Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

CHRONIC OBSTRUKSI PULMO DISEASE (COPD)

Untuk Memenuhi Tugas Study Profesi Departemen Medikal


di Ruang 25 RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

Disusun Oleh :
Dyah Pratiwi Ningrum
NIM. 0810720072

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
PENGERTIAN
COPD adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara
di saluran nafas yang bersifat progresif non reversible atau revesibel parsial. COPD
merupakan gabungan dari bronkitis kronik, emfisema atau gabungan keduanya.
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003)
COPD adalah sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama ditandai
oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara ( Price, 2006)

KLASIFIKASI
1. Bronkitis Kronik
Merupakan kelainan saluran nafas yang ditandai dengan batuk kronik
berdahak minimal 3 bulan dalam setahun sekurang-kurangnya 2 tahun
berturut-turut tanpa disebabkan penyakit lainnya. (Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia, 2003)
Merupakan suatu gangguan klinis yang ditandai oleh pembentukan
mukus yang berlebihan dalam bronkus dan bermanifestasi sebagai batuk
kronik dan pembentukan sputum selama sedikitnya 3 bulan dalam setahun,
sekurang-kurangnya dalam 2 tahun berturut-turut. (Price, Wilson, 2001)
2. Emfisema
Suatu perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai oleh
pembesaran alveolus dan duktus alveolarisyang tidak normal serta destruksi
dinding alveolar. Emfisema dapat didiagnosa secara tepat dengan CT Scan
resolusi tinggi. (Price, Wilson, 2001)
Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga
udara distal bronkiolus terminal disertai kerusakan dinding alveoli.
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003). Secara anatomik emfisema
dibagi menjadi:
a. Emfisema sentriasinar atau emfisema sentrilobular (CLE), dimulai dari
bronkiolus respiratori dan meluas ke perifer, terutama mengenai bagian atas
paru akibat kebiasaan merokok lama. CLE lebih banyak ditemukan pada
pria dibandingkan wanita dan jarang ditemukan pada mereka yang tidak
merokok.
b. Emfisema panasinar atau emfisema panlobuler (PLE), melibatkan seluruh
alveoli secara merata dan terbanyak pada paru bagian bawah

1
c. Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran nafas
distal, duktus dan sakus alveoler. Proses terlokalisir di septa atau dekat
pleura.

Gambar 1: Gambaran bronchilitis kronik dan emphysema


Klasifikasi COPD menurut tingkat keparahan, yaitu:
Klasifikasi Penyakit Gejala Spirometri

Ringan  Tidak ada gejala waktu VEP > 80% prediksi


istirahat atau bila eksersais VEP/KVP < 75%
 Tidak ada gejala waktu
istirahat tetapi gejala ringan
pada latihan sedang (mis:
berjalan cepat, naik tangga)
 Tidak ada gejala waktu
istirahat tetapi mulai terasa
pada latihan / kerja ringan
(mis : berpakaian)
Sedang Gejala sedang pada waktu VEP 30 - 80%
istirahat prediksi VEP/KVP <
75%
Berat  Gejala berat pada saat VEP1<30% prediksi
istirahat VEP1/KVP < 75%
 Tanda-tanda korpulmonal
Sumber: Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2006

ETIOLOGI

2
a. Faktor lingkungan: merokok merupakan penyebab utama, disertai resiko
tambahan akibat polutan udara di tempat kerja atau di dalam kota. Sebagian
pasien memiliki asma kronis yang tidak terdiagnosisdan tidak diobati.
b. Genetik: defisiensi anitripsin merupakan predisposisi untuk
berkembangnya COPD. Di Amerika Serikat, iritasi yang paling umum yang
menyebabkan COPD adalah asap rokok. Pipa, cerutu, dan jenis-jenis asap
rokok juga dapat menyebabkan COPD, terutama jika asap yang dihirup.
(National Heart Lung and Blood.2010)

