Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dewasa ini, pembahasan mengenai agama dan negara merupakan hal yang
menjadi topik tersendiri bagi berbagai pihak. Dalam suatu negara kehidupan beragama
menjadi pilihan bagi warganya karena hal tersebut merupakan hak asasi bagi setiap
manusia. Namun dalam menjalankan kehidupan bernegara, menghubungkan antara
agama dan negara menjadi perdebatan di antara berbagai pihak.
Indonesia yang mayoritas penduduknya adalah muslim juga mengalami
permasalahan mengenai hubungan agama dan negara. Munculnya kelompok-kelompok
yang menuntut pemerintahan Islam juga menjadi hal yang harus ditangani oleh bangsa
ini. Berdasarkan hal tersebut, maka kami memilih judul ” Pemerintahan Berdasarkan
Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika”.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian sistem pemerintahan?
2. Bagaimana negara Pancasila berdasarkan Bhinneka Tunggal Ika?
3. Bagaimana hubungan Negara dengan Agama?
4. Bagaimana fenomena Pemerintahan di Indonesia?
5. Bagaimana karakteristik kepemimpinan Pancasila berdasarkan Bhinneka
Tunggal Ika?
6. Bagaimana nilai-nilai yang harus dijadikan pedoman sebagai pemimpin di
Indonesia?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian sistem pemerintahan.
2. Mengetahui tentang negara Pancasila berdasarkan Bhinneka Tunggal Ika.
3. Mengetahui hubungan negara dengan agama.
4. Mengetahui fenomena pemerintahan di Indonesia.
5. Mengetahui karakteristik kepemimpinan Pancasila berdasarkan Bhinneka
Tunggal Ika.
6. Mengetahui nilai-nilai yang harus dijadikan pedoman sebagai pemimpin di
Indonesia.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sistem Pemerintahan

Sistem adalah sekumpulan bagian yang memiliki fungsi, dan sistem juga dapat
diartikan sebagai suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks dan terorganisasi.
Sedangkan pengertian pemerintahan adalah prinsip yang membentuk satu kesatuan
yang berhubungan satu sama lain untuk mengatur, melaksanakan dan mempertahankan
kekuasaan dengan cara mengatur individu satu sama lain atau dengan negara dan
hubungan negara dengan negara lain. Pemerintahan merupakan bagian dari fungsi
politik dalam ketatanegaraan. Tata cara pemerintahan, ataupun dalam hal kekuasaan
negara tertuang dalam sebuah consensus awal pembentukan Negara.
Sistem berarti suatu keseluruhan yang terdiri atas beberapa bagian yang
mempunyai hubungan fungsional. Pemerintahan dalam arti luas adalah pemerintah/
lembaga-lembaga negara yang menjalankan segalah tugas pemerintah baik sebagai
lembaga eksekutif, legislatif, maupun yudikatif.
Nilai-nilai pancasila dalam penyelenggaraan pemerintahan negara
1. Sila ketuhanan yang maha esa
a. Mengakui adanya kausa prima yaitu Tuhan Yang Maha Esa.
b. Menjamin penduduk untuk memeluk agama dan beribadah sesuai agamanya
masing-masing.
c. Mewajibkan memeluk agama sesuai hukum yang berlaku.
d. Menentang ateisme.
e. Menjamin kehidupan sosial yang penuh toleransi bedasarkan keneragaman
agama dalam masyarakat.
f. Memfasilitasi bagi tumbuh kembang agama.
g. Negara menjadi mediator dalam penyelesaian konflik antar umat beragama.
2. Nilai Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
a. Menempatkan manusia sesuai hakikatnya sebagai makhluk Tuhan.
b. Menjunjung tinggi kemerdekaan sebagai hak segala bangsa.
c. Mewujudkan keadilan dan peradaban yang tidak lemah.
d. Menetapkan kebijakan yang memperhatikan nilai-nilai moral

