Anda di halaman 1dari 31

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

PADA LANSIA DENGAN HIPERTENSI

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Pengertian
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg.
Pada populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmhg
dan tekanan diastolik 90 mmHg. (Suzanne C. Smeltzer, 2001)
Menurut WHO, penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik
lebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolik sama atau
lebih besar 95 mmHg ( Kodim Nasrin, 2003 ).
Hipertensi pada usia lanjut didefinisikan sebagai tekanan sistolik lebih besar
dari 140 mmHg dan atau tekanan diastolik lebih besar dari 90 mmHg, ditemukan
dua kali atau lebih pada dua atau lebih pemeriksaan yang berbeda (Ode, 2012).
Jadi, Hipertensi adalah tekanan darah tinggi, jika tekanan Sistolik lebih
besar daripada 140 mmHg atau tekanan Diastolik lebih besar dari 90 mmHg
ditemukan dua kali atau lebih pada dua atau lebih pemeriksaan yang berbeda.
Tekanan darah ideal adalah 120 mmHg untuk sistolik dan 80 mmHg untuk
Diastolik.

2. Epidemiologi
Hipertensi esensial mulai terjadi seiring bertambahnya umur. Pada populasi
umum, pria lebih banyak yang menderita penyakit ini dari pada wanita (39% pria
dan 31% wanita). Prevalensi hipertensi primer pada wanita sebesar 22%-39%
yang dimulai dari umur 50 sampai lebih dari 80 tahun, sedangkan pada wanita
berumur kurang dari 85 tahun prevalensinya sebesar 22% dan meningkat sampai
52% pada wanita berumur lebih dari 85 tahun (Trenkwalder P et al, 2004).
Dari 25% pria dan 18% wanita penderita hipertensi, tidak menyadari bahwa
mereka mengidap hipertensi. Bagi mereka yang menyadari, 82%nya menjalani
pengobatan terhadap penyakitnya. Sedangkan dari semua penderita hipertensi,
hanya 46% yang mempunyai hipertensi terkontrol. Untuk kedua jenis kelamin,

1
perbandingan hipertensi terkontrol menurun seiring bertambahnya umur,
sedangkan perbandingan hipertensi yang tidak terkontrol yang menjalani
pengobatan bertambah seiring bertambahnya umur. Untuk pria, perbandingan
penderita yang sadar menderita hipertensi (diobati atau tidak diobati) juga
menurun seiring bertambahnya umur (Trenkwalder P et al, 2004).

3. Etiologi
a. Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 jenis :
1) Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak / belum
diketahui penyebabnya (terdapat pada kurang lebih 90 % dari seluruh
hipertensi).
2) Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan / sebagai akibat dari
adanya penyakit lain.
b. Faktor pemicu hipertensi dapat dibedakan atas :
1) Tidak dapat dikontrol, seperti :
a) Keturunan (genetik), kejadian hipertensi lebih banyak dijumpai pada
penderita kembar monozigot daripada heterozigot, apabila salah satu
diantaranya menderita hipertensi, menyokong bahwa faktor genetik
mempunyai peran terhadap terjadinya hipertensi. Pada percobaan binatang
tikus golongan Japanese spontanously hypertensive rat (SHR), New
Zealand genetically hypertensive rat (GH), Dahl salt sensitive (H) dan Salt
resistant dan Milan hypertensive rat strain (MHS), dua turunan tikus
tersebut mempunyai faktor neurogenik yang secara genetik diturunkan
sebagai faktor penting timbulnya hipertensi, sedangkan dua turunan yang
lain menunjukkan faktor kepekaan terhadap garam yang juga diturunkan
secara genetik sebagai faktor utama timbulnya hipertensi.
b) Jenis Kelamin, kalau ditinjau perbandingan antara wanita dan pria,
ternyata, ternyata wanita lebih banyak menderita hipertensi. Dari laporan
Sugiri di Jawa Tengah didapatkan angka prevalensi 6,0% untuk pria dan
11,6% untuk wanita. Laporan dari Sumatera Barat, mendapatkan 18,6%
pria dan 17,4% wanita. Dari perkotaan di Jakarta (pertukangan) didapatkan
14,6% pria dan 13,7% wanita.

2
c) Umur, Penderita hipertensi esensial, sebagian besar timbul pada usia 25 –
45 tahun dan hanya 20% yang timbulnya kenaikan tekanan darah di bawah
usia 20 tahun dan diatas 50 tahun.

2) Dapat dikontrol :
a) Kegemukan (obesitas), belum terdapat mekanisme pasti, yang dapat
menjelaskan hubungan antara obesitas dan hipertensi esensial, akan tetapi
pada penyelidikan dibuktikan bahwa curah jantung dan sirkulasi volume
darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingkan
dengan penderita yang mempunyai berat badan normal. Pada obesitas
tahanan ferifer berkurang atau normal, sedangkan aktivitas saraf simpatis
meninggi dengan aktivitas renin plasma yang rendah.
b) Kurang Olahraga, lebih banyak dihubungkan dengan pengobatan
hipertensi, karena olah raga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan
perifer, yang akan menurunkan tekanan darah. Olah raga juga dikaitkan
dengan peran obesitas pada hipertensi. Dengan kurang olah raga,
kemungkinan timbulnya obesitas akan meningkat dan apabila asupan
garam bertambah, akan mudah timbul hipertensi.
c) Merokok, rokok juga dihubungkan dengan hipertensi, walaupun pada
manusia mekanisme secara pasti belum diketahui. Hubungan antara rokok
dengan peningkatan resiko kardiovaskuler telah banyak dibuktikan.
d) Kolesterol tinggi, kehamilan,
e) Konsumsi Alkohol. Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi.
Peminum alkohol berat cenderung hipertensi, walaupun mekanisme
timbulnya hipertensi secara pasti belum diketahui.
f) Garam merupakan hal yang sangat sentral dalam patofisiologi hipertensi.
Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada golongan suku bangsa
dengan asupan garam minimal. Apabila asupan garam kurang dari 3 gram
perhari, prevalensi hipertensi beberapa saja, sedangkan apabila asupan
garam antara 5 – 15 gram perhari, prevalensi hipertensi meningkat menjadi
15 – 20%.

