Anda di halaman 1dari 23

4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rasa cemas dan takut

Rasa cemas dan takut dalam perawatan gigi pada anak – anak telah
dikenali sebagai sumber masalah kesehatan yang serius. Rasa takut biasanya
dirangsang oleh stimulus spesifik yang nyata atau objek tertentu, sedangkan rasa
cemas timbul dari dalam psikis pasien sebagai antisipasi terhadap tekanan yang
tidak terdefinisikan dan tidak nyata. Kecemasan sangat berhubungan erat dengan
rasa takut. Rasa takut dan cemas dapat membuat anak-anak menjadi sulit untuk
dirawat dan penurunan ambang rasa sakit.10
Takut merupakan bentuk konkrit, yang memiliki latar belakang yang jelas,
dan dapat diekspresikan melalui kata-kata apa yang ditakutkan. Fischer
menyatakan bahwa rasa takut ialah emosi yang timbul dalam situasi stress dan
ketidakpastian serta dapat memberikan rasa terancam bagi orang yang
mengalaminya. Reaksi dari perasaan tersebut ialah melawan atau menjauhi situasi
tersebut sebagai antisipasi rasa sakit atau keadaan bahaya. Dalam hal emosi takut
ini seseorang dapat mengenali apa yang menyebabkan rasa takut dan tahu apa
yang ditakuti. Anak mengenal rasa takut sebagai pengalaman yang tiba – tiba.6, 10,
11

Kecemasan terkadang disebut sebagai suatu ketakutan yang tidak jelas,


bersifat panjang/meluas (diffuse) dan tidak berkaitan terhadap ancaman spesifik
tertentu. Kecemasan tampak dihasilkan oleh ancaman internal, perasaan yang
tidak baik; berbeda dengan perasaan takut yang memiliki objek eksternal atau apa
yang dilihat pasien sebagai suatu bahaya. Oleh sebab itu, perasaan cemas lebih
sulit diatasi dibandingkan perasaan takut.10

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Universitas Indonesia


5

FEAR ANXIETY

Ada objeknya Tidak ada objek


Gambar 2.1 : Ilustrasi perbedaan rasa takut dan cemas. Rasa takut konkrit, sedangkan rasa cemas
difus.

Sumber : Koch G, Modeer T, Poulsen S, Rasmussen P. Pedodontics - A Clinical Approach.


1st ed. Copenhagen: Munksgaard 1991. hal. 72

2.2. Rasa cemas dan takut terhadap perawatan dental

Kecemasan dental adalah hal yang penting karena merupakan komponen


utama yang menyulitkan pasien di dalam praktik dokter gigi. Kecemasan dental
lebih spesifik dibandingkan kecemasan umum. Rasa cemas terhadap perawatan
gigi didefinisikan sebagai suatu sifat kecemasan yang khusus pada situasi tertentu,
yaitu kecenderungan merasa cemas saat perawatan gigi.12
Rasa cemas dan takut merupakan akibat dari adanya rasa sakit. Beberapa
rasa takut bisa terjadi secara alamiah, namun kebanyakan merupakan akibat
setelah terjadi rasa sakit. Sedangkan kecemasan selalu merupakan pengalaman
yang berasal dari akibat langsung rasa sakit atau turunan dari adanya rasa takut.6
Tiga penelitian yang dilakukan oleh Wright dan Alpern (1971), Wright, Alpern
dan Leake (1973), Bailey, Tailor, dan Talbot (1973) menunjukkan bahwa rasa
sakit yang timbul dari prosedur medis memiliki pengaruh buruk bagi perilaku
anak dalam lingkungan dental. Rasa sakit itulah yang menyebabkan perilaku
negatif seseorang dalam lingkungan dental.
Penelitian terakhir menyatakan bahwa rasa takut pada sakit secara fisik
banyak terjadi pada anak – anak. Rasa takut dapat memicu rasa sakit yang besar
dan pengurangan ambang toleransi (Barber, 1960; Lynn dan Eyesenck, 1961;
Lang, 1966; Lazarus, 1966). Ketakutan dental dini membentuk perilaku pasien
saat dewasa.13 Menurut Friedson dan Feldman, 9% dari orang yang tidak

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Universitas Indonesia


6

menggunakan jasa perawatan gigi secara teratur mengindikasikan keterkaitan


yang kuat dengan rasa takut dengan dokter gigi, takut sakit.14

Rasa sakit Primer

Rasa takut Primer atau Sekunder

Rasa cemas Selalu sekunder

Gambar 2.2 : Segitiga hubungan rasa sakit dengan rasa takut dan cemas

Sumber : Mark HS. The genesis of fear and anxiety in young dental patients. Journal of
dentistry for children. July - august 1978. p 51.

Beberapa psikolog berpendapat bahwa kehadiran cemas dapat diketahui


dari cara orang tersebut bertindak. Ini dapat dilihat saat pasien menghindari
kunjungan ke dokter gigi atau tidak membiarkan dokter gigi menggunakan
instrumen dental.4
Menurut beberapa psikolog, rasa cemas dan takut merupakan suatu
kesatuan yang tidak terpisahkan karena dalam situasi praktek dental yang
sesungguhnya pasien mengalami rasa takut yang bersifat objektif dan subjektif
atau yang dikenal dengan rasa takut dan rasa cemas.4, 15
Sumber lain juga
menegaskan bahwa secara jelas pada situasi dental, ketakutan dan kecemasan
saling terkait mengingat pasien dihadapkan pada ancaman yang “nyata” dan
“imaginasi” yang kemudian bereaksi dengan derajat kecemasan yang berbeda-
beda.15 Contoh, seseorang dapat merasa cemas terhadap kunjungan ke dokter gigi
dan secara spesifik merasa takut terhadap ekstraksi.10
Sehubungan dengan perawatan gigi, beberapa sumber dari rasa takut dan
cemas yang dialami pasien antara lain: suara dari alat bor, orang “asing”,
lingkungan atau benda yang belum dikenal serta rasa sakit dan orang –orang yang
diasosiasikan dengan rasa sakit itu sendiri.11