2
3. Nilai Sila Persatuan Indonesia
a. Menghilangkan penonjolan Sara.
b. Menggalang persatuan dan kesatuan.
c. Menumbuhkan sikap cinta tanah air dalam setiap diri bangsa Indonesia.
d. Memupuk semangat nasionalisme.
e. Meningkatkan kecintaan kepada tanah air dan bangsa
4. Nilai Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan /Perwakilan
a. Sila keempat pancasila sebagai hakikat demokrasi.
b. Kebebasan berpendapat yang tidak mengesampingkan nilai-nilai sosial dan
etika.
c. Kebijakan yang sesuai prinsip-prinsip demokrasi.
d. Permusyawaratan rakyat menjadi ciri khas demokrasi Indonesia.
e. Kejujuransenantiasa menjadi kepribadian bangsa
5. Nilai Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
a. Mengembangkan perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana
kekeluargaan dan kegotongroyongan.
b. Memanfaatkan kekayaan alam secara merata untuk bangsa Indonesia.
c. Meningkatkan gotong royong dan kesetiakawanan sosial, baik dalam
pelaksanaan pemerintahan maupun dalam kehidupan sosial masyarakat.
d. Menjunjung hak warga negara bedasarkan sikap nondiskriminatif.
e. Mewujudkan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.
f. Melindungi yang lemah supaya warga bisa bekerja sesuai bidangnya

2.2 Negara Pancasila Berdasarkan Bhinneka Tunggal Ika

Sebelum Pancasila dirumuskan dan disahkan sebagai Dasar Filsafat Negara nilai-
nilainya telah ada pada bangsa Indonesia yang merupakan pandangan hidup yaitu
berupa nilai-nilai adat istiadat serta nilai-nilai kausa materialis Pancasila. Dengan
demikian anatara Pancasila dengan bangsa Indonesia tidak dapat dipisahkan sehingga
Pancasila adalah Jati Diri bangsa Indonesia. Setelah bangsa Indonesia mendirikan
Negara maka oleh pembentuk Negara, Pancasila disahkan menjadi dasar Negara
Republik Indonesia. Sebagai suatu bangsa dan Negara, Indonesia memiliki cita-cita

3
yang dianggap paling sesuai dan benar sehingga segala cita-cita, gagasab-gagasan, ide-
ide tertuang dalam Pancasila. Maka dalam pengertian inilah Pancasila berkedudukan
sebagai Ideologi Bangsa dan Negara Indonesia dan sekaligus sebagai Asas Persatuan
dan Kesatuan bangsa dan Negara Indonesia. Dengan demikian Pancasila sebagai dasar
filsafat Negara, secara objektif diangkat dari pandangan hidup yang sekaligus juga
sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia yang telah ada dalam sejarah bangsa sendiri.
Pandangan hidup dan filsafat hidup ini sendiri merupakan kristalisasi nilai-nilai yang
diyakini kebenarannya oleh bangsa Indonesia yang menimbulkan tekad bagi dirinya
untuk mewujudkannya dalam sikap tingkah laku dan perbuatannya. Pandangan hidup
dan filsafat hidup itu merupakan motor penggerak bagi tindakan dan perbuatan dalam
mencapai tujuannya. Nilai-nilai Pancasila ini telah tercermin dalam khasanah adat
istiadat, serta kehidupan keagamaannya. Ketika pendiri Negara Indonesia menyiapkan
berdirinya Negara Indonesia merdeka, mereka sadar sepenuhnya untuk menjawab suatu
pertanyaan yang fundamental, “ diatas dasar apakah negara Indonesia didirikan”.
Dengan jawaban yang mengandung makna hidup bagi bangsa Indonesia sendiri yang
merupakan perwujudan dan pengejawantahan nilai-nilai yang dimiliki, diyakini,
dihayati kebenarannya oleh masyarakat sepanjang masa dalam sejarah perkembangan
dan pertumbuhan bangsa sejak lahir.

Nilai-nilai ini sebagai buah hasil pikiran-pikiran dan gagasan-gagasan dasar


bangsa Indonesia tentang kehidupan yang dianggap baik. Mereka menciptakan tata nilai
yang mendukung tata kehidupan social dan tata kehidupan kerohanian bangsa yang
memberikan corak, watak dan cirri masyarakat dan bangsa Indonesia yang
membedakannya dengan masyarakat atau bangsa lain.

