Anda di halaman 1dari 3

GAMBARAN ASPEK EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR

A. Frekuensi
Filariasis ditemukan di daerah tropis Asia, Afrika, Amerika tengah dan selatan, dengan
120 juta manusia yang terjangkit. Filariasis limfatik menyerang lebih dari 90 juta orang di
seluruh dunia. Pada tahun 1997 WHO mencanangkan program pememberantasan penyakit
filariasis sebagai masalah kesehatan masyarakat
Berdasarkan hasil survei pada tahun 2000 tercatat sebanyak 1.553 desa di 647 Puskesmas
tersebar di 231 kabupaten 26 provinsi sebagai lokasi yang endemis, dengan jumlah kasus kronis
6233 orang. Pada tahun 2005 WHO memperkirakan 120 juta penduduk dunia telah terinfeksi,
dan 1 milyar penduduk (20%) berisiko terinfeksi filariasis.
Di Asia Tenggara diperkirakan 700 juta penduduk berisiko dan 60 juta orang telah
terinfeksi filariasis. Sedangkan menurut data, Sampai tahun 2008, dilaporkan jumlah kasus
kronis filariasis secara kumulatif sebanyak 11.699 kasus di 378kabupaten/kota dan sebanyak 316
Kabupaten/Kota dari 471 Kabupaten/Kota telah terpetakan secara epidemiologis endemis
filariasis sampai dengan tahun 2008 Berdasarkan hasil pemetaan didapat prevalensi mikrofilaria
di Indonesia 19% dari seluruh populasi Indonesia yang berjumlah 220 juta orang, berarti terdapat
40 juta orang didalam tubuhnya mengandung microfilaria (Depkes, 2008).
Di Jawa Barat tahun 2009, kasus filariasis ditemukan ada sekitar 980 orang penduduk
Jawa Barat menderita penyakit kaki gajah dengan jumlah kasus terbanyak di Kecamatan
Banjaran, Soreang dan Majalaya Kabupaten Bandung yang jumlahnya mencapai 450 orang.

B. Distribusi Filariasis
1. Menurut Orang
Orang yang dianggap berisiko terkena penyakit filariasis adalah :
 Menyerang semua jenis umur
 Laki-laki memiliki risiko 4,7 kali lebih besar daripada perempuan
 Transmigran lebih berisiko
Kejadian filariasis terjadi pada laki-laki dan perempuan disebabkan karena kegiatan
yang dilakukan pada malam hari, hal ini dikarenakan aktifitas nyamuk vector filariasis
umumnya pada malam hari (nokturna).
2. Menurut Tempat
Saat ini, diperkirakan larva cacing tersebut telah menginfeksi lebih dari 700 juta orang di
seluruh dunia, dimana 60 juta orang diantaranya (64%) terdapat di regional Asia Tenggara.
(WHO, 2009). Di Asia Tenggara, terdapat 11 negara yang endemis terhadap filariasis dan
salah satu diantaranya adalah Indonesia. Indonesia merupakan salah satu amper di Asia
Tenggara dengan jumlah penduduk terbanyak dan wilayah yang luas namun memiliki
masalah filariasis yang kompleks. Di Indonesia, kejadian filariasis dari tahun 2000-2009
telah mencapai 11.914 kasus.
Filariasis dilaporkan pertama kali di Indonesia oleh Haga dan Van Eecke pada tahun
1889. Dari ketiga jenis cacing amperl penyebab filariasis, Brugia malayi mempunyai
penyebaran paling luas di Indonesia. Brugia timori hanya terdapat di Indonesia Timur yaitu
di Pulau Timor, Flores, Rote, Alor dan beberapa pulau kecil di Nusa Tenggara Timur.
Sedangkan Wuchereria bancrofti terdapat di Pulau Jawa, Bali, NTB dan Papua.
Pada tahun 2012 ditemukan kasus baru Filariasis di Provinsi NTT sebesar 414 kasus,
dimana kasus yang tertinggi ditemukan di Kabupaten Sumba Barat Daya yaitu sebesar 313
kasus.

3. Menurut Waktu
Filariasis menyebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Dari tahun ke tahun
jumlah provinsi yang melaporkan kasus filariasis terus bertambah. Pada tahun 2000 ada
6.233 kasus kronis filariasis dari 26 provinsi di Indonesia. Pada tahun 2005, tercatat 8.243
penduduk mengalami kasus kronis filariasis di 33 provinsi di Indonesia. Sampai tahun 2009
tercatat sudah terjadi 11.914 kasus kronis filarisasi yang tersebar di 33 provinsi di
Indonesia. Bahkan di beberapa daerah mempunyai tingkat endemisitas yang cukup
tinggi.

C. Determinan Filariasis
1. Agent
Wuchereria bancrofti yang terdapat di daerah perkotaan ( urban ) ditularkan oleh Culex
quinquefasciatus, menggunakan air kotor dan tercemar sebagai tempat perindukannya.
Wucheriria bancrofti yang di daerah pedesaan ( rural ) dapat ditularkan oleh bermacam
spesies nyamuk. Di Irian Jaya, Wuchereria bancrofti terutama ditularkan oleh Anopheles
farauti yang menggunakan bekas jejak kaki binatang untuk tempat perindukannya. Di daerah
pantai di NTT, Wuchereria bancrofti ditularkan oleh Anopheles subpictus. Brugia Malayi
yang hidup pada manusia dan hewan ditularkan oleh berbagai spesies Mansonia seperti
Mn.uniformis, Mn.bonneae, dan Mn.dives yang berkembang biak di daerah rawa di
Sumatera, Kalimantan, dan Maluku. Di daerah Sulawesi, B.malayi ditularkan oleh
Anopheles barbirostris yang menggunakan sawah sebagai tempat perindukannya. Brugia
timori ditularkan oleh Anopheles barbirostris yang berkembang biak di daerah sawah, baik
di dekat pantai maupun di daerah pedalaman. Brugia timori hanya ditemukan di daerah NTT
dan Timor Timur (10).

2. Host
Cacing amperl ini dapat berupa hewan dan atau manusia. Manusia yang mengandung
parasit dapat menjadi sumber infeksi bagi orang lain. Pada umumnya laki-laki lebih dmudah
terinfeksi, karena memiliki lebih banyak kesempatan mendapat infeksi (exposure). Hospes
amperl adalah hewan yang dapat menjadi hospes bagi cacing amperl, misalnya Brugia
malayi yang dapat hidup pada kucing, kera, kuda, dan sapi

3. Environment
Kasus penderita filariasis khas ditemukan di wilayah dengan iklim sub tropis dan tropis
seperti di Indonesia. Daerah Endemis biasanya merupakan daerah dataran rendah yang
berawa dengan di sana-sini dikelilingi oleh daerah yang bersemak belukar dan berhutan.
Filariasis pertama kali ditemukan di Indonesia pada tahun 1877, setelah itu tidak muncul dan
sekarang muncul kembali. Filariasis tersebar luas amper di seluruh Propinsi di Indonesia.
Sebanyak 26 provinsi di Indonesia dikatakan endemis penyakit kaki gajah, antara lain
Sumatera, sebagian wilayah Jawa dan Bali.

Anda mungkin juga menyukai