3
4. Patofisiologi
Hipertensi disebabkan oleh banyak faktor penyebab seperti penyempitan
arteri renalis atau penyakit parenkim ginjal, berbagai obat, disfungsi organ, tumor
dan kehamilan. Gangguan emosi, obesitas, konsumsi alkohol yang berlebihan,
rangsangan kopi yang berlebihan, tembakau dan obat-obatan dan faktor
keturunan, faktor umur. Faktor penyebab diatas dapat berpengaruh pada sistem
saraf simpatis. Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak dipusat vasomotor pada medula diotak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke korda spinalis dan keluar dari
kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis ditoraks dan abdomen. Rangsangan
pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah
melalui sistem jarak simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin yang merangsang serabut saraf pasca ganglion
ke pembuluh darah dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan kontriksi
pembuluh darah. Pada saat bersamaan sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi kelenjar adrenal terangsang,
vasokonstriksi bertambah. Medula adrenal mensekresi epinofrin menyebabkan
vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid yang memperkuat
respons vasokontriksi dan mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal
merangsang pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiptensin I dan
diubah menjadi angiotensin II yang mengakibatkan retensi natrium dan air yang
menimbulkan odema. Vasokontriksi pembuluh darah juga mengakibatkan
peningkatan tahanan perifer, meningkatnya tekanan arteri juga meningkatkan
aliran balik darah vena ke jantung dalam keadaan ini tubuh akan berkompensasi
untuk meningkatkan curah jantung mengalami penurunan. Hal ini mempengaruhi
suplai O2 miokardium berkurang yang menimbulkan manifestasi klinis cianosis,
nyeri dada/ angina, sesak dan juga mempengaruhi suplai O2 ke otak sehingga
timbul spasme otot sehingga timbul keluhan nyeri kepala/pusing, sakit pada leher.
Tingginya tekanan darah yang terlalu lama akan merusak pembuluh darah
diseluruh tubuh seperti pada mata menimbulkan gangguan pada penglihatan,
jantung, ginjal dan otak karena jantung dipaksa meningkatkan beban kerja saat
memompa melawan tingginya tekanan darah. Diotak tekanan darah tinggi akan

4
meningkatkan tekanan intra kranial yang menimbulkan manifestasi klinis
penurunan kesadaran, pusing, mual/muntah dan gangguan pada penglihatan
kadang-kadang sampai menimbulkan kelumpuhan.
Untuk pertimbangan gerontology. perubahan struktural dan fungsional pada
system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang
terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya
elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah,
yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang
kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung
(volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan
tahanan perifer. (Brunner & Suddarth, 2002).

5. Pathway (terlampir)

6. Klasifikasi Hipertensi
Tekanan Darah Tekanan Darah
Kategori
Sistolik Diastolik
Normal Dibawah 130 mmHg Dibawah 85 mmHg
Normal tinggi 130-139 mmHg 85-89 mmHg
Stadium 1
140-159 mmHg 90-99 mmHg
(Hipertensi ringan)
Stadium 2
160-179 mmHg 100-109 mmHg
(Hipertensi sedang)
Stadium 3
180-209 mmHg 110-119 mmHg
(Hipertensi berat)
Stadium 4
210 mmHg atau lebih 120 mmHg atau lebih
(Hipertensi maligna)

Sumber : Zulkhair Ali, Standar Profesi Ilmu Penyakit Dalam (2002).

5
7. Gejala Klinis
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala;
meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya
berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala
yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah
kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi,
maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala
berikut:
a. sakit kepala
b. kelelahan
c. mual
d. muntah
e. sesak nafas
f. gelisah
g. pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak,
mata, jantung dan ginjal.
Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan
bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati
hipertensif, yang memerlukan penanganan segera.

8. Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit hipertensi menurut
TIM POKJA RS Harapan Kita (2003:64) dan Dr. Budhi Setianto (Depkes, 2007)
adalah diantaranya :
a. Penyakit pembuluh darah otak seperti stroke, perdarahan otak, transient
ischemic attack (TIA).
b. Penyakit jantung seperti gagal jantung, angina pectoris, infark miocard
acut (IMA).
c. Penyakit ginjal seperti gagal ginjal.
d. Penyakit mata seperti perdarahan retina, penebalan retina, oedema pupil.

6
9. Pemeriksaan Penunjang
a. Hemoglobin/ Hemotokrit : Bukan diagnostik tetapi mengkaji hubungan
dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan
faktor-faktor resiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia.
b. BUN/ Kreatinin : Memberikan nformasi tentang perfusi/ fungsi ginjal.
c. Glukosa :Hiperglikemia (diabetes melitus adalah pencetusan hipertensi)
dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar ketokolamin(meningkat
hipertensi).
d. Kalium Serum : Hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron
utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
e. Kalsium Serum : Peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan
hipertensi.
f. Kolesterol dan trigeliserida serum : Peningkatan kadar dapat mengindikasi
pencetus untuk/ adanya pembentukan plakateromatosa (efek
kardiovaskuler).
g. Pemeriksaan tiroid : Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokontriksi
dan hipertensi
h. Kadar aldosteron urin/ serum : Untuk mengkaji aldosteronisme primer
(penyebab)
i. Urinalisa : Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal
dan/atau diabetes.
j. VMA urin (metabolit katekolamin) : Kenaikan dapat mengindikasikan
adanya feokromositoma (penyebab); VMA urin 24 jam dapat dilakukan
untuk pengkajian feokromositomabila hipertensi hilang timbul.
k. Asam urat : Hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor resiko
terjadinya hipertensi.
l. Steroid urin : Kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme,
feokromositoa atau disfungsi pituitari, sindrom Cushing kadar renin dapat
juga meningkat.
m. IVP : Dapat mengindentifikasi penyebab hipertensi, seperti penyakit
parenkim ginjal, batu ginjal/ ureter.