FAKTOR RESIKO
1. Jenis kelamin laki-laki berisiko 2x lebih banyak dari wanita
2. Kebiasaan merokok (laki-laki diatas 15 tahun 60-70% lebih berisiko). Kebiasaan
merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang terpenting, jauh lebih
penting dari faktor penyebab lainnya. Dalam pencatatan riwayat merokok perlu
diperhatikan :
a. Riwayat merokok
 Perokok aktif
 Perokok pasif
 Bekas perokok
b. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah
rata-rata batang rokokdihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :
 Ringan : 0-200
 Sedang : 200-600
 Berat : >600
3. Riwayat terpajan polusi udara di tempat kerja atau lingkungan
4. Hipereaktiviti bronkus
5. Riwayat Infeksi saluran nafas bawah berulang
6. Defisiensi antitripsin alfa – 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia

PATOFISIOLOGI / PATHWAY

3
Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang
disebabkan elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam usia
yang lebih lanjut, kekuatan kontraksi otot pernapasan dapat berkurang sehingga sulit
bernapas. Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni
jumlah oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh.
Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya dengan arus darah ke paru-paru.
Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem
respirasi seperti fungsi ventilasi paru. Faktor-faktor risiko tersebut diatas akan

4
mendatangkan proses inflamasi bronkus dan juga menimbulkan kerusakan apda
dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus
kecil (bronkiolus terminalis), yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase
ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat
ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air
trapping). Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan
segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan
kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi
paru: ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami
gangguan (Brannon, et al, 1993).