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Universitas Indonesia


7

Terhadap rasa takut dan cemas ini setiap orang memiliki bentuk – bentuk
pernyataan dari ke 2 perasaan ini. Pada pasien anak, bentuk pernyataan ini jelas
dan mudah tampil sedangkan pada orang dewasa mereka cenderung mentolerir
simptom ini dan berusaha mencari jalan keluar dengan cara mengingkari, giat
berusaha mengatasi atau mengalihkan diri.11
Rasa cemas memiliki 3 komponen yaitu : sisi kognitif, sensasi fisiologis
atau somatik, serta reaksi (tingkah laku). Sisi kognitif yaitu bagaimana perubahan
yang terjadi dalam proses berpikir. Contohnya : rasa khawatir, gelisah, berpikir
berlebihan, sedikit berfirasat, gangguan konsentrasi. Kemudian komponen
somatik misalnya denyut jantung meningkat, berdebar – debar, tekanan darah
meningkat, berkeringat, kekakuan anggota badan, sesak napas, sakit perut, dan
buang – buang air. Komponen yang ketiga yaitu reaksi. Contohnya : menghindar
(menunda perjanjian atau meminta semua perawatan dilakukan pada satu kali
kunjungan) dan menghindari situasi yang membangkitkan kecemasan.16
Seorang anak dengan kecemasan dan ketakutan dental memperlihatkan
situasi yang menantang untuk dokter gigi. Levy dan Domoto mengungkapkan
bahwa dokter gigi menganggap perilaku anak cemas yang mengacaukan
merupakan problematik utama yang dihadapi di klinik. Raadal dkk melaporkan
penelitian terhadap 895 anak di Amerika Serikat umur 5-11 tahun, 19,5 % anak
memiliki tingkat kecemasan dental yang tinggi. Dari kelompok usia 14-21,
ditemukan 23% memiliki kecemasan dental yang ekstrim.14
Studi prevalensi tentang kecemasan dan ketakutan dental juga sudah
dilakukan di Eropa. Pada penelitian di negara Finlandia terhadap anak usia 7-10
tahun sebesar 6% menderita kecemasan dental. Sedangkan usia 12-13 tahun
sebesar 21%. Di Norwegia, pada anak usia 10-13 tahun ditemukan 3,8%
menderita kecemasan dental. Sedangkan pada usia 18 tahun sebesar 19%.17
Ketidakmampuan untuk merawat anak dengan kecemasan dental menjadi
perhatian kesehatan publik yang penting diketahui komunitas dental. Penelitian
Corah mengungkap ¾ dokter gigi yang disurvei melaporkan kecemasan dental
pasien adalah halangan terbesar untuk perawatan dental yang rutin. Jika
kecemasan dental tidak dikurangi pada awal perawatan dental anak, maka
perasaan cemas akan bertumbuh dan menjadi penghancur bagi si anak.14

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Universitas Indonesia


8

Weiner dan Sheehan (1990) mengklasifikasikan dentally anxious


individuals menjadi 2 kelompok, yaitu: eksogen bila kecemasan dental yang
timbul merupakan hasil pengkondisian melalui pengalaman traumatik dental atau
pengalaman orang lain. Pasien anak cenderung masuk ke dalam kategori ini.7
Berikutnya endogen bila kecemasan berasal terjadi akibat suatu kelainan (anxiety
disorders), yang ditandai dengan keadaan anxiety pada umumnya, beberapa
ketakutan berlebih, dan kelainan emosi (mood).
Anak memiliki reaksi yang berbeda – beda dalam menghadapi rasa takut
dan cemas dental. Faktor-faktor yang menentukan bagaimana anak akan bereaksi
terhadap rasa takut dan cemas yaitu : pertama, derajat ketakutan (the degree of
fear), bergantung pada bagaimana anak merasakan suatu situasi dihubungkan
dengan pengalamannya sendiri dan lingkungannya, apakah anak merasa aman,
dikelilingi orang yang dipercayainya atau tidak. Kedua, kemampuan mengatasi
ketakutan berhubungan dengan kedewasaan anak dan kepribadiannya. Ketiga
motivasi atau dorongan untuk mengatasi ketakutan berhubungan dengan tuntutan
disekitarnya, kebiasaan anak dan semuanya ini dipengaruhi oleh kunjungan
dental.

2.2.1. Etiologi Kecemasan Dental

Faktor etiologi dari rasa cemas takut dental dapat dibagi menjadi 3
kelompok besar, yaitu: Faktor personal yang terdiri dari usia, rasa takut cemas
secara umum dan temperament. Faktor eksternal yang terdiri dari kecemasan dan
ketakutan orang tua, situasi sosial dalam keluarga, latar belakang etnik keluarga,
serta pola asuh dan peran anak di lingkungan sosial. Ketiga ialah faktor dental
yang terdiri dari rasa sakit dan tim dental.17
Ketiga faktor tersebut terkait dengan suatu variabel penting yaitu waktu.
Pasien anak yang kita lihat hari ini akan menjadi pasien dewasa yang kita lihat
esok hari. Melalui penelitian sebelumnya tentang adult odontophobia, kita
mengetahui bahwa pasien dewasa sering mengidentifikasikan masalahnya berasal
dari pengalaman yang buruk dari perawatan dental di masa lalunya. Saat dimana
kecemasan dental awal dan masalah perilaku bertemu akan menyebabkan

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Universitas Indonesia


9

penghindaran terhadap perawatan dental, ada risiko yang besar masuknya


lingkaran setan menuju odontophobia dan buruknya kesehatan dental (gbr 2.3.).
Pencegahan terjadinya evolusi yang buruk ialah tugas utama pediatric dentist. 17

Faktor Personal

Faktor Dental Faktor Eksternal

Perasaan malu Kecemasan dental, masalah Penghindaran


management perilaku

Rusaknya Kelegaan sementara,


Kesehatan gigi dan Berkurangnya
mulu, rasa nyeri kecemasan

Gambar 2.3 : Etiologi terjadinya kecemasan/ ketakutan dental dan masalah perilaku.

Sumber : Koch G, Poulsen S. Behaviour management problems in children and


adolescents. In: Klingberg G, Raadal M, eds. Pediatric dentistry- a clinical
approach. 1st ed. Oxford: Blackwell Munksgaard 2003. p.56.