7
n. Foto Dada : Dapat menunjukkan obstruksi klasifikasi pada area katup,
deposit pada dan/ atau takik aorta, pembesaran jantung.
o. CT Scan : Mengkaji tumor serebral, CSV, ensefalopati, atau
feokromositoma.
p. EKG : Dapat menunjukkan perbesaran jantung, pola regangan, gangguan
konduksi, catatan: Luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda
dini penyakit jantung hipertensi

10. Penatalaksanaan
Tujuan tiap program penanganan bagi setiap pasien adalah mencegah
terjadinya morbiditas dan mortalitas penyerta dengan mecapai dan
mempertahankan tekanan darah dibawah 140/90mmHg. Efektivitas setiap
program ditentukan oleh derajat hipertensi, komplikasi, biaya perawatan, dan
kualitas hidup sehubungan dengan terapi. Beberapa penelitian menunjukan bahwa
pendekatan nonfarmakologis, termasuk penurunan berat badan, pembatasan
alkohol, natrium dan tembakau: latihan dan relaksasi merupakan intervensi wajib
yang harus dilakukan pada setiap terapi antihipertensi. Apabila penderita
hipertensi ringan berada dalam resiko tinggi (pria, perokok) atau bila tekanan
darah diastoliknya menetap, diatas 85-95 mmHg dan sistoliknya diatas 130
sampai 139mmHg, maka perlu dimulai terapi obat-obatan.
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
a. Terapi tanpa Obat : digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan
dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi
tanpa obat ini meliputi :
1) Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
a) Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr
b) Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
c) Penurunan berat badan
d) Penurunan asupan etanol
e) Menghentikan merokok
f) Diet tinggi kalium

8
2) Latihan Fisik : olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan untuk
penderita hipertensi adalah olah raga yang mempunyai empat prinsip
yaitu:
a) Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging,
bersepeda, berenang dan lain-lain
b) Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik
atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan.
Denyut nadi maksimal dapat ditentukan dengan rumus 220 – umur
c) Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam zona
latihan
d) Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x
perminggu
3) Edukasi Psikologis
a) Tehnik Biofeedback : suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan
pada subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh yang secara
sadar oleh subyek dianggap tidak normal. Penerapan biofeedback
terutama dipakai untuk mengatasi gangguan somatik seperti nyeri
kepala dan migrain, juga untuk gangguan psikologis seperti
kecemasan dan ketegangan.
b) Tehnik relaksasi : suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk
mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih
penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh
menjadi rileks
4) Pendidikan Kesehatan ( Penyuluhan ) : untuk meningkatkan
pengetahuan pasien tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya
sehingga pasien dapat mempertahankan hidupnya dan mencegah
komplikasi lebih lanjut.

b. Terapi dengan Obat


Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah
saja tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi
agar penderita dapat bertambah kuat(1). Pengobatan hipertensi umumnya

9
perlu dilakukan seumur hidup penderita. Pengobatan standar yang
dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi menyimpulkan bahwa obat
diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat
digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan
penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita. Pengobatannya
meliputi :
1) Step 1 : Obat pilihan pertama : diuretika, beta blocker, Ca antagonis,
ACE inhibitor
2) Step 2 : Alternatif yang bisa diberikan
a) Dosis obat pertama dinaikan
b) Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama
c) Ditambah obat ke –2 jenis lain, dapat berupa diuretika , beta blocker,
Ca antagonis, Alpa blocker, clonidin, reserphin, vasodilator
3) Step 3 : alternatif yang bisa ditempuh
a) Obat ke-2 diganti
b) Ditambah obat ke-3 jenis lain
4) Step 4 : alternatif pemberian obatnya
a) Ditambah obat ke-3 dan ke-4
b) Re-evaluasi dan konsultasi

c. Follow Up untuk mempertahankan terapi


Untuk mempertahankan terapi jangka panjang memerlukan interaksi
dan komunikasi yang baik antara pasien dan petugas kesehatan ( perawat,
dokter ) dengan cara pemberian pendidikan kesehatan. Hal-hal yang harus
diperhatikan dalam interaksi pasien dengan petugas kesehatan adalah :
1) Setiap kali penderita periksa, penderita diberitahu hasil pengukuran
tekanan darahnya
2) Bicarakan dengan penderita tujuan yang hendak dicapai mengenai
tekanan darahnya
3) Diskusikan dengan penderita bahwa hipertensi tidak dapat sembuh,
namun bisa dikendalikan untuk dapat menurunkan morbiditas dan
mortilitas

10
4) Yakinkan penderita bahwa penderita tidak dapat mengatakan tingginya
tekanan darah atas dasar apa yang dirasakannya, tekanan darah hanya
dapat diketahui dengan mengukur memakai alat tensimeter
5) Penderita tidak boleh menghentikan obat tanpa didiskusikan lebih
dahulu
6) Sedapat mungkin tindakan terapi dimasukkan dalam cara hidup
penderita
7) Ikutsertakan keluarga penderita dalam proses terapi
8) Pada penderita tertentu mungkin menguntungkan bila penderita atau
keluarga dapat mengukur tekanan darahnya di rumah
9) Buatlah sesederhana mungkin pemakaian obat anti hipertensi misal 1 x
sehari atau 2 x sehari
10) Diskusikan dengan penderita tentang obat-obat anti hipertensi, efek
samping dan masalah-masalah yang mungkin terjadi
11) Yakinkan penderita kemungkinan perlunya memodifikasi dosis atau
mengganti obat untuk mencapai efek samping minimal dan efektifitas
maksimal
12) Usahakan biaya terapi seminimal mungkin
13) Untuk penderita yang kurang patuh, usahakan kunjungan lebih sering
14) Hubungi segera penderita, bila tidak datang pada waktu yang
ditentukan.