Bangsa Indonesia sejak dahulu kala merupakan bangsa religius dalam pengertian
bangsa yang percaya terhadap Tuhan penciptanya. Hal ini terbukti dengan adanya
berbagai kepercayaan dan agama-agama yang ada di Indonesia antara kira-kira Tahun
2000 SM zaman Neoliticum dan Megaliticum. Antara lain berupa “Menhir” yaitu
sejenis tiang atau tugu dari batu, kubur batu, punden berundak-undak yang ditemukan
di Pasemah pegunungan antara wilayah Palembang dan Jambi, di daerah Besuki Jawa
Timur, Cepu, Cirebon, Bali dan Sulawesi. Menhir adalah tiang batu yang didirikan
sebagai ungpan manusia atas dhat yang tertinggi, hyang Tunggal artinya yang Maha

4
Esa yaitu Tuhan. (Kaelan : 2002 : 46 – 48). Cita-cita kesatuan tercermin dalam
berbagai ungkapan dalam bahasa-bahasa daerah di seluruh nusantara sebagai budaya
bangsa, seperti pengertian-pengertian atau ungkapan-ungkapan ”tanah air” sebagai
ekspresi pengertian persatuan antara tanah dan air, kesatuan wilayah yang terdiri atas
pulau-pulau, lautan dan udara : “tanah tumpah darah”yang mengungkapkan persatuan
antara manusia dan alam sekitarnya antara bumi dan orang disekitarnya : Bhineka
tunggal Ika” yang mengungkapkan cita-cita kemanusiaan dan persatuan sekaligus, yang
juga bersumber dari sejarah bangsa Indonesia dengan adanya kerajaan yang dapat
digolongkan bersifat nasional yaitu Sriwijaya dan Majapahit.

Berpangkal tolak dari struktur sosial dan struktur kerohanian asli bangsa
Indonesia, serta diilhami ole ide-ide besar dunia, maka pendiri Negara kita yang
terhimpun dalam Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI) dan terutama dalam Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI),
memurnikan dan memadatkan nilai-nilai yang dimiliki, diyakini, dan di hayati
kebenarannya oleh bangsa Indonesia menjadi Pancasila yang rumusannya tertuang
dalam UUD 1945, sebagai ideologi Negara, pandangan hidup bangsa, Dasar Negara,
dan sumber dari segala sumber hukum di Indonesia.

Sebagai ideologi bangsa, nilai-nilai dan cita-cita bangsa yang terkandung dalam
Pancasila tidak dipaksakan dari luar, melainkan digali dan diambil dari kekayaan rohani
moral dan budaya masyarakat Indonesia sendiri, dan bukan keyakinan ideologis
sekelompok orang, melainkan hasil musyawarah dan konsensus dari masyarakat. Oleh
karena itu Pancasila merupakan ideologi terbuka, karena digali dan ditemukan dalam
masyarakat itu sendiri dan tidak diciptakan oleh Negara. Dan Pancasila adalah milik
seluruh rakyat Indonesia, karena masyarakat Indonesia menemukan kepribadiannya di
dalam Pancasila itu sendiri sebagai ideologinya.

Jadi dalam pelaksanaan ketatanageraan kita Indonesia semua unsur harus


melaksanakan dan melandaskan segala pergerakannya diatas Pancasila tanpa terkecuali.
Toleransi atas umat beragama adalah amanat dari Pancasila. Kebebasan dalam
berbudaya adalah amanat dari Pancasila. Karena kemajemukan dalam Bingaki Negara
Kesatuan Republik Indonesia adalah kristalisasi dari nilai-nilai Pancasila dengan

5
semboyannya Bhineka Tunggal Ika yang artinya berbeda tetapi tetap satu. Dan itu harus
di tegakan dalam Bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2.3 Hubungan Negara dengan Agama

Sesuai dengan makna negara kebangsaan indonesia yang berdasarkan pancasila


adalah kesatuan integral dalam kehidupan bangsa dan negara, maka memiliki sifat
kebersamaan, kekeluargaan serta religiusitas. Dalam pengertian inilah maka negara
pancasila pada hakikatnya adalah negara kebangsaan yang berketuhanan yang maha
esa.
Rumusan ketuhanan yang maha esa sebagai mana terdapat dalam pembukaan
UUD 1945, telah memberikan sifat yang khas kepada negara kebangsaan indonesia,
yaitu bukan merupakan negara sekuler yang memisahkan antara agama dengan negara
demikian juga bukan merupakan negara agama yaitu negara yang mendasarkan atas
negara agama tertentu.
Negara tidak memaksa dan tidak memaksakan agama karena agama adalah
merupakan suatu keyakinan batin yang tercermin dalam hati sanubari dan tidak dapat di
paksakan. Kebebasan beragama dan kebebasan agama adalah merupakan hak asasi
manusia yang paling mutlak, karena langsung bersumber pada martabat manusia yang
berkedudukan sebagai mahluk pribadi dan mahluk ciptaan tuhan yang maha esa. Oleh
karena itu agama bukan pemberian negara atau golongan tetapi hak beragama dan
kebebasan beragama merupakan pilihan pribadi manusia dan tanggung jawab
pribadinya.
Hubungan negara dan agama ibarat ikan dan airnya. Keduanya memiliki
hubungan timbal balik yang sangat erat. Negara Indonesia sesuai dengan konstistusi,
misalnya berkewajiban untuk menjamin dan melindungi seluruh warga negara
Indonesia tanpa terkecuali. Secara jelas dalam UUD pasal 33, misalnya, disebutkan
bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara (ayat 1); negara
mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan
masyarakat yang lemah dan tak mampu sesuai dengan maratabat kemanusiaan (ayat 2);
negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas
layanan umum yang layak (ayat 3). Selain itu, negara juga berkewajiban untuk
menjamin dan melindungi hak-hak dan warga negara dalam beragama sesuai dengan

