduksi : lateralisasi ke telinga yang sakit
Presepsi : lateralisasi ke telinga yang sehat
f. Audiometric
7. N. glosopharingeus & Vagus (IX X)
Pemeriksaan kedua nervus meliputi :
a. Inspeksi orofaring dalam keadaan istirahat
Dilihat keadaan uvula & arkus faring simetris atau tidak
b. Inspeksi orofaring saat berfonasi
c. Reflex
 Reflek muntah/ batuk
Menekan dinding belakang faring
 Reflek oculo cardiac (Ahner’s ocular phenomon)
Menekan bola mata, responnya bradicardia, tapi pelambatan
tidak lebih 5-8/ menit. Respon inconstant, unstandar,
dipengaruhi emosi
 Reflex carotic-cardiac
Penekanan pada sinus caroticus. Bifurcation carotis. Pada
orang normal, tidak ada perubahan otonom. Pada pasien
rentan (HT) bisa memperlambat HR, turunnya TD penurunan
Cardiac Output, vasodilatasi perifer. Bisa sampai sinkop
 Sensorik khusus : pengecapan 1/3 belakang lidah
 Suara serak/ parau  murni N.X
 Menelan
 Detak jantung & bising usus
8. N. Acesorius (XI)
Pemeriksaan M. Trapezius
 Pasien diminta mengangkat bahu dan tangan dan pemeriksa
menahannya
Pemeriksaan M. Sternocleidoimastoideus
 Pasien diminta memalingkan kepala kearah kanan untuk
memeriksa musculus kiri dengan tangan pemeriksa menahannya,
demikian sebaliknya
9. N. Hipoglosus (XII)
a. Otot lidah diam
 Bila parese kiri, lidah deviasi ke kanan (sisi sehat) pada lidah
yang parese juga tonus menurun3
b. Otot lidah bergerak
 Pasien diminta menjulurkan lidahnya. Bila parese kiri, lidah
deviasi kiri  pada lidah yang parese tidak ada kontraksi
Paresisi central :
 Atrofi –
 Fasikulasi –
Bila paresis cortex akan terjadi kelumpuhan N. XII sisi kanan,
bila dijulurkan lidah deviasi ke kanan
Paresis perifer :
 Atrofi +
 Fasikulasi +
Pemeriksaan Fungsi Bahasa
6 modalitas bahasa
- Bicara spontan
- Pemahaman
- Pengulangan
- Penamaan
- Mambaca
- menulis
a. Afasia motorik (Brocca)
Lesi : Posterior inferior Frontal (PIF)  gyrus frontalis inferior/ area
Broca’s kiri
b. Afasia sensorik (Wernick)
Lesi : regio Posterior Superior Temporal (PST) meliputi area assosiasi
auditory, gyrus angularis & supramarginalis ischemia divisi inferior
MCA
c. Afasia konduksi (leitungsaphasie)
Lesi : gyrus supramarginalis & fasciculus arcuatus kiri (jaras white
matter penghubung wernick’s dan Brocca’s  occlusi emboli cabang
terminal MCA
d. Afasia transcortical
Lesi : daerah perisilvii yang disconnect dari bagian otak lain (infark
watershed)
e. Afasia anomik (amnestik, nominal)
Lesi : lower temporal lobe
f. Afasia global
Lesi : daerah sylvian dan sekitar hemisfer kiri dengan luas lesi 3,9-5,8
cm  occulusii carotis interna/ proximal MCA (hemiplegic +)
Pemeriksaan Motorik
1. Inspeksi/ Observasi
- Lihat adanya atrofi, fasikulasi (LMN sign)
- Lihat ada lateralisasi
a. Ektremitas mana yang lebih aktif
b. Posisi kaki yang parteik lebih jatuh
- Gerakan-gerakan involunter
“Korea, Atetosis, ballismus”
- Tremor, myoklonus, dll
2. Palpasi
- Besar otot
- Konsistensi
- Adanya edema
3. Perkusi
- Otot diperkusi dengan palu normal 1-2 detik kembali
- Myotonia  kontraksi > 2 detik
4. Tonus
- Buat pasien relax dengan diajak ngobrol sambil periksa
maisng-masing otot sesuai arah gerakannya
- Hasil :
a. Hipotoni
-Lesi Cerebelum
-Spinal syok
-Lesi LMN
-Chorea minor
b. Normal
c. Hipertoni
-Clasp knife (UMN)
-Cog Wheel (Parkinson)

