Anda di halaman 1dari 51

1.

DASAR TEORI
1.1 Pengertian Krim
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu
atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai
(Farmakope Indonesia Edisi IV). Krim adalah sediaan setengah padat,
berupa emulsi kental mengandung air atau tidak kurang dari 60% dan
dimaksudkan untuk pemakaian luar (Formulasi Nasional). Secara
tradisional istilah krim digunakan untuk sediaan setengah padat yang
mempunyai konsistensi relatif cair di formulasi sebagai emulsi air dalam
minyak (a/m) atau minyak dalam air (m/a) (Budiasih, 2008).

1.2 Penggolongan Krim


Krim terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal
asam-asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air yang dapat dicuci
dengan air dan lebih ditunjukkan untuk pemakaian kosmetika dan estetika.
Ada dua tipe krim, yaitu (Anief, 1994) :
 Tipe a/m, yaitu air terdispersi dalam minyak
Contoh : cold cream.
Cold cream adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk maksud
memberikan rasa dingin dan nyaman pada kulit, sebagai krim
pembersih, berwarna putih dan bebas dari butiran. Cold crem
mengandung mineral oil dalam jumlah besar.
 Tipe m/a, yaitu minyak terdispersi dalam air
Contoh : vanishing cream.
Vanishing cream adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk
maksud membersihkan, melembabkan dan sebagai alas bedak.
Vanishing cream sebagai pelembab (moisturizing) meninggalkan
lapisan berminyak/film pada kulit.
Kelebihan sediaan krim, yaitu mudah menyebar rata, praktis, mudah
dibersihkan atau dicuci, cara kerja berlangsung pada jaringansetempat,
tidak lengket terutama tipe a/m, memberikan rasa dingin (cold cream)
berupa tipe a/m, digunakan sebagai kosmetik, bahan untuk pemakaian

1
topikal jumlah yang diabsopsi tidak cukup beracun. Sedangkan
kekurangan sediaan krim, yaitu susah dalam pembuatannnya karena
pembuatan krim harus dalam keadaan panas. Gampang pecah
disebabkan dalam pembuatan formula tidak pas. Mudah kering dan
mudah rusak khususnya tipe a/m karena terganggu sistem campuran
terutama disebabkan oleh perubahan suhu dan perubahan komposisi
disebabkan penambahan salah satu fase secara berlebihan (sumardjo,
Damin, 2006).
Formula dasar krim, antara lain terdiri dari fase minyak dan fase air.
Fase minyak, yaitu bahan obat yang larut dalam minyak, bersifat asam.
Contoh : asam stearat, adepslanae, paraffin liquidum, paraffin solidum,
minyak lemak, cera, cetaceum, vaselin, setil alkohol, stearil alkohol, dan
sebagainya. Sedangkan fase air, yaitu bahan obat yang larut dalam air,
bersifat basa. Contoh : Na tetraborat (borax, Na biboras),
Truetanolamin/TEA, NaOh, KOH. Na2CO3, Gliserin,
Polietilenglikol/PEG, Propilenglikol, Surfaktan (Na lauril sulfat, Na
setostearil alkohol, polisorbatum/Tween, Span dan sebagainya). Bahan-
bahan penyusun krim, antara lain, zat berkhasiat, fase minyak, fase air,
pengemulsi, bahan pengemulsi. Bahan pengemulsi yang digunakan
dalam sediaan krim disesuaikan dengan jenis dan sifat krim yang akan
dibuat/dikehendaki. Sebagai bahan pengemulsi dapat digunakan
emulgide, lemak bulu domba, setaseum, setil alkohol, steril alkohol,
trietanolamin stearat, polisorbat, PEG. Sedangkan, bahan-bahan
tambahan dalam sediaan krim, antara lain : zat pengawet, untuk
menungkatkan stabilitas sediaan. Bahan pengawet sering digunakan
umumnya metil paraben (nipagin) 0,12-0,18%, propil paraben (nipasol)
0,02-0,05%. Pendapar, untuk mempertahankan pH sediaan pelembab.
Antioksidan, untuk mencegah ketengikan akibat oksidasi oleh cahaya
pada minyak tak jenuh (Sumardjo, Damin, 2006).

2
1.3 Metil Salisilat
Metil salisilat merupakan cairan dengan bau khas yang diperoleh
dari daun dan akar wangi (gaultheria procumbens). Berfungsi sebagai anti
iritasi. Metil salisilat merupakan salah satu turunan dari asam salisilat.
Senyawa ini dapat digunakan sebagai antiiritan dan karminatif dan juga
pada rematik. Penggunaan obat ini sangat luas di masyarakat dan
digolongkan ke dalam obat bebas.
Metil salisilat dapat dibuat melalui esterifikasi asam
salisilat.Penggunaan zat ini dalam pengobatan didasarkan pada kenyataan
bahwa asam salisilat itu bermanfaat terhadap respon fisiologi. Jika terjadi
penyerapan maka penyerapan mudah terjadi melalui membrane usus, aksi
rancangan dan eleminasi melalui esterifikasi turunan gugus karboksilat.
Dengan metana lain dan juga melalui esterifikasi untuk turunan asetil yang
sedikit asam dibandingkan fenol dan asam karboksilat.
Metil salisilat banyak digunakan dalam industri kosmetik sebagai
agen penghangat. Di dalam produk balsem, atau obat gosok, metil salisilat
dapat menimbulkan sensasi hangat yang dapat meringankan rasa sakit yang
terkait dengan aktivitas olah raga. Lebih jauh lagi senyawa ini juga dapat
digunakan sebagai salah satu bahan untuk mengatur sifat minyak pewangi,
atau sebagai antiseptik dalam produk pembersih gigi. Dalam industri
makanan, metil salisilat dapat dimanfaatkan sebagai penambah rasa di
dalam permen karet, sirup, minuman non-alkohol dan es krim. Sedangkan
dalam industri obat-obatan, metil salisilat mempunyai properti anti-
inflamasi dan digunakan untuk mengeringkan nyeri sendi, nyeri otot dan
kondisi rematik. Selain itu juga sebagai obat bisul, rambut berketombe dan
dermatitis.

2. TINJAUAN BAHAN AKTIF


2.1 Tinjauan Bahan Aktif
Metil Salisilat (Farmakope Indonesia IV)
Pemerian :Cairan tidak berwarna, kekuningan atau
kemerahan, berbau khas dan rasa seperti gandapura.

3
Mendidih antara 219°C dan
224 °C disertai peruraian.
Nama Lain : Methylis Salicylas
Nama Kimia : Benzoic acid, 2-hidroxy-methyl ester
Rumus Molekul : C8H8O3
Berat Molekul : 152,15
Kelarutan :Sukar larut dalam air, larut dalam etanol, dan
salam asetat glacial
Titik Didih : 219°C - 224 °C
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Stabilitas : Stabil pada temperature ruang dengan wadah
tertutup rapat
Inkompatibilitas : Inkompatibel dengan agen oksidasi kuat, asam
kuat, basa kuat, logam alkali, nitrat

2.2 Tinjauan Bahan Tambahan


a. Caera Alba
Pemerian : Padatan putih kekuningan, sedikit tembus cahaya
dalam keadaan lapis tipis, bau khas lemah dan
bebas bau tengik
Kelarutan : Tidak larut dalam air, agak sukar larut dalam
etanol dingin. Larut sempurna dalam kloroform
dan eter juga minyak lemak.
Konsentrasi : 1-20%
Kegunaan : Emolien, stiffening agent, menambah konsistensi
cream
Stabilitas : Stabil jika disimpan pada wadah tertutup dan
terlindung dari cahaya.
Sifat Fisika Kimia : Density 0.95–0.96g/cm3 ; Flash point 245–2588C ;
Heavy metal 40.004%; Lead 410ppm ; Melting
point 61–658C

4
b. Cetacei/Spermaceti
Pemerian : Putih, hablur, bening, bau dan rasa lemah.
Kelarutan : larut dalam kloroform, etanol mendidih (95%) dan
minyak menguap,praktis tidak larut dalam etanol
95% dan air.
Konsentrasi : 1-15%
Kegunaan : Emolien
OTT : asam atau basa kuat
Penyimpanan : Simpan di tempat kering dan terhindar dari panas

c. Adeps Lanae
Pemerian : Zat serupa lemak, liat, kuning muda atau kuning
pucat,agak
Kelarutan : Mudah larut dalam benzene, kloroform, eter dan
minyak bumi.Sedikit larut dalam etanol dingin
(95%),lebihlarutdalam etanol mendidih (95 %),
praktis tidak larut dalam air. [HOPE
2009,Edisi 6th hal 379]
Stabilitas :Lanolin secara bertahap mengalami autoksida
selama penyimpanan paparan berlebih atau
pemanasan berkepanjangandapat menyebabkan
lanolin anhidrat untuk menggelapkan warna dan
bau rancidlike kuat. Namun lanolin dapat
disterilkan dengan panas kering pada 150°C.
[HOPE 2009, Edisi 6th hal 379]
Kegunaan : Emulsifying agent, basis salep. (Farmakope
Indonesia IV) hal. 57
OTT : dapat mengandung pro oksidan dan dapat
mempengaruhi stabilitas Farmakope Indonesia IV
hal. 57)
Penyimpanan : di tempat yang tertutup, terlindung dari cahaya,
sejuk, dan kering.( Farmakope Indonesia IV hal. 57)

5
d. Oleum Sesami

Pemerian : Cairan, kuning pucat, bau lemah, rasa tawar, tidak


membeku pada suhu 60° C (FI III)

Kelarutan : Sukar larut dalam etanol (95%) P, mudah larut


dalam kloroform P, dalam eter P dan dalam eter
minyak tanah P (FI III)
Sifat Fisika Kimia : Density 0.916–0.920g/cm3;
Flash point : 3388 oC (open cup) Freezing point :
58 oC (HPE, 2009)
Kasiat : Humektan dan bais minyak

e. Nipagin

Pemerian : Kristal tidakberwarna/Kristal putihbubuk.