6
keyakinannya, hak mendapatkan pendidikan, kebebasan berorganisasi dan berekspresi,
dan sebagainya.
Namun demikian, kewajiban negara untuk memenuhi hak-hak warganya tidak
akan dapat berlangsung dengan baik tanpa dukungan warga negara dalam bentuk
pelaksanaan kewajibannya sebagai warga negara. Misalnya, warga negara berkewajiban
membayar pajak dan mengontrol jalannya pemerintahan baik melalui mekanisme
kontrol tidak langsung melalui wakilnya di lembaga perwakilan rakyat (DPR, DPRD)
maupun secara langsung melalui cara-cara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Cara melakukan kontrol secara langsung bisa dilakukan melalui, misalnya, lembaga
swadaya masyarakat (LSM), pers, atau demonstrasi yang santun dan tidak mengganggu
ketertiban umum. Pada saat yang sama, dalam rangka menjamin hak-hak warga negara,
negara harus menjamin keamanan dan kenyamanan proses penyaluran aspirasi warga
negara melalui penyediaan fasilitas-fasilitas publik yang berfungsi sebagai wadah untuk
mengontrol negara, selain memberikan pelayanan publik yang profesional.[6]
Dikalangan kaum muslimin, terdapat kesepakatan bahwa eksistensi Negara adalah
suatu keniscayaan bagi berlangsungnya kehidupan bermasyarakat negara dengan
otoritasnya mengatur hubungan yang diperlukan antara masyarakat, sedangkan agama
mempunyai otoritas unuk megatur hubungan manusia dengan Tuhannya.
Hubungan antara Agama dan Negara menimbulkan perdebatan yang terus
berkelanjutan dikalangan para ahli. Pada hakekatnya Negara merupakan suatu
persekutuan hidup bersama sebagai penjelmaan sifat kodrati manusia sebagai mahluk
individu dan makhluk sosial oleh karena itu sifat dasar kodrat manusia tersebut
merupakan sifat dasar negara pula sehingga negara sebagai manifestasi kodrat manusia
secara horizontal dalam hubungan manusia dengan manusia lain untuk mencapai tujuan
bersama. Dengan demikian negara mempunyai sebab akibat langsung dengan manusia
karena manusia adalah pendiri negara itu sendiri.
Hubungan negara dengan agama menurut negara pancasila adalah sebagai
berikut:
a. Negara adalah berdasar atas ketuhanan yang maha esa.
b. Bangsa indonesia adalah sebagai bangsa yang berketuhanan yang maha esa.
c. Tidak ada tempat bagi atheisme dan sekulerisme karena hakekatnya manusia
berkedudukan kodrat sebagai mahluk tuhan.