Paling baik diperiksanya di radiocarpal joint

-Lead Pipe (Parkinson)

5. Kekuatan otot
5 Dapat melawan tahanan kita
4 Dapat melawan tahanan ringan
3 Dapat melakukan gerakan gaya gravitasi, tapi tidak
dapat melawan tahanan ringan
2 Dapat melakukan gerakan ke samping, tidak dapat
melakukan gerakan melawan grafitasi
1 Bila hanya kontraksi otot (dengan memberikan
rangsangan cubitan pada otot yang diperiksa
0 Plegi  tidak ada gerakan sama sekali
 Otot Ekstremitas Atas
– deltoid (C5-6) n axilaris
– biseps (C5-6) n muskulokutaneus
– triseps(C6-7-8) n. radialis
– brachioradialis (C5-6) n. radialis
– pronator teres (C6-7) n. medianus
– Fleksor carpi ulnaris (C7-8-Th1)n. ulnaris
– Fleksor carpi radialis (C6,7)n. medianus
– interossei (C8-T1) Ulnaris
 Otot Ekstremitas Bawah
– Iliopsoas
– quadriceps femoris
– hamstring
– gluteus maximus
– gluteus medius, minimus
– gastrocnemius
– soleus
– tibialis anterior
– tibialis poterioe

Untuk melihat Hemiparese


Soft Sign
 Digunakan pada hemiparesis ringan yang tak terlihat pada
pemeriksaan kekuatan motorik
– pronation test
– Beevor sign
– Gerakan sekutu
– Tip toe walking
Pronation Test
- Lengan pada posisi supinasi
- Mata terpejam
- Sisi yang paretic akan pronasi
Tip Toe Walking
- Pasien suruh berdiri jinjit satu kaki
- Pada kaki yang paretic tidak akan bisa
6. Gerakan Sekutu
 Gerakan reflektorik dari sisi paretic pada lesi UMN, N gerakan ini –
1. Tangan sehat meremas  tangan paretic ikut
2. Tanda ibu jari Wartenberg, ibu jari menahan, ibu jari paretic
tidak ikut fleksi, normalnya ikut
3. Tanda radialis Strumpel  tanda paretic mengepal +
dorsoektensi, Normal todak
4. Aduksi lengan
5. Aduksi kaki
6. Dari posisi berdiri ke jongkok
7. Dari posisi berdiri ke bungkuk
8. Dari posisi tidur suruh bangun
9. Dari posisi tidur kaki menggantung
Pemeriksaan Sensorik
Tujuan :
- Menetapkana danay gangguan sensoris
- Mengetahui manifestasinya
- Mentapkan polanya
- Menyimpulkan jenis dan lokasi lesi yang mendasari gangguan
sensoris
Syarat :
 Pasien harus sadar, kooperatif dengan kecerdasan yg cukup
 Pemeriksaan hendaknya dapat dilakukan secara santai dan pasien
harus memejamkan mata
 Sebelum melaukan pemeriksaan sensorik, terlebih dahulu
diterangkan kepada pasien, respons apa yang diharapkan dari pasien
(mislanya pada pemeriksaan perasa posisi (propioseptif), respons
yang diharapkan adalah keatas/ kebawah)
 Selalu membandingkan kanan dan kiri
1. Eksteroseptif
a. Rasa raba (spinotalamicus anterior)
Kapas atau bulu
Kelainan  Anastesia
b. Rasa suhu (spinotalamicus lateral)
Tabung reaksi yang berisi air hangat 40-45 derajat C
Tabung reaksi yang dingin 5-10 derajat C
Kelainan  Termanesia
c. Rasa nyeri (spinotalamicus lateral)
Jarum pada hamer/ jarum pentul
Kelainan  Analgesia
Untuk pemeriksaan nyeri dalam dapat dilakukan
-Pijat pada betis pasien
-Pijat tendon Achilles
-Pijat testikel
2. Propioseptif (funikulus dorsalis)
Kelainan  pada tractus funiculus dorsalis
a. Rasa posisi
Menggerakan jari kaki/ tangan pasien keatas, bawah.