11. Pencegahan
a. Pencegahan Primer
Faktor resiko hipertensi antara lain: tekanan darah diatas rata-rata,
adanya hipertensi pada anamnesis keluarga, ras (negro), tachycardi, obesitas
dan konsumsi garam yang berlebihan dianjurkan untuk:
1) Mengatur diet agar berat badan tetap ideal juga untuk menjaga agar
tidak terjadi hiperkolesterolemia, Diabetes Mellitus, dsb.
2) Dilarang merokok atau menghentikan merokok.
3) Merubah kebiasaan makan sehari-hari dengan konsumsi rendah garam.
4) Melakukan exercise untuk mengendalikan berat badan.

11
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder dikerjakan bila penderita telah diketahui menderita
hipertensi berupa:
1) Pengelolaan secara menyeluruh bagi penderita baik dengan obat
maupun dengan tindakan-tindakan seperti pada pencegahan primer.
2) Harus dijaga supaya tekanan darahnya tetap dapat terkontrol secara
normal dan stabil mungkin.
3) Faktor-faktor resiko penyakit jantung ischemik yang lain harus
dikontrol.
4) Batasi aktivitas.

12
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Aktifitas/ istirahat
Gejala: Kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton
Tanda: Frekwensi jantung meningkat, perubahan irama jantung
b. Sirkulasi
Gejala: Riwayat hipertensi, penyakit jantung koroner.
Tanda: Kenaikan tekanan darah, tachycardi, disrythmia.
c. Integritas Ego
Gejala: Ancietas, depresi, marah kronik, faktor-faktor stress.
Tanda: Letupan suasana hati, gelisah, otot mulai tegang.
d. Eliminasi
Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu (seperti, infeksi/obstruksi
atau riwayat penyakit ginjal dimasa lalu)
e. Makanan/ cairan
Gejala: Makanan yang disukai (tinggi garam, tinggi lemak, tinggi
kolesterol), mual, muntah, perubahan berat badan (naik/ turun), riwayat
penggunaan diuretik.
Tanda: Berat badan normal atau obesitas, adanya oedem.
f. Neurosensori
Gejala: Keluhan pusing berdenyut, sakit kepala sub oksipital, gangguan
penglihatan.
Tanda: Status mental: orientasi, isi bicara, proses berpikir,memori,
perubahan retina optik.
Respon motorik: penurunan kekuatan genggaman tangan.
g. Nyeri/ ketidaknyamanan
Gejala : angina (penyakit arteri koroner/keterlibatan jantung). Nyeri hilang
timbul pada tungkai/klaudasi (indikasi arteriosklerosis pada arteri
ekstremitas bawah). Sakit kepala oksipital berat seperti yang pernah terjadi
sebelumnya. Nyeri abdomen/massa (feokromositoma)
h. Pernafasan
Gejala: Dyspnea yang berkaitan dengan aktifitas/ kerja, tacyhpnea, batuk

13
dengan/ tanpa sputum, riwayat merokok.
Tanda: Bunyi nafas tambahan, cyanosis, distress respirasi/ penggunaan alat
bantu pernafasan.
i. Keamanan
Gejala: Gangguan koordinasi, cara brejalan.
j. Pembelajaran/Penyuluhan
Gejala : faktor-faktor risiko keluarga :hipertensi, aterosklerosis, penyakit
jantung, DM, penyakit serebrovaskular/ginjal.
Faktor-faktor risiko etnik : seperti orang Afrika-Amerika, Asia tenggara.
Penggunaan pil KB atau hormone lain; penggunaan obat/alcohol.
k. Psikososial dan spiritual
Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain; perubahan peran;
isolasi, perubahan mood atau perubahan emosiaonal, mudah tersinggung,
kegiatan ibadah masih bisa dilakukan tetapi jika tanda dan gejala yang
diderita bertambah parah hal ini akan berpengaruh terhadap kegiatan
beribadah klien
l. Fungsional klien
1) Indeks Barthel yang dimodifikasi
Penilaian didasarkan pada tingkat bantuan orang lain dalam
meningkatkan aktivitas fungsional. Penilaian meliputi makan,
berpindah tempat, kebersihan diri, aktivitas di toilet, mandi, berjalan di
tempat datar, naik turun tangga, berpakaian, mengontrol defekasi dan
mengontrol kemih.
Cara penilaiannya antara lain : makan, jika memerlukan bantuan
diberi nilai 5 dan jika mandiri diberi nilai 10. Berpindah dari kursi roda
ke tempat tidur dan sebaliknya termasuk duduk di tempat tidur, jika
memerlukan bantuan diberi nilai 5 samapai 10, dan jika mandiri diberi
nilai 15. Kebersihan diri ( mencuci muka, menyisir, mencukur,
menggososk gigi ) jika memerlukan bantuan diberi nilai 0 dan jika
mandiri diberi nilai 5. Aktivitas di toilet ( mengelap, menyemprot ) jika
memerlukan bantuan diberi nilai 5 dan jika mandiri diberi nilai 10.
Mandi jika memerlukan bantuan diberi nilai 0 dan jika mandiri diberi

14
nilai 5. Berjalan di jalan yang datar jika memrlukan bantuan diberi nilai
10 dan jika mandiri diberi nilai 15. Naik turun tangga jika memerlukan
bantuan diberi nilai 5 dan jika mandiri diberi nilai 10. Berpakaian
termasuk menggunakan sepatu, jika memerlukan bantuan diberi nilai 5,
jika mandiri 10. Mengontrol defekasi, jika memerlukan bantuan diberi
nilai 5 dan jika mandiri 10. Mengontol berkemih, , jika memerlukan
bantuan diberi nilai 5 dan jika mandiri 10.
Dengan penilaian :
0-20 : ketergantungan penuh
21-61 : ketergantungan berat / sangat tergantung
62-90 : ketergantungan moderet
91-99 : ketergantungan ringan
100 : mandiri
2) Indeks Katz
Pengkajian menggunakan indeks kemandirian katz untuk aktifitas
kehidupan sehari – hari yang berdasarkan pada evaluasi fungsi mandiri
atau ketergantungan dari klien dalam hal : makan , BAB/BAK,
berpindah, ke kamar mandi, mandi dan berpakain. Menurut Pratiwi S.,
indeks Kazt adalah pemeriksaan disimpulkan dengan sistem penilaian
yang didasarkan pada tingkat bantuan orang lain dalam melakukan
aktivitas fungsionalnya. Salah satu keuntungan dari alat ini adalah
kemampuan untuk mengukur perubahan fungsi aktivitas dan latihan
setiap waktu, yang diakhiri evaluasi dan aktivitas rehabilitasi.
Pengukuran pada kondisi ini meliputi Indeks Katz :
Mandi Dapat mengerjakan Bagian tertentu
sendiri dibantu
Berpakain Seluruhnya tanpa Bagian tertentu
bantuan dibantu atau
seluruhnya dengan
bantuan
Pergi ke toilet Dapat mengerjakan Memerlukan bantuan
sendiri atau tidak dapat pergi