TANDA DANGEJALA
Gejala COPD dapat berkisar dari ringan sampai berat, tergantung pada
bagaimana lanjutan penyakit. PPOK, atau penyakit paru obstruktif kronik, adalah
penyakit paru-paru ditandai oleh penyumbatan atau penyempitan saluran udara. Ini
adalah proses ireversibel yang biasanya disebabkan oleh iritasi saluran napas,
seperti merokok, perokok pasif, polusi udara atau pemaparan dalam pekerjaan.
1. Dispnea
Juga dikenal sebagai sesak napas, dyspnea adalah akibat kelaparan udara
yang menyebabkan sulit atau bekerja pernapasan. Hal ini terutama
disebabkan oleh kekurangan oksigen dalam aliran darah dan secara
langsung berkaitan dengan gangguan di paru-paru seperti COPD.
2. Batuk kronis
Jenis batuk jangka panjang dan tampaknya tidak pergi. Batuk adalah
mekanisme pertahanan yang dikembangkan oleh tubuh dalam upaya untuk
membersihkan saluran napas dari lendir, menghirup zat beracun, benda asing
atau jenis lain dari iritasi. Batuk produktif membersihkan lendir dari paru-paru,
sedangkan batuk tidak produktif tidak mudah menghasilkan lendir. Batuk
adalah salah satu gejala paling umum dari COPD.
3. Peningkatan produksi sputum
Dahak, atau lendir, adalah zat yang diproduksi dari paru-paru yang biasanya
dikeluarkan melalui batuk atau membersihkan tenggorokan. Jumlah
berlebihan dahak dapat dikaitkan dengan peradangan atau infeksi saluran
pernapasan dan mungkin menunjukkan PPOK. Warna dan konsistensi
sputum tubuh Anda memproduksi bisa berhubungan dengan jenis COPD
yang mungkin Anda miliki, dan biasanya dokter akan meminta Anda untuk
5
menggambarkannya. Tenaga kesehatan juga dapat meminta sampel dahak
dari Anda untuk membantu diagnosis.
4. Mengi
Sering digambarkan sebagai suara siulan terdengar selama inhalasi atau
pernafasan, mengi disebabkan oleh penyempitan atau penyumbatan saluran
udara. Sering kali, mengi dapat menjadi begitu umum bahwa Anda dapat
mendengarnya tanpa bantuan stetoskop.
5. Nyeri Dada
Sesak di dada dapat digambarkan sebagai perasaan tekanan di dalam
dinding dada yang membuat pernapasan otomatis sulit. Kadang-kadang,
sesak ini membuat pernafasan respirasi menyebabkan menyakitkan harus
singkat dan dangkal. Sesak dada dapat disebabkan oleh infeksi paru-paru
dan seringkali dihubungkan dengan COPD.
6. Kelelahan
Berbeda dengan kelelahan biasa, kelelahan adalah gejala yang sering kurang
dipahami dan sering kali dilaporkan di PPOK sebagai fokus cenderung turun
pada gejala dikenali lebih seperti dispnea dan batuk kronis. Tapi, karena
kelelahan hampir 3 kali lebih besar pada mereka yang memiliki penyakit paru-
paru dibandingkan pada orang sehat, itu adalah penting untuk mengenali
gejala.
7. Clubbing dari Fingers
Clubbing adalah tanda jangka panjang kekurangan oksigen dan berhubungan
dengan sejumlah macam penyakit, termasuk PPOK. Awalnya, ia mewujudkan
dirinya sebagai sponginess dari kuku bersama dengan hilangnya sudut kuku,
menyebabkan kuku melengkung ke bawah.
8. Hemoptisis
Gejala dari kedua paru-paru dan masalah jantung, hemoptysis didefinisikan
sebagai batuk sampai darah dari paru-paru yang berbusa dan dicampur
dengan lendir. Pada PPOK, penyebab paling umum adalah infeksi pada paru-
paru. Penting untuk dicatat bahwa jumlah darah yang batuk tidak selalu
mencerminkan keseriusan penyebabnya.
9. Sianosis
Sianosis digambarkan sebagai perubahan warna kebiruan pada kulit dan
merupakan tanda akhir dari kekurangan oksigen kronis dalam darah. Tempat
umum untuk sianosis muncul adalah bibir, lidah, nailbeds dan telinga.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan rutin
6
a) Faal paru
Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP
 Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau
VEP1/KVP (%).
 Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP)
< 75 %
 VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk
menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
 Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE
meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif
dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari
20%
Uji bronkodilator
 Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan
APE meter.
 Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 -
20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE,
perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml
 Uji bronkodilator dilakukan pada COPD stabil
b) Darah rutin
Hb, Ht, leukosit
c) Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru
lain.
Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop
appearance).
Pada bronkitis kronik :
- Normal
- Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
2. Pemeriksaan khusus (tidak rutin)
a) Faal paru
- Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti
Paru Total (KPT), VR/KRF, VR/KPT meningkat
- DLCO menurun pada emfisema
- Raw meningkat pada bronkitis kronik
- Sgaw meningkat
- Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %
7
b) Uji latih kardiopulmoner
- Sepeda statis (ergocycle)
- Jentera (treadmill)
- Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal
c) Uji provokasi bronkus
Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK
terdapat hipereaktiviti bronkus derajat ringan
d) Uji coba kortikosteroid
Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral
(prednison atau metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari
selama 2minggu yaitu peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20 %
dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan
faal paru setelah pemberian kortikosteroid
e) Analisis gas darah
Terutama untuk menilai :
- Gagal napas kronik stabil
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik

f) Radiologi
- CT Scan resolusi tinggi
- Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat
emfisema atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos
- Scan ventilasi perfusi Mengetahui fungsi respirasi paru
g) Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan
hipertrofi ventrikel kanan.
h) Ekokardiografi
Menilai funfsi jantung kanan
i) Bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur
resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih
antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulng merupakan
penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia.
j) Kadar alfa-1 antitripsin
Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia
muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia.

PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasiu gejala tidak hanya pada
fase akut, tetapi juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.