Pada awal pemeriksaan kita beritahu dulu pasiennya
apa yang kita lakukan pada jari-jari nya. Setelah
pasien mengerti, penglihatan pasien kita tutup.
Dengan memegang jari (tangan/ kaki) pada permukaan
lateralnya lantas kita gerakkan jari itu keatas, atau
kebawah
b. Rasa getar
Garputala 128 Hz dan 256 Hz
Kita taruh ujung garputala yang telah digetarkan pada
bagian tulang menonjol (sternum, dorsal falang
terakhir dari ibu jari, meleolus, tuberositas tibiae,
spina iliaka anterior superior, falang akhir ibu jari
tangan, epicondylus humeri, olecranon, akromion).
Bila pasien merasa adanya getaran, maka ia katakana
getar.
Bila pasien tidak merasakan adanya getaran maka ia
katakana tidak getar
Kelainan  Palanestesi
3. Enteroseptif (nyeri rujukan/ reffered pain)
Pada daerah yang terasa nyeri, dilakukan penekanan gerakan
aktif, pasif dan gerakkan isometric. Bilamana penderita tidak
merasakan nyeri di tempat yang dilakukan manipulasi
tersebut, maka nyeri rujukan (+)
4. Kombinasi
a. Stereognosis  Asterognosis
Diberikan beberapa benda misalnya kubus, segitiga,
kemudian ditanyakan kepada penderita bentuk benda
yang ada ditangannya apa
b. Barognosis  Baragnosia
Pada tangan penderita diminta untuk memandingkan
beratnya. Misalnya karet dengan besi berat yang mana
c. Graphestesia  Agrafestesia
Dilakukan goresan pada tangan penderita, penderita
diminta untuk menyebutkan apa yang digoreskan
misalnya angka 3 dsb. Apabila pasien tidak dapat
mengenal angka tersebut bisa jadi mungkin terlalu
kecil atau goresan terlalu cepat, maka diulangi lagi
dengan menulis angka yang lebih besar atau dengan
goresan yg tepat
d. Two point tactile combination
Kemampuan untuk merasakan 2 (dua) tusukan pada
tempat yang berbeda pada saat yang sama dengan
mata tertutup )jaraknya bervariasi tergantung
tempatnya) :
Lidah 1 mm
Jaringan tangan bagian ujung 2-7 mm
Dorsum manus 20-30 mm
Daerah dada, lengan bawah dan tungkai bawah 40 mm
Punggung, lengan atas dan paha 7-75 mm
Jari kaki 3-8 mm
Jika didapatkan kelainan pada pemeriksaan,
maka kelainannya pada orteks lobus parietalis
e. Sensory extinction
Pada saat yang bersamaan pada sisi tubuh yang
sepadan misalnya betis kiri dan kanan kita berikan
rangsangan dengan jarum bundle, kemudian kita
tanyakan pada pasien bagian mana yang dia rasakan.
Kalau pasien hanya merasakan satu sisi tubuh saja,
maka pada pasien tersebut disbeut sensory extinction
(+)
f. Loss of body image
Kita tanyakan tangannya ada berapa, kakinya atau
telinganya ada berapa dan seterusnya, pada pasien
dengan loss of body image akan menjawab satu sisi
saja, jadi dia akan menjawab ada satu saja bukan dua.
Karena pada pasien tersebut terdapat neglect/
pengabaian, yaitu pengabaian terhadap salah satu
sisitubuhnya, dia tidak merasakan memiliki tubuh
yang diabaikan
Pemeriksaan Cerebelum & Gait
CATATAN!!!
 Lesi serebellum selalu ipsilateral
 Tidak terkait fiksasi mata beda dengan tabes dorsalis
 sarat pemeriksaan cerebellum tidak ada hemiparesis