15
ke wc
Berpindah ( Tanpa bantuan Dengan bantuan atau
berjalan ) tidak dapat melakukan
BAB/BAK Dapat mengontrol Kadang – kadang
ngompol atau defekasi
di tempat tidur atau
dibantu seluruhnya
Makan Tanpa bantuan Perlu bantuan dalam
hal – hal tertentu atau
seluruhnya dibantua
Klasifikasi :
A : Mandiri untuk 6 fungsi
B : Mandiri untuk 5 fungsi
C : Mandiri kecuali untuk mandi dan 1 fungsi lain
D : Mandiri kecuali untuk mandi, berpakaian dan 1 fungsi lain
E : Mandiri kecuali untuk mandi, berpakaian, pergi ke toilet dan 1
fungsi lain
F : Mandiri kecuali untuk mandi, berpakain, pergi ke toilet, dan 1
fungsi lain
G : Tergantung untuk 6 fungsi
Berdasarkan referensi yang peneliti dapatkan, untuk mempermudah
penilaiannya dimodifikasi sebagai berikut :
A : Mandiri untuk 6 fungsi
B : Mandiri untuk 5 fungsi
C : Mandiri untuk 4 fungsi
D : Mandiri untuk 3 fungsi
E : Mandiri untuk 2 fungsi
F : Mandiri untuk 1 fungsi
G : Tergantung untuk 6 fungsi
Keterangan :
Mandiri : berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan aktif
dari orang lain. Seseorang yang menolak melakukan suatu fungsi

16
dianggap tidak melakukan fungsi, meskipun mampu
Dalam pengkajian menggunakan INDEKS KATZ dan BARTHEL
INDEKS klien mungkin mampu melakukan semua pemenuhan
kebutuhan dasar klien mulai dari makan, minum, ambulasi, BAB/BAK,
toileting dan perawatan diri lainnya. Semua hal di atas tergantung dari
tingkat keparahan penyakit yang dialami oleh klien.
m. Status Mental dan kognitif Gerontik
1) SPMSQ ( Short Portable Mental Status Questioner )
Digunakan untuk mendeteksi kerusakan intelektual terdiri dari 10
hal yang menilai orientasi, memori dalam hibungan dengan kemampuan
perawatan diri, memori jauh dan kemampuan matematis.
2) MMSE ( Mini Mental Status Exam )
Merupakan suatu alat yang bergunamenguji kemampuan klien
dengan menguji aspek kognitif dari fungsi mental, orientasi, perhatian
dan kalkulasi, mengingat kembali, bahasa dan nilai
Dengan melakukan pengkajian menggunakan SPMSQ atau MMSE
klien mungkin mengalami kerusakan intelektual ringan sampai berat
atau mungkin fungsi intelektual yang dimiliki oleh klien masih utuh /
baik hal ini tergantung pada latar belakang tingkat pendidikan klien,
lingkungan dan bergantung pada kondisi klien itu sendiri
n. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, mungkin tidak dijumpai kelainan apapun
selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan
pada retina, seperti perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan
pembuluh darah, dan pada kasus berat, edema pupil (edema pada diskus
optikus).

17
2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan struktural pada
arteri dan vena
b. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan penurunan suplai O2
c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium dan air
d. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.
e. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan
f. Gangguan sensori perseptual : penglihatan berhubungan dengan gangguan
penerimaan sensori
g. Kurang pengetahuan berhubungan dengan perubahan status kesehatan dan
proses penyakit
h. Risiko perfusi jaringan tidak efektif (serebral) berhubungan dengan
peningkatan tekananvaskuler cerebral
i. Risiko cedera berhubungan dengan gangguan penglihatan, penurunan lapang
pandang

18
3. Rencana Keperawatan
No Dx. Kep Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional
. Evaluasi
1. Nyeri akut Setelah diberikan 1. Observasi nyeri klien 1. Untuk mengetahui
berhubunga tindakan tingkat nyeri klien
n dengan keperawatan 2. Mempertahankan tirah 2. Meminimalkan
peningkatan diharapkan nyeri baring selama fase stimulasi/meningkat-
tekanan berkurang atau akut kan relaksasi
vaskuler teratasi 3. Berikan tindakan 3. Tindakan yang
serebral. Kriteria Hasil : nonfarmakologi untuk menurunkan tekanan
 Melaporkan nyeri menghilangkan sakit vaskuler serebral
/ kepala, misal kompres dan yang
ketidaknyamanan dingin pada dahi, pijat memperlambat/
tulang / terkontrol punggung dan leher, memblok respons
 Mengungkapkan tenang, redupkan simpatis efektif
metode yang lampu kamar. dalam
memberikan menghilangkan sakit
pengurangan kepala dan
 Mengikuti komplikasinya.
regiment 4. Hilangkan/minimalkan 4. Aktivitas yang
farmakologi yang aktivitas meningkatkan
diresepkan. vasokonstriksi yang vasokontriksi
dapat meningkatkan menyebabkan sakit
sakit kepala, mis., kepala pada adanya
mengejan saat BAB, peningkatan tekanan
batuk panjang, vaskular serebral
membungkuk.
5. Bantu pasien dalam 5. Pusing dan
ambulasi sesuai penglihatan kabur
kebutuhan sering berhubungan
dengan sakit kepala.
Pasien juga dapat
mengalami episode
hipotensi postural.
6. Berikan informasi 6. Dapat menurunkan/
pada klien tentang mengontrol rasa
melakukan teknik nyeri
relaksasi (napas dalam,

