Pada masa Abdul Malik ibn Marwan, jalannya pemerintahan ditentukan oleh
empat departemen pokok (Diwan). Ke empat departemen (kementrian) itu ialah
:
1. Arsitektur
Pada masa dinasti Umayyah seni arsitektur bertumpu pada bangunan
sipil berupa kota-kota dan bangunan agama berupa masjid-masjid.
Corak bangunan yang ada pada masa ini merupakan gaya perpaduan
Persia, Romawi, dan Arab yang dijiwai semangat Islam.
Kota Kairawan merupakan salah satu kota baru yang dibangun pada
masa ini oleh Uqbah ibn Nafi ketika ia menjabat sebagai gubernur di
wilayah ini pada masa Khalifah Mu’awiyah. Kota Kairawan dibangun
dengan gaya arsitektur Islam dan dilengkapi dengan berbagai gedung,
masjid, taman rekreasi, pangkalan militer, dsb.
2. Organisasi Militer
Organisasi militer pada masa Bani Umayyah terdiri dari
angkatan darat (al-jund), angkatan laut (al-bahriyah), dan angkatan
kepolisian (as-syurthah). Bala tentara pada masa ini muncul atas dasar
paksaan. Angkatan bersenjata terdiri dari orang-orang arab. Setelah
wilayah kekuasaan meluas sampai ke Afrika Utara orang luar pun
terutama bangsa Barbar turut ambil bagian dalam kemiliteran ini. Pada
masa Abd al-Malik ibn Marwan diberlakukan Undang-Undang Wajib
Militer (Nidam at-Tajdid al-Ijbari).
3. Perdagangan
Daerah kekuasaan daulah Bani Umayyah yang semakin luas
menjadikan lalu lintas perdagangan mendapat jaminan yang layak. Lalu
lintas darat melalui jalan Sutera ke Tiongkok meliputi perdagangan
sutera, keramik, obat-obatan, dan wewangian. Sedangkan lalu lintas laut
ke arah negeri-negeri belahan timur untuk mencari rempah-rempah,
bumbu, kasturi, permata, logam mulia, gading, dan bulu-buluan.
Keadaan ini membawa ibukota Basrah di teluk Persi menjadi pelabuhan
dagang yang ramai dan makmur, begitu pula Kota Aden. Perkembangan
perdagangan ini mendorong meningkatnya kemakmuran bagi Bani
Umayyah.
4. Kerajinan
Pada masa khalifah Abd Malik mulai dirintis
pembuatan tiraz (semacam bordiran), yaitu cap resmi yang dicetak pada
pakaian khalifah dan para pembesar pemerintahan. Abdul Aziz (gubernur
Mesir), mengganti formattiraz yang semula merupakan terjemahan dari
rumus Kristen menjadi rumus Islam dengan lafaz “la illaha illa Allah”.
Begitu juga seni lukis, sejak khalifah Mu’awiyah sudah mendapat
5. Kedokteran
Khalifah Al-Walid telah memberikan sumbangan berupa
pemisahan antara ahli tentang penyebab penyakit dengan ahli tentang
pengobatan. Khalifah Umar telah memindahkan sekolah kedokteran dari
Iskandariyah ke Antiokhia dan Harran. Khalifah Khalid ibn Yazid
memerintahkan penterjemahan buku-buku kedokteran, kimia, dan
astrologi dari bahasa Yunani dan Kopti kedalam bahasa Arab.
c. Perkembangan Ekonomi
Ekonomi imperium Abbasiyah digerakkan oleh perdagangan.
Sudah terdapat berbagai macam industri sepertikain linen di Mesir, sutra
dari Syiria dan Irak, kertas dari Samarkand, serta berbagai produk
pertanian seperti gandum dari Mesir dan kurma dari Iraq. Hasil-hasil
industri dan pertanian ini diperdagangkan ke berbagai wilayah
kekuasaan Abbasiyah dan Negara lain.
d. Bidang Keagamaan
Di bawah kekuasaan Bani Abbasiyah, ilmu-ilmu keagamaan
mulai dikembangkan. Dalam masa inilah ilmu metode tafsir juga mulai
berkembang, terutama dua metode penafsiran, yaitu Tafsir bir Ra’i dan
Tafsir bil Ma’tsur. Dalam bidang hadits, pada masa ini hanya merupakan
penyempurnaan, pembukuan dari catatan dan hafalan para sahabat. Pada
masa ini pula dimulainya pengklasifikasian hadits, sehingga muncul
yang namanya hadits dhaif, maudlu’, shahih serta yang lainnya.
f. Bidan Astronomi
a. Al Farazi : Pencipta astrolabe
b. Al Gattani / Al Betagnius
c. Abul Wafa : Menemukan jalan ketiga dari bulan
d. Al – Fargani atau Al - Fragnius
b. Faktor Eksternal
Perang Salib yang berlangsung beberapa gelombang dan
menelan banyak korban. Penyerbuan Tentara Mongol dibawah
pimpinan Hulagu Khan yang menghancrkan Baghdad. Jatuhnya
Baghdad oleh Hukagu Khan menanndai berakhirnya kerajaan
Abbasyiah dan muncul: Kerajaan Syafawiah di Iran, Kerajaan
Usmani di Turki, dan Kerajaan Mughal di India.