Fungsi Cerebelum :
 Koordinasi
a. Disdiadokokinesia

b. Finger to nose

c. Heel to knee test


d. Position test
- Pasien terpejam
- Disuruh menyamakan
kanan dan kiri
- Bila ada gangguan
Cerebellum sulit sm

e. Rebound phenomena

f. Intention tremor
g. Scanning speech
 Tonus
- Pemeriksaan tonus
 Keseimbangan
a. Romberg test
- Pasien berdiri kaki rapat dan amat terpejam
- Akan jatuh ke sisi lesi

b. Tandem walking
- Jalan dengan mengikuti garis lurus
- Akan jatuh ke sisi lesi

 Memori
Pemeriksaan Gait
Pemeriksaan Gait :
A. Normal walk
B. Tip toe walking
C. Heel walking
D. Tandem walking
E. Romberg test
F. Unterberger test
G. Babinski Weil test
Patologik Gait
GAIT PENJELASAN CAUSA
Spastik Pelan, kaku Kortikal bihemisfer
ataxic Tidak teratur, tidak Cerebellar disease
seimbang
Distonik Normal tapi ada Extrapiramidal korea
gerakkan tambahan atetose
mendadak
Hipokinetik Kecil-kecil pelan Parkinson
Sirkumduksi Kaki yang lemah nyeret UMN paretik
Steppage Jalan seperti ayam jago Kelamhan satu tungkai
mic : drop foot
Hyperextended knee Hiperekstensi pada Kelemahan quadtrisep
paha saat jalan
Tredelenburg Pelvis miring ke kaki Hip abductor weak
yang melangkah
Duchene Saat melangkah tubuh Bisa kelemahan
miring ke kaki yang abductor atau koksitis
stabil
Lordotik Saat jalan membungkuk Kelemahan otot pelvis
Pemeriksaan Reflek Fisiologis

a. Refleks Superficial
- Refleks kornea
- Refleks umbilicus
- Refleks cremaster
- Refleks Anal
b. Reflex Deep
- Refleks Biseps
- Refleks Triseps
- Refleks Periostoradialis
- Refleks Periostoulnaris
- Refleks Patella
- Refleks Achilles
- Klonus Patella
- Klonus Kaki

Pemeriksaan Reflek Patologis

a. Extremitas Superior
- Hoffman
- Tromer
- Leri
- meyer
b. Extremitas Inferior
- Babinski
- Chaddock
- Oppenheim
- Gordon
- Scaffer
- Gonad
- Stransky
- Rossolimo
- Mendel-Bechtrew
Tes Provokasi

Sebelum melakukan tes provokasi, kita pastikan nyeri tersebut 


lumbosarcal radiculopathy (HNP, spondylosis) atau gangguan sendi
sacroiliaca. Cara Patrick’s sign & Contrapatrick’s sign

 Patrick’s sign
Pasien dalam keadaan berbaring, maleolus externa/ lateral tungkai
yang diperiksa diletakkan pada patella tungkai yang lain. Kemudian
dilakukan penekanan lutut kebawah.
+  terasa nyeri di sendi sakroiliaca
 Contrapatrick’s sign
Felxi pada sendi lutut, kemudian kerjakan endorotasi serta adduksi,
lalu tekan tungkai tersebut sejenak pada lutut
+  terasa nyeri di sendi sakroiliaca