7
d. Tidak ada tempat pertentangan agama, golongan agama, antar dan inter pemeluk
agama serta antar pemeluk agama.
e. Tidak ada tempat bagi pemaksaan agama karena ketaqwaan itu bukan hasil
paksaan siapapun juga.
f. Oleh karena itu harus memberikan toleransi terhadap orang lain dalam
menjalankan agama dan negara.
g. Segala aspek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara harus sesuai dengan
nilai-nilai ketuhanan yang maha esa terutama norma-norma hukum positif
maupun norma moral baik moral negara maupun moral para penyelenggara
negara.
h. Negara pada hakikatnya adalah merupakan berkat rahmat Allah yang maha esa.
Dari uraian tersebut jelaslah bahwa negara pancasila adalah negara yang
melindingi seluruh agama di seluruh wilayah tumpah darah. Sebagaimana tersebut
dalam pasal 29 ayat(2) UUD 1945 memberikan kebebasan kepada seluruh warga negara
untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan keimanan dan ketaqwaan
masing-masing. Negara kebangsaan yang berketuhanan yang maha esa adalah negara
yang merupakan penjelmaan dari hakikat kodrat manusia sebagai individu mahluk,
sosial dan manusia adalah pribadi dan mahluk adalah tuhan yang maha esa.
Pancasila merupakan dasar negara Republik Indonesia. Pancasila mengandung
nilai moral yang positif bagi bangsa. Mulai dari sila pertama sampai kelima sangat jelas
menggambarkan moral luhur bagi suatu negara yang menganutnya.

2.4 Fenomena Pemerintahan di Indonesia

Saat ini di beberapa daerah di Indonesia ramai dibicarakan mengenai


pemerintahan dengan kepemimpinan berdasarkan Bhinneka Tunggal Ika atau
kepemimpinan berdasarkan agama. Kementerian Dalam Negeri meminta, pemerintah
daerah dalam membuat dan mengambil kebijakan agar tidak mencampuradukkan antara
urusan pemerintahan dengan urusan agama. Itu diperlukan untuk menyelenggarakan
roda pemerintahan secara absolut.
"Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah ada juga
yang atur urusan agama. Seingat saya yang harusnya ada Peraturan Pemerintah, namun
saya ambil kebijakan tidak keluarkan PP. Urusan agama harus dibedakan dengan urusan

8
pemerintah. Bagaimana kita mampu menyelenggarakan urusan pemerintahan absolut,"
kata Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, dalam acara Forum Kerukunan Umat
Beragama daerah se-Indonesia, di Kementerian Dalam Negeri, Jalan Medan Merdeka
Utara 7, Jakarat Pusat, Kamis 6 Oktober 2016. Menurut Tjahjo, selain tugas
menjalankan pemerintahan dengan baik, tugas pemerintah daerah adalah memelihara
kerukunan umat beragama di masing-masing daerahnya.
Tjahjo mencontohkan, bagaimana di tengah keberagamaan penganut agama dan
kepercayaan di daerah, pemerintahan masih bisa sejalan dengan legitimasi rakyat.
Misalnya, pada salah satu provinsi di Indonesia yang 65 persen lebih warganya
beragama Islam, yang terpilih justru Gubernur yang beragama Katolik, dan wakilnya
Protestan.
"Sebaliknya, ada satu provinsi yang agamanya Protestan, namun suaranya dari
kantung-kantung suara muslim. Ada daerah yang 90 persen nonmuslim, namun
Wagubnya muslim," ujarnya menambahkan.
Meski demikian, dirinya juga menyerukan, dalam setiap mengambil kebijakan,
pemerintah daerah tidak ada salahnya ikut melibatkan para tokoh agama. Itu untuk
mendengarkan, apa dan bagaimana masukan dari tokoh agama tersebut. Untuk masalah
hukum pada setiap agama mengenai pemimpin, sifat pemilu yang luber sangat
mewadahi permasalahan ini dikarenakan dengan tetap menjaga kerahasiaan suara, maka
pemerintahan dapat terselenggara secara absolut selain itu, masyarakat dapat dengan
bebas memilih pemimpin sesuai dengan hati nuraninya.

2.5 Karakteristik Kepemimpinan Pancasila Berdasarkan Bhinneka Tunggal Ika


Bangsa Indonesia membutuhkan pemimpin yang berkepribadian Indonesia, yaitu
berlandaskan pada nilai luhur Pancasila. Ciri utama dari kepemimpinan Pancasila
adalah bentuk kapemimpinan yang selalu bersumber dan berlandaskan pada nilai luhur
dan norma Pancasila dalam segala tindak tanduknya, dengan ditunjukkan dengan sikap
yang menekan kepentingan pribadi dan menjunjung kepentingan umat.
Karakteristik yang harus dimiliki dan yang dapat mencerminkan kepemimpinan
Pancasila.
1. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa menjadi ciri seorang pemimpin
Pancasila. Kesadaran beragama dan keimanan, akan menjadikan orang tidak
merasa lebih tinggi dari orang lain, sehingga akan timbul rasa kasih sayang dan