19
panduan imajinasi,
ditraksi) dan aktivitas
waktu senggang.
7. Kolaborasi dalam 7. Menurunkan/
pemberian obat: mengontrol nyeri
analgesik, antiansietas dan menurunkan
rangsang sistem
saraf simpatis.
2. Intoleransi Setelah diberikan 1. Observasi respons 1. Menyebutkan
aktifitas tindakan pasien terhadap parameter
berhubunga keperawatan aktivitas, perhatikan membantu dalam
n dengan diharapkan klien frekuensi nadi lebih mengkaji respons
kelemahan mampu melakukan dari 20 kali per menit fisiologi terhadap
aktivitas sesuai di atas frekuensi stres aktivitas dan,
dengan batas istirahat: peningkatan bila ada merupakan
toleransinya dengan TD yang nyata indikator dari
Kriteria Hasil : selama/sesudah kelebihan kerja yang
 Klien dapat aktivitas (tekanan berkaitan dengan
berpartisipasi sistolik meningkat 40 tingkat aktivitas.
dalam aktivitas mmHg atau tekanan
yang di inginkan diastolik meningkat 20
/ diperlukan mmHg); dispnea atau
 Melaporkan nyeri dada; keletihan
peningkatan dan kelemahan yang
dalam toleransi berlebihan; diaforesis;
aktivitas yang pusing atau pingsan.
dapat diukur. 2. Berikan dorongan 2. Kemajuan aktivitas
untuk melakukan bertahap mencegah
aktivitas/perawatan diri peningkatan kerja
bertahap jika dapat jantung tiba-tiba.
ditoleransi. Berikan Memberikan
bantuan sesuai bantuan hanya
kebutuhan. sebatas kebutuhan
akan mendorong
kemandirian dalam
melakukan aktivitas.
3. Informasikan pasien 3. Teknik menghemat
tentang teknik energi mengurangi

20
penghematan energi, penggunaan energi,
mis., menggunakan juga membantu
kursi saat mandi, duduk keseimbangan antara
saat menyisir rambut suplai dan
atau menyikat gigi, kebutuhan oksigen.
melakukan aktivitas
dengan perlahan.

3 Kelebihan Setelah diberikan 1. Observasi pemasukan/ 1. Evaluator langsung


volume tindakan pengeluaran Hitung status cairan.
cairan keperawatan keseimbangan cairan, Perubahan tiba-tiba
berhubunga diharapkan volume catat kehilangan tak pada berat badan
n dengan cairan dapat kasat mata. Timbang dicurigai
retensi terkontrol dengan berat badan sesuai kehilangan/ retensi
natrium dan Kriteria Hasil: indikasi. cairan.
air  Turgor kulit baik 2. Observasi turgor kulit, 2. Indikator langsung
(tidak kelembaban membran status
membentuk mukosa, adanya edema cairan/perbaikan
cekungan bila dependen/umum. ketidakseimbangan
ditekan) 3. Observasi tanda vital 3. Kekurangan cairan
 Membran (tekanan darah, nadi, mungkin
mukosa baik frekuensi pernapasan). dimanifestasikan
 Tanda-tanda vital oleh hipotensi dan
dalam batas takikardi, karena
normal (TD:120- jantung mencoba
130/80-85mmHg, untuk
N: 60-100x/mnt, mempertahankan
RR: 18-20x/mnt, curah jantung.

S:36-37C) 4. Auskultasi bunyi 4. Kelebihan

 Bunyi nafas napas, catat adanya cairan/terjadinya

normal krekels. gagal mungkin


dimanifestasikan
oleh hipertensi,
takikardi, takipnea,
krekels, distres
pernapasan.
5. Kaji ulang kebutuhan 5. Tergantung pada
cairan. Buat jadwal 24 situasi, cairan

21
jam dan rute yang dibatasi atau
digunakan. Pastikan diberikan terus.
miuman/makanan yang Pemberian informasi
disukai pasien melibatkan pasien
pada pembuatan
jadwal dengan
kesukaan individu
dan meningkatkan
rasa terkontrol dan
kerjasama dalam
program
6. Kolaborasi dalam 6. Membantu dalam
pemberian obat diuretic pengeluaran cairan
sesuai indikasi
4. Risiko Setelah diberikan 1. Observasi faktor-faktor 1. Mempengaruhi
perfusi tindakan yang berhubungan penetapan
jaringan keperawatan dengan keadaan/ intervensi.
tidak efektif diharapkan tidak penyebab khusus Kerusakan/kemungd
(serebral) terjadi gangguan selama koma/ uran tanda/gejala
berhubunga perfusi jaringan penurunan perfusi neurologis atau
n dengan (serebral) dengan serebral dan potensial kegagalan
peningkatan Kriteria Hasil : terjadinya peningkatan memperbaikinya
tek.vaskuler  Tidak terjadi TIK. setelah fase awal
cerebral peningkatan TIK memerlukan
tindakan
pembedahan
dan/atau pasien
harus dipindahkan
ke ruang perawatan
kritis (ICU) untuk
melakukan
pemantauan
terhadap
peningkatan TIK.
2. Observasi status 2. Mengetahui
neurologis sesering kecenderungan
mungkin dan tingkat kesadaran
bandingkan dengan dan potensial