Faktor etiologi yang berada pada siklus atas dapat dibagi menjadi 3
kelompok utama : faktor personal, faktor eksternal, dan faktor dental. Akibat yang
ditimbulkan dan besarnya tingkat faktor tersebut sangat bergantung pada usia
anak. Jika kecemasan dental dan masalah perilaku mengarah kepada penghindaran
perawatan dental, ada risiko masuknya lingkaran setan ini. Jika perawatan yang
tepat untuk mengurangi kecemasan dental tidak segera dilakukan, siklus akan
segera terjadi bersamaan dengan waktu, seperti diperlihatkan pada siklus bawah.

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Universitas Indonesia


10

2.2.1.1. Faktor personal

Prevalensi derajat kecemasan dental yang telah dikemukakan bervariasi


pada setiap survei. Hal ini disebabkan karena : perbedaan kriteria untuk definisi
kecemasan dental atau masalah perilaku, perbedaan ukuran sampel dan teknik
seleksi sampel, perbedaan usia, perbedaan budaya sampai perbedaan sistem
perawatan gigi di negara masing – masing.
Walaupun demikian, 1 faktor yang pasti dalam menjelaskan kecemasan
dental dan masalah perilaku, yaitu usia dari anak. Baik kecemasan/ ketakutan
dental serta masalah perilaku umum pada anak kecil, merefleksikan pengaruh
perkembangan psikologi anak dalam kemampuannya menghadapi perawatan
dental. Anak kecil akan merasakan dan mengerti situasi dental berbeda dengan
anak yang lebih tua. Alasan utamanya ialah proses memahami dan motivasi untuk
taat terhadap perawatan dental memerlukan kesiapan anak. Misalnya untuk
berbaring tanpa bergerak, untuk mentolerir ketidaknyamanan, rasa yang aneh,
bahkan rasa sakit dan dan semuanya berada pada lingkungan asing dengan orang
– orang aneh.17
Semua anak melalui periode perkembangan kedegilan sering bertepatan
dengan krisis yang dialami anak saat fase berbeda dalam perkembangan sosial
emosional. Hal ini memang normal namun periode pencobaan ini ditandai dengan
masalah perilaku dalam situasi perawatan dental. Orang tua umumnya
mendeskripsikan perubahan tiba- tiba dari suasana hati anak, dari penurut menjadi
keras kepala. Ini adalah periode peralihan yang berlalu dalam 1 minggu atau
sebulan dua bulan. Ketakutan terhadap medis, ketakutan terhadap hal yang tidak
diketahui, dan takut akan luka telah diasosiasikan dengan kecemasan/ ketakutan
dental.17 Penelitian lebih lanjut mengungkap bahwa usia 6-7 tahun ialah periode
dimana ditemukan kecemasan dental tertinggi. Herbertt dan Innes menemukan
anak dari umur 8-9 tahun paling banyak mengalami kecemasan dental dan paling
tidak kooperatif selama perawatan dental. Anak di antara umur 4-14 melaporkan
ketakutan spesifik dari dokter gigi, dengan peringkat tertinggi ialah takut dicekik
diikuti dengan ketakutan terhadap injeksi dan pengeburan.14

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Universitas Indonesia


11

Winner mengemukakan pendapat berbeda (1982). Ia menyimpulkan


bahwa ada indikasi bertambahnya ketakutan dental anak seiring meningkatnya
usia, khususnya setelah usia 7-8 tahun. Kemudian naik secara signifikan pada usia
9-12 tahun. Ia menyatakan hal ini berkaitan dengan perkembangan fisiologis dan
psikologis. Selain itu, anak yang lebih tua tentunya memiliki risiko yang lebih
besar untuk menerima perawatan restoratif yang lebih ekstensif dibandingkan
anak yang masih muda. Hal ini didukung oleh penelitian Bauer (1976). Ia
melaporkan kenaikan frekuensi rasa takut termasuk luka tubuh dan bahaya fisik
mulai dari anak taman kanak – kanak hingga anak kelas 2 dan kemudian anak
kelas 6. Ollendick, Matson, dan Helsel (1985) menemukan tingginya angka takut
akan bahaya pada remaja dibandingkan anak yang lebih muda.18 Oleh karena itu,
tampak bahwa anak yang lebih tua merasakan dan memproses pengalaman dental
berbeda dengan anak yang lebih muda.19
Temperamen ialah kualitas emosional personal bawaaan yang cenderung
stabil. Temperamen juga dipercaya merupakan pengaruh genetik. Kecenderungan
dari temperamen ialah sifat malu, yang ditemukan pada 10% populasi anak.
Dikarakteristikan dengan kecenderungan sulit beradaptasi dalam situasi baru. Hal
ini tampak jelas saat bertemu orang asing. Pada situasi ini, anak yang pemalu
dihalangi atau bahkan canggung, dengan perasaan ketegangan dan sedih serta
cenderung keluar dari interaksi sosial. Anak ini memerlukan waktu untuk
beradaptasi dengan situasi. Kecenderungan temprament lain ialah emosi negatif
seperti menangis, takut, marah dan temper tantrum. Dua kecenderungan
temperamen ialah malu dan emosi negatif telah diasosiasikan dengan rasa cemas
dan takut terhadap perawatan dental.17
Faktor lain seperti jenis kelamin juga turut berperan dalam tingkat
kecemasan dental. Anak perempuan memiliki tingkat kecemasan dental yang
lebih tinggi dibandingkan laki – laki.18

2.2.1.2. Faktor eksternal

Situasi sosial anak sangatlah penting. Masalah rasa takut dental dilaporkan
banyak terjadi pada masyarakat immigrant. Kelompok dengan status sosial