8
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi
lebih awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan
merokok, menghindari polusi udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi
antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai
dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau
pengobatan empirik.
4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan
kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih
controversial.
5. Pengobatan simtomatik.
6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan
dengan aliran lambat 1 – 2 liter/menit.
8. Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
a. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret
bronkus.
b. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan
pernapasan yang paling efektif.
c. Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk
memulihkan kesegaran jasmani.
d. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita
dapat kembali mengerjakan pekerjaan semula.
Pathogenesis Penatalaksanaan (Medis)
1. Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara
2. Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :
a. Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi
Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia,
maka digunakan ampisilin 4 x 0.25-0.56/hari atau eritromisin 4x0.56/hari
Augmentin (amoksilin dan asam klavulanat) dapat diberikan jika kuman
penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Cacarhalis yang
9
memproduksi B. Laktamase Pemberiam antibiotik seperti kotrimaksasol,
amoksisilin, atau doksisiklin pada pasien yang mengalami eksaserbasi
akut terbukti mempercepat penyembuhan dan membantu mempercepat
kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari selama periode
eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia,
maka dianjurkan antibiotik yang kuat.
b. Terapi oksigen diberikan jika terdapata kegagalan pernapasan karena
hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2
c. Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputum dengan baik.
d. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di
dalamnya golongan adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien dapat
diberikan salbutamol 5 mg dan atau ipratopium bromida 250 mg diberikan
tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25 - 0,56 IV secara perlahan.
3. Terapi jangka panjang di lakukan :
a. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4x0,25-
0,5/hari dapat menurunkan kejadian eksaserbasi akut.
b. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran napas tiap
pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan
obyektif dari fungsi faal paru.
c. Fisioterapi
d. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
e. Mukolitik dan ekspektoran
f. Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas
tipe II dengan PaO2 (7,3 Pa (55 MMHg)
g. Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri
dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari
depresi.
Rehabilitasi untuk pasien PPOK adalah :
1) Fisioterapi
2) Rehabilitasi psikis
Rehabilitasi pekerjaan (Mansjoer 2001 : 481-482)

KOMPLIKASI COPD
1. Hipoxemia
10
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg,
dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami
perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul
cyanosis.
2. Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul
antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.

3. Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus,
peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya
aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.
4. Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus
diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali
berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga
dapat mengalami masalah ini.
5. Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis
respiratory.
6. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial.
Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak
berespon terhadap therapi yang biasa diberikan. Penggunaan otot bantu
pernafasan dan distensi vena leher seringkali terlihat.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


Pengkajian
Pengkajian mencakup pengumpulan informasi tentang gejala-gejala terakhir juga
manifestasi penyakit sebelumnya. Berikut ini adalah daftar pertanyaan yang bisa digunakan
sebagai pedoman untuk mendapatkan riwayat kesehatan yang jelas dari proses penyakit :
 Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan pernapasan ?
 Apakah aktivitas meningkatkan dispnea? Jenis aktivitas apa?

11
 Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi aktivitas?
 Kapan selama siang hari pasien mengeluh paling letih dan sesak napas?
 Apakah kebiasaan makan dan tidur terpengaruh?
 Apa yang pasien ketahui tentang penyakit dan kondisinya?
Data tambahan dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan; pertanyaan yang patut
dipertimbangkan untuk mendapatkan data lebih lanjut termasuk :
 Berapa frekuensi nadi dan pernapasan pasien?
 Apakah pernapasan sama dan tanpa upaya?
 Apakah pasien mengkonstriksi otot-otot abdomen selama
inspirasi?
 Apakah pasien menggunakan otot-otot aksesori
pernapasan selama pernapasan?
 Apakah tampak sianosis?
 Apakah vena leher pasien tampak membesar?
 Apakah pasien mengalami edema perifer?
 Apakah pasien batuk?
 Apa warna, jumlah dan konsistensi sputum pasien?
 Bagaimana status sensorium pasien?
 Apakah terdapat peningkatan stupor? Kegelisahan?

Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
bronkokonstriksi, peningkatan pembentukan mukus, batuk tidak efektif, infeksi
bronkopulmonal.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan fungsi paru
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, produksi sputum, efek samping obat, kelemahan, dispnea
4. Gangguan pola tidur berhubungan ketidaknyamanan karena batuk terus
menerus
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dengan kebutuhan oksigen.
6. Kurang pengetahuan tentang kondisi/tindakan berhubungan dengan
kurang informasi.