22
keadaan peningkatan TIK
normalnya/standar. dan mengetahui
lokasi, luas dan
kemajuan/resolusi
kerusakan SPP.
Dapat menunjukkan
TIA yang
merupakan tanda
terjadi trombosis
CVS baru.
3. Letakkan kepala 3. Menurunkan
dengan posisi agak tekanan arteri
ditinggikan dan dalam dengan
posisi anatomis meningkatkan
(netral). drainase dan
meningkatkan
sirkulasi/perfusi
serebral.
4. Pertahankan keadaan 4. Aktivitas/stimulasi
tirah baring: ciptakan yang kontinyu dapat
lingkungan yang meningkatkan TIK.
tenang: batasi Istirahat total dan
pengunjung/aktivitas ketenangan mungkin
pasien sesuai indikasi. diperlukan untuk
Berikan istirahat secara pencegahan terhadap
periodik antara perdarahan dalam
aktivitas perawatan, kasus stroke
batasi lamanya setiap hemoragik/perdarah
prosedur. an lainnya.
5. Cegah terjadinya 5. Manuver Valsalva
mengejan saat defekasi, dapat meningkatkan
dan pernapasan yang TIK dan
memaksa (batuk terus- memperbesar risiko
menerus). terjadinya
perdarahan.
6. Kolaborasi dalam 6. Menurunkan
pemberian oksigen hipoksia yang dapat
sesuai indikasi menyebabkan

23
vasodilatasi serebral
dan tekanan
meningkat/terbentuk
nya edema.
5. Pola nafas Setelah diberikan 1. Observasi frekuensi, 1. Kecepatan biasanya
tak efektif tindakan kedalaman pernapasan meningkat. Dispnea
berhubunga keperawatan dan ekspansi dada. dan terjadi
n dengan diharapkan pola Catat upaya peningkatan kerja
penurunan nafas menjadi efektif pernapasan, termasuk napas (pada awal
suplai O2 dengan Kriteria penggunaan otot atau hanya tanda EP
Hasil : bantu/pelebaran nasal. sebakut). Kedalaman
 RR: 18-20x/mnt pernapasan
 Bunyi nafas bervariasi
normal tergantung derajat
 Tidak ada retraksi gagal napas.
otot dada Ekspansi dada
terbatas yang
berhubungan dengan
atelektasis dan/atau
nyeri dada pleuritik.
2. Auskultasi bunyi napas 2. Bunyi napas
dan catat adanya bunyi menurun/ tak ada
napas adventisius, bila jalan napas
seperti krekels, mengi, obstruksi sekunder
gesekan pleural. terhadap perdarahan,
bekuan atau kolaps
jalan napas kecil
(atelektasis). Ronki
dan mengi menyertai
obstruksi jalan
napas/kegagalan
pernapasan.
3. Dorong/bantu pasien 3. Dapat
dalam napas dalam dan meningkatkan/banya
latihan batuk. knya sputum dimana
Penghisapan per oral gangguan ventilasi
atau nasotrakeal bila dan ditambah
diindikasikan. ketidaknyamanan

24
upaya bernapas.
4. Kolaborasi dalam 4. Memaksimalkan
pemberian oksigen bernapas dan
tambahan. menurunkan kerja
napas. Memberikan
kelembaban pada
membran mukosa
dan membantu
pengenceran sekret
untuk memudahkan
pembersihan.
Memudahkan upaya
pernapasan dalam
dan meningkatkan
drainase sekret dari
segmen paru
kedalam bronkus,
dimana dapat lebih
mempercepat
pembuangan dengan
batuk/penghisapan.

6. Risiko Setelah diberikan 1. Observasi perubahan 1. Penurunan aliran


cedera tindakan asuhan penglihatan seperti darah ke retina
berhubunga keperawatan pandangan kabur atau akibat hipertensi
n dengan diharapkan tidak kehilangan penglihatan. yang kronik.
gangguan terjadi cedera 2. Observasi kelemahan 2. Penurunan tekanan
penglihatan, dengan Kriteria saat perubahan posisi, darah dapat terjadi
penurunan hasil: perubahan tekanan karena perubahan
lapang darah saat berbaring, posisi yang tiba-
pandang  Klien terhindar duduk, berdiri. tiba.
dari trauma atau 3. Observasi fungsi 3. Tekanan darah
injuri mental dan kerusakan yang tidak
 Tekanan darah memori. terkontrol dapat
dapat dikontrol menyebabkan
 Meminta bantuan perubahan status
bila diperlukan. mental
4. Menyediakan jalan 4. Pencegahan trauma

25
yang tidak licin, karena benda di
penerangan yang sekitar klien dan
cukup, barabg yang pencegahan
mudah dijangkau, dan kemungkinan jatuh
alat bantu jalan saat mengambil
barang atau
berjalan.
5. Ambulasi dengan 5. Memberikan
menggunakan alat keseimbangan saat
bantu berjalan (walker berjalan dan
atau cane) mencegah jatuh
6. Anjurkan duduk dulu 6. Menghindari
sebelum bangun dari hipotensi
tempat tidur orthostatic
7. Hindari paparan udara 7. Dapat
panas dan kegiatan menyebabkan
berlebih vasodilatasi
pembuluh darah
berlebih
7. Gangguan Setelah dilakukan 1. Tentukan ketajaman 1. Kebutuhan individu
sensori tindakan penglihatan, catat dan pilihan
perseptual: keperawatan apakah satu atau kedua intervensi bervariasi
penglihatan diharapkan mata terlibat. sebab kehilangan
berhubunga gangguan sesnsori penglihatan terjadi
n dengan perseptuan ; lambat dan
gangguan penglihatan dapat progresif. Bila
penerimaan ditoleransi dengan bilateral, tiap mata
sensori Kriteria Hasil : dapat berlanjut pada
 Klien laju yang berbeda,
maengatakan tetapi biasanya
mampu melihat hanya satu mata
barang atau benda diperbaiki per
sesuai dengan prosedur.
batas kemampuan 2. Perhatikan tentang 2. Gangguang
klien suram atau penglihatan penglihatan/iritasi
kabur dan iritasi mata, dapat berakhir 1-2
dimana dapat terjadi jam setelah tetesan
bila menggunakan tetes mata tetapi secara