Hasil tes + penyakit sendi  provokasi pada N. Ischiadicus tidak valid


penilaiannya

Macam-macam tes provokasi

1. Laseque sign
Tungkai pasien diangkat secara perlahan tanpa felxi di lutut, positif
bila <60 terasa sakit menjalar mulai dari pantat sampai ke ujung kaki
Pada HNP satu sisi, Laseq positif pada satu sisi saja, sedang pada
meningeal;s positif pada kedua sisi
2. Crossed Laseq
Flexi sendi paha yang tidak sakit dengan lutut tetap ekstensi
+  bila terasa sakit pada sensi yang sakit
3. Reserve SLR (femoral stresch=ely test)
Pasien posisi telungkup (pronasi), kemudian flexikan lutut maksimal
+  bila terasa nyeri pada punggung menjalar ke sisi yang sakit
4. Sigard’s sign
Seperti Laseq, disertai dorsoflexi ibu jari kaki
+  bila terasa nyeri sepanjang ischiadicus
5. Baragard’s sign
Seperti Laseq, disertai dorsoflexi kaki
+  bila terasa nyeri sepanjang ischiadicus
6. Minor’s sign
Pasien pada posisi duduk diminta berdiri. Pada saat berdiri, pasien
memflexikan tungkia yang sakit, sambil satu tangannya memegang
pinggangnya yang sakit
7. Neri’s sign
Pasien berdiri lurus, bila diminta membungkuk ke depan, tungkai
yang sakit akan ditekuk
8. Sciatic tension test
Seperti Laseq, setelah timbul nyeri dilakukan flexi pada sensi lutut
kira-kira 20, kemudian dilakukan lagi felxi pada sendi paha sehingga
timbul nyeri lagi. Penekanan pada fossa poplitea pada saat ini akan
menimbulkan nyari yang hebat pd daerah sepanjang perjalanan n.
ischiadicus
9. Chin test maneveur
Felxi pasif pada leher sehingga dagu mengenai dada, akan terjadi
tarikan pada akr saraf, terutama thoracal bawah dan lumbal atas
terasa nyeri
10. Vietas & naffziger test
Pasien dalam posisi tegak dilakukan penekanan pada vena jugularis
dengan tangan (Viets), tekanan dipertahankan sampai pasien
mengeluh kepala terasa berat/ minimal 2 menit. Penekanan bisa
dengan manset sfigmomanometer sebesar 40 mmHg selama 10 menit
(Naffiger). Akan terasa nyeri radikuler pada akar saraf yang sakit
11. Valsava test
Pada saat duduk pasien diminta mengejan, positif bila terdapat nyeri
sepanjang N. Ischiadicus
12. Door bell sign
Perkusi dengan hammer pada daerah lumbal bawah akan
menyebabkan nyeri pada paha & tungkai (biasanya didaerah betis).
Tes ini diibaratkan kalau kita menekan tombol bel, bunyi akan
muncul di tempat yang jauh
13. Bonnet’s sign (piriformis sign)
Seperti Laseq, disertai adduksi & rotasi internal pada tungkai, akan
nyeri sepnajang N. Ischiadicus
14. Spurling’s sign
Modifikasi Laseq, dengan flexi paha sampai pada sudut mendekati
nyeri, kemudian dilanjutkan flexi pada leher, akan timbul nyeri
sepanjang N. Ischiadicus
15. O’Connel;s test
Kedua paha diflexikan secara bersama-sama seperti Laseq sampai
pada sudut timbul nyeri. Kemudian tungkai yang normal diturunkan
ke tempat tidur, terjadi eksaserbasi nyeri yang kadang disertai
parestesia
16. Kemp test
Pasien berdiri diminta melakukan gerakan lateroflexi tulang
punggung (dalam ektensif). Positif bila terasa nyeri radikuler di sisi
tubuh lateroflexi. Pada pasien HNP gerakan rotasi masih dapat
dilakukan dengan baik

Anda mungkin juga menyukai