5. Kesimpulan
Kita dapat menyimak, bahwa puncak pencapaian penguasaan sains dan teknologi
pada zaman kejayaan umat Islam masa lalu terkait erat dengan tegaknya sistem
kekhilafahan, dimana adanya sistem komando yang terintegrasi secara global yang
peranan secara politik sejalan dengan peranan agama. Kita juga mendapatkan
gambaran dalam sejarah bahwa sosok para pemimpin terdahulu yang shaleh selain
sebagai seorang negarawan yang handal dan mumpuni, juga sebagai seorang
‘ulama wara’ yang takut pada Rabb-nya, mencintai ilmu serta mencintai rakyatnya.
Pada aspek ini kita bisa melihat adanya integrasi tiga pilar utama dalam
pembentukan peradaban Islam yaitu agama, politik dan ilmu pengetahuan terpadu
dalam satu kendali sistem kekhilafahan dibawah pimpinan seorang khalifah.
Segala hal yang baik dari para pendahulu umat Islam seyogiannya menjadi
cerminan teladan bagi kita, sementara segala hal yang kurang baik, sejatinya
Maharani Dyah Pertiwi
19
dijadikan sebagai pelajaran yang sangat berharga.
Awal meredupnya peradaban Islam yang terjadi sejak abad ke-8 hijriah (abad 13
M) hingga abad ke-14 hijriah (abad 20 M) yang telah mengakibatkan proses
peralihan dari peradaban Islam ke keradaban Barat yang ditandai dengan masa
pencerahan di dunia Barat serta terjadinya penjajahan, penaklukan dan aneksasi
terhadap negeri-negeri muslim oleh armada perang dari negara-negara Barat lebih
disebabkan oleh melemahnya legitimasi politik dunia Islam karena peran
kekhilafahan cenderung bersifat simbol serta hanya sebatas seremonial saja hingga
tumbangnya sistem kekhilafahan di dunia Islam. Dari situlah kemudian dimulainya
hegemoni dunia Barat terhadap dunia Islam.
Jadi, sesungguhnya faktor utama kekalahan dan melemahnya peran umat Islam
bukanlah terletak pada kuatnya pihak musuh-musuh Islam, tetapi lebih disebabkan
oleh melemahnya kekuatan umat Islam yang diakibatkan oleh perbuatan
kemaksiatan yang dilakukan. Kemaksiatan terbesar terutama berupa sikap
menyekutukan Alloh Swt (musyrik) dalam beribadah serta tidak memperdulikan
lagi atas berbagai aturan (syari’at) yang diperintahkan-Nya.
Perbuatan maksiat yang dilakukan oleh umat Islam itulah yang telah dikhawatirkan
oleh Umar bin Kaththabr.a. saat beliau menjadi Khalifah, hal ini sebagaimana
dapat kita simak dari pesan tertulis beliau yang pernah disampaikannya kepada
Sa’ad bin Abi Waqash ketika akan menghadapi sebuah pertempuran. Pada surat
itu ditulis pesan sebagai berikut:
“Umar bin Kaththab ra. telah menulis sepucuk surat kepada Sa’ad bin Abi Waqash
r.a.: ‘Sesungguhnya kami memerintahkan kepadamu dan kepada seluruh pasukan
yang kamu pimpin, agar taqwa dalam segala keadaan, karena taqwa kepada Alloh
merupakan seutama-utamanya persiapan dan strategi paling kuat dalam
menghadapi pertempuran. Aku perintahkan pula kepadamu dan pasukan yang
kamu pimpin agar benar-benar menjaga diri dari berbuat maksiat. Karena
maksiat yang engkau perbuat pada saat berjuang lebih aku khawatirkan daripada
kekuatan musuh, sebab engkau akan ditolong Alloh jika musuh-musuh Alloh telah
berbuat banyak maksiat, karena jika tidak demikian kamu tidak akan punya
Maharani Dyah Pertiwi
20
kekuatan sebab jumlah kita tidaklah sebanyak jumlah pasukan mereka, dimana
persiapan mereka berbeda dengan persiapan yang kita lakukan. Jika kita sama-
sama berbuat maksiat sebagaimana yang dilakukan oleh musuh-musuh kita, maka
kekuatan musuh akan semakin hebat. Sangatlah berat kita akan dapat
mengalahkan musuh kita jika hanya mengandalkan pada kekuatan yang kita
miliki, kecuali dengan mengandalkan ketaqwaan kita kepada Alloh dan senantiasa
menjaga diri dari berbuat maksiat...” (Lihat : Kitab Al ‘Aqdul Farid jilid I, hlm.
101; Kitab Nihayatul Arab jilid VI, hlm. 168; Kitab Ikhbarul Umar wa Ikhbaru
Abdullah bin Umar jilid I, hlm. 241-242; Kitab Ikbasu min Ikhbarul Khulafa Ar-
Rosyidin hlm 779, serta buku Jihad tulisan Dr. Mahfudz Azzam, hlm. 28).
Syalabi, A.1983. Sejarah dan Kebudayaan Islam Jilid 2. Jakarta: Pustaka Alhusna.