Tidakberbau atau hampir tidak berbau dan memiliki
pembakaran sedikit rasa. [HOPE 2009, Edisi 6th hal
441]
Titik Lebur : 125–128°C [HOPE 2009, Edisi 6th hal 441]
Kelarutan : Larut dalam 500 bagian air dalam 20 bagian air
mendidih dalam 3,5 bagian etanol (95%) p dan
dalam 3 bagian aseton. Mudah larut dalam eter dan
dalam larutan alkali hidroksida, larut dalam 60
bagiangliserol panas dan dalam 40 bagian minyak
lemak nabati panas jika didingikan larutan tetap
jernih [FI III, 1979]
Stabilitas : Larutan air pada pH 3-6 stabil (kurang dari 10%
dekomposisi) sampai sekitar 4 tahun pada suhu
kamar, sementara larutan air pada pH 8 atau diatas
tunduk pada hidrolisis cepat (10% atau lebih setelah
penyimpanan sekitar 60 hari pada suhu kamar).
[HOPE 2009, Edisi 6th hal 443]

6
Inkompabilitas : Tidak kompatibel dengan bentonit, magnesium
trisilikat, bedak, tragacant, natrium alginate, minyak
esensial, sorbitol, dan atropine. Methylparaben
berubah warna dengan adanya besi dan tunduk pada
hidrolisis oleh basa lemah dan asam kuat. [HOPE
2009, Edisi 6th hal 443]
Penyimpanan : Methylparaben harus disimpan dalam wadah
tertutup baik dalam suhu sejuk dan kering. [HOPE
2009, Edisi 6th hal 443]
Kegunaan : Pengawet

f. Nipasol

Pemerian : Serbuk putih, Kristal, tidak berbau, dan tidak berasa.


[HOPE 2009, Edisi 6th hal 596]
Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, larut dalam 3,5 bagian
etanol (95%)P, dalam bagian asetan P, dalam 140
bagian gliserol P dan dalam 40 bagian minyak lemak,
mudah larut dalam larutan alkali hidroksida.
[Farmakope Indonesia Jilid III 1979, hal 535]
Kelarutan dalam propylenglikol 1 : 3,9 [HOPE 2009,
Edisi 6th hal 597]
Stabilitas : Larutan propylparaben berair pada pH -6 dapat
disterilkan dengan autoklaf, tanpa dekomposisi. Pada
pH 3-6, larutan stabil (kurang dari
10% dekomposisi) sampai sekitar 4 tahun pada suhu
kamar, sementara larutan pada pH 8 atau diatas
takluk pada hidrolisis yang
cepat (10% atau lebih setelah sekitar 60 hari pada
suhu kamar). [HOPE 2009, Edisi 6th hal 597]
Inkompabilitas : Aktifitas antimikroba propylparaben jatuh
berkurang dihadapan surfaktan nonionic sebagai
akibat dari micellization. Penyerapan

7
propylparaben oleh plastic telah dilaporkan, dengan
jumlah yang diserap tergantung pada jenis plastic dan
pembawa. Magnesium silikat alumunium,
magnesium trisilikat, oksida besi kuning, dan
ultramarine blue telah dilaporkan menyerap
propylparaben, sehingga mengurangi efektifitas
pengawet. Propylparaben berupa warna dengan
adanya besi dan takluk pada hidrolisis alkali lemah
dan asam kuat [HOPE 2009, Edisi 6th hal 597]
Penyimpanan : larutan stabil (kurang dari 10% dekomposisi)
sampai sekitar 4 tahun pada suhu kamar. [HOPE
2009, Edisi 6th hal 597]
Kegunaan : Pengawet [HOPE 2009, Edisi 6th hal 597]

3. BENTUK SEDIAAN TERPILIH


Alasan Metil salisilat dibuat dalam bentuk Krim Karena beberapa alasan
yaitu:
a. Sifatnya metil salisilat yang mudah menguap sehingga tidak cocok
jika dibuat sediaan cair
b. Dalam bentuk krim akan lebih mudah dalam pengaplikasiannya
c. dibuat dalam tipe a/m Karena dalam bentuk tersebut metil salisilat
akan mudah diabsorbsi dan tidak mudah tercucikan.

4. PERHITUNGAN DAN PERENCANAAN DOSIS


Tiap kemasan dengan berat 10 yang mengandung metil salisilat sebesar
10% , dengan perhitungan sebagai berikut :

Perhitungan:
1. Metil Salisilat
10 % x 10 gr = 1 gr
Pengambilan bahan dengan penambahan 10% bahan :
1 gr +10% = 1,1 gr

8
2.Cerae albi 5%
5% X 10 gr = 0,5 gr
Pengambilan bahan dengan penambahan 10% bahan :
0,5 gr +10 % = 0,55 gr

3 Cetacei 10%
10 % x 10 gr =1g
Pengambilan bahan dengan penambahan 10% bahan :
1 gr + 10 % = 1,1 gr

4 Adeps Lanae 10%


10 % x 10 gr = 1 gr
Pengambilan bahan dengan penambahan 10% bahan :
5 gr +10% = 1,1 gr
5. Ol. Sesami 49,938%
49,938% X 10 gr = 4,9938 gr
Pengambilan bahan dengan penambahan 10% bahan :
4,9938 gr + 10% = 5,493 gr
6. Nipagin
0,012% x 10 gr = 0,0012 gr
Pengambilan bahan dengan penambahan 10% bahan :
0,0012 gr + 10% = 0,00132 gr
7. Nipasol
0,05% x 10 gr = 0,005 gr
Pengambilan bahan dengan penambahan 10% bahan :
0,005 g r+ 10% = 0,0055 gr

8 . Aquades
25% x 10 gr = 2,5 gr
Pengambilan bahan dengan penambahan 10% bahan :
2,5 gr + 10% = 2,75 gr

9
5. SPESIFIKASI PRODUK
a. Persyaratan Umum Sediaan
1. Stabil dan homogen
2. Warna dan bau
3. Menggunakan wadah tertutup rapat
4. Jernih
5. Sifat alirannya mudah mengalir
6. Efektivitas pengawet mampu melindungi sediaan dari
mikroorganisme selama proses penyimpanan
b. Rencana spesifikasi sediaan

Bentuk sediaan krim


Kadar bahan aktif 10%
pH sediaan 6,0-7,0
Warna putih tulang
Bau khas metil salilisat (pedas)
sedikit bau minyak Wijen

6. RANCANGAN FORMULA
a. Skema/bagan Alur Fikir

Metil Salisilat Tidak larut Dibuat sediaan krim


dalam air,
larut dalam
etanol

Ditambah pengawet Dibuat krim tipe a/m


yaitu nipagin dan dengan basis minyak
nipasol oleum sesame

10
b. Komponen Penyususn Formula

No. Bahan Fungsi


1 Metil Salisilat Bahan Aktif
2 Cetacei Peningkat
3 Cerae alba Emollient
4 Adeps lanae Konsistensi
5 Oleum Sesami Emollient, basis minyak
6 Nipagin Pengawet
7 Nipasol Pengawet
8 Aquades Basis air

c. Pemilihan Bahan Komponen Penyusun Untuk Mencapai


Spesifikasi

No Bahan Jumlah Fungsi


1 Metil Salisilat 10 % Bahan Aktif
2 Cetacei 10 % Peningkat
3 Cerae alba 5% Emollient
4 Adeps lanae 10 % Konsistensi
5 Oleum Sesami 49,93 % Emollient, basis minyak
6 Nipagin 0,012% Pengawet
0,05 %
7 Nipasol Pengawet

8 Aquades 25 % Basis air

11
d. Formula Lengkap dengan kadar yang dipilih

Rentang
kadar
No Bahan Kadar Jumlah Fungsi
(exipient 6th
edition)
Metil
1 10 % 1 g Bahan Aktif
Salisilat
2 Cetacei 1-15 % 10 % 1g Peningkat
Cerae
3 1-20 % 5% 0,5 g Emollient
alba
Adeps
4 1-25 % 10 % 1g Konsistensi
lanae
Oleum Emollient, basis
5 49,93 % 4,9938 g
Sesami minyak
6 Nipagin 0,012-0,18% 0,012% 0,0012 g Pengawet
0,05 %
7 Nipasol 0,02%-0,18% 0,005 g Pengawet

8 Aquades 25 % 2,5 g Basis air

7. PERHITUNGAN DAN CARA PEMBUATAN

a. Skala Kecil

 Metil Salisilat : 10 % x 10 gr = 1 gr +10% = 1,1 gr


 Cerae alba : 5% X 10 gr = 0,5 gr +10 % = 0,55 gr
 Cetacei : 10 % x 10 gr = 1 gr + 10 % = 1,1 gr
 Adeps Lanae : 10 % x 10 gr = 1 gr +10% = 1,1 gr
 Ol. Sesami : 49,938% x 10 gr = 4,9938 g + 10% = 5,493 gr
 Nipagin : 0,012% x 10 gr = 0,0012 g + 10% = 0,00132 gr
 Nipasol : 0,05% x 10 gr = 0,005 g + 10% = 0,0055 gr
 Aquades : 25% x 10 gr = 2,5 g + 10% = 2,75 gr

12
b Skala Besar

 Metil Salisilat : 10 % x 10 gr = 1 gr +10% = 1,1 gr x 2 = 2,2 g


 Cerae alba : 5% X 10 gr = 0,5 gr +10 % = 0,55 gr x 2 =
1,1 gr
 Cetacei : 10 % x 10 gr = 1 gr + 10 % = 1,1 gr x 2 =
2,2 gr
 Adeps Lanae : 10 % x 10 gr = 1 gr +10% = 1,1 gr x 2 = 2,2 gr
 Ol. Sesami : 49,938% x 10 gr = 4,9938 gr + 10%= 5,493 gr x2
= 10,8 gr
 Nipagin : 0,012% x 10 gr = 0,0012 gr + 10% = 0,00132 gr x
2 = 0,00264 gr
 Nipasol : 0,05% x 10 gr = 0,005 gr + 10% = 0,0055 gr x 2 =
0,011 gr
 Aquades : 25% x 10 gr = 2,5 gr + 10% = 2,75 gr x 2 = 5,5 gr

c. Cara Pembuatan
Prosedur pembuatan krim dilakukan menggunakan metode
difusi sebagai berikut :

1. Ditimbang Metil Salisilat sebanyak 1,1 gr.


2. Ditimbang bahan basis air
a. Nipagin 0,00132 gr
b. Aquades 2,75 gr
3. Ditimbang bahan basis minyak
a. Cera alba 0,55 gr
b. Cetaceum 1,1 gr
c. Adeps Lanae 1,1 gr
d. Oleum Sesame 5,493 gr
e. Nipasol 0,0055 gr
4. Dipanaskan mortar diatas penangas air pada suhu 70oC untuk
meleburkan atau melarutkan bahan – bahan yang tahan terhadap
panas.

