Anda di halaman 1dari 8

6.

1 PERLINDUNGAN TERHADAP HAK PEMEGANG SAHAM


6.1.1 Prinsip Perlindungan Terhadap Hak Pemegang Saham
Prinsip GCG yang disusun OECD terdiri dari lima prinsip yang dianggap ideal yang harus
tercakup dalam setiap penerapan corporate governance. Jika kelima prinsip tersebut dijabarkan
dan dianalisis ke dalam hukum Perseroan Terbatas di Indonesia , dapat diketahui hal-hal sebagai
berikut:

6.1.2 Perlindungan Terhadap Hak-Hak Pemegang Saham


UUPT mengenal beberapa prinsip ini, misalnya prinsip pencatatan saham atau bukti
pemilikan maupun prinsip perolehan informasi yang relevan mengenai perseroan pada waktu yang
tepat, demikian juga pada perusahaan publik.

6.1.3 Persamaan Perlakuan terhadap Seluruh Pemegang Saham,


Hukum Perusahaan di Indonesia telah mengatur prinsip ini, seperti yang diatur dalam UUPT
ditegaskan bahwa : Saham memberikan hak kepada pemiliknya untuk:
1) menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS;
2) menerima pembayaran dividen dan sisa kekayaan hasil likuidasi;
3) menjalankan hak lainnya berdasarkan UUPT.,
tetapi perlindungan terhadap setiap pemegang saham ternyata belum equel. Jika ditelusuri lebih
jauh, prinsip ini salah satu aspek yang perlu diprioritaskan dalam penerapan dan atau pengaturan
corporate governance di Indonesia.
Dalam praktinya masalah perlindungan pemegang saham minoritas masih sarat kontrovesi,
dan sering sekadar hanya merupakan wacana normatif.Contoh lain, penerapan Pasal 62 ayat (1)
UUPT, yang menentukan bahwa. “Setiap pemegang saham berhak meminta kepada perseroan agar
sahamnya dibeli dengan harga yang wajar, apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan
perseroan yang merugikan pemegang saham atau perseroan, berupa: perubahan anggaran dasar, b.
pengalihan atau penjaminan kekayaan Perseroan yang mempunyai nilai lebih dari 50%(lima puluh
persen) kekayaan bersih Perseroan; atau , penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau
pemisahan”. Ketentuan pasal ini sangat limitatif dan tidak menentukan secara imperative
mewajibkan perseroan membeli saham dari pemegang saham minoritas, maupun sanksi jika
perseroan menolak membeli saham tersebut, dengan kata lain pemegang saham minoritas tertutup
untuk memanfaatkan pasal 62 UUPT.
a. Peranan Stakeholders dan Corporate Governance,
Prinsip ini merupakan wacana baru dalam praktik bisnis di Indonesia di bawah payung UUPT,
tidak ada ketentuan hukum perusahaan yang secara jelas dan tegas mengatur hubungan
organisasi perseroan dengan stakeholder di luar Perseroan Terbatas, kecuali atuturan
tanggungjawab social perusahaan (pasal 74) UUPT.
b. Keterbukaan dan Transparansi,
Hukum Perusahaan yang berlaku di Indonesia tampaknya baru mengakomodir
prinsip disclosure and transparancy bahwa kewajiban Direksi dan Komisaris dalam
menjalankan tugas-tugasnya harus dilandasi iktikad baik, tidak ada ketentuan yang jelas
mengatur kewajiban, atau sanksi apabila perseroan tidak menerapkan keterbukaan dan atau
transparansi.
c. Akuntabilitas Dewan Komisaris (Board of Directors)
Kerangka Corporate Governace harus menjamin adanya pedoman strategis perusahaan,
pengawasan yang efektif terhadap manajemen yang dilaksanakan oleh dewan komisaris, serta
akuntabilitas dewan komisaris terhadap pemegang saham maupun perseroan.