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Universitas Indonesia


12

ekonomi rendah memperlihatkan tingginya prevalensi kecemasan dental dan


masalah perilaku.17
Faktor eksternal lain yang menentukan, yakni : Pertama, sikap orang tua
terhadap perawatan dental. Rasa cemas dental orangtua dapat mempengaruhi
kecemasan dental pada anak – anak. Orang tua yang takut sering mencampuri
perawatan dental anaknya, sebagai contoh dengan menanyakan keperluan untuk
injeksi atau perawatan restoratif. Pada saat itulah, orangtua yang takut pada
perawatan dental dapat menjadi model yang hidup dan kuat bagi kecemasan
dental anaknya. Studi di antara pasien odontophobics yang dilakukan Berggren,
Meynert dan Moore melaporkan bahwa perilaku negatif keluarga terhadap
perawatan dental menjadi alasan umum berkembangnya odontophobia.17 Jadi,
orang tua dengan kecemasan terhadap perawatan dental cenderung memiiki anak
yang cemas pula.17, 20
Kedua, pengalaman medis dan dental pada anak. Anak yang tidak
kooperatif atau cemas selama kunjungan dental terkait dengan pengalaman yang
traumatik atau prosedur dental yang menyakitkan di masa lalu. Namun, tidak
semua pasien yang mendapat nyeri atau rasa sakit selama perawatan dental
menjadi cemas. Bernstein dan koleganya menemukan bahwa kunci penting dari
perkembangan kecemasan dental ialah dokter gigi. Pada penelitian yang
dilakukannya terhadap mahasiswa, baik dengan rasa takut yang tinggi maupun
rendah terhadap perawatan dental dan diperiksa dengan pertanyaan esai terkait
pengalaman kanak – kananknya terhadap prosedur dental. Pada kelompok dengan
tingkat ketakutan tinggi 42% mengalami rasa sakit selama kunjungan namun
banyak dari mereka melaporkan bahwa dokter giginya bersikap dingin, tidak
perhatian dan deskripsi negatif serupa lainnya. Hanya 17% kelompok dengan
tingkat ketakutan rendah mengalami rasa sakit juga tetapi untuk kelompok ini,
mereka merasakan bahwa dokter giginya teliti, perhatian, ramah. Ini menunjukkan
bahwa pendekatan empatik dapat mengatasi efek rasa sakit jangka panjang.20
Pengalaman medis sebelumnya yang tidak menyenangkan juga dapat
mempengaruhi kemampuan anak untuk mendapatkan perawatan dental.
Bagaimanapun, yang menentukan ialah kualitas emosi dari peristiwa bukan
jumlah kunjungan.20

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Universitas Indonesia


13

Ketiga, pengalaman dental dari teman dan saudara kandung. (vicarious


learning). Banyak dari orang yang belum mendapatkan perawatan dental tapi
merasa cemas. Hal ini disebabkan anak mendapatkan dental fear melalui
pembelajaran sosial dari saudara kandung, kenalan, dan teman. Contoh : banyak
anak dan orang dewasa yang tidak pernah menerima injeksi lokal namun
menganggapnya sakit. Anak dapat belajar dari cerita teman sebayanya yang
“dibesar - besarkan” tetapi juga merefleksikan kecemasan dental orang tuanya.17,
20

Keempat, jenis persiapan yang dilakukan di rumah sebelum pertemuan


dental. Kemudian yang kelima ialah persepsi anak sendiri bahwa ada sesuatu
yang tidak benar dengan giginya. Anak yang datang ke dokter gigi untuk pertama
kalinya dan tahu bahwa mereka memiliki masalah dental, maka mereka akan
cenderung bersikap buruk. Rasa takut akan mendapatkan sakit sangatlah umum
ditemukan pada anak dan merupakan faktor penting.20

2.2.1.3. Faktor dental

Salah satu penyebab kecemasan dental dan masalah perilaku saat


perawatan gigi ialah rasa sakit yang ditimbulkan dari perawatan. Rasa sakit
didefinisikan sebagai pengalaman tidak menyenangkan yang disebabkan karena
kerusakan jaringan atau oleh ancaman kerusakan itu. Penting untuk mengetahui
bahwa sensasi tidak harus disebabkan oleh kerusakan jaringan, tetapi juga oleh
kondisi stimuli seperti suara bur dan jarum. Hal ini disebabkan karena secara
normal rasa sakit menimbulkan reaksi fisiologi dan psikologi untuk melindungi
tubuh dari kerusakan jaringan, perilaku tidak kooperatif ialah reaksi yang wajar
saat anak merasakan sakit atau ketidaknyamanan.17
Pemahaman anak terhadap rasa sakit sangat bevariasi tergantung
kemampuan kognitif, reaksi dan pemikiran anak terhadap stimuli yang bervariasi
bergantung usia dan kematangan. Faktor tambahan lain seperti perkembangan
sosio-emosional, keluarga, dan situasi sosial, dukungan orang tua, hubungan
dengan tim dental mempengaruhi bagaimana anak menghadapi stress, rasa sakit,
dan ketidaknyamanan.17

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Universitas Indonesia


14

Kecemasan dental yang paling umum pada anak dapat dihubungkan


dengan ketakutan dari ketidaktahuan dan kurangnya kontrol dari prosedur dental.
Perasaan tidak berdaya adalah suatu hal yang banyak dirasakan pasien yang
berbaring di kursi dental. Apalagi dengan ketidakmampuan berbicara dengan
dokter gigi karena instrumentasi di dalam mulut. Hal ini dapat
menginterprestasikan kurangnya kontrol. Pasien meyakini bahwa tidak ada cara
untuk menghentikan proses walaupun sesuatu berjalan salah.20
Rongga mulut juga merupakan salah satu faktor dental. Secara neurologis,
rongga mulut ialah salah satu regio yang paling sensitif dari tubuh manusia. Hal
ini disebabkan oleh banyaknya reseptor pengecapan rasa, sentuhan, temperatur
dan persepsi sakit. Stimulus oral dapat memberikan seseorang perasaan aman.
Oleh karena itu, seseorang akan bereaksi hebat untuk rasa sakit yang ada pada
rongga mulut dibandingkan luka pada bagian tubuh lainnya. Banyak pasien
memperlihatkan rasa takut yang begitu besar saat akan direstorasi giginya
dibandingkan prosedur bedah minor pada bagian tubuh lain.21
Selain itu, situasi praktik dental juga turut mempengaruhi kecemasan/
ketakutan dental. Takut akan perawatan dental menyebar dan dirasakan baik
secara sadar maupun tidak sadar. Saat pasien datang untuk perjanjian dental,
kecemasan dan stress telah berada dalam tingkat yang besar. Jika pasien dibiarkan
duduk di ruang tunggu untuk beberapa waktu, kecemasannya meningkat. Saat
pasien dibawa ke ruang operasi, ia dihadapkan pada stimuli sensori yang
mengakibatkan perasaan tidak nyaman. Stimuli ini antara lain, lampu yang terang,
pemandangan instrument – instrument dental dan baju putih dokter gigi, bau
medikasi yang tidak menyenangkan, bunyi – bunyi instrument termasuk suara bur.
Ditambah komunikasi yang buruk dengan dokter gigi akan menambah kecemasan
pada pasien kita. 21
Pasien merasa lemah dan berada di bawah perintah dokter gigi. Saat
kecemasan dan stress berada pada tingkat tinggi, ambang rasa dari semua panca
indera menurun; jadi jika satu indera saja mengalami trauma, reaksi pasien
terhadap stimulus akan berada di luar perkiraan. 21