9
rasa persaudaraan terhadap sesama. Keimanan terhadap agamapun membuat
orang akan selalu berbuat adil, benar, jujur, sabar dan rendah hati.
2. Memberikan teladan contoh yang baik kepada bawahan. Pemimpin yang baik
adalah pemimpin yang berani berjalan di depan, dengan keberanian dan tekad
yang tinggi seorang pemimpin berani untuk bekerja lebih daripada bawahannya
yang dapat menjadi panutan .
3. Membangun motivasi dan kemauan. Pemimpin mempunyai peran untuk tetap
memberikan dorongan kepada bawahannya sebagai penyemangat dalam
kinerjanya. Disini pemimpin juga harus bisa berada di tengah-tengah, maksudnya
pemimpin harus bisa berjalan dan berjuang bersama dengan bawahan demi
mencapai tujuan bersama, tidak sekedar memerintahkan saja tanpa tahu
bagaimana kondisi di lapangan sebenarnya.
4. Memberikan kekuatan merupakan karakteristik yang keempat dari seorang
pemimpin Pancasila. Maksudnya yaitu seorang pemimpin harus memberikan
kesempatan kepada bawahan untuk bisa mandiri dalam berkarya dan berkreasi
dalam kinerjanya. Ini bukan berarti seorang pemimpin hanya tumpang kaki saja,
tapi tetap mengawasi dari belakang terhadap kinerja bawahan dan sesekali
memberikan arahan jika diperlukan.
5. Waspada dan berkuasa. Pemimpin harus mempunyai ketajaman penglihatan dan
bisa meramalkan masa depan, sehingga nantinya dapat mempengaruhi segala
tindakan dan keputusan yang diambil. Pemimpin juga harus dapat berkuasa dalam
membina, mengarahkan dan mengawasi bawahannya.
6. Mempunyai sifat-sifat terpuji. Murah hati, dermawan, mulia, murni dan baik hati
merupakan cerminan akhlak dari seorang pemimpin Pancasila yang menjunjung
tinggi nilai dan norma luhur dari Pancasila.
7. Bersifat sederhana , Pemimpin harus bersifat sederhana, terus terang, blak-
blakan, tulus, lurus, ikhlas, benar, mustakim dan toleran. Dengan semua sifat
tersebut dapat mencerminkan seorang pemimpin yang tidak berlebih-lebihan baik
dalam gaya hidup atau hal lainnya, dan juga akan terhindar dari sifat tamak.
8. Setia. Pemimpin Pancasila selalu setia dengan apa yang keluar dari mulutnya.
Banyak bukti daripada janji yang tersebar dimana-mana.

10
9. Hemat, cermat dan hati-hati. Pemimpin Pancasila selalu hemat dalam arti efektif
dan efisien dalam kinerjanya, selalu berbuat yang benar dan tepat, tidak
membuang waktu, tenaga dan pikiran untuk hal yang kurang penting. Dalam
segala tindakannya pun pemimpin selalu mencermati terlebih dahulu
kebermanfaatannya dan dilakukan secara hati-hati dengan mempertimbangkan
segala resiko yang akan ditimbulkannya.
10. Terbuka atau komunikatif. Pemimpin pancasila harus bersifat terbuka, baik itu
terbuka dalam konteks menerima semua gagasan, ide dan pendapat dari bawahan,
ataupun terbuka dalam menginformasikan segala aspek yang berkaitan dengan
bawahannya. Semua ini akan menciptakan suasana kerja yang kondusif, dan dapat
menciptakan komunikasi dua arah.
11. Legawa (rela, tulus dan ikhlas). Pemimpin Pancasila akan selalu bersifat legawa
dalam menyikapi suatu hal. Selalu memaafkan kepada pihak yang bersalah dan
tidak menyimpan rasa dendam sedikitpun. Sifat ini akan menghindarkan
pemimpin dari terancamnya mempunyai konflik yang berkepanjangan dengan
orang lain
Setelah kita mengetahui karakteristik seorang Pemimpin Pancasila di atas, secara
singkat menokohkan figur pemimpin sebagai Kesatria Sejati, betapa beratnya tugas
dan peran seorang pemimpin. Tanggung jawabnya pun betapa berat terhadap hidup
sesama, masyarakat umum dan terhadap nusa serta bangsa. Jika seluruh tugas dan peran
seorang pemimpin dapat dijalankan dengan optimal, maka akan membuahkan hasil
yang optimal pula terhadap hasil kepemimpinannya.
Jika seorang pemimpin mempunyai karakteristik seperti yang telah dijelaskan,
maka kebutuhan bangsa Indonesia untuk mempunyai seorang pemimpin yang
berlandaskan Pancasila akan terwujud. Hal ini akan berimplikasi pada Negara Indonesia
untuk menjadi bangsa yang berkepribadian Pancasila dan menjadi cerminan Pancasila
sebagai Dasar Negara.

