LAPORAN PRAKTIKUM
DIFUSI
KELOMPOK 2
ANGGOTA
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
DEPOK
MEI 2014
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Sebagai contoh lain adalah tinta biru yang diteteskan dalam air bening.
Tinta akan berdifusi perlahan-lahan ke seluruh bagian air hingga diperoleh kondisi
kesetimbangan (tidak adanya gradien konsentrasi). Untuk menaikkan laju difusi
dapat dilakukan pengadukan, sehingga kondisi kesetimbanga dapat lebih cepat
dicapai.
Difusi tidak terbatas hanya pada perpindahan lapisan stagnan (diam) zat
padat atau zat cair saja. Difusi juga terjadi dalam fase fluida pencampuran fisika
dan pusaran Eddy aliran turbulen, sama seperti aliran kalor dalam fluida dapat
terjadi karena konveksi. Peristiwa ini disebut difusi pusaran (Eddy diffusion).
dc A
J*AZ = -DAB (3)
dz
Persamaan (3) umumnya digunakan dalam berbagai aplikasi proses difusi
molekular. Apabila nilai c bervariasi, maka yang digunakan dalam persamaan (3)
adalah nilai konsentrasi rata-ratanya.
Untuk aliran massa yang turbulen dengan konsentrasi yang konstan
berlaku persamaan :
dc A
J*AZ = -(DAB + εM) (4)
dz
Dimana εM difusivitas massa turbulen ataudengan satuan m2/s.
tangki sebelah kiri. Jika hal ini tidak berlangsung maka tekanan total tidak akan
konstan. Hal ini berarti :
J*AZ = -J*BZ (5)
Dimana subscript z menunjukkan arah difusi molekular.
Hukum fick molekul b untuk konsentrasi yang konstan :
dc B
J*B = -DBA (6)
dz
Karena P = pA + pB = konstan, maka :
c = cA + cB (7)
Dengan mendiferensialkan kedua sisi,
dcA = -dcB (8)
mensubstitusi persamaan (8) ke (6) diperoleh :
dc A dc A
J*AZ = -DAB = -J*B = - (-) DAB (9)
dz dz
Mensubstitusi persamaan (8) ke (9) didapat,
DAB = DBA (10)
Persamaan tersebut menunjukkan pada campuran biner gas A dan gas B koefisien
difusi DAB untuk A berdifusi melalui B akan sama dengan DBA, koefisien difusi B
melalui A.
Gambar 1.3. difusi komponen A melalui komponen B yang tidak bergerak : (a) difusi aseton ke
udara, (b) ammonia diabsorb oleh air.
Molekul udara (B) tidak dapat berdifusi ke daerah yang mayoritas aseton,
hal ini disebabkan oleh karena adanya daerah batas 1 dimana udara tidak dapat
larut dalam aseton. Pada titik 2 tekanan parsial pA= 0, karena tidak sebanding
dengan volume udara yang melalui titik tersebut.
z2 PA1
D AB dPA
NA dz =
z1 RT 1 p
PA 2 A /P
(14)
DAB P P PA2
NA = ln (15)
RT ( z 2 z1 ) P PA1
Persamaan (15) merupakan persamaan akhir yang dapat digunakan untuk
menghitung flux A. karena P = pA1 + pB2 = pA2 + pB2, maka pB1 = P – pA1 dan pB2 =
P – pA2. Persamaan tersebut juga sering dituliskan dalam bentuk lain, nilai log
mean inert B dapat didefinisikan sebagai berikut :
PB 2 PB1 PA2 PA1
PBM = (16)
ln( PB 2 / PB1 ) ln[( P PA2 ) /( P PA1 )]
Dengan mensubstitusikan dengan persamaan sebelumnya diperoleh :
D AB P
NA = ( PA1 PA2 ) (17)
RT ( z 2 z1 ) PBM
A L t
D AB PT PBM
BM A L0 R.T .L.PBM ( PA1 PA2 ) to
LdL = dt (21)
2 BM A D AB PT ( PA1 PA2 )
L2 – L02 = t (22)
A R.T .PBM
Karena gas B terus mengalir, maka konsentrasi gas A di bibir tabung selalu sama
dengan nol atau pA2 = 0.
Plot antara L2-L02 terhadap t akan memberikan slope S.