13
5. Metil Salisilat dileburkan bersama bahan basis minyak, yaitu
cerae alba, adeps lanae, Ol. Sesami, dan nipasol. Kemudian,
diaduk hingga homogen.
6. Setelah homogen, campuran bahan pada bahan basis minyak
tersebut didinginkan sampai suhu ± 40oC.
7. Ditambahkan bahan basis air yang terdiri dari campuran
Aquades dan nipagin kedalam fase minyak pada suhu ± 40oC.
Kemudiaan diaduk hingga homogen dan terbentuk massa krim.
8. Krim dimasukkan dalam pot krim
9. Etiket ditempelkan pada pot krim, diberi brosur, dan
dimasukkan ke dalam kotak.

8. CARA EVALUASI

a. . Uji Evaluasi Organoleptis


Evaluasi organoleptis menggunakan panca indra, mulai dari
bau, warna, tekstur sedian, konsistensi pelaksanaan menggunakan
subyek responden ( dengan kriteria tertentu ) dengan menetapkan
kriterianya pengujianya ( macam dan item ), menghitung prosentase
masing- masing kriteria yang di peroleh, pengambilan keputusan
dengan analisa statistik.
Prinsip: Diamati apakah sediaan yang dibuat sesuai dengan standar
krim
Tujuan : Untuk dapat mengevaluasi organoleptis sediaan
Metode :
a) Bau : mengenali aroma atau bau sediaan sirup dengan mencium
aroma sediaan.
b) Warna : melihat warna dari sediaan sirup
c) Bentuk : mengenali bentuk dari sediaan.
d) Konsistensi : dirasakan konsistensi dari krim

14
b. Aseptabilitas Sediaan
Menentukan kriteria aseptabilitas yang akan diuji meliputi :
- Kemudahan dioleskan
- Kelembutan sediaan
- Sensasi yang timbul / kesan saat pemakaian sediaan
- Kemudahan pencucian
- Kelengketan
- Bau
.
c. Evaluasi Homogenitas
Prinsip :Sebagian sampel diamati pada gelas objek secara visual
Tujuan : Untuk mengetahui distribusi partikel/granul dari suatu krim
Metode:
Susunan partikel yang terbentuk dari sediaan akhir diamati secara
visual. Metodenya sampel diambil pada bagian atas, tengah atau
bawah. Sampel diletakkan pada gelas objek dan diratakan dengan
gelas objek lain hingga lapisan tipis terbentuk. Setelah itu susunan
partikel yang terbentuk diamati visual (FI III, Hal 33).
Penafsiran hasil :
Sediaan krim yang dihasilkan memperlihatkan jumlah atau distribusi
ukuran
partikel yang sama di bagian manapun

d. Evaluasi pH
Prinsip: Pengukuran pH sediaan dengan menggunakan
potensiometri
Tujuan : Untuk dapat menentukan pH dari sediaan
Metode :
Penetapan pH dilakukan dengan cara potensiometri atau kolorimetri.
Semua larutan untuk penetapan pH menggunakan air bebas
karbondioksida p. pengukuran pada suhu 25˚C±2˚C, kecuali
dinyatakan lain dalam masing-masing (FI IV, hal. 1039).

15
Penafsiran hasil : Sediaan krim yang dihasilkan akan memiliki pH
6,0-7,0

e. Evaluasi Daya Sebar


Prinsip : Uji daya sebar dengan menggunakan lempeng kaca dan
anak timbangan gram
Tujuan: Untuk mengetahui daya sebar krim
Metode:
Krim ditimbang ±0,5 gram, diletakkan pada kaca bundar bagian
rengah diatas diberi anak timbangan sebagai beban dan dibiarkan
1menit. Diameter krim yang menyebar (dengan mengambil panjang
rata-rata diameter dari beberapa sisi), diukur. 50 gram, 100
gram,200 gram, 300gram, 400 gram dan 500 gram digunakan
sebagai beban, pada setiap penambahan beban didiamkan selama 1
menit dan diukur diameter krim yang menyebar (Ansel, 1989).
Penafsiran Hasil :
Daya sebar krim dengan bertambahnya beban akan bertambah besar
pula diameternya.

f. Uji Moisture Content (kadar Air)


Tujuan : untuk mengukur kelembaban dan kadar air pada sampel.
Metode : Sebanyak kurang lebih 0,5 gram sampel di ratakan pada
lempeng pada alat moisture analyzer kemudian diatur dan
dilakukan proses pengukuran.

g. Uji Densitas
Tujuan : untuk mengukur tingkat kerapatan pada suatu sampel.
Metode : sampel dilarutkan kemudian diukur dengan densitometer

16
h. Uji Mikroba
Tujuan : Untuk menunjukkan efektifitas pengawet antimikroba yang
ditambahkna pada sedian dosis ganda yang dibuat dengan dasar atau
bahan pembawa berair.

Metode : melihat adanya pertumbuhan mikroba yang ada pada krim


dan dapat diamati dengan adanya perubahan bau.

9. HASIL

a. Pembuatan Krim

No Perlakuan Hasil
Dipanaskan mortar diatas Mortar panas
1
Bunsen samapi suhu 70oC
Dilebur metil salisilat dengan Cairan kental berwarna putih
basis minyak (cerae alba,
2
adeps lanae, Ol. Sesami, dan
nipasol),
Didiamkan sampai suhu 40 Cairan bersuhu 40 oC
3. o
C
Di mortar lain dicampur basis Cairan bening
4.
air (aquades dan nipagin)
Dimasukkan basis air Krim berwarna putih tulang
kedalam basis minyak
5 sedikit-sedikit sambal diaduk
hingga homogen dan
terbentuk krim

17
b. Evaluasi Krim

No Evaluasi Hasil
Organoleptis a. Bau : Bau khas metil
salisilat dengan sedikit bau
minyak wijen.
1
b. b. Warna : warna putih tulang
c. c. Bentuk : bentuk krim
d Konsistensi : kental
Aseptibilitas a. Krim mudah dioleskan
b. Krim bertekstur lembut
2 c. krim berasa panas
d Krim mudah dicuci
e Krim tidak lengket
3 Homogenitas Krim homogen
4 pH pH 7,1
5 Daya sebar 2,5
6 Moissture content 19,45 % MC
7 Densitas 0,995
8 Mikroba Tidk ditumbuhi mikroba

10. PEMBAHASAN

Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi kental


mengandung tidak kurang dari 60% air, yang dimaksudkan untuk
pemakaian luar. Keuntungan penggunaan krim adalah umunya mudah
menyebar rata pada permukaan kulit serta mudah dicuci dengan air ( Ansel,
2005) Pada praktikum kali ini dibuat krim dengan metil salisilatnya sebagai
bahan aktifnya. Metil salisilat merupakan golongan analgesik dan
antiinflamasi yang dapat digunakan secara topical. Metil salisilat meiliki
mekanisme kerja dengan memberikan efek analgesic sehingga dapat

18
menyembuhkan kekakuan dan nyeri otot. Secara farmakologi metil salisilat
memiliki efek farmakologi sebagai aktivitas analgesic dan rematik akut.
Cara pemberiannya yaitu dengan dioleskan padadaerah yang sakit 3-4 kali
sambal diurut lemah sehingga terserap ke dalam kulit. Sedangkan indikasi
dari krim metil salisilat ini yaitu untuk meredakan nyeri otot, encok dan
keseleo. Krim ini dapat diaplikasikan ke kaki dan menimbulkan rasa panas.