2.6 Nilai-Nilai Yang Harus Dijadikan Sumber Pedoman Bagi Pemimpin

Nilai Moral Pancasila Sebagai Sumber Kepemimpinan :

1. Sila I :
 Iman dan taqwa
11
 Saling menghormati
 Kebebasan ibadah
2. Sila II :
 Hak-hak dan kewajiban Azasi
 Toleransi dan kemanusiaan
 Kerjasama

3. Sila III :
 Patriotisme, Nasionalisme
 Persatuan, Kesatuan
 Bhinneka Tunggal Ika
4. Sila IV :
 Musyawarah, Mufakat
 Melaksanakan Putusan
5. Sila V :
 Gotong royong, familier, damai.

12
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dalam suatu negara kehidupan beragama menjadi pilihan bagi warganya karena
hal tersebut merupakan hak asasi bagi setiap manusia. Namun dalam menjalankan
kehidupan bernegara, menghubungkan antara agama dan negara menjadi perdebatan di
antara berbagai pihak. Di Indonesia sendiri yang mayoritas penduduknya adalah
muslim juga mengalami permasalahan mengenai hubungan agama dan negara.
Munculnya kelompok-kelompok yang menuntut pemerintahan Islam juga menjadi hal
yang harus segera ditangani oleh bangsa ini. Sistem pemerintahan di Indonesia haruslah
mengandung nilai nilai pancasila sebagai dasar dan pedoman menjalankan
kepemerintahan yang baik.
dalam pelaksanaan ketatanageraan kita Indonesia semua unsur harus
melaksanakan dan melandaskan segala pergerakannya diatas Pancasila tanpa terkecuali.
Toleransi atas umat beragama adalah amanat dari Pancasila. Kebebasan dalam
berbudaya adalah amanat dari Pancasila. Karena kemajemukan dalam Bingkai Negara
Kesatuan Republik Indonesia adalah kristalisasi dari nilai-nilai Pancasila dengan
semboyannya Bhineka Tunggal Ika yang artinya berbeda tetapi tetap satu. Dan itu harus
di tegakan dalam Bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.ubungan antara Agama
dan Negara menimbulkan perdebatan yang terus berkelanjutan dikalangan para ahli.
Pada hakekatnya Negara merupakan suatu persekutuan hidup bersama sebagai
penjelmaan sifat kodrati manusia sebagai mahluk individu dan makhluk sosial oleh
karena itu sifat dasar kodrat manusia tersebut merupakan sifat dasar negara pula
sehingga negara sebagai manifestasi kodrat manusia secara horizontal dalam hubungan
manusia dengan manusia lain untuk mencapai tujuan bersama. Dengan demikian negara
mempunyai sebab akibat langsung dengan manusia karena manusia adalah pendiri
negara itu sendiri.Saat ini di beberapa daerah di Indonesia ramai dibicarakan mengenai
pemerintahan dengan kepemimpinan berdasarkan Bhinneka Tunggal Ika atau
kepemimpinan berdasarkan agama. Kementerian Dalam Negeri meminta, pemerintah
daerah dalam membuat dan mengambil kebijakan agar tidak mencampuradukkan antara
urusan pemerintahan dengan urusan agama. Itu diperlukan untuk menyelenggarakan

13
roda pemerintahan secara absolut.Bangsa Indonesia membutuhkan pemimpin yang
berkepribadian Indonesia, yaitu berlandaskan pada nilai luhur Pancasila. Ciri utama dari
kepemimpinan Pancasila adalah bentuk kapemimpinan yang selalu bersumber dan
berlandaskan pada nilai luhur dan norma Pancasila dalam segala tindak tanduknya,
dengan ditunjukkan dengan sikap yang menekan kepentingan pribadi dan menjunjung
kepentingan umat.
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang dapat menerapkan kelima sila
pancasila dalam menjalankan amanahnya sebagai seorang yang bertanggung jawab.

14

Anda mungkin juga menyukai