2 BM A D AB PT ( PA1 )
S= (23)
A R.T .PBM
A R.T .PBM 2BM A DAB PT ( PA1 )
DAB = (24)
2BM A DAB p
Dimana, A = densitas cairan A
PB 2 PB1
PBM =
ln( PB 2 / PB1 )
PA1 = tekanan uap cairan A pada keadaan 1
DAB = koefisien difusi A dalam B
BMA = berat molokul A
P1 = tekanan total
T = temperature absolute
Persamaan gas ssecara semi empiris dapat dapat dituliskan melalui persamaan
fuller sebagai berikut :
1.00 x10 7 T 1.75 .(1 / M A 1 / M B ) 0.5
DAB = (25)
P v A 3 v B 3
1 1 2
DAB (C A1 C A2 ) D AB C AV ( x A1 c A2 )
NA (26)
z 2 z1 z 2 z1
Dimana, NA adalah flux komponen A dalam kgmol.A/s.m2, DAB adalah
difusifitas A melalui B dalam m2/s, cA1 merupakan konsentrasi komponen A
dalam kgmol/m3 pada keadaan 1, dan xA1 fraksi mol komponen A dalam keadaan
1, dan cAV disefinisikan sebagai :
1
2
1
M M2
CAV = (27)
M av 2
Dimana cAV merupakan konsentrasi rata-rata total dari A+B dalam
kgmol/m3, M1 merupakan berat molekul rata-rata larutan pada keadaan 1 dalam
kg masssa/ kgmol, dan ρ1 merupakan densitas rata-rata pada keadaan 1.
dc A .d 2 c A1 c A2
Vtangki =
4 N (30)
dt L
Jika k = CM.CA, dan dianggap CA2<<CA1 maka:
4.Vtan gki L dk
D= (31)
.d 2 .C M .C A dt
Keterangan :
Vtangki = volume tangki
L = panjang pipa kapiler
N = jumlah pipa kapiler
D = diameter pipa kapiler
CA = konsentrasi/molaritas A
CM = perubahan konduktifitas per mol
K = konduktifitas dan tangki
BAB II
PROSEDUR PERCOBAAN
Mengulangi percobaan
untuk suhu aseton 60 0C.
Pengaduk
Digunakan untuk mengaduk deionized water sehingga ion-ion K+ dan Cl- akan
teraduk dan terdispersi sempurna.
Larutan KCL
Digunakan sebagai zat yang terionkan yang selanjutnya akan berdifusi.
BAB III
PENGOLAHAN DATA
Variasi Temperatur 60 C
delta H
Waktu (menit) H (mm)
(mm)
0 60 0
3 60.6 0.6
6 60.7 0.1
9 60.9 0.2
12 61 0.1
15 61.2 0.2
18 61.3 0.1
21 61.5 0.2
24 61.6 0.1
27 61.7 0.1
30 61.7 0
Pengolahan Data
Diketahui:
Langkah Perhitungannya:
a. Mengitung tekanan uap aseton (PA1)
Untuk menghitung tekanan uap aseton pada suhu 50ºC, digunakan persamaan
Antoine, sebagai berikut:
B
log P sat A
T C
dengan Psat dalam torr dan T dalam ºC
Perhitungan PT:
PA1 PA1
1 atm PT
PA1 0,8083
PT 1 atm 1 atm 2,6606 atm
PA1 0,3038
Perhitungan PB1:
PB1 PT PA1 2,6606 0,8083 atm 1,8523 atm
PB 2 PT 2,6606 atm
Perhitungan PBM:
PB 2 PB1 2,6606 1,8523
PBM 2,2321 atm
PB 2 2,6606
ln ln
PB1 1,8523
y = b x ± a
diperoleh grafik perubahan tinggi cairan aseton pada tabung kapiler terhadap waktu
seperti pada gambar di bawah ini:
80
60
40
20
0
0 5 10 15 20 25 30 35
10 3 T 1, 75 M A M B
0,5
M A M B
D AB
PT v A
1/ 3
vB
1/ 3 2
10 3 T 1, 75 M A M B
0,5
M A M B
D AB 2
.PT v A1 / 3 v B 1 / 3
58,08 29
0,5
10 3 323,15
1, 75
58,08 29
D AB
0,791 g/cm 3
2,6606 atm
1 atm
66,861 / 3 20,11 / 3 2
D AB 0,4409 cm 2 /s
percobaan - DAB
DAB
% kesalahan literatur = literatur