6.1.4 Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Saham


1) Perlindungan dari Peundang-Undangan
Secara mendasar bahwa sejak awal perusahaan akan melakukan aktivitas di pasar modal,
sudah disiapkan seperangkat peraturan yang maksudnya sebagai rangkaian tindakan preventif,
agar emiten adalah benar-benar emiten yang dapat dipertanggung jawabkan dengan itikad baik
akan membagi power dan intensisnya kepada masyarakat. Peraturan yang mengatur tentang syarat
materil maupun formal, prosedur dan pelaksanaan emisi saham tersebut merupakan upaya awal
kepada pemegang saham publik, perlindungan tahap berikutnya ada dan antisipasi oleh peraturan-
peraturan yang dikeluarkan oleh bappepam sebagai institusi yang berwenang untuk mengawasi
pasar modal di Indonesia. Bapepam adalah otoritas dari pasar modal yang berwenang untuk
mengawasi jalannya aktivitas di pasar modal.Karena seperti dijelaskan diatas bahwa kepentingan
pemegang saham harus dilindungi untuk menciptakan citra pasar modal yang baik agar dapat lebih
menarik investor untuk menanamkan modalnya di pasar modal. Dengan kata lain bahwa sebagian
dari sistem perlindungan hukum bagi pemegang saham publik berada di tangan
Bapepam.Perlindungan terhadap pemegang saham dimuat dalam ketentuan perundang-undangan
dalam pasar modal, seperti UU pasar modal dan pperlindungan terhadap pemegang saham yang
dilakukan Bapepam dapat dilihat dari UU pasar modal pasal 82 ayat (2) peraturan no IX.E.1
2) Perlindungan dari Penerapan Good Corporate Governance
Penerapan GCG dalam pengelolaan perusahaan dapat memberikan perlindungan terhadap
pemegang saham karena dalam GCG terdapat prinsip-prinsip yang dapat melindungi kepentingan
perusahaan, pemegang saham, manajemen, dan investor sertapihak-pihak yang terkait dengan
perusahaan.Ide dasar dari GCG adalah memisahkan fungsi dan kepentingan diantara para pihak
dalam suatu perusahaan, seperti perusahaan yang menyediakan modal atau pemegang saham,
pengawas dan pelaksana sehari-hari usaha perusahaan dan masyarakat luas. Dan GCG juga
dijadikan sebagai suatu aturan atau standar yang mengatur perilaku pemilik perusahaan,Direksi,
Manajer, dengan merinci tugas dan wewenang serta bentuk pertanggung jawaban kepada
pemegang saham. Melindungi kepentingan pemegang saham minoritas yang beresiko dirugikan
oleh kekuasaan pemegang saham mayoritas. Ini beberapa pasal yang dapat berusaha mengatur
kepentingan pemegang saham baik mayoritas dan minoritas

6.1.5 Tindakan Derivatif


Ketentuan ini mengatur bahwa Pemegang saham dapat mengambil alih untuk mewakili
urusan perseroan demi kepentingan perseroan, karena ia menganggap Direksi dan atau Komisaris
telah lalai dalam kewajibannya terhadap perseroan.
a. Pemegang saham dapat melakukan tindakan-tindakan atau bertindak selaku wakil perseoran
dalam memperjuangkan kepentingan perseroan terhadap tindakan perseroan yang merugikan,
sebagai akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh anggota Direksi dan atau pun oleh
komisaris (lihat ps.85 (3) jo. ps.98 (2) UUPT).
b. Melalui ijin dari Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi kedudukan
perseroan, pemegang saham dapat melakukan sendiri pemanggilan RUPS (baik RUPS tahunan
maupun RUPS lainnya) apabila direksi ataupun komisaris tidak menyelenggarakan RUPS atau
tidak melakukan pemanggilan RUPS (lihat ps.67 UUPT).

6.1.6 Hak Pemegang Saham Minoritas


Pada dasarnya ketentuan-ketentuan di bawah ini terutama ditujukan untuk melindungi
kepentingan pemegang saham minoritas dari kekuasaan pemegang saham mayoritas.
a. Hak Menggugat. Setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap perseroan
melalui Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi kedudukan perseroan, bila tindakan
perseroan merugikan kepentingannya (ps. 54 UUPT)
b. Hak Atas Akses Informasi Perusahaan. Pemegang saham dapat melakukan pemeriksaan
terhadap perseroan, permintaan data atau keterangan dilakukan apabila ada dugaan bahwa
perseroan dan atau anggota direksi atau komisaris melakukan perbuatan melawan hukum yang
merugikan pemegang saham atau pihak ketiga (lihat ps.110 UUPT).
c. Hak Atas Jalannya Perseroan. Pemegang saham dapat mengajukan permohonan kepada
Pengadilan Negeri untuk membubarkan perseroan (lihat ps.117 UUPT).
d. Hak Perlakuan Wajar. Pemegang saham berhak meminta kepada perseroan agar sahamnya
dibeli dengan harga yang wajar apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan perseroan
yang merugikan pemegang saham atau perseroan, berupa:
1. perubahan anggaran dasar perseroan;
2. penjualan, penjaminan, pertukaran sebagian besar atau seluruh kekayaan perseroan; atau
3. penggabungan, peleburan atau pengambilalihan perseroan.