26
mata. bertahap menurun
dengan penggunaan.
Catatan: iritasi lokal
harus dilaporkan ke
dokter, tetapi jangan
hentikan
penggunaan obat
sementara.
3. Letakan barang yang 3. Memungkinkan
dibutuhkan/posisi bel pasien melighat
pemanggil dalam objek lebih mudah
jangkauan pada sisi dan memudahkan
yang tak bermasalah panggilan untuk
atau pada jangkauan perolongan bila
tangan klien diperlukan.
8. Penurunan Setelah diberikan 1. Observasi tekanan 1. Perbandingan dari
curah tindakan darah tekanan memberikan
jantung keperrawatan gambaran
berhubunga diharapkan curah yang lebih lengkap
n dengan jantung kembali tentang keterlibatan /
perubahan normal. Dengan bidang masalah
struktural Kriteria Hasil : vaskuler.
pada arteri  Klien 2. Catat keberadaan, 2. Denyutan
dan vena berpartisifasi kualitas denyutan karotis,jugularis,
dalam aktivitas sentral dan perifer radialis dan
yang menurunkan femoralis mungkin
tekanan darah / teramati / palpasi.
beban Dunyut pada tungkai
kerja jantung mungkin menurun,
 mempertahankan mencerminkan efek
TD dalam dari vasokontriksi
rentang individu (peningkatan SVR)
yang dapat dan kongesti vena.
diterima 3. Auskultasi tonus 3. S4 umum terdengar
 Memperlihatkan jantung dan bunyi pada
frekwensi jantung napas. pasien hipertensi
stabil dalam berat karena adanya
rentang hipertropi atrium,

27
normal pasien. perkembangan S3
menunjukan
hipertropi ventrikel
dan kerusakan
fungsi, adanya
krakels,
mengi dapat
mengindikasikan
kongesti paru
sekunder terhadap
terjadinya
atau gagal jantung
kronik.
4. Amati warna kulit, 4. Adanya pucat,
kelembaban, suhu, dan dingin, kulit lembab
masa pengisian kapiler. dan masa pengisian
kapiler lambat
mencerminkan
dekompensasi /
penurunan curah
jantung.
5. Catat adanya demam 5. Dapat
umum / tertentu. mengindikasikan
gagal
jantung, kerusakan
ginjal atau vaskuler.
6. Berikan lingkungan 6. Membantu untuk
yang nyaman, tenang, menurunkan
kurangi aktivitas / rangsangan simpatis,
keributan meningkatkan
ligkungan, batasi relaksasi.
jumlah pengunjung dan
lamanya tinggal.
7. Anjurkan teknik 7. Dapat
relaksasi, panduan menurunkan
imajinasi dan distraksi. rangsangan yang
menimbulkan stress,
membuat efek

28
tenang,
sehingga akan
menurunkan tekanan
darah.
8. Kolaborasi dengan 8. Menurunkan
dokter dalam pembrian tekanan darah.
therafi anti
hipertensi,deuritik.

9. Kurang Setelah diberikan 1. Bantu klien dalam 1. Faktor-faktor resiko


pengetahua tindakan mengidentifikasi ini telah menunjukan
n keperawatan factor-faktor resiko hubungan dalam
berhubunga diharapkan kardivaskuler menunjang
n dengan pengetahuan klien yang dapat diubah, hipertensi dan
perubahan tentang proses misalnya : obesitas, penyakit
status penyakit meningkat diet tinggi lemak jenuh, kardiovaskuler serta
kesehatan dengan Kriteria dan ginjal.
dan proses Hasil: kolesterol, pola hidup
penyakit  Menerima dan monoton, merokok, dan
mendiskusikan minum alcohol (lebih
informasi yang dari 60
diterima cc / hari dengan teratur)
 Menyatakan pola hidup penuh
pemahaman stress.
tentang proses 2. Kaji kesiapan dan 2. Kesalahan konsep
penyakit dan hambatan dalam belajar dan menyangkal
regiment termasuk orang diagnosa karena
pengobatan. terdekat. perasaan sejahtera
 Mengidentifikasi yang
efek samping sudah lama
obat dan dinikmati
kemungkinan mempengaruhi
komplikasi yang minimal klien /
perlu orang terdekat untuk
diperhatikan. mempelajari
penyakit, kemajuan
dan prognosis. Bila
klien tidak

29
menerima
realitas bahwa
membutuhkan
pengobatan kontinu,
maka perubahan
perilaku
tidak akan
dipertahankan.
3. Kaji tingkat 3. Mengidentivikasi
pemahaman klien tingkat pegetahuan
tentang pengertian, tentang proses
penyebab, tanda dan penyakit hipertensi
gejala, pencegahan, dan mempermudahj
pengobatan, dan akibat dalam menentukan
lanjut. intervensi.
4. Jelaskan pada klien 4. Meningkatkan
tentang proses penyakit pemahaman dan
hipertensi pengetahuan klien
(pengertian,penyebab,t tentang proses
anda dan penyakit hipertensi.
gejala,pencegahan,
pengobatan, dan akibat
lanjut) melalui penkes.

5. Evaluasi
Dx 1: nyeri berkurang atau teratasi
Dx 2: klien mampu melakukan aktivitas sesuai dengan batas toleransinya
Dx 3: volume cairan dapat terkontrol
Dx 4: tidak terjadi gangguan perfusi jaringan (serebral)
Dx 5: pola nafas menjadi efektif
Dx 6: tidak terjadi cedera
Dx 7: gangguan sesnsori perseptuan ; penglihatan dapat ditoleransi
Dx 8: curah jantung kembali normal.
Dx 9 : Pengetahuan klien tentang proses penyakit meningkat

30
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol 2. Jakarta
: EGC

Doengoes, M E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC

Gunawan, L. 2001. Hipertensi Tekanan Darah Tinggi. Yogyakarta : Kanisius

Nasrin, K. 2003. Hipertensi yang Besar yang Diabaikan. @ tempointeraktif.com


(diakses pada tanggal 17 Desember 2012)

Ode, S. 2012. Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : Nuha Medika

Smeltzer, S C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah edisi 8 volume 2. Jakarta :


EGC

31

Anda mungkin juga menyukai