´100%
DABliteratur
0,1018 - 0, 4409
= ´100%
0, 4409
= 76.89%
delta H
Waktu (menit) H (mm) L2-L02
(mm)
0 60 0 0
3 60.6 0.6 72.36
6 60.7 0.1 84.49
9 60.9 0.2 108.81
12 61 0.1 121
15 61.2 0.2 145.44
18 61.3 0.1 157.69
21 61.5 0.2 182.25
24 61.6 0.1 194.56
27 61.7 0.1 206.89
30 61.7 0 206.89
Langkah Perhitungannya:
a. Mengitung tekanan uap aseton (PA1)
Untuk menghitung tekanan uap aseton pada suhu 60ºC, digunakan persamaan
Antoine, sebagai berikut:
B
log P sat A
T C
dengan Psat dalam torr dan T dalam ºC
Berdasarkan Perry’s Chemical Handbook table 13-4, p.13-21, nilai koefisien A,
B, dan C dari persamaan Antoine untuk aseton adalah:
A = 7,11714
B = 1210,595
C = 229,664
Maka, tekanan uap pada suhu 60ºC dapat dihitung dengan persamaan Antoine,
yaitu:
B
log P sat A
T C
1210,595
log PA1 7,11714
60 229,664
PA1 866,6271 torr
PA1 1,1403 atm
Perhitungan PT:
PA1 PA1
1 atm PT
PA1 1,1403
PT 1 atm 1 atm 3,7535 atm
PA1 0,3038
Perhitungan PB1:
PB1 PT PA1 3,7535 1,1403 atm 2,6132 atm
PB 2 PT 3,7535 atm
Perhitungan PBM:
PB 2 PB1 3,7535 2,6132
PBM 3,1490 atm
PB 2 3,7535
ln ln
PB1 2,6132
y = b x ± a
diperoleh grafik perubahan tinggi cairan aseton pada tabung kapiler terhadap waktu
seperti pada gambar di bawah ini:
150
100
50
0
0 5 10 15 20 25 30 35
10 3 T 1, 75 M A M B
0,5
M A M B
D AB
PT v A
1/ 3
vB
1/ 3 2
M A M B
0,5
3 1, 75
10 T
M A M B
D AB
.PT v A1 / 3 v B 1 / 3 2
D AB 0,3296 cm 2 /s
percobaan - DAB
DAB
% kesalahan literatur = literatur
´100%
DAB
literatur
0.1443- 0, 3296
= ´100% = 56.21%
0, 3296
150
y = 3.2618x + 9.1905
100 R² = 0.9782
50
0
0 5 10 15 20 25 30 35
Gambar 6. Grafik Perbandingan Perubahan Tinggi Cairan Aseton pada Tabung Kapiler
terhadap Waktu untuk T = 50ºC dan T = 60ºC
Laju difusi
Waktu (menit)
(miu s)
0 50
3 49.6
6 49.1
9 48.6
12 51.4
15 52.7
18 53
21 53.8
24 54
27 57.4
30 61.7
Waktu
Laju difusi (miu s)
(menit)
0 58.8
3 59.3
6 58.5
9 58
12 57.7
15 57.2
18 56.8
21 56.2
24 55.6
27 54.6
30 53.3
0.00006
0.00005
0.00002
0.00001
0
0 500 1000 1500 2000
0.00006
0.00005
0.00002
0.00001
0
0 500 1000 1500 2000
= 0.9523344 cm2/detik
D AB percobaan D AB literatur
% kesalahan literatur = x 100%
D AB literatur
0.003495417-0.9523344
= x 100%
0.9523344
= 99.63 %
D AB percobaan D AB literatur
% kesalahan literatur = x 100%
D AB literatur
0.0017147-0.6283063
= x 100%
0.6283063
= 99.721 %
BAB IV
PEMBAHASAN
deionized water. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya proses difusi yang
terlalu cepat. Diperlukan peristiwa difusi yang perlahan agar peristiwa difusi dapat
diamatai dengan cermat dan saksama. Peristiwa difusi yang terlalu cepat akan
menyulitkan praktikan dalam melakukan pengamatan dan kesetimbangan akan lebih
cepat terjadi sehingga peristiwa difusi akan terhenti karena tidak terdapat lagi
perbedaan konsentrasi antara kedua cairan.