Pada formulasi ini dibuat krim dengan tipe a/m atau air dalam
minyak. Tipe krim ini merupakan krim dengan fase luarnya minyak, tidak
mudah dicuci dengan air dan meningalakan noda atau lengket pada pakaian
serta tidak mudah mengering. Basis yang digunakan adalah oleum sesame
sebagai basis minyak dan aquades sebagai basis air. Pembuatan krim metil
salisilat ini dilakukan dengan cara menimbang bahan-bahan yang akan
digunakan yaitu metil Salisilat sebanyak 1,1 gr ; Cerae alba sebanyak 0,55
gr ; Cetacei sebanyak 1,1 gr ; Adeps Lanae sebanyak 1,1 gr ; Ol. Sesami
sebanyak 5,493 gr ; Nipagin 0,00132 gr, ; Nipasol 0,0055 gr dan Aquades
sebanyak 2,75 gr. Kemudian dipanaskan mortar diatas bunsen dengan suhu
70 ° C untuk membantu meleburkan bahan-bahan yang tahan panas,
kemudian dilebur metil salisilat bersama dengan basis minyak (Cera alba,
Cetaceum, Adeps Lanae, Oleum Sesame dan Nipasol ) sampai homogen dan
didiamkan sampai suhunya 40 ° C. Pada mortar lain, dilebur basis air yang
terdiri dari aquades dan nipagin sampai homogen. Kemudian campuran
basis air dimasukkan kedalam mortar berisi basis minyak sedikit demi
sedikit sambal diaduk terus menerus secara konstan hingga menjadi krim.
Adapun fungsi dari masing-masing bahan yaitu metil salisilat sebagai bahan
aktif, cerae alba sebagai emollient, cetacei dan adeps lanae sebagai
peningkat konsistensi, oleum sesame sebagai emollient , nipagi nipasol
sebagai pengawet, dan aquades sebagai basis air. Dari formulasi yang dibuat
didapatkan hasil krim metil salisilat berwarna kuning dengan konsistesi
kental dan memiliki bau seperti minyak wijen yang berasal dari oleum
sesame dan bau tersebut menutupi bau khas dari metil salisilat.
Beberapa uji perlu dilakukan untuk mengetahui kualitas dan
kuantitas dari sediaan yang dibuat, apakah sudah memenuhi standar atau

19
belum. Pada pembuatan krim metil salisilat kali ini uji evaluasi yang
dilakukan setelah tujuh hari pembuatan sediaan adalah uji organoleptis, uji
pH, aseptabilitas Sediaan , homogenitas, daya lekat, daya sebar dan uji
mikroorganisme yang akan dipaparkan sebagai berikut :
a. Uji Organoleptis
Evaluasi organoleptis menggunakan panca indra, mulai dari bau,
warna, tekstur sedian, konsistensi pelaksanaan menggunakan subyek
responden ( dengan kriteria tertentu ) dengan menetapkan kriterianya
pengujianya ( macam dan item ), menghitung prosentase masing- masing
kriteria yang di peroleh, pengambilan keputusan dengan analisa statistik.
Prinsip: Diamati apakah sediaan yang dibuat sesuai dengan standar krim
Tujuan : Untuk dapat mengevaluasi organoleptis sediaan
Metode :
a) Bau : mengenali aroma atau bau sediaan sirup dengan mencium aroma
sediaan.
b) Warna : melihat warna dari sediaan sirup
c) Bentuk : mengenali bentuk dari sediaan.
d ) Konsistensi : dirasakan konsistensi dari krim

Hasil :

a. Bau : Bau khas metil salisilat dengan sedikit bau minyak wijen.
b. Warna : warna putih tulang
c. Bentuk : bentuk krim
d. Konsistensi : konsistensi kental

Sehingga dari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa krim yang


dibuat telah memenuhi standart yang berlaku. Bau metil salisilat yang
menyengat (pedas) bisa sedikit tertutupi oleh minyak cengkeh sehingga
lebih mudah diterima oleh masyarakat.

b. Aseptabilitas Sediaan
Menentukan kriteria aseptabilitas dengan mengujinya secara langsung
pada kulit tangan, hal-hal yang akan diuji meliputi kemudahan dioleskan,

20
kelembutan sediaan, sensasi yang timbul / kesan saat pemakaian sediaan,
kemudahan pencucian dan kelengketan.
Hasil :

- Kemudahan dioleskan : Krim mudah dioleskan


- Kelembutan sediaan : Krim bertekstur lembut
- Sensasi yang timbul / kesan saat pemakaian sediaan : krim berasa panas
- Kemudahan pencucian : Krim mudah dicuci
- Kelengketan : Krim tidak lengket
Sehingga dari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa krim yang
dibuat telah memenuhi standart yang berlaku. Krim memiliki tekstur yang
lembut mudah dioleskandan tidak lengket saat digunakan memungkinkan
krim ini memiliki tingkat aseptibilitas yang baik .

c. Evaluasi Homogenitas
Prinsip :Sebagian sampel diamati pada gelas objek secara visual
Tujuan : Untuk mengetahui distribusi partikel/granul dari suatu krim
Metode:
Susunan partikel yang terbentuk dari sediaan akhir diamati secara
visual. Metodenya sampel diambil pada bagian atas, tengah atau bawah.
Sampel diletakkan pada gelas objek dan diratakan dengan gelas objek
lain hingga lapisan tipis terbentuk. Setelah itu susunan partikel yang
terbentuk diamati visual (FI III, Hal 33).
hasil :
Sediaan krim yang dihasilkan memperlihatkan sediaan yang
homogen. Hal tersebut dapat diperlihatkan dari ukuran partikel-
partikel yang sama dan rata. Sehingga krim ini homogen yang artinya
kandungan disemua bagian adalah sama.

d. Evaluasi pH
Prinsip: Pengukuran pH sediaan dengan menggunakan potensiometri
Tujuan : Untuk dapat menentukan pH dari sediaan
Metode :

21
Penetapan pH dilakukan dengan cara potensiometri atau kolorimetri.
Semua larutan untuk penetapan pH menggunakan air bebas
karbondioksida p. pengukuran pada suhu 25˚C±2˚C, kecuali dinyatakan
lain dalam masing-masing (FI IV, hal. 1039).
Hasil :
Sediaan krim memilki pH 7,1. Sehingga hal tersebut tidak sesuai
dengan lieratur Wasitaatmadja ( 1997 ) yang menyatakan bahwa “pH
Digunakan untuk melihat kondisi agar tidak mengiritasi kulit yang
mempunyai pH normal 4,5 – 6,5 “ Hal tersebut dimungkinkan karena
pada saat pembuatan krim tidak ditambahkan dapar sebagai
penyeimbang pH.

e. Evaluasi Daya Sebar


Prinsip : Uji daya sebar dengan menggunakan lempeng kaca dan anak
timbangan gram
Tujuan: Untuk mengetahui daya sebar krim
Metode:
Krim ditimbang ±0,5 gram, diletakkan pada kaca bundar bagian
rengah diatas diberi anak timbangan sebagai beban dan dibiarkan
1menit. Diameter krim yang menyebar (dengan mengambil panjang
rata-rata diameter dari beberapa sisi), diukur. 50 gram, 100 gram,200
gram, 300gram, 400 gram dan 500 gram digunakan sebagai beban, pada
setiap penambahan beban didiamkan selama 1 menit dan diukur
diameter krim yang menyebar (Ansel, 1989).
Hasil :
Krim memiliki daya sear selebar 2,5 cm Sehingga belum
memenuhipersyaratan daya sebar yang baik,yaitu antara 5-7 cm karena
dimungkinkan uji daya sebar ini tidak dilakukan dengan alat yang
sesungguhnya, tetapi dilakukan dengan alat sederhana sehingga
hasilnya kurang maksimal. Karena daya sebar yang baik menyeabkna
kontak antar obat dengan kulit menjadi luas, sehingga absorbs obat ke
kulit berlangsung cepat.

22
f. Uji Moisture Content (kadar Air)
Tujuan : untuk mengukur kelembaban dan kadar air pada sampel.
Metode : Sebanyak kurang lebih 0,5 gram sampel di ratakan pada
lempeng pada alat moisture analyzer kemudian diatur dan dilakukan
proses pengukuran.
Hasil : kadar air 19,45 % MC, yang artinya pada krim terdapat
kandungan air sebesar 19,45 % dan masih termasuk dalam batas normal
krim.

g. Uji Densitas
Tujuan : untuk mengukur tingkat kerapatan pada suatu sampel.
Metode : sampel dilarutkan kemudian diukur dengan densitometer
Hasil : 0,995, Sehingga krim memiliki densitas yang baik yaitu tidak
kurang dari 0,9 dan tidak lebih dari 1

h. Uji Mikroba
Tujuan : Untuk menunjukkan efektifitas pengawet antimikroba yang
ditambahkna pada sedian dosis ganda yang dibuat dengan dasar atau
bahan pembawa berair.

Metode : melihat adanya pertumbuhan mikroba yang ada pada krim dan
dapat diamati dengan adanya perubahan bau.

Hasil : Krim tidak ditumbuhi mikroba sehingga krim aman untuk


digunakan.

23
11 KEMASAN SEDIAAN

a. Kemasan Sekunder

24
b. Brosur

25
1. DASAR TEORI
1.1 Pengertian Gel
Gel umumnya merupakan suatu sediaan semipadat yang jernih, tembus
cahaya dan mengandung zat aktif, merupakan dispersi koloid mempunyai kekuatan
yang disebabkan oleh jaringan yang saling berkaitan pada fase terdispersi (Ansel,
1989). Zat-zat pembentuk gel digunakan sebagai pengikat dalam granulasi, koloid
pelindung dalam suspensi, pengental untuk sediaan oral dan sebagai basis
supositoria. Secara luas sediaan gel banyak digunakan pada produk obat-obatan,
kosmetik dan makanan juga pada proses industri. Pada kosmetik yaitu sebagai
sediaan untuk perawatan kulit, sampo, sediaan pewangi dan pasta gigi (Herdiana,
2007).
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, gel kadang-kadang disebut jeli,
merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel
anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu
cairan.
Menurut Formularium Nasional, gel adalah sediaan bermassa lembek,
berupa suspensi yang dibuat dari zarah kecil senyawa anorganik atau makromolekul
senyawa organik, masing-masing terbungkus dan saling terserap oleh cairan.
Menurut Ansel, gel didefinisikan sebagai suatu system setengah padat yang
terdiri dari suatu disperse yang tersusun baik dari partikel anorganik yang terkecil
atau molekul organik yang besar dan saling diresapi cairan.
Benalu belimbing wuluh mempunyai banyak manfaat dalam penggunaanya
sebagai bahan dasar pemnuatan gel, daun dan batang benalu mengandung alkaloida,
saponin, flavonoid dan tanin (Anonim, 1999). Benalu dari spesies Dendrophthoe
mengandung glikosida kuersetin (Hargono, 1995).Herba benalu berkhasiat anti
radang, anti bakteri,antioksidan dan anti bengkak (Anonim, 1999). Penelitian lain
menyebutkan bahwa benalu memiliki kegunakan sebagai obat batuk, diuretik,
pemeliharaan kesehatan ibu pasca persalinan, penghilang rasa nyeri, luka atau
infeksi kapang (Hargono, 1995). Fraksi air dan fraksi etil asetat dari daun benalu
yang tumbuh pada petai mampu melarutkan batu ginjal kalsium secara in vitro

26
(Sasmito et al., 2001). Pemakaian benalu bersama beberapa bahan lain juga
berkhasiat dalam pengobatan kanker, amandel dan penyakit campak (Thomas,
1999).