Intervensi

12
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan bronkokontriksi,
peningkatan pembentukan mukus, batuk tidak efektif, infeksi bronkopulmonal.
Tujuan: Pencapaian bersihan jalan napas klien
Intervensi keperawatan:
a. Beri pasien 6 sampai 8 gelas cairan/hari kecuali terdapat kor pulmonal.
b. Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernapasan diafragmatik
dan batuk.
c. Bantu dalam pemberian tindakan nebuliser, inhaler dosis terukur, atau IPPB
d. Lakukan drainage postural dengan perkusi dan vibrasi pada pagi hari dan
malam hari sesuai yang diharuskan.
e. Instruksikan pasien untuk menghindari iritan seperti asap rokok, aerosol,
suhu yang ekstrim, dan asap.
f. Ajarkan tentang tanda-tanda dini infeksi yang harus dilaporkan pada dokter
dengan segera: peningkatan sputum, perubahan warna sputum, kekentalan
sputum, peningkatan napas pendek, rasa sesak didada, keletihan.
g. Beriakn antibiotik sesuai yang diharuskan.
h. Berikan dorongan pada pasien untuk melakukan imunisasi terhadap
influenzae dan streptococcus pneumoniae.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan fungsi paru
Tujuan: Perbaikan dalam pertukaran gas
Intervensi keperawatan:
a. Deteksi bronkospasme saat auskultasi .
b. Pantau klien terhadap dispnea dan hipoksia.
c. Beriakn obat-obatan bronkodialtor dan kortikosteroid dengan tepat dan waspada
kemungkinan efek sampingnya.
d. Berikan terapi aerosol sebelum waktu makan, untuk membantu mengencerkan
sekresi sehingga ventilasi paru mengalami perbaikan.
e. Pantau pemberian oksigen.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
produksi sputum, efek samping obat, kelemahan, dispnea
Tujuan: Kebutuhan nutrisi tubuh terpenuhi
Intervensi keperawatan:
a. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Evalusi berat badan
b. Auskultasi bunyi usus
c. Berikan perawatan oral sering
d. Berikan porsi makan kecil tapi sering
e. Hindari makanan penghasil gas dan minuman berkarbonat

13
f. Hindari makanan yang sangat panas dan sangat dingin
g. Timbang BB
h. Konsul ahli gizi untuk memberikan makanan yang mudah dicerna
i. Kaji pemeriksaan laboratorium seperti albumin serum
j. Berikan vitamin/mineral/elektrolit sesuai indikasi
k. Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan karena batuk terus
menerus
Tujuan : Kebutuhan istirahat tidur terpenuhi
Interversi keperawatan :
a. Bantu klien latihan relaksasi ditempat tidur.
b. Lakukan pengusapan punggung saat hendak tidur dan anjurkan keluarga
untuk melakukan tindakan tersebut.
c. Atur posisi yang nyaman menjelang tidur, biasanya posisi high fowler.
d. Lakukan penjadwalan waktu tidur yang sesuai dengan kebiasaan pasien.
e. Berikan makanan ringan menjelang tidur jika klien bersedia.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan
kebutuhan oksigen.
Tujuan: Memperlihatkan kemajuan pada tingkat yang lebih tinggi dari aktivitas yang
mungkin.
Intervensi keperawatan:
a. Kaji respon individu terhadap aktivitas; nadi, tekanan darah, pernapasan.
b. Ukur tanda-tanda vital segera setelah aktivitas, istirahatkan klien selama 3 menit
kemudian ukur lagi tanda-tanda vital.
c. Dukung pasien dalam menegakkan latihan teratur dengan menggunakan
treadmill dan exercycle, berjalan atau latihan lainnya yang sesuai, seperti
berjalan perlahan.
d. Kaji tingkat fungsi pasien yang terakhir dan kembangkan rencana latihan
berdasarkan pada status fungsi dasar.
e. Sarankan konsultasi dengan ahli terapi fisik untuk menentukan program latihan
spesifik terhadap kemampuan pasien.
f. Sediakan oksigen sebagaiman diperlukan sebelum dan selama menjalankan
aktivitas untuk berjaga-jaga.
g. Tingkatkan aktivitas secara bertahap; klien yang sedang atau tirah baring lama
mulai melakukan rentang gerak sedikitnya 2 kali sehari.