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Universitas Indonesia


15

2.2.2. Pengaruh takut dan cemas dalam perawatan dental

Masalah diasosiasikan dengan kecemasan dental tidak terbatas pada anak


dengan kecemasan dental tetapi juga pada dokter gigi yang merawatnya. Frustasi
yang berkepanjangan yang muncul dengan perilaku penolakan menyebabkan
dokter gigi juga menderita dari kecemasan. Melamed dan Williamson melaporkan
banyak dokter gigi mengakui dirinya sendiri menjadi cemas saat berhadapan
dengan pasien yang cemas. Kombinasi frustasi dan kecemasan yang dirasakan
dokter gigi dapat diproyeksikan secara tidak sadar pada si anak, hal ini membuat
anak menjadi tidak nyaman dengan dokter gigi dan menciptakan siklus kecemasan
dokter gigi-anak yang tidak pernah berakhir.14
Kecemasan dental mempengaruhi pasien untuk membatalkan atau
menunda dental appointment serta perawatan dental. Hal ini terlihat dari suatu
metode yang digunakan untuk menghitung secara tabulasi data mengenai dental
appointment yang ditunda atau dibatalkan oleh pasien tersebut. Hal ini
menghasilkan konsekuensi berupa kerusakan gigi secara biologis maupun sikap
penolakan secara psikologis. Sikap tersebut pada akhirnya memperparah rasa sakit
dari pasien tersebut yang kemudian menimbulkan suatu stress dimana pada
akhirnya dapat memperparah sikap penolakan pasien terhadap perawatan gigi,
demikian seterusnya membentuk suatu siklus. Siklus lingkaran setan ini dikuatkan
oleh perasaan malu pasien akan kondisi oralnya dan karena ketidakmampuannya
untuk mengatasi situasi.15

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Universitas Indonesia


16

Gambar 2.4 : Lingkaran setan dari stress, penghindaran, dan rasa sakit dalam kedokteran gigi.

Sumber : Eli I. Oral psychophysiology : stress, pain, and behaviour in dental care 1th
edition ed. Boca Raton: CRC Press 1992:65.

Seiring berjalannya waktu, pengalaman perawatan dental masa lalu dapat


memberikan pengaruh yang buruk dalam perawatan. Jika pasien ditanyakan
mengenai perasaannya pada masa lalu, seringkali pasien tersebut menyatakan
bahwa perasaan cemasnya pada saat recall dapat jauh lebih besar dibandingkan
perasaannya pada saat duduk di dental unit. Hal yang sama juga terjadi pada
pasien-pasien yang mengeluhkan rasa sakit 3 bulan setelah perawatan
dibandingkan rasa sakit setelah perawatan pertama. Jadi, dapat disimpulkan
kecemasan dental mempunyai efek yang bersifat menganggu kesehatan rongga
mulut pasien tersebut.15

2.3. Perkembangan Anak usia 6 dan 9 tahun

Perkembangan manusia merupakan suatu proses pertumbuhan dan


perubahan fisik, perilaku, kognitif, sosial dan emosional yang berlangsung seumur
hidup. Terjadilah perubahan yang luar biasa mulai dari bayi ke masa kanak –
kanak terus remaja dan kemudian dewasa. Melalui setiap proses, setiap orang

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Universitas Indonesia


17

mengembangkan perilaku dan nilai untuk menentukan pilihan, hubungan dan


pemahaman.
Setiap tahap perkembangan menunjukkan karakteristik khas. Berikut ialah
berbagai aspek perkembangan yang menjadi patokan khas umur tersebut.
Bagaimanapun, setiap anak ialah individu yang berbeda sehingga mencapai
tahapan perkembangan bisa ada yang cepat dan ada yang lebih lambat
dibandingkan anak lain di umur yang sama. 22

2.3.1. Perkembangan Anak 6 Tahun

Anak usia 6 tahun mengalami perkembangan fisik secara umum yakni


perkembangan pesat pada otot besar ketimbang otot kecil, penglihatannya belum
sempurna, pertumbuhan yang cepat terjadi pada organ jantung, memiliki aktivitas
besar melalui periode yang singkat. Saat usia 6 tahun gigi permanen mulai erupsi.9
Dari usia 6 tahun terjadi perkembangan berkesinambungan pada bagian
kepala dan leher. Saat usia 12 tahun, 90% ukuran wajah sudah komplit. Pada
rentang usia ini, rahang berkembang lebih cepat dari perkembangan neural.
Di usia 6 tahun, kebanyakan anak mengalami erupsi 4 molar permanen
pertama, eksfoliasi I1 dan I2 maksila dan mandibula yang kemudian diikuti erupsi
insisif permanen. Untuk beberapa anak insisif lateral permanen maksila akan
terlihat setelah usia 7 tahun.
Pada lengkung mandibula anak usia 6-7 tahun sampai 11-13 tahun mulai
dari M1 permanen dan I1, gigi erupsi secara bergantian dengan cepat yaitu I1, I2,
C, P1, P2 dan M2 permanen. Inklinasi dari jalur eruptif I permanen menyebabkan
penampilannya yang melebar. Tampak alami untuk menemukan diastema di
antara gigi I, khususnya pada maksila. Setelah C permanen mulai erupsi, terjadi
tekanan ke arah mesial yang biasanya cukup untuk meluruskan insisive dan
menutup diastema. Periode perkembangan ini disebut “ugly duckling stage”. 23
Selain itu anak usia 6 tahun pada juga mengalami perkembangan sosial
emosional yaitu percaya diri dan senang untuk menunjukkan kemampuan yang
dimilikinya. Ia menjadi pusat dari dunianya dan cenderung suka menyombongkan
diri. Anak usia ini harus dikatakan segalanya benar karena ia sulit menerima