1.2 Penggolongan Gel


Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV penggolongan sediaan gel dibagi menjadi
dua yaitu: 1. Gel sistem dua fase
Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif besar
, massa gel kadang-kadang dinyatakan sebagai magma misalnya magma bentonit.
Baik gel maupun magma dapat berupa tiksotropik, membentuk semipadat jika
dibiarkan dan menjadi cair pada pengocokan.Sediaan harus dikocok dahulu
sebelum digunakan untuk menjamin homogenitas.
2. Gel sistem fase tunggal
Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar sama
dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul
makro yang terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat dari makromolekul
sintetik misalnya karboner atau dari gom alam misanya tragakan.

1.3 Keuntungan, Kekurangan dan Manfaat Gel


Keuntungan dan kerugian menurut Lachman, 1994 :
1. Keuntungan sediaan gel
Untuk hidrogel: efek pendinginan pada kulit saat digunakan, penampilan
sediaan yang jernih dan elegan, pada pemakaian di kulit setelah kering
meninggalkan film tembus pandang, elastis, mudah dicuci dengan air, pelepasan
obatnya baik, kemampuan penyebarannya pada kulit baik.
2. Kekurangan sediaan gel
Untuk hidrogel: harus menggunakan zat aktif yang larut di dalam air
sehingga diperlukan penggunaan peningkat kelarutan seperti surfaktan agar gel
tetap jernih pada berbagai perubahan temperatur, tetapi gel tersebut sangat mudah
dicuci atau hilang ketika berkeringat, kandungan surfaktan yang tinggi dapat
menyebabkan iritasi dan harga lebih mahal.
3. Kegunaan Gel

27
Kegunaan sediaan gel secara garis besar di bagi menjadi empat seperti:
1. Gel merupakan suatu sistem yang dapat diterima untuk pemberian oral, dalam
bentuk sediaan yang tepat, atau sebagai kulit kapsul yang dibuat dari gelatin dan
untuk bentuk sediaan obat long–acting yang diinjeksikan secara intramuskular.
2. Gelling agent biasa digunakan sebagai bahan pengikat pada granulasi tablet,
bahan pelindung koloid pada suspensi, bahan pengental pada sediaan cairan oral,
dan basis suppositoria.
3. Untuk kosmetik, gel telah digunakan dalam berbagai produk kosmetik, termasuk
pada shampo, parfum, pasta gigi, kulit dan sediaan perawatan rambut.
4. Gel dapat digunakan untuk obat yang diberikan secara topikal (non streril) atau
dimasukkan ke dalam lubang tubuh atau mata (gel steril).

1.4 Sifat dan Karakteristik Gel


Menurut Lachman, dkk. 1994 sediaan gel memiliki sifat sebagai berikut:
1. Zat pembentuk gel yang ideal untuk sediaan farmasi dan kosmetik ialah inert,
aman dan tidak bereaksi dengan komponen lain.
2. Pemilihan bahan pembentuk gel harus dapat memberikan bentuk padatan yang
baik selama penyimpanan tapi dapat rusak segera ketika sediaan diberikan
kekuatan atau daya yang disebabkan oleh pengocokan dalam botol, pemerasan
tube, atau selama penggunaan topical.
3. Karakteristik gel harus disesuaikan dengan tujuan penggunaan sediaan yang
diharapkan.
4. Penggunaan bahan pembentuk gel yang konsentrasinya sangat tinggi atau BM
besar dapat menghasilkan gel yang sulit untuk dikeluarkan atau digunakan.
5. Gel dapat terbentuk melalui penurunan temperatur, tapi dapat juga
pembentukan gel terjadi setelah pemanasan hingga suhu tertentu. Contoh
polimer seperti MC, HPMC dapat terlarut hanya pada air yang dingin yang akan
membentuk larutan yang kental dan pada peningkatan suhu larutan tersebut
akan membentuk gel.
6. Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang disebabkan oleh
pemanasan disebut thermogelation.

28
Sediaan gel umumnya memiliki karakteristik tertentu, yakni (disperse system, vol
2 hal 497):
1. Swelling
Gel dapat mengembang karena komponen pembentuk gel dapat
mengabsorbsi larutan sehingga terjadi pertambahan volume. Pelarut akan
berpenetrasi diantara matriks gel dan terjadi interaksi antara pelarut dengan gel.
Pengembangan gel kurang sempurna bila terjadi ikatan silang antar polimer di
dalam matriks gel yang dapat menyebabkan kelarutan komponen gel berkurang.
2. Sineresis
Suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi di dalam massa gel.
Cairan yang terjerat akan keluar dan berada di atas permukaan gel. Pada waktu
pembentukan gel terjadi tekanan yang elastis, sehingga terbentuk massa gel yang
tegar. Mekanisme terjadinya kontraksiberhubungan dengan fase relaksasi akibat
adanya tekanan elastis pada saat terbentuknya gel. Adanya perubahan pada
ketegaran gel akan mengakibatkan jarak antar matriks berubah, sehingga
memungkinkan cairan bergerak menuju permukaan. Sineresis dapat terjadi pada
hidrogel maupun organogel.
3. Efek suhu
Efek suhu mempengaruhi struktur gel. Gel dapat terbentuk melalui
penurunan temperatur tapi dapat juga pembentukan gel terjadi setelah pemanasan
hingga suhu tertentu. Polimer seperti MC, HPMC, terlarut hanya pada air yang
dingin membentuk larutan yang kental.Pada peningkatan suhu larutan tersebut
membentuk gel.Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang disebabkan
oleh pemanasan disebut thermogelation.
4. Efek elektrolit
Konsentrasi elektrolit yang sangat tinggi akan berpengaruh pada gel
hidrofilik dimana ion berkompetisi secara efektif dengan koloid terhadap pelarut
yang ada dan koloid digaramkan(melarut). Gel yang tidak terlalu hidrofilik dengan
konsentrasi elektrolit kecil akan meningkatkan rigiditas gel dan mengurangi waktu
untuk menyusun diri sesudah pemberian tekanan geser. Gel Na-alginat akan segera
mengeras dengan adanya sejumlah konsentrasi ion kalsium yang disebabkan karena

29
terjadinya pengendapan parsial dari alginat sebagai kalsium alginat yang tidak
larut.
5. Elastisitas dan rigiditas
Sifat ini merupakan karakteristik dari gel gelatin agar dan nitroselulosa,
selama transformasi dari bentuk sol menjadi gel terjadi peningkatan elastisitas
dengan peningkatan konsentrasi pembentuk gel. Bentuk struktur gel resisten
terhadap perubahan atau deformasi dan mempunyai aliran viskoelastik. Struktur gel
dapat bermacam-macam tergantung dari komponen pembentuk gel.
6. Rheologi
Larutan pembentuk gel (gelling agent) dan dispersi padatan yang
terflokulasi memberikan sifat aliran pseudoplastis yang khas, dan menunjukkan
jalan aliran non–newton yang dikarakterisasi oleh penurunan viskositas dan
peningkatan laju aliran.
1.5 Komponen Gel
Untuk komponen gel di bagi menjadi dua gelling agents dan bahan
tambahan. Disetiap sedian gel harus memiliki kedua komponen seperti yang ada di
bawah ini:
1. Gelling Agent.
Sejumlah polimer digunakan dalam pembentukan struktur berbentuk
jaringan yang merupakan bagian penting dari sistem gel. Termasuk dalam
kelompok ini adalah gom alam, turunan selulosa, dan karbomer. Kebanyakan dari
sistem tersebut berfungsi dalam media air, selain itu ada yang membentuk gel dalam
cairan non-polar. Beberapa partikel padat koloidal dapat berperilaku sebagai
pembentuk gel karena terjadinya flokulasi partikel. Konsentrasi yang tinggi dari
beberapa surfaktan non-ionik dapat digunakan untuk menghasilkan gel yang jernih
di dalam sistem yang mengandung sampai 15% minyak mineral.
2. Bahan tambahan
a. Pengawet
Meskipun beberapa basis gel resisten terhadap serangan mikroba, tetapi
semua gel mengandung banyak air sehingga membutuhkan pengawet
sebagai antimikroba. Dalam pemilihan pengawet harus memperhatikan
inkompatibilitasnya dengan gelling agent.

30
b. Penambahan bahan higroskopis
Bertujuan untuk mencegah kehilangan air. Contohnya gliserol,
propilenglikol dan sorbitol dengan konsentrasi 10-20 %.

c. Chelating agent
Bertujuan untuk mencegah basis dan zat yang sensitive terhadap logam
berat. Contohnya EDTA.