Water bath diisi dengan deionized water, lalu sel difusi yang berisi larutan KCl
ditaruh di dalamnya. Dengan segera menghubungkan konduktometer dengan
deionized water sehingga dapat diketahui nilai konduktansi awal (pada menit ke-0).
Selanjutnya nilai konduktansi dari deionized water dicatat setiap 3 menit sekali
hingga diperoleh 20 data pengamatan. Keseluruhan percobaan ini kemudian diulangi
untuk larutan KCl 2 M.
Nilai konduktansi dari deionized water digunakan sebagai acuan untuk
mengamati fenomena difusi cair-cair antara larutan KCl dengan deionized water.
Perubahan nilai konduktansi menunjukkan terjadinya perubahan konsentrasi ion di
dalam deionized water. Semakin tinggi nilai konduktansi, maka semakin tinggi
konsentrasi ion dalam deionized water, semakin tinggi nilai konduktansi maka
semakin banyak larutan KCl yang telah terdifusi ke dalam deionized water. Sehingga,
semakin banyak larutan KCl yang terdifusi, nilai konduktansi akan semakin besar.
Selama pencatatan waktu konduktansi, deionized water akan diaduk dengan
menggunakan stirrer yang berada di dasar water bath. Pengadukan ini dilakukan agar
ion-ion K+ dan Cl- dalam deionized water dapat terdispersi secara merata. Proses
dispersi yang merata ini penting karena konduktometer hanya mengukur nilai
konduktansi deionized water di satu titik bagian dari deionized water saja. Oleh
karena itu, diusahakan agar konsentrasi ion di setiap bagian deionized water hampir
sama. Pengaduk magnetik, stirrer, ini digerakkan hingga kecepetan 4, di mana pada
kecepatan tersebut cairan belum turbulen.
Digunakan dua jenis konsentrasi larutan KCl dalam percobaan ini agar dapat
mengetahui pengaruh konsentrasi terhadap laju difusi. Teorinya semakin tinggi
perbedaan konsentrasi antara dua cairan, maka laju difusi yang terjadi juga semakin
cepat, sehingga secara otomatis maka nilai konduktansinya juga akan semakin tinggi.
Konduktivitas vs Waktu
0.000063
0.000061
0.000059
0.000057
0.000055
1M
0.000053 2M
0.000051
0.000049
0.000047
0 500 1000 1500 2000
Untuk kesalahan yang terjadi pada pengamatan cairan KCl 2 M akan dibahas
pada analisa kesalahan. Kemudian, pada percobaan ini, pengolahan data yang
dilakukan adalah untuk menghitung nilai koefisien difusi cairan (DAB). Perhitungan
tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut:
4 V L dK
D AB dt
d N CM C A
2
dimana
dK
adalah perubahan konduktivitas terhadap waktu.
dt
dK
tersebut merupakan slope atau gradien pada persamaan garis yang diperoleh
dt
dari plot data percobaan dalam bentuk grafik konduktivitas terhadap waktu.
Setelah itu menghitung nilai koefiseien difusi cairan literatur. Koefisien difusi
cairan literatur tersebut dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan Wilke-
Chang:
KCL 1 M KCL 2 M
Dari hasil percobaan di atas, terlihat bahwa koefisien difusi pada larutan KCl 1
M lebih besar dibandingkan dengan KCl 2 M. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa semakin besar konsentrasi maka koefisien difusi semakin besar
karena koefisien difusi menunjukkan kemampuan difusi suatu zat. Sehingga semakin
besar konsentrasi maka semakin banyak ion K+ dan Cl- yang terionisasi dan terdifusi
ke dalam air. Kesalahan yang terjadi ini akan dianalisa pada analisa kesalahan.
BAB V
PENUTUP
KCl 1 M KCl 2 M
DAB percobaan = 0,003495417
DAB percobaan = 0,001747709 cm2/detik
cm2/detik
5.2. Saran
Diharapkan praktikum selanjut agar lebih hari-hati dalam mengukur selisih
ketinggian permukaan membrane permeable dengan KCL pada wadah saat praktikum
agar proses difusi terjadi dengan sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Geankoplis, Christie J. 1993. Transport Processes and Unit Operations (3rd Edition).
New York.
Buku Modul Praktikum Proses dan Operasi Teknik 2.