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Universitas Indonesia


18

kritikan. Anak usia 6 tahun melalui periode tidak kooperatif dan melawan
instruksi orang tua. 24-26
Ia mulai sadar pada emosi dirinya dan orang lain sehingga mulai
mengembangkan teknik pengendalian diri yang lebih baik. Selama proses menuju
kemandirian ia mulai mengalami perasaan tidak aman Sumber penting bagi
stabilitas emosi dan perasaan aman dirinya ialah rutinitas yang dapat diperkirakan
dan interaksinya dengan orang dewasa yang mana mereka rasakan aman,
khususnya pada situasi yang mencekam. Ia sangat menikmati rutinitas dan
perubahan yang lambat. Rutinitas dipandang sebagai aktivitas yang nyaman dan
diinginkan.24
Anak sangat tergantung pada hubungan ”basis keamanan” dengan orang
dewasa (orang tua, guru) untuk dapat merasa aman dan nyaman. Kemampuan
yang ditunjukkan anak pada bidang non-sosial (seperti sekolah) tergantung pada
24
perasan aman dan nyaman dengan orang dewasa yang ada pada situasi tersebut.
Anak mulai menunjukkan kesadaran yang meningkat terhadap emosi
orang lain dan dirinya sendiri, serta dapat menilai apa yang dirasakan orang lain
seperti frustasi, gembira. Kemudian anak juga mulai dapat mengidentifikasi
penyebab perasaan orang tersebut (misalnya, berkata ”dia sedih karena…”), Ia
menilai apa yang dialami orang lain berdasarkan observasi langsung atau
pengalaman.24
Anak usia 6 tahun memiliki perilaku yang kaku dan negatif, yang tidak
dapat diprediksi dan penolakan yang kuat, banyak menuntut, tidak mampu
beradaptasi, respon lambat, memperlihatkan kebrutalan yang ekstrim, serta
emosinya mudah meledak karena kemampuannya untuk pengendalian diri sendiri
masih belum seimbang. 24, 25
Ia mengalami emosi positif atau negatif, ketimbang campuran emosi.
Seiring dengan berjalannya usia maka anak lebih sedikit menyampaikan perasaan
negatifnya. Mampu mengatasi emosi negatif dengan dukungan langsung
(misalnya kontak dan kenyamanan fisik dari perawat atau distraksi (misalnya,
menonton TV).24
Ia suka mengertak - gertakan kaki ke lantai, goyang – goyang, memutar –
mutar rambut, menggaruk – garuk disertai iritabilitas dan tangisan, serta tidak

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Universitas Indonesia


19

mampu untuk duduk lama sebagai tanda dari perasaanya yang penuh semangat
dan mudah gelisah. Anak pada usia ini sulit mengambil keputusan. Dia lebih
nyaman dengan aturan yang jelas.25, 26
Pada usia 6 – 12 tahun, anak mulai belajar tentang perilakunya yang dapat
diterima. Menangis, marah, dan perilaku serupa lainnya, untuk anak normal,
terjadi sebagai bentuk dari frustasi. Jika pada anak sebelum sekolah banyak
menuntut, memerlukan penghargaan segera, dan kepuasan, maka anak pada masa
transisional mampu menunda kepuasan. 23
Mayoritas anak 6-12 tahun akan menemukan kepuasan emosional hanya
jika mereka diterima di lingkungan sosial. Kurangnya penerimaan, diasingkan,
dan penghinaan dapat merusak emosional anak. Kemampuan untuk mengatasi dan
sembuh dari penghinaan, frustasi, kehilangan, kekecewaan diperlukan muncul
pada anak usia ini. Jika tidak, akan timbul masalah besar pada anak dewasa muda.
23

Pada tahun 1970, White menyimpulkan tentang perkembangan kognitif


anak antara usia 5-7 tahun terjadi reorganisasi sistem saraf pusat yang
menyebabkan peningkatan kemampuan secara drastis untuk tetap tekun
menyelesaikan tugas atau menaruh perhatian dalam menyelesaikan masalah. Dan
seiring bertambahnya usia maka rentang perhatiannya juga bertambah.23
Dari usia 4 hingga 6 tahun anak memasuki suatu periode yang ditandai
dengan banyaknya konflik dan ketidakstabilan emosional. Anak berada dalam
kondisi kekacauan antara ego-nya dengan hasratnya untuk menyesuaikan diri.
Dalam periode ini, imaginasi berperan penting sebagai mekanisme pelindung.
Fantasi berperan sebagai penyangga untuk masalah emosional. Rasa takut dapat
diatasi dengan mengenali faktor apa yang ditakuti oleh individu, kemudian dengan
berimaginasi akan membantu mengatasi rasa takut itu. Pada usia ini, batas
berimaginasi sangatlah penting dan dapat digunakan oleh dokter gigi untuk
menangani anak kecil. Pada usia ini anak tidak yakin dengan kemampuannya
sendiri mengatasi kemungkinan bahaya dan berdampak pada perilakunya yang
sedikit malu – malu.
Semakin tua usia anak makan ketakutannya menjadi lebih bervariasi dan
individual.27 Secara khusus, anak usia 6 memiliki ketakutan dan kecemasan

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Universitas Indonesia


20

terhadap makhluk supernatural, luka fisik, dokter, kegelapan, petir, berada


sendirian, dan berpisah dari orang tua.28

2.3.2. Perkembangan Anak 9 Tahun

Perkembangan fisik anak usia 9 tahun ialah sebagai berikut. Pada usia ini
mulai terjadi perubahan fisiologis. Anak usia 9 tahun sudah memiliki koordinasi
otot besar dan kecil yang baik. Anak perempuan bertumbuh lebih cepat
dibandingkan anak laki – laki. Beberapa anak mencapai puncak mengawali
pertumbuhan cepat pra remaja. Sistem pernapasan, pencernaan, dan sirkulasi
hampir menyerupai orang dewasa. Pada usia ini anak mungkin memerlukan
perbaikan susunan gigi. Di usia ini muncul premolar pertama dan kedua.
Koordinasi mata dan tangan sudah baik dan ukuran mata hampir sama seperti saat
dewasa.9