2. Tinjauan Bahan Aktif Sediaan Gel Benalu Belimbing Wuluh

No Nama Fungsi

1 Benalu (Loranthus) Kingdom : Plantae


Divisio : Magnoliophyta
Classis : Magnoliopsida
Sub Classis : Rosidae
Ordo : Santalales
Familia : Loranthaceae
Genus : Loranthus
Species : Loranthus sp

Tanaman benalu merupakan tanaman perdu


yang bercabang banyak. Ranting dengan ruas yang
membesar. Daun bertangkai pendek, eliptis sampai bentuk
lanset, kadang-kadang bulat telur, gundul 3,5-17 kali 1,5-
7 dengan ujung yang agak meruncing, serupa kulit,
mengkilat. Karangan bunga berbunga 5-7, kebanyakan
berdiri sendiri, di ketiak, kadang-kadang dalam berkas
pada ruas yang tua. Tangkai bunga pendek. Tabung
kelopak elipsoid, panjang lingkaran 3 mm, pinggiran
mahkota sangat pendek. Mahkota sebagai tunas dewasa 1-

31
1,5 cm panjangnya separo bagian bawah melebar, di
tengah dengan 6 sayap, di atas menyempit menjadi buluh
sempit, berakhir ke dalam gada tumpul, kuning atau hijau
kekuningan, coklat tua di atas sayap, kuning sampai merah
pada ujung. Taju mahkota pada akhirnya melengkung jauh
kembali dan terpuntir. Bagian yang bebas dari benang sari
panjangnya 3-5 mm. Kepala putik bentuk gada. Buah
bulat peluru, panjang 6 mm, akhirnya coklat violet tua.
Tumbuh di atas berbagai jenis pohon (van Steenis, 1975).
Benalu merupakan tumbuhan parasit yang menempel pada
pohon sebagai inang. Tumbuh dari dataran menengah
sampai pegunungan dari ketinggian 800-2300 meter di
atas permukaan laut. Berbunga pada bulan Juni-
September. Waktu panen yang tepat bulan April-Mei
(Anonim, 1999). Bagian yang digunakan adalah daun atau
seluruh bagian tanaman dalam keadaan segar atau setelah
dikeringkan (Anonim, 1999).

Kandungan pada tanaman daun dan batang


benalu mengandung alkaloida, saponin, flavonoid dan
tanin (Anonim, 1999).

Aktivitas farmakologi Herba benalu berkhasiat


anti radang, anti bakteri dan anti bengkak (Anonim, 1999).
Penelitian lain menyebutkan bahwa benalu memiliki
kegunakan sebagai obat batuk, diuretik, pemeliharaan
kesehatan ibu pasca persalinan, penghilang rasa nyeri,
luka atau infeksi kapang (Hargono, 1995). Fraksi air dan
fraksi etil asetat dari daun benalu yang tumbuh pada petai
mampu melarutkan batu ginjal kalsium secara in vitro
(Sasmito et al., 2001). Pemakaian benalu bersama

32
beberapa bahan lain juga berkhasiat dalam pengobatan
kanker, amandel dan penyakit campak (Thomas, 1999).

2. Nipagin (Handbook of Pemerian : Hablur kecil, tidak berwana, atau serbuk


Pharmaceutical Excipient hablur putih, tidak berbau atau berbau khas lemah,
Edisi 6 Hal 442, FI IV Hal mempunyai sedikit rasa terbakar
551)
Nama Lain : Metilparaben, Metagin, Metil paraept,
aseptoform, metyl cemosept

Struktur Kimia :

Nama Kimia : Methyl-4-hydrobenzoate

Rumus Molekul : C8H8O3

Berat Molekul : 152,15

Kelarutan : Sukar larut dalam air, dalam benzena, dan


dalam karbon tetraklorida, mudah larut dalam etanol dan
eter

Titik Lebur : 125◦C - 128◦C

Wadah dan Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Inkompatibilitas : Inkompatibel dengan bentonit,


magnesium trisilikat, talk, tragacant, sodium alginate,
minyak esensial, sorbitol, dan atropine.

33
PH : 4-8

Stabilitas : Pada ph 3-6 larutan nipagin cair dapat


disterilkan dengan autoklaf pada suhu 120◦C selama 20
menit. Stabil pada pH 3-6 pada suhu ruangan.

3. CMC Na. Pemerian : Serbuk atau granul, putih sampai krem,


(Carboxymethylcellulose higroskopis.
sodium) ( Farmakope
Kelarutan : Mudah terdispersi dalam air membentuk
Indonesia Edisi IV
larutan koloida, tidak larut dalam etanol, eter, dan pelarut
halaman 175).
organik lain.

Stabilitas : Larutan stabil pada pH 2-10, pengendapan


terjadi pada pH dibawah 2. Viskositas larutan berkurang
dengan cepat jika pH diatas 10. Menunjukan viskositas
dan stabilitas maksimum pada pH 7-9. Bisa disterilisasi
dalam kondisi kering pada suhu 160 selama 1 jam, tapi
terjadi pengurangan viskositas.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.

OTT : Inkompatibel dengan larutan asam kuat


dan dengan larutan garam besi dan beberapa logam seperti
aluminium, merkuri dan zink juga dengan gom xanthan;
pengendapan terjadi pada pH dibawah 2 dan pada saat
pencampuran dengan etanol 95%.; Membentuk kompleks
dengan gelatin dan pektin.

Kegunaan : Suspending agent, bahan penolong tablet,


peningkat viskositas.

Konsentrasi : 3-6%

34
4. Propilenglikol(Farmakope Rumus Molekul : CH3CH(OH)CH2OH
Indonesia IV hal. 712,
Berat Molekul :76, 09
Excipient edisi 6 hal. 592 )
Pemerian :Cairan kental, jernih,tidak
berwarna ,rasa khas, praktis tidak berbau, menyerap air
pada udara lembab.

Kelarutan :Dapat bercampur dengan air,


dengan aseton dan dengan kloroform, larut dalam eter dan
beberapa minyak essensial tetapi tidak dapat bercampur
dengan minyak lemak.

Bj :1,038 g/cm3

OTT :Dengan zat pengoksidasi seperti


Pottasium Permanganat

Konsentrasi :10-25%

Stabilitas :Higroskopis dan harus disimpan


dalam wadah tertutup rapat, lindungi dari cahaya,
ditempat dingin dan kering. Pada suhu yang tinggi akan
teroksidasi menjadi propionaldehid asam laktat, asam
piruvat& asam asetat. Stabil jika dicampur dengan etanol,
gliserin, atau air.

Khasiat :Bersifat antimikroba, desinfektan,


pelembab, plastisazer, pelarut, stabilitas untuk
vitamin.

Penyimpanan :Disimpan dalam wadah tertutup


rapat, terlindung dari cahaya , sejuk dan kering.

35
5. Aquadest(Farmakope Pemerian : Cairan jernih, tidak berbau, tidak
Indonesia IV Hal 654) berasa

Nama Lain : Aqua, aqua purificata

Nama Kimia : Dihidrogen oksida

Rumus Molekul : H2O

Berat Molekul : 16,02

pH :7

Titik Didih : 100◦C

Wadah dan Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

3. BENTUK SEDIAAN TERPILIH

Alasan pembuatan gel benalu belimbing wuluh dikarenakan Herba benalu


berkhasiat anti radang,antioksidan, anti bakteri dan anti bengkak (Anonim, 1999).
Penelitian lain menyebutkan bahwa benalu memiliki kegunakan sebagai obat batuk,
diuretik, pemeliharaan kesehatan ibu pasca persalinan, penghilang rasa nyeri, luka
atau infeksi kapang (Hargono, 1995). Fraksi air dan fraksi etil asetat dari daun
benalu yang tumbuh pada petai mampu melarutkan batu ginjal kalsium secara in
vitro (Sasmito et al., 2001). Pemakaian benalu bersama beberapa bahan lain juga
berkhasiat dalam pengobatan kanker, amandel dan penyakit campak (Thomas,
1999)..

Dibuat dalam sediaan gel dikarenakan gel mempunyai kadar air yang tinggi
sehingga mengurangi kondisi panas dan tegang yang sifatnya setempat dan
timbulnya kulit memerah akibat sinar UV matahari.

36
4. PERHITUNGAN DAN PERENCANAAN DOSIS

Tiap kemasan seberat 10 gr mengandung ekstrak belimbung wuluh sebesar


0,06%, dengan perhitungan sebagai berikut:

a) Ekstrak benalu belimbing wuluh 0,6 % => 0,6/100 x 10 gr = 0,06 gr +10%


= 0,06gr

b) Na- CMC 2 % => 2/100 x 10 gr = 0,2 gr + 10%=0,22 gr

c) Propilenglikol 15% => 15/100 x 10 gr =1,5 gr +10%=1,65 gr

d) Nipagin 0,18 % =>0,18/100 x 10 gr=0,018 gr+10%=0,0198 gr

e) Aquades 100 – ( 0,6 %+2%+15%+0,5%+0,18%) = 81,72% => 81,72 /100


x 10 gr = 8,172 gr

5. SPESIFIKASI PRODUK

a. Persyaratan Umum Sediaan


1. Stabil dan homogen
2. Warna dan bau
3. Menggunakan wadah tertutup rapat
4. Jernih
5. Homogen
6. Efektivitas pengawet mampu melindungi sediaan dari mikroorganisme
selama proses penyimpanan
b. Rencana spesifikasi sediaan

Bentuk sediaan Gel


Kadar bahan aktif 10%
pH sediaan 6-7
Warna Kuning kehijauan
Bau khas ekstrak benalu belimbing
wuluh

37
6. RANCANGAN FORMULA
a. Skema/bagan Alur Fikir

Ekstrak benalu Sulit homogen Dibuat sediaan gel


belimbing wuluh

Ditambah pengawet Mudah dalam


yaitu nipagin kontaminasi mikroba

b. Komponen Penyususn Formula

No. Bahan Fungsi


Ekstrak benalu belimbing
1 Bahan Aktif
wuluh
2 Na – CMC Gelling agent
3 Propilenglikol Humektan dan enhancer
4 Nipagin Pengawet
5 Aquades Pembawa

c. Pemilihan Bahan Komponen Penyusun Untuk Mencapai Spesifikasi

Nama Bahan Jumlah Fungsi

Ekstrak benalu belimbing Bahan


0,6 %
wuluh Aktif
Gelling
Na – CMC 2%
agent

38
Humektan
Propilenglikol 15% dan
enhancer

Nipagin 0,18% Pengawet

Aquades Add 100% Pembawa

d. Formula Lengkap dengan kadar yang dipilih

Nama Bahan Rentang kadar Kadar (%) Kadar (mg) Fungsi

Ekstrak benalu Bahan


- 0,6 % 0,06 gr
belimbing wuluh Aktif
Gelling
Na – CMC 0,5% - 2% 2% 0,22 gr
agent
Humektan
Propilenglikol 15 % 15% 1,65 gr dan
enhancer