14
h. Tingkatkan toleransi terhadap aktivitas dengan mendorong klien melakukan
aktivitas lebih lambat, atau waktu yang lebih singkat, dengan istirahat yang lebih
banyak atau dengan banyak bantuan.
i. Secara bertahap tingkatkan toleransi latihan dengan meningkatkan waktu diluar
tempat tidur sampai 15 menit tiap hari sebanyak 3 kali sehari.
6. Kurang pengetahuan tentang kondisi/tindakan berhubungan dengan kurang
informasi.
Tujuan : Pasien mengerti tentang penyakitnya
Intervensi Keperawatan :
a. Jelaskan proses penyakit
b. Jelaskan pentingnya latihan nafas, batuk efektif
c. Diskusikan efek samping dan reaksi obat
d. Tunjukkan teknik penggunaan dosis inhaler
e. Tekankan pentingnya perawatan gigi /mulut
f. Diskusikan pentingya menghindari orang yang sedang infeksi
g. Diskusikan faktor lingkungan yang meningkakan kondisi seperti udara terlalu
kering, asap, polusi udara. Cari cara untuk modifikasi lingkungan
h. Jelaskan efek, bahaya merokok
i. Berikan informasi tentang pembatasan aktivitas, aktivitas pilihan dengan periode
istirahat
j. Diskusikan untuk mengikuti perawatan dan pengobatan
k. Diskusikan cara perawatan di rumah jika pasien diindikasikan pulang

Implementasi
Implementasi keperawatan dilakukan dengan mengacu pada intervensi yang sudah
dibuat namun pada kenyataannya tidak semua intervensi dilakukan, karena disesuaikan
dengan kondisi pasien saat melakukan asuhan keperawatan dan ketersediaan sarana
prasarana penunjang. Setelah dilakukan tindakan keperawatan, perawat mencatat tindakan
tersebut dan respon dari pasien dengan menggunakan format khusus pendokumentasian
pada pelaksanaan.

Evaluasi
Setelah dilakukan implementasi keperawatan, maka hal yang perlu di evaluasi dari tindakan
yang telah kita lakukan yaitu :
 Bersihan jalan nafas efektif

 Pertukaran gas yang adekuat

 Kebutuhan nutrisi dan cairan dapat terpenuhi

15
 Klien dan keluarga mengetahui tentang kondisi yang dialami dan penatalaksanaan
yang dilakukan

Perencanaan pulang
Untuk meningkatkan efisiensi pernapasan secara maksimal, anjurkan klien untuk :
a. Secara bertahap dalam beraktivitas dan gaya hidup sehari-hari yang harus
direncanakan untuk mencegah kekambuhan.
b. Mampu mengendalikan stress dan emosional sebagai faktor pencetus terjadinya sesak
c. Memenuhi kebutuhan istirahat yang cukup dan mematuhi terapi.
d. Mentaati aturan terapi pengobatan dan selalu control ulang.
e. Meningkatkan nutrisi yang adekuat.

DAFTAR PUSTAKA

Price, Sylvia.,& Wilson, Lorraine. 2001. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. (Online)
http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/ppok.pdf Diakses pada tanggal
06 April 2013 jam 22.05 WIB

Smeltzer, Suzanne C., et all. 2008. Brunner Suddarth’s Textbook of Medical-Surgical


Nursing. 11th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins

16

Anda mungkin juga menyukai