Perkembangan emosional dan sosial anak usia 9 tahun ialah sebagai


berikut. Anak usia 9 tahun mencapai tingkat organisasi pribadi dimana emosi
positif sering dirasakan. Ia menunjukkan tanggung jawab, kemandirian,
kepatuhan, dan kemampuan untuk bergaul dengan orang lain.29 Namun dalam usia
ini pula anak berada dalam tahap mencari jati diri sehingga ia suka mengkritik dan
meningkatnya kemampuan verbal untuk melepaskan kemarahan. Ia memiliki
perasaan kuat terhadap apa yang benar dan apa yang salah. Perbedaan nyata antar
individu menjadi jelas dan berkembangnya kemampuan untuk tekun pada suatu
pekerjaan. Anak mau melakukan sesuatu dengan baik, tetapi hilang minat jika
tertekan. Anak pada usia ini dapat bekerja rajin untuk periode waktu yang lama
tetapi dapat menjadi tidak sabar dengan penundaan. Anak siap untuk pekerjaan
yang memerlukan ketelitian dengan sedikit ketegangan.9
Ia sangat suka dengan kompetisi, khususnya di sekolah, mengalami
pemberontakan yang ekstrim, suka menganggu, suka mengeluh, mudah gelisah,
isolasi sosial, mudah mengalami ketidakcocokan dengan orang tua. Anak laki –
laki dan perempuan memiliki perbedaan mencolok dalam kepribadian,
karakteristik, ketertarikan, dan pola pikir. Anak laki – laki baru mulai untuk
belajar mandiri. Ia memiliki beberapa masalah perilaku, khususnya jika tidak

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Universitas Indonesia


21

diterima oleh orang lain. Pada usia ini, ia mulai mandiri, dan dapat dipercaya. Ia
sangat mementingkan keadilan, sangat kompetitif, berdebat soal keadilan, sulit
menerima kesalahan namun lebih mampu menerima kegagalan dan kesalahan
serta bertanggung jawab. Anak sangat perhatian terhadap hal benar atau salah,
mau melakukan hal yang baik, namun terkadang bereaksi berlebihan atau
memberontak terhadap pandangan yang ketat.30
Pada usia ini, motivasi pribadi ialah karakteristik utama yang mewarnai
perilaku dan emosi anak. Perubahan yang cukup besar terjadi pada usia ini,
walaupun hal ini sepertinya tidak terlihat. Semua tuntutan dan kebinggungan dari
usia sebelumnya terintegrasi dalam usaha pencapaian jati diri yang stabil. Ia
memiliki kontrol yang baik dan dapat memikirkan masalah dan rencana
bagaimana menyelesaikannya. Ia persisten dengan usahanya dan dapat fokus
dalam menyelesaikan tugas.29
Pada usia ini anak mengembangkan hati nuraninya. Ia mengenal saat
dimana ia berbuat salah dan gagal untuk melaksanakan hal yang benar. Ia akan
menuduh atau mencari-cari alasan bila ia malu. Anak usia ini sangat disiplin,
tetapi mudah kecewa jika dia merasa bahwa ada hal yang tidak adil. Keadilan
menjadi hal yang penting bagi anak usia 9 tahun. Ia akan memiliki respon yang
baik jika ia merasa diperlakukan adil. Perbedaan kontras dengan anak usia 8
tahun, anak 9 tahun tidak terlalu termotivasi oleh penghargaan.29
Hal yang utama, anak usia 9 tahun cemas untuk membahagiakan orang
tua, guru, dan teman. Ia ingin perilakunya diterima oleh orang yang penting dalam
hidupnya. Ia suka menjelek – jelekan dirinya. Hal ini menunjukkan perasaan
kecemasan yang kuat pada usia ini. Kendati demikian, anak usia 9 tahun mudah
diarahkan jika ia memperlihatkan emosi negatif dan perilaku buruk. Saat ia
kecewa, ia sensitif terhadap kritik dan mudah malu. Hal ini dikarenakan anak
berada dalam periode integrasi emosional, jadi beberapa sifat emosional dalam
dirinya masih labil. Secara umum, ia mampu untuk mengatasi emosi negatifnya
dengan cepat. Dia memiliki keinginan kuat untuk menyenangkan orang lain,
walaupun terkadang cuek. Dia masih mengalami kemarahan, ketakutan, dan rasa
cemas, namun umumnya hanya dalam jangka waktu pendek.29

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Universitas Indonesia


22

Anak usia 9 tahun sangat memperhatikan keinginan dan hambatannya oleh


waktu dan tempat. Harinya penuh dengan tempat dan tugas untuk diselesaikan dan
ia mudah prihatin karena waktu yang tersedia untuk setiap aktivitasnya. Ia mudah
merasa tertekan dan cemas untuk memenuhi semua keinginannya dalam waktu
yang terbatas. Anak 9 tahun memiliki beberapa ketakutan. Ia memiliki perasaan
takut yang lebih tinggi dibandingkan anak usia lain. Emosi yang dominant ialah
kecemasan dan berkisar dari ringan sampai ekstrem. Situasi yang menyebabkan
kecemasan biasanya hilang dengan cepat pada tahap akhir perkembangan.29
Anak umur 9 tahun tertarik dengan kegiatan persahabatan dan aktivitas
sosial.30 Ia mencari status dengan bergabung dalam kelompok. Pergaulan dalam
kelompok menjadi sangat kuat dan hanya dengan sesama jenis. Ia menghabiskan
banyak waktu untuk bicara dan berdiskusi, sering mengkritik orang dewasa,
walaupun masih bergantung pada persetujuan orang tua. Pada usia inilah
ketergantungan anak terhadap orang tua menurun.9 Sekarang anak memiliki
persahabatan yang solid, memiliki perasaan empati yang kuat, pengertian dan
sensitif terhadap perasaan orang lain. 31
Perkembangan kognitif anak usia 9 tahun ialah sebagai berikut. Anak usia
9 tahun mulai menyadari kemungkinan pendapat lain. Ia menyukai sesuatu yang
memiliki alasan kuat. Ia berpikir secara lebih konseptual, menyeluruh dan
memiliki tingkat kreativitas yang tinggi.9 Ia berpikir secara mandiri dan
mengembangkan kemampuan membuat keputusan yang baik. Hal ini
merefleksikan terjadinya peningkatan kemampuan pemikiran kritis dan
kemampuan untuk mempertimbangkan lebih dari 1 perspektif dalam waktu
tertentu. Ia mampu berbicara baik dan mengucapkan kata dengan jelas serta
menyukai aktivitas yang menggunakan kemampuan motorik.31 Ia memiliki
ketertarikan dan keingintahuan yang besar, mencari fakta, mampu
mempertahankan perhatian dalam waktu yang cukup lama, lebih banyak berpikir
dan mencari alas an yang logis. 30