6.2 KASUS PT MATAHARI PUTRA PRIMA Tbk

1. Profil PT. Matahari Putra Prima Tbk. (MPP)


PT Matahari Putra Prima Tbk. adalah perusahaan ritel Indonesia yang merupakan anak
perusahaan dari perusahaan Grup Lippo. Toko pertama PT Matahari Putra Prima Tbk. Pada tahun
2010 PT. Matahari Putra Prima (MPP) melakukan joint venture dengan CVC Capital Partners
(CVC) sebuah global private equity fund untuk mendirikan PT. Meadow Asia Company (MAC).
Struktur kepemilikan sahamnya adalah 80% dimiliki oleh CVC dan 20% dimiliki oleh MPP. Pada
tahun 2010 pula MAC mengakuisisi 90,7% saham MDS dari MPP dan 7,24% dari PT. Pasific Asia
Holding Ltd, sehingga total kepemilikan saham MDS sebesar 98,15%.

2. Kronologi Permasalahan
Pada Januari 2010 Matahari Putra Prima melakukan pendandatanganan sales purchase
agreement dengan PT CVC Capital Partner. CVC akan melakukan akuisisi terhadap anak
perusahaan MPP yakni Matahari Department Store dengan total kepemilikan sebesar 90,76%
melalui anak perusahaanya yakni Meadow Asia Company Limited. Kemudian pada 5 Maret 2010,
Matahari Putra Prima berniat menggelar RUPS dengan agenda persetujuan penjualan saham
tersebut. MAC mengalokasikan Rp 7,16 triliun untuk membeli 90,76% saham Matahari Putra
Prima di Matahari Department Store. MPP akan menerima pembayaran tunai sebesar Rp. 5.28
triliun, piutang sebesar Rp. 1 triliun, 20% saham biasa MAC, 20,72% saham preferen MAC, dan
8 juta warrant dengan total transaksi sebesar Rp. 7,16 triliun. Selain membeli saham MPP yang
ada pada MDS, MAC juga berencana membeli saham Pasific Asia Holding Ltd sebesar 7,24%
sehingga total kepemilikan saham MAC pada MDS adalah sebesar 80%. Sementara seperti telah
diketahui dari profil perusahaan tersebut, MAC merupakan perusahaan patungan (joint venture)
antara Matahari Putra Prima dan CVC Capital Partners. Dimana MPP memiliki kepemilikan saham
sebesar 20% pada MAC dan CVC memiliki kepemilikan sebesar 80%. Hal ini tentu
mengindikasikan adanya insider trading yang dilakukan oleh MPP dan juga terindikasi adanya
praktek korporasi guna menaikan harga saham MDS.
Indikasi pertama, sebelumnya perlu diketahui insider trading adalah aktivitas perdagangan
saham ataupun sekuritas tertentu oleh individu yang mempunyai akses tentang informasi non
publik dari perusahaan tersebut. Dengan kata lain, perdagangan efek perusahaan yang dilakukan
oleh orang yang dikategorikan sebagai orang dalam. Individu tersebut melakukan aktivitas trading
dengan memanfaatkan informasi yang sebetulnya tidak bisa diakses oleh publik. Seorang investor
dengan akses informasi dari dalam yang sebetulnya tidak dapat diakses publik, bisa mendapatkan
keuntungan yang jauh lebih besar dibandingkan investor lain dan investor lain yang tidak
memperoleh informasi tersebut tentu akan merasa dirugikan.
Selanjutnya, indikasi kedua adanya praktek korporasi yakni praktek “penggorengan
saham” atau pengumpulan saham, guna menaikan harga saham MDS, dapat dilihat dari adanya
lonjakan kenaikan harga saham MDS yang tidak wajar dari akhir 2009 sampai Februari 2010, sejak
adanya desas-desus mengenai penjualan saham MDS kepada MAC. Dampak dari transaksi ini,
harga saham MDS naik dari Rp. 50 per lembar ke tingkat harga Rp. 1350 per lembar pada tanggal
22 Januari 2010, beberapa hari sebelum MPP mengumumkan penjualan saham MDS kepada
MAC. Lonjakan yang sangat signifikan tersebut membuat Bursa Efek Indonesia curiga adanya
kebocoran berita mengenai penjualan saham MDS kepada MAC.
Kemudian berkaitan pula dengan kasus penjualan saham MDS kepada MAC tersebut, para
pengamat mengindikasikan adanya perlakuan yang tidak setara untuk setiap pemegang saham
MPP, pemegang saham mayoritas dirasa yang paling diuntungkan dalam penjualan tersebut
terutama PT. Multipolar Tbk yang memegang saham terbesar (50,01%) MPP. PT. Multipolar Tbk
merupakan anak usaha dari Lippo Group. Hasil penjualan MDS menghasilkan dana tunai sebesar
Rp 5,28 triliun yang selanjutnya akan digunakan untuk melunasi hutang kepada PT. Multipolar
Tbk sebesar Rp 3,4 triliun dan sisanya sebesar Rp. 1,88 triliun akan di gunakan untuk membayar
dividen para pemegang sahamnya dimana dividen untuk Multipolar sebesar 50,01% ( Rp 940,1 jt)
dan sisanya dibagikan untuk para pemegang saham minoritas yakni PT. Star Pasific dan juga
publik.
Permasalahan yang lain adalah adanya unsur leverage buyout (pembelian saham dengan
menggunakan dana pinjaman) mengenai sumber dana tunai untuk membeli MDS yang sebesar Rp.
3.25 triliun. Setelah dilakukan penelusuran, dana sebesar Rp. 3.25 triliun itu ternyata berasal dari
dana pinjaman pada bank CIMB Niaga dan Standard Chartered yang diajukan MDS, jaminan
terhadap kedua bank tersebut adalah saham MDS sendiri sebesar 98% yang akan dibeli oleh MAC.
Selanjutnya, dana hasil pinjaman yang diperoleh Matahari Department Store direncanakan untuk
dipinjamkan kepada MAC untuk membeli saham MDS pada saat yang bersamaan.

3. Penyelesaian Kasus
Kabar rencana penjualan 90,7% saham yang PT. Matahari Department Store yang dimiliki
PT. Matahari Putra Prima kepada PT. Meadow Indonesia, banyak menuai protes dikalangan
masyarakat terkait dengan berbagai kecurangan dan manipulasi yang di duga dilakukan oleh MPP
seperti insider trading dan juga “penggorengan saham” guna menaikan harga saham Matahari
Department Store. Menganggapi isu tersebut, Bapepam-LK selaku badan pengawas pasar modal
di Indonesia melakukan penyelidikan terhadap transaksi tersebut. Kemudian Bapepam-LK
menyelenggarakan pertemuan dengan pihak menejemen MPP. Bapepam LK meminta kepada
pihak menejemen MPP untuk memberikan penjelasan kepada publik mengenai segala bentuk
utang yang dimiliki MPP dan juga rencana penggunaan dana hasil penjualan saham MDS sebesar
Rp 7,16 triliun. Dan kemudian memperoleh hasil bahwa hasil penjualan tersebut akan digunakan
untuk melunasi hutang MPP kepada PT. Multipolar dan juga untuk membagikan dividen yang
sebagian juga mengalir ke PT. Multipolar. Selanjutnya karena hasil keterangan tersebut oleh
Bapepam-LK dirasa kurang jelas, Bapepam-LK pun meminta MPP untuk menunda pelaksanaan
RUPS dan membuat bussines plan mengenai penggunaan dana hasil penjualan tersebut dan
ditampilkan dalam bentuk public expose guna menjamin transparansi agar pihak pemegang saham
minoritas pun dapat mengetahui tujuan dari penjualan saham tersebut. Walaupun analisa
Bapepam-LK menemukan indikasi transaksi mencurigakan, tetapi untuk melakukan proses hukum
memerlukan bukti yang materiil. Dan kemudian tanggal 26 Maret 2010 dilaksanakanlah RUPS
guna membahas rencana penjualan saham MDS kepada MAC dan semua shareholder menyetujui
rencana penjualan tersebut. PT. Matahari Putra Prima pun secara resmi menjual 90,7% saham PT.
Matahari Department Store kepada PT. Meadow Asia Company.
DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.uns.ac.id/4818/1/143281208201003021.pdf (Diakses pada tanggal 13 Oktober


2017).

http://shnplawfirm.com/portfolio/hak-hak-para-pemegang-saham-dan-perlindungan-hukum-
terhadap-pemegang-saham-minoritas/ (Diakses pada tanggal 13 Oktober 2017).

http://dennyaliandu.blogspot.co.id/2013/05/perlindungan-hukum-pemegang-saham.html
(Diakses pada tanggal 13 Oktober 2017).

https://www.scribd.com/doc/299291548/Kasus-Pt-Matahari-Putra-Prima-Tbk (Diakses pada


tanggal 13 Oktober 2017).

Anda mungkin juga menyukai