Nipagin 0,12% - 0,18% 0,18% 0,0198 gr Pengawet

Aquades - Add 100% 8,172 gr Pembawa

7. Perhitungan dan cara pembuatan


a. Skala Kecil
 Ekstrak benalu belimbing wuluh 0,6 % => 0,6/100 x 10 gr = 0,06 gr
+10% = 0,06gr
 Na- CMC 2 % => 2/100 x 10 gr = 0,2 gr + 10%=0,22 gr
 Propilenglikol 15% => 15/100 x 10 gr =1,5 gr +10%=1,65 gr
 Nipagin 0,18 % =>0,18/100 x 10 gr=0,018 gr+10%=0,0198 gr
 Aquades 100 – ( 0,6 %+2%+15%+0,5%+0,18%) = 81,72% =>
81,72 /100 x 10 gr = 8,172 gr

39
b. Skala Besar
 Ekstrak benalu belimbing wuluh 0,6 % => 0,6/100 x 10 gr = 0,06 gr
+10% = 0,06gr x 2 = 0,12 gr
 Na- CMC 2 % => 2/100 x 10 gr = 0,2 gr + 10%=0,22 gr x 2 = 1,44
gr
 Propilenglikol 15% => 15/100 x 10 gr =1,5 gr +10%=1,65 gr x 2 =
3,3 gr
 Nipagin 0,18 % =>0,18/100 x 10 gr=0,018 gr+10%=0,0198 gr x 2=
0,04 gr
 Aquades 100 – ( 0,6 %+2%+15%+0,5%+0,18%) = 81,72% =>
81,72 /100 x 10 gr = 8,172 gr x 2 = 16,34 gr
c. Cara pembuatan:

1. Disiapkan alat dan bahan, kemudian disetarakan timbangan.

2. Ditimbang CMC-Na 0,22 gr dandisiapkan aquades panas 8,172 gr


digelasukur.

3. Air panas dimasukkan kedalam mortir kemudian ditaburkan CMC-Na


secara merata diatas air panas kemudian ditunggu ± 30 menit hingga
mengembang

4. Setelah CMC-Na mengembang kemudian digerus ad homogen.

5. Ditimbang nipagin 0,0198 gr dan propilenglikol 1,65 gr.

6. Dimasukkan nipagin kedalam mortir no. (5) digerus ad homogen

7. Dimasukkan propilenglikol kedalam mortir no. (7) digerus ad homogen

8. Massa gel yang telah terbentuk dimasukkan dalam wadah dan diberi etiket
berwarna biru.

8. EVALUASI GEL

a. Evaluasi Fisika

1. Organoleptis

40
Evaluasi organoleptis menggunakan panca indra, mulai dari bau, warna,
tekstur sediaan, konsistensi pelaksanaan menggunakan subyek responden
(dengan kriteria tertentu) dengan menetapkan kriterianya pengujiannya
(macam dan item), menghitung prosentase masing-masing kriteria yang
diperoleh, pengambilan keputusan dengan analisa statistik.
2. Evaluasi pH
Evaluasi pH menggunakan alat pH meter, dengan cara perbandingan 60 g :
200 ml air yang digunakan untuk mengencerkan, kemudian aduk hingga
homogen, dan didiamkan agar mengendam, dan airnya yang di ukur dengan
pH meter, catat hasil yang tertera pada alat pH meter.
3. Evaluasi Daya Sebar
Dengan cara sejumlah zat tertentu di letakkan di atas kaca yang berskala.
Kemudian bagian atasnya di beri kaca yang sama, dan di tingkatkan
bebannya, dan di beri rentang waktu 1-2 menit. Kemudian diameter
penyebaran diukur pada setiap penambahan beban, saat sediaan berhenti
menyebar (dengan waktu tertentu secara teratur).
4. Evaluasi Penentuan Ukuran Droplet
Untuk menentukan ukuran droplet suatu krim ataupun sediaan emulgel,
dengan cara menggunakan mikroskop sediaan diletakkan pada objek glass,
kemudian diperiksa adanya tetesan-tetesan fase dalam ukuran dan
penyebarannya.
5. Uji Aseptabilitas Sediaan
Dilakukan pada kulit, dengan berbagai orang yang di kasih suatu quisioner
di buat suatu kriteria, kemudian dioleskan, kelembutan, sensasi yang di
timbulkan, kemudahan pencucian. Kemudian dari data tersebut di buat
skoring untuk masing-masing kriteria. Misal untuk kelembutan agak
lembut, lembut, sangat lembut.

b. Evaluasi kimia
1. Identifikasi zat aktif (sesuai dengan monografi FI IV/kompendia lain)

2. Penetapan kadar zat aktif (sesuai dengan monografi FI IV/kompendia lain)

41
c. Evaluasi biologi
1. Uji penetapan potensi antibiotik (lihat lampiran FI IV hal 891)

2. Uji sterilitas (lihat Lampiran FI IV Hal 855

9. HASIL
a. Pembuatan Gel

No. Perlakuan Hasil

1. Penimbahan Bahan

 Ekstrak benalu belimbing wuluh  0,55 gr

 Na – CMC  0,22 gr

 Propilenglikol  1,65 gr
 0,0198 gr
 Nipagin
 7,782 gr
 Aquades

2. Dipanaskan aquades hingga mendidih Aquades dalam mortar


sealnjutnya di tuangkan dalam mortar

3. Ditaburkan CMC-Na secara merata diatas CMC-Na membentuk


air panas kemudian ditunggu ± 30 menit gelling
hingga mengembang selanjuttnya diaduk
hingga homogen

4. Dimasukkan nipagin kedalam mortir Nipagin homogen


digerus ad homogen dengan CMC-Na

5. Dimasukkan propilenglikol kedalam mortir Propilenglikol


digerus ad homogen homogen

42
6. Massa gel yang telah terbentuk dimasukkan Gel ektrak belimbing
dalam wadah dan diberi etiket berwarna wluh dalam kemasan
biru.

b. Evaluasi Gel

No Evaluasi Hasil
Organoleptis Warna Kuning kehijauan , Rasa
dingin , konsistensi Kental,
1
bentuk berupa gel.

Aseptibilitas gel mudah dioleskan, gel


bertekstur lembut, gel terasa
2
dingin, gel mudah dicuci , dan
tidak lengket.
3 Homogenitas Krim homogen
4 pH pH 7,7
5 Daya sebar 2,5
6 Moissture content 89,45 % MC.
7 Densitas 1,00
8 Mikroba Tidk ditumbuhi mikroba

10. PEMBAHASAN
Gel umumnya merupakan suatu sediaan semipadat yang jernih, tembus
cahaya dan mengandung zat aktif, merupakan dispersi koloid mempunyai kekuatan
yang disebabkan oleh jaringan yang saling berikatan pada fase terdispersi
(Ansel, 1989). Gel adalah sediaan bermassa lembek, berupa suspensi yang dibuat
dari zarah kecil senyawa anorganik atau makromolekul senyawa organik, masing-

43
masing terbungkus dan saling terserap oleh cairan (Formularium Nasional, hal
315).
Pada praktikum yang dilakukan kali ini di buat gel yang berbahan dasar dari
tumbuhan yakni ekstrak benalu belimbing wuluh. kandungan dan manfaat tanaman
dalam benalu belimbing wuluh yaitu pada daun dan batang benalu mengandung
alkaloida, saponin, flavonoid dan tanin (Anonim,1999). Benalu dari spesies
Dendrophthoe mengandung glikosida kuersetin (Hargono, 1995).Herba benalu
berkhasiat sebagai anti radang, anti bakteri, anti bengkak, dan antioksidan (Anonim,
1999). Penelitian lain menyebutkan bahwa benalu memiliki kegunakan sebagai
obat batuk, diuretik, pemeliharaan kesehatan ibu pasca persalinan, penghilang rasa
nyeri, luka atau infeksi kapang (Hargono, 1995). Fraksi air dan fraksi etil asetat dari
daun benalu yang tumbuh pada petai mampu melarutkan batu ginjal kalsium secara
in vitro (Sasmito et al., 2001). Pemakaian benalu bersama beberapa bahan lain juga
berkhasiat dalam pengobatan kanker, amandel dan penyakit campak (Thomas,
1999). Uji sifat fisik gel pengujian organoleptik dan homogenitas, Pengujian pH,
pengujian daya sebar, pengujian daya lekat, pengujian konsistensi ( Maulina, 2015).
Pada percobaan ini dibuat gel dengan golongan gel fase tunggal
yaitu terdiri dari makromolekul organik yang tersebar sama dalam suatu cairan
sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul makro yang
terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat dari makromolekul sintetik
misalnya karboner atau dari gom alam misanya tragakan. Cara pembuatan gel
berbahan dasar ekstrak benalu belimbing wuluh yaitu langakah pertama yang
dilakukan yakni diisiapkan alat dan bahan yang digunakan daam percobaan
gel, kemudian disetarakan timbangan. Ditimbang CMC-Na 0,22 gr dan disiapkan
aquades panas 8,172 gr digelasukur. Selanjutnya air panas dimasukkan kedalam
mortir kemudian ditaburkan CMC-Na secara merata diatas air panas dan ditunggu
± 30 menit hingga mengembang.Setelah CMC-Na mengembang kemudian digerus
hingga homogen,CMC-Na berfungsi sebagai gelling agent.Ditimbang nipagin
0,0198 gr yang berfungsi sebagaidan propilenglikol 1,65 gr. Selanjutnya nipagin
yang berfungsi sebagai pengawet dan propilenglikol yang berfungsi sebagai
humektan dan enhancer dimasukkan kedalam mortir secara berurutan dan digerus
hingga homogen. Massa gel yang telah terbentuk dimasukkan dalam wadah dan

44
diberi etiket berwarna biru. Hasil yang didapatkan yakni gel berwarna kuning
kehijauan, berbau khas ekstrak benalu belimbing wuluh, bertekstur lembut mudah
dioleskan serta memberikan sensasi rasa dingin ketika dioleskan.

Beberapa uji perlu dilakukan untuk mengetahui kualitas dan kuantitas dari
sediaan yang dibuat, apakah sudah memenuhi standar atau belum. Pada pembuatan
gel ekstrak belimbing wuluh kali ini uji evaluasi yang dilakukan setelah tujuh hari
pembuatan sediaan adalah uji organoleptis, uji pH, aseptabilitas sediaan ,
homogenitas, pH, daya sebar, moisture content, densitas, serta uji mikroba yang
akan dipaparkan sebagai berikut :
1. Uji Organoleptik
Uji organoleptik bertujuan untuk mengamati organoleptik meliputi bentuk,
warna, bau dari sediaan. Uji organoleptik atau uji indera atau uji sensori merupakan
cara pengujian dengan menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk
pengukuran daya penerimaan terhadap produk(Voigt, R, 1971). Hasil yang
didapatkan berdasarkan uji secara organoleptik yang telah dilakukan adalah dari
segi bau yakni berbau khas ekstrak benalu belimbing wuluh , Warna Kuning
kehijauan , Rasa dingin , konsistensi Kental, bentuk berupa gel.
2. Aseptabilitas Sediaan
Tujuan dilakukannya asepabilitas sediaan yankni untuk menentukan kriteria
aseptabilitas yang akan diuji. Pengukuran diameter penyebaran beban nol dilakukan
untuk mengetahui kemudahan suatu sediaan untuk diaplikasikan. Hal ini berkaitan
dengan akseptabilitas sediaan.Hasilnya yaitu gel mudah dioleskan, gel bertekstur
lembut, gel terasa dingin, gel mudah dicuci , dan tidak lengket.Berdasarkan
literatur (Sasmito, 2001) gel harus mudah dioleskan dan bersifat tidak lengket agar
mudah dalam pengapikasiaanya.
3. Homogenitas
Homogenitas bertujuan untuk mengetahui distribusi partikel/granul dari
suatu sediaan. Evaluasi homogenitas untuk mengetahui distribusi partikel/granul
dari suatu sediaan metode yang dilakukan yaitu susunan partikel yang terbentuk
dari sediaan akhir diamati secara visual prosesnya yakni sampel diambil pada
bagian atas, tengah atau bawah. Sampel diletakkan pada gelas objek dan diratakan
dengan gelas objek lain hingga lapisan tipis terbentuk. Setelah itu susunan partikel

45
yang terbentuk diamati visual (FI III, Hal 33). Hasil yang didapatkan adalah gel
menjadi homogen. Pemeriksaan homogenitas terhadap sediaan gel ekstrak benalu
belimbing wuluh menunjukkan bahwa semua sediaan tidak memperlihatkan adanya
butir-butir kasar pada saat sediaan dioleskan. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan
yang dibuat mempunyai susunan yang homogen (Ditjen POM, 1985).
4. Uji Ph
Tujuan dari uji ini yakni untuk dapat menentukan pH dari sediaan. Metode
penetapan pH dilakukan dengan cara potensiometri atau kolorimetri. Semua larutan
untuk penetapan pH menggunakan air bebas karbondioksida pengukuran pada suhu
25˚C±2˚C, kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing (FI IV, hal. 1039).Hasil
pH yang didapatkan adalah 7,7 , menurut literatur pH kulit pada manusia yakni
rentang 5,4-6,5 (Ditjen POM, 1985).Hal ini dikarenakan kurang stabil saat proses
pembuatan serta dimungkinkan karena tidak diberinya buffer atau pendapar yang
fungsinya untuk mempertahankan harga pH dalam suatu sediaan (Depkes. 1978 )
5. Daya Sebar

Uji Daya Sebar dilakukan untuk mengetahui kecepatan penyebaran gel pada
kulit dan mengetahui kelunakan dari gel untuk menyebar pada kulit. Pengujiannya
yaitu dengan cara Sediaan ditimbang ±0,5 gram, diletakkan pada kaca bundar
bagian rengah diatas diberi anak timbangan sebagai beban dan dibiarkan
1menit(Ansel, 1989). Atau uji ini dilakukan dengan cara sejumlah zat tertentu
diletakkan di atas kaca yang berskala. Kemudian bagian atasnya di beri kaca yang
sama, dan ditingkatkan bebannya, dan diberi rentang waktu 1-2 menit. Kemudian
diameter penyebaran diukur pada setiap penambahan beban, saat sediaan berhenti
menyebar (dengan waktu tertentu secara teratur). Hasil uji daya sebar yang
dilakukan adalah diameter penyebarannya sebesar 2,5 cm. berdasarkan Garg et al,
rentang daya sebar yang disyaratkan untuk sediaan topikal adalah sebesar 5-7 cm.
untuk itu dapat disimpulkan jika daya sebar dari gel yang dibuat tidak sesuai dengan
persyaratan yang diinginkan.

6. Moisture Content

Uji Moisture Content untuk mengukur kelembaban dan kadar air pada
sampel. Sebanyak kurang lebih 0,5 gram sampel di ratakan pada lempeng pada alat

46
moisture analyzer kemudian diatur dan dilakukan proses pengukuran. Gel memiliki
kadar air sebesar 89,45 % MC.

Kadar air yang tinggi dalam suatu sediaan dapat menyebabkan


permasalahan yang besar terhadap kestabilan sediaan. Kadar air yang tinggi
merupakan kondisi yang dapat mendukung pertumbuhan mikroba. Apabila
kelembaban sediaan tidak dijaga selama penyimpanan, maka pertumbuhan mikroba
tidak dapat dihindari, sediaan pun dapat rusak sebelum dipasarkan.

7. Densitas

Uji densitas dilakukan dengan tujuan untuk mengukur tingkat kerapatan


pada suatu sampel. Uji ini dilakukan dengan cara sampel dilarutkan kemudian
diukur dengan densitometer. Nilai densitas dari sediaan gel ini yaitu 1,00.Nilai
densitas menunjukkan hasil yang baik apabila dalam rentang 0,95-1.00(Ansel, H.C,
1989)

8. Uji Mikroba

Uji mikroba dilakukan untuk menunjukkan efektifitas pengawet


antimikroba yang ditambahkan pada sedian dosis ganda yang dibuat dengan dasar
atau bahan pembawa berair. Uji ini dilakukan dengan melihat adanya pertumbuhan
mikroba yang ada pada sediaan dan dapat diamati dengan adanya perubahan
biologi. Hasil pengamatan yaitu gel ditumbuhi mikroba ditandai dengan perubahan
warna. Hal ini dapat terjadi dimungkinkan karena kadar air yang terlalu banyak dari
sediaan, sehingga memicu pertumbuhan mikroba.

47
11. DESAIN PRODUK
a. Kemasan Sekunder

48
b. Brosur

49
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi


Keempat.Jakarta: UI Press. Hal. 357, 390, 489, 513.

Artanti, N., Jamilah, dan Hartati, S., 2003, Laporan Teknis Sub Tolok Ukur
Pengembangan Senyawa Potensial antikanker dari Taxus sumatrana dan
Benalu, Puslit Kimia LIPI, Serpong.

Artanti, N., Jamilah, Agustina, H., Meiyanto, E., dan Darmawan, A., 2004,
Laporan Teknis Sub Tolok Ukur Pengembangan Senyawa Potensial
antikanker dari Taxus sumatrana dan Benalu, Puslit Kimia LIPI,
Serpong.

Departemen Kesehatan RI, 1995. Farmakope Indonesia, Edisi IV, Jakarta:


Departemen Kesehatan RI, 7-8, 63, 687, 1030, 1037

Depkes. (1978). Materia Medika Indonesia. Jilid II. Jakarta: Depkes

Depkes. (1979). Materia Medika Indonesia. Jilid III. Jakarta: Depkes

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta:Depkes RI.


Hal. 9, 33.

Ditjen POM. (1985). Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta: Depkes RI.


Hal. 32-36.

Lina Winarti,2013.Diktat kuliah fakultas farmasi universitas jember formulasi


sediaan semisolid ”formulasi salep, krim, gel, pasta, dan suppositoria”.
Fakultas Farmasi Universitas Jember. hal 55-56)

50
Maulina, Lena dan Nining Sugihartini. 2015. Formulasi Gel Ekstrak Etanol
Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana L.) dengan Variasi Gelling
Agent Sebagai Sediaan Luka Bakar. Pharmaҫiana, vol. 5, no. 1: 43-52.

Sasmito, Darsono, Zainul, K., Matrozi, 2001, Kemampuan Fraksi Air dan
Fraksi Etil Asetat Daun Benalu Petai Dendrophtoe petandra (L) Miq
Melarutkan Batu Ginjal Galsium In Vitro yang Diuji dengan Metode
Aktivasi Neutron Cepat, Majalah Farmasi Indonesia, 12 (14) 186-193.

Thomas, A.N.S., 1999, Tanaman Obat Tradisional I, Penerbit Kanisius,


Yogyakarta, 99-101, 124-125.

van Steenis, .C.G.G.J., 1975, Flora Voor de Scholen in Indonesie,


diterjemahkan oleh Sorjowinoto, M., edisi ke-6, PT Pradnya Paramitha,
Jakarta.

Voigt, R, 1971. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi diterjemahkan oleh Soedani


Noeroen, Edisi 5. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

51

Anda mungkin juga menyukai