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Universitas Indonesia


23

2.4. Alat ukur kecemasan terhadap perawatan dental anak.

Pengukuran rasa cemas dan takut dalam perawatan gigi anak dapat dibagi
menjadi 3 komponen, yaitu pengukuran perubahan fisiologis, observasi tingkah
laku, dan self report. Yang dijelaskan disini ialah metode pengukuran self report.1

2.4.1. Corah Dental Anxiety Scale

Awalnya digunakan untuk mengukur kecemasan dental pada pasien


dewasa. Alat ukur ini memiliki 4 pertanyaan dengan tiap pertanyaan memiliki 5
alternatif jawaban. Hasil yang didapatkan Corah Dental Anxiety Scale belum
digunakan secara luas untuk anak karena pertanyaannya yang terlalu sulit untuk
dimengerti anak yang masih kecil. Reliabilitas dan validitas metode pengukuran
ini masih dipertanyakan. 1

2.4.2. Venham Picture Test

Termasuk dalam self report kuesioner yang menggunakan teknik


bergambar untuk menjawab dan terdiri dari 8 item pengukuran situasional atau
keadaan kecemasan. Awalnya mempresentasikan 8 gambar anak yang
memperlihatkan emosi yang bervariasi dan kemudian ditanya untuk memilih
gambar anak yang merefleksikan emosi dirinya.
Metode ini memiliki beberapa keuntungan, yaitu : mudah untuk dilakukan,
waktu yang diperlukan relatif singkat yakni 1-2 menit, dan konstruktor
menyatakan skala ini tepat digunakan untuk anak kecil muda.
Hasil yang bisa didapatkan untuk mengukur kecemasan dental dan lebih
jauh dapat digunakan sebagai pengukur kecemasan dental situasional untuk
memprediksi perilaku anak selama perawatan dental.
Melalui penelitian yang telah dilakukan reliabilitas metode ini cukup baik
hanya memerlukan studi lebih lanjut. Metode Venham memiliki validitas yang
moderate dan mampu membedakan antara anak yang takut dan anak yang tidak
takut terhadap perawatan dental.

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Universitas Indonesia


24

Namun interpretasi Venham Picture Test terhambat karena Venham


diambil sebelum perawatan dimulai, sementara ukuran perilaku kecemasan dan
perilaku tidak kooperatif terjadi saat perawatan.
Untuk mendapatkan perkiraan yang lebih baik dari validitas Venham
Picture Test sebaiknya dikorelasikan dengan pengukur kecemasan perawatan
lainnya sebelum perawatan dimulai. 1

2.4.3. Children Fear Survey Schedule- Dental Subscale (CFSS-DS)

CFSS dibuat oleh Scherer dan Nakamura. Alat ini terdiri dari 80
pertanyaan dan 5 skala Lickert. Telah dibuktikan memiliki reliabilitas dan
validitas yang tinggi untuk mengukur rasa cemas/ takut dental anak.5
CFSS-DS ialah revisi dari Fear Survey Schedule for Children (FSS-FC)/
Children Fear Survey Schedule (CFSS) dengan memasukkan item ketakutan
dental yang spesifik sebagai 1 dari subskala. Alat ini dikembangkan oleh Cuthbert
dan Melamed. Alat ini sangat terkenal untuk mengukur tingkat kecemasan dental
pada anak. Metode ini terdiri dari 15 pertanyaan dimana masing – masing
mencakup aspek yang berbeda dari situasi dental. Tingkat kecemasan dibagi
menjadi skala 5 point, yakni : tidak takut sama sekali, agak takut, cukup takut,
takut, sangat takut. Nilai total yang didapatkan dari metode ini berkisar dari 15-75.
Skor 38 atau lebih diindikasikan dengan kecemasan dental klinis. Metode ini
digunakan untuk memeriksa perbedaan yang mungkin dalam ketakutan dental
awal antara anak dalam kelompok percobaan dengan kelompok kontrol.
CFSS-DS memiliki reliabilitas yang tinggi, stabil dan meyakinkan selama
1, 5
lebih dari 1 periode waktu. Analisis factor CFSS-DS oleh Ten Berge et all
dapat mengukur konsep multidimensi kecemasan/ ketakutan dental, khususnya
prosedur dental invasif. Alat ini dirancang untuk diisi anak yang telah
mendapatkan perawatan dental sebelumnya sehingga dapat mengukur trait fear. 5
CFSS-DS menjadi pilihan yang lebih baik dibandingkan Corah’s Anxiety
Scale (DAS) dan Venham Picture Test (VPT). Alasanannya karena CFSS-DS
mencakup lebih banyak situasi dental, mampu mengukur kecemasan/ ketakutan

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Universitas Indonesia


25

dental dengan lebih akurat, tersedianya data normatif dalam skala ini dan
memiliki properti psikometrik yang superior.32

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Universitas Indonesia


26

2.5. Kerangka Teori

1. Faktor Personal
2. Faktor Eksternal
3. Faktor Dental

Rasa sakit/
nyeri
Tingkat
Anak usia 6 dan 9 tahun kecemasan
Takut Cemas dental

Perkembangan Perkembangan Perkembangan


Fisik emosi Kognitif

Perawatan
Gigi Mulut
yang optimal

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai