Anda di halaman 1dari 63

LAPORAN PRAKTIKUM

UNIT DAN OPERASI PROSES I


COMPRESSIBLE FLOW

Disusun Oleh:
Kelompok 3 J
Agasta Prio Prasetyo 1306415926
Chairani Shafira
Fitri Amalia 1306370581
Nurania Saubryani 1306392866

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK 2015

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................................2


BAB 1. PENDAHULUAN ...........................................................................................4
1.1. Latar Belakang ...............................................................................................4
1.2. Tujuan .............................................................................................................6
1.3. Objektif Masalah ............................................................................................6
1.4. Batasan Masalah .............................................................................................6

BAB 2. TEORI DASAR................................................................................................7


2.1. Teori Dasar Percobaan 1 ................................................................................7
2.2. Teori Dasar Percobaan 3 ................................................................................8
2.3. Teori Dasar Percobaan 4 ................................................................................9
2.4. Teori Dasar Percobaan 5 ................................................................................14
2.5. Teori Dasar Percobaan 6 ................................................................................17
BAB 3. HASIL PERCOBAAN DAN PENGOLAHAN DATA ................................19
3.1. Percobaan 1
3.1.1. Prosedur Percobaan ..............................................................................19
3.1.2. Data Hasil Percobaan ...........................................................................19
3.1.3. Pengolahan Data ...................................................................................19
3.1.4. Analisis .................................................................................................22
3.2. Percobaan 3
3.2.1. Prosedur Percobaan ..............................................................................26
3.2.2. Data Hasil Percobaan ...........................................................................26
3.2.3. Pengolahan Data ...................................................................................26
3.2.4. Analisis .................................................................................................28
3.3. Percobaan 4
3.3.1. Prosedur Percobaan ..............................................................................31
3.3.2. Data Hasil Percobaan ...........................................................................32
3.3.3. Pengolahan Data ...................................................................................32
3.3.4. Analisis .................................................................................................34

2
3.4. Percobaan 5
3.4.1. Prosedur Percobaan ..............................................................................38
3.4.2. Data Hasil Percobaan ...........................................................................39
3.4.3. Pengolahan Data ...................................................................................39
3.4.4. Analisis .................................................................................................42
3.5. Percobaan 6
3.5.1. Prosedur Percobaan ..............................................................................49
3.5.2. Data Hasil Percobaan ...........................................................................49
3.5.3. Pengolahan Data ...................................................................................50
3.5.4. Analisis .................................................................................................56
BAB 4. KESIMPULAN ................................................................................................61
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................63

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Fluida adalah suatu substansi yang dapat mengalir secara terus menerus dan berubah
bentuk ketika ada gaya yang bekerja terhadap fluida tersebut. Ketika fluida mengalir, akan
terbentuk suatu lapisan-lapisan dimana lapisan tersebut berada di atas lapisan yang lainnya dan
akan mempengaruhi bentuk dari fluida tersebut. Selama fluida tersebut mengalir, akan
terbentuk sheer stress yang besarnya tergantung pada viskositas fluida dan laju alir fluida yang
arahnya relatif terhadap arah tertentu.
Fluida itu sendiri terbagi menjadi dua, yaitu fluida tak termampatkan (incompersibble) dan
fluida termampatkan (compressible). Dalam percobaan kali ini, kita akan mempelajari jenis
aliran fliuda termampatkan (compressible flow), yaitu fluida yang densitasnya dapat berubah
seiring dengan perubahan tekanan. Ketika fluida ini mengalir dalam pipa, maka fluida tersebut
akan mengalami hambatan berupa gesekan dengan dinding pipa yang mengakibatkan
berkurangnya laju aliran sehingga tekanan akan meningkat.
Perbedaan yang mendasar dari fluida kompresibel dan inkompresibel adalah cara
mentransmisikan gaya yang bekerja melalui fluida tersebut. Pada fluida kompresibel,
pemberian gaya pada salah satu ujung sistem tidak akan menyebabkan aliran secara langsung
pada sistem tersebut. Fluida yang terkompresi (yang dekat dengan gaya yang diberikan) akan
mengalami peningkatan densitas. Fluida terkompresi ini akan mengekspansi partikel fluida di
sebelahnya sehingga terkompresi pula dan menimbulkan gerakan berupa gelombang pada
sistem. Gelombang ini akan bergerak dari sumber gangguan menuju pipa pada ujung lainnya.
Nilai Mach dapat digunakan untuk menentukan sifat fluida. Nilai Mach itu sendiri adalah
bilangan tak berdimensi yang menyatakan kecepatan relatif suatu fluida terhadap kecepatan
suara. Suatu aliran disebut aliran kompresibel jika perbedaan densitas dari aliran yang
dipengaruhi oleh tekanan tidak bernilai nol sepanjang streamline. Pada umumnya, hal ini
terjadi pada mach number melebihi 0,3 untuk semua bagian aliran. Walaupun nilai mach ini
cenderung menghasilkan aliran yang berubah-ubah, akan tetapi nilai ini sering digunakan. Hal
ini dikarenakan aliran gas yang memiliki mach number kurang dari 0.3 akan terjadi perubahan
densitas yang menyebabkan perubahan tekanan sekitar 5%. Pada nilai mach yang cukup tinggi,
aliran memiliki kecepatan yang cukup tinggi sehingga efek dari kompresibilitas tidak dapat
diabaikan.

4
Pada aliran kompresibel terdapat dua jenis aliran yaitu aliran subsonic dan aliran
supersonic. Dikatakan aliran subsonic apabila Mach number bernilai < 1 dan dikatakan aliran
supersonic apabila Mach number > 1. Aliran supersonic pada fluida kompresibel akan
menyebabkan shock waves. Shock waves ini akan menyebabkan perubahan kecepatan, tekanan,
dan temperatur secara tiba-tiba pada suatu aliran. Perubahan suatu fluida secara tiba-tiba dapat
diilustrasikan dengan aliran dalam suatu tabung yang konvergen–divergen. Pada aliran
subsonic, kecepatan fluida menurun setelah ekspansi. Pada aliran supersonic kecepatan fluida
naik setelah ekspansi.

5
1.2. Tujuan

Percobaan Compressible Flow ini memiliki tujuan percobaan dalam pelaksanaannya,


sebagai berikut :
1. Untuk menunjukan pengaruh kompresi pada aliran udara di dalam saluran konvergen-
divergen.
2. Menyelidiki tekanan sepanjang saluran divergen.
3. Untuk menyelidiki hubungan antara koefisien friksi dengan bilangan Reynold untuk
sebuah pipa yang diberikan.
4. Menentukan hubungan antara laju aliran dengan beda tekanan pada orifice.
5. Menentukan koefisien pelepasan (discharge coefficient) dari orificemeter.
6. Untuk menyelidiki variasi kenaikan tekanan, input daya, dan efisiensi (isotermal dan
keseluruhan) terhadap laju alir massa pada kecepatan konstan.
1.3. Objektif Masalah

Masalah utama yang menjadi objektif dalam percobaan ini meliputi beberapa hal di
antaranya yaitu:

1. Bagaimana pengaruh aliran udara dengan laju alir yang berbeda-beda terhadap saluran
konvergen-divergen.
2. Bagaimanakah suatu fenomena chocking dapat terjadi pada suatu pipa konvergen-
divergen.
3. Bagaimana pengaruh koefisien friksi terhadap bilangan reynold pada sebuah pipa.
4. Bagaimanakah cara kerja orificemeter dan cara mengukur perbedaan tekanan dengan
orificemeter
5. Bagaimana menentukan efisiensi dan perbedaan tekanan pada kompresor.

1.4. Batasan Masalah

Percobaan ini berjudul “Compressible Flow”. Merupakan salah satu dari Modul Praktikum
Operasi Teknik I Departemen Teknik Kimia FTUI.

Alat yang digunakan dalam percobaan ini bernama “Gabungan motor kompresor” dengan
spesifikasi sebagai berikut.

Jenis : Sentrifugal tingkat ganda


Jumlah tingkatan tekanan : empat
Kecepatan poros : 11500 rpm
Diameter lubang masuk udara : 2 in
Diameter lubang keluar udara : 2 in
Daya motor : 0,75 hp (0,56 kW)
Kondisi kompresor : drip-proof (tahan terhadap masuknya air)
Kecepatan poros motor : dapat diatur pada kecepatan 0 – 2800 rpm

6
BAB 2

TEORI DASAR

2.1. Teori Dasar Percobaan 1


Secara garis besar, fluida dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu fluida inkompresibel
dan fluida kompresibel. Pada fluida inkompresibel, perubahan tekanan mengakibatkan
perubahan densitas yang sangat kecil sehingga perubahan tersebut dapat diabaikan..
Gas termasuk kedalam fluida kompresibel. Perubahan tekanan akan mengakibatkan
volume dari gas berubah sehingga densitasnya juga akan berubah. Ketika gas mengalami
kompresi, volume dari gas akan mengecil sehingga densitasnya bertambah, namun ketika
gas diekspansi, penigkatan volume gas akan menyebabkan densitas gas menjadi berkurang.
Tetapi, gas bisa dimodelkan sebagai fluida inkompresibel apabila perubahan tekanan kurang
dari 20% tekanan rata-rata (Geankoplis, Dean).
Suatu aliran fluida terbagi menjadi aliran konvergen dan aliran divergen. Ketika fluida
melewati bagian yang konvergen, maka kecepatan aliran fluida tersebut akan bertambah dan
tekanannya akan turun. Namun, ketika fluida melewati bagian divergen, maka akan terjadi
fenomena sebaliknya.
Suatu aliran fluida akan mempunyai neraca energi. Persamaan neraca energi untuk
aliran adalah :

𝑃 𝑣2
𝑚∆ [ + + 𝐶𝑣. 𝑇] = 𝑄 − 𝑊2 − 𝑊1 ... (1)
𝜌 2

Dengan mengabaikan kerja, panas dan rugi kerja kita dapatkan

𝑃0 −𝑃1 𝑃0 −𝑃2
𝑉1 = √2 ... (2) dan 𝑉2 = √2 ... (3)
𝜌0 𝜌0

Dari persamaan kontinuitas m = A.V = konstan, maka :

𝐴1 𝑉1 = 𝐴2 𝑉2 ... (4)

Jadi :

𝐴1 2
𝑃0 − 𝑃2 = ( ) (𝑃0 − 𝑃1 ) ... (5)
𝐴2

7
2.2. Teori Dasar Percobaan 3

Diffuser merupakan suatu saluran yang dapat memperlambat laju alir fluida dengan
memperulas luas alirannya. Fungsi utama dari diffuser adalah untuk mendapatkan kembali
tekanan statis dari aliran fluida dengan memperlabat laju alirnya.

Persamaan Bernoulli:

 P V 2   dWa ,0 
 z   ... (6)
 g 2 g  gd m g

P2  P1
V22  V12
   ... (7)
 2
Rasio tekanan total atau total pressure recovery factor dapat digunakan untuk
menyatakan performa dari suatu diffuser. Dapat dilihat pada diagram T-s pada gambar 1,
kondisi masukan fluida dan kondisi stagnasinya direpresentasikan pada keadaan 1 dan 01.
Karena seluruh energi kinetik terkonversi pada difusi menyeluruh, kondisi keluaran teoritis
dari diffuser adalah 01. Akan tetapi, kondisi aktual pada keluaran diffuser adalah 02 ; berada
pada garis stagnasi temperatur yang sama. Terjadi penurunan pada tekanan stagnasi akibat
proses pada diffuser.

Gambar 1. Efisiensi Diffuser

8
Rasio tekanan total dinyatakan sebagai rasio dari tekanan stagnasi aktual pada keluaran
diffuser dibandingkan tekanan stagnasi pada masukan. Sehingga rasio tekanan total dapat
ditulis :

𝑃02
𝜂= ... (8)
𝑃01

Pada persamaan tersebut, P01 adalah tekanan total pada masukan diffuser yang nilainya
akan sama pada keluaran ketika aliran adalah isentropis. Akibat peningkatan entropi, tekanan
stagnasi akhir menjadi P01. Jadi, rasio tekanan total mengindikasikan kehilangan stagnasi pada
diffuser yang merupakan pengukuran dari suatu sistem irreversible.
Parameter lainnya yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja adalah pressure
recovery factor (εr), didefinsikan sebagai rasio dari penigkatan tekanan secara aktual pada
keluaran diffuser karena konversi energi kinetik secara keseluruhan. Secara matematis
dinyatakan sebagai

𝑃02 − 𝑃1
𝜀𝑟 = ... (9)
𝑃01 − 𝑃1

2.3. Teori Dasar Percobaan 4

Bilangan Reynold adalah bilangan tak berdimensi yang menyatakan rasio antara gaya
inersia terhadap gaya viskos. Bilangan ini dapat digunakan untuk menentukan jenis aliran dari
suatu fluida, misalnya laminar atau turbulen. Untuk mencari bilangan Reynold (Re) secara
umum dapat dicari dengan persamaan :

𝜌𝑑𝑣
𝑅𝑒 = ... (10)
𝜇

Di mana d adalah diameter pipa, v adalah kecepatan rata-rata fluida didalam pipa, ρ adalah
densitas fluida, sedangkan μ adalah viskositas dari fluida yang digunakan.

Berdasarkan bilangan Reynold, suatu aliran dapat dikatakan laminar apabila Re < 2100. Untuk
aliran transisi, nilai Re adalah 2100 < Re < 4000. Sedangkan aliran turbulen mempunyai
bilangan Re > 4000

9
A. Aliran laminar
Aliran dengan fluida yang bergerak pada suatu lapisan yang mengalir secara lancar. Dalam
aliran laminar ini, viskositas berfungsi untuk meredam kecenderungan terjadinya gerakan
relatif antara lapisan sehingga aliran laminar memenuhi hukum viskositas Newton:

... (11)

Bentuk aliran yang lebih cepat pada titik pusatnya, disebabkan karena adanya pengaruh
dari kekasaran pipa yang memperlambat aliran fluida dekat pipa.
Pada dasarnya, sheer stress τw tidak mungkin utnuk diukur. Tetapi, untuk aliran laminar

dimungkinkan untuk menghitung nilai teoritis dari kecepatan fluida dan dimensi pipa. Nilai
pressure loss pada pipa untuk aliran laminar dinyatakan dengan persamaan Hagen-Poiseuille

... (12)

Dan nilai head loss akibat friksi adalah

... (13)

B. Aliran turbulen
Aliran dimana pergerakan dari partikel-partikel fluida tidak menentu karena mengalami
putaran partikel antar lapisan yang mengakibatkan perpindahan momentum dari satu bagian
fluida ke bagian yang lain.
Saat kecepatan pada fluida meningkat, fluida yang berada pada pusat aliran mulai
memecah dan membentuk aliran yang merata pada setiap titik dan hanya meninggalkan
lapisan tipis yang memisahkan aliran dengan dinding pipa, dan disertai dengan adanya
pergolakan-pergolakan (turbulensi) pada aliran. Pada aliran turbulen, turbulensi yang terjadi
meningkatkan tegangan geser yang merata di seluruh fluida sehingga menghasilkan
kerugian-kerugian fluida.

Untuk aliran turbulen pada pipa circilar, head loss dapat dinyatakan sebagai (Darcy-
Weibach):

... (14)

10
C. Aliran transisi
Aliran transisi merupakan aliran peralihan dari aliran laminar menjadi aliran turbulen.

Gambar 2. Profil aliran fluida

Faktor friksi merupakan fungsi kekasaran relatif dari dinding pipa bagian dalam, yang
tergantung dari jenis bahan pipa yang digunakan, serta merupakan fungsi turbulensi aliran yang
dinyatakan sebagai bilangan Reynold. Persamaan yang diturunkan untuk aliran turbulen
ekivalen dengan yang diturunkan untuk aliran laminar sehingga persamaan Darcy dapat
diaplikasikan untuk aliran laminar. Dengan menyamakan persamaan Hagen-Poiseuille dan
Darcy-Weisbach didapatkan:

... (15)

... (16)

Blasius kemudian menemukan persamaan :

f  0.079(Re) 0.25 ... (17)

Persamaan tersebut dapat dipakai hingga bilangan Reynold sekitar 105.

Relasi antara factor friksi dengan bilangan Reynold yang berhubungan dengan profil
kecepatan dalam bentuk logaritmik adalah

11
1
 4.07 log 10 {(Re) f 0.5 }  0.6 ... (18)
f

Hubungan diatas dikenal seebagai Hukum Friksi Universal untuk pipa halus. Dari hubungan
ini dapat dilihat bahwaa nilai 1/f 0.5 sebanding dengan nilai Re.
Untuk pengukuran pressure drop pada aliran turbulen inkompresibel, maka plot antara
1/f 0.5 terhadap Re haruslah linear, seperti yang telah dianalisa oleh Prandtl:

1
 4.0 log 10 {(Re) f 0.5 }  0.4 ... (19)
f

Hubungan diatas dikenal sebagai Hukum Friksi Universal Prandtl untuk pipa halus, dan dapat
digunakan untuk bilangan Reynold yang berada dalam rentang 3.4 x 106 sampai 4 x 103.
Viskositas μ dari gas bergantung hanya pada suhu, dan berikut akan diberikan
viskositas yang berlaku untuk udara :

 393    273 
3/ 2

  1.171x10 5 x   N .s / m 2 ... (20)


   393  273 

di mana θ adalah suhu dalam oC. Hubungan antara bilangan Reynold terhadap faktor friksi
dapat dilihat pada diagram Moody di bawah ini

Gambar 3. Diagram Moody

12
Faktor friksi juga dapat mempengaruhi besarnya perubahan tekanan pada aliran :

d ( P2  P3 )
f  ... (21)
4lk ( P0  P1 )

... (22)

Formula diatas dapat juga dinyatakan dengan pendekatan lain, yaitu :

... (23)

Aliran fluida sendiri dapat dipengaruhi oleh :

1. Viskositas, kecepatan, serta densitas dari fluida yang digunakan.

2. Perubahan temperatur fluida (dapat ikut mempengaruhi perubahan pada viskositas


dan densitas fluida).

3. Panjang, diameter pipa bagian dalam, dan kekasaran pada pipa (pada aliran
turbulen).

4. Perubahan pada layout pipa

5. Nomor dan tipe dari katup, fitting yang digunakan serta layout pipa

6. Perubahan kondisi kerja pipa pada aliran masuk dan aliran keluar.

2.4. Teori Dasar Percobaan 5


2.4.1 Orificemeter
Sebuah plat orifice adalah pelat tipis dengan lubang di dalamnya, yang biasanya
ditempatkan dalam pipa. Ketika cairan (baik cair atau gas) melewati lubang, tekanannya
bertambah pada aliran upstream sebelum lubang dan fluida akan melewati lubang, kecepatan
yang meningkat menyebabkan tekanan fluida berkurang pada aliran downstream. Pada aliran
downstream di mana kecepatan mencapai maksimum dan tekanan mencapai minimum. Selain
itu, kecepatan aliran berkurang dan tekanan meningkat. Dengan mengukur perbedaan tekanan
fluida di tappings upstream dan downstream dari plate orifice, laju aliran dapat diperoleh dari
persamaan Bernoulli.

13
Gambar 4. orificemater

Daerah pengukuran yang paling baik adalah pada daerah vena kontrakta karena pada
vena kontrakta terjadi pressure drop yang paling besar. Penurunan tekanan terjadi dengan
sangat besar ketika aliran fluida melewati orifice. Penurunan tekanan masih terjadi sampai
mencapai nilai minimumnya di daerah vena kontrakta. Kemudian terjadi pemulihan tekanan
secara perlahan sampai akhirnya tekanan menjadi relatif konstan. Tekanan terakhir ini nilainya
berada di bawah tekanan awal sebelum fluida melewati orifice maka pressure loss yang terjadi
pada orifice ini relatif besar.

Gambar 5. Pressure loss pada orificemeter

14
Prinsip Kerja Orificemeter.

Dengan adanya pengecilan cross section area suatu aliran yang melewati orifice akan
mengalami kenaikan kecepatan serta pengurangan tekanan. Perbedaan tekanan pada setiap
titik akan diukur oleh manometer. Persamaan Bernoulli memperlihatkan hubungan antara
kecepatan dengan tekanan.

Aliran yang melalui jalur pipa dapat dinyatakan sebagai :

2. 𝜌2 (𝑃2 − 𝑃3 ) ... (24)


𝑚̇ = 𝐶. 𝐴√
1 − 𝑛2
)

dimana :

A = luas orifice

n = perbandingan luas pipa (dorifice/dpipa)

C = Koefisien pelepasan

Persamaan (1) dapat digunakan untuk menghitung:

𝑚̇ = 𝑎1 √2𝜌0 . 𝑘(𝑃0 − 𝑃1 ), sehingga ... (25)

𝐶 2 𝑎2 2𝜌2 (𝑃2 − 𝑃3 )
𝑎1 2 2𝜌0 . 𝑘(𝑃0 − 𝑃1 ) = ... (26)
1 − 𝑛2

Untuk aliran bertekanan rendah sehingga perbedaan


 0 dan  2 cukup rendah, sehingga

persamaan di atas menjadi:

𝐶 2 𝑎2
𝑘(𝑃0 − 𝑃1 ) = (𝑃 − 𝑃3 ) ... (27)
1 − 𝑛2 𝑎1 2 2

15
Gambar 6. Orificemeter Dengan Ilustrasi Perbedaan Tekanan Didalamnya.

2.4.2. Koefisien Pelepasan

Koefisien pelepasan sering digunakan untuk mencari hubungan antara piringan orifice
dan nozzle. Koefisien pelepasan ini juga dapat diaplikasikan pada venturimeter. Koefisien
pelepasan ini menyatakan perbandingan antara aliran aktual dengan aliran ideal. Nilai koefisien
pelepasan yang rendah menandakan bahwa aliran aktual lebih kecil jika dibandingkan dengan
nilai teoritisnya. Nilai koefisien pelepasan dari orificemeter pada umumnya berkisar di 0,63
dan nilai koefisien pelepasan untuk venturimeter adalah 0,98. Perbedaan nilai koefisien
pelepasan ini dikarenakan pressure drop yang tinggi pada orificemeter yang disebabkan oleh
perbedaan luas penampang secara tiba-tiba.

Gambar 7. Grafik perbandingan koefisien pelepasan dengan diameter pipa.

16
2.5. Teori Dasar Percobaan 6: Kompresor
2.5.1. Kompresor

Kompresor adalah alat yang digunakan untuk menaikkan tekanan suatu fluida/ gas dengan
menurunkan volume dari fluida tersebut. Cara kerja kompresor mirip dengan pompa yaitu
mengalirkan fluida dan menaikan temperatur dari fluida tersebut.

Beberapa Jenis Kompresor

A. Reciprocating compressors . Kompresor ini menggunakan piston yang digerakan oleh


crankshaft. Piston-piston ini dapat bergerak atau diam, single stage atau multi staged,
dan dapat bekerja dengan bantuan mesin internal atau motorelektronik. Kompesor ini
sering ditemukan pada aplikasi otomotif.
B. Rotary compressors. Kompresor jenis ini memiliki beberapa kelemahan seperti rumit,
berat, mahal, dan hanya bisa digunakan untuk laju alir rendah. Dengan adanya kenaikan
tekanan dan gesekan antara fluida dengan dinding pipa maka suhu fluida akan naik.
Kenaikan suhu akan menimbulkan beberapa kerugian. Hal ini dikarenakan volume
spesifik dari fluida akan menjadi lebih besar. Bertambahnya volume spesifik akan
membuat kerja yang dibutuhkan untuk memampatkan fluida per satuan massa akan
menjadi lebih besar, dibandingkan jika kompresi tersebut dilakukan secara isotermal.
C. Centrifugal compressors. Kompresor ini menggunakan piringan yang berputar atau
impeller untuk menaikkan kecepatan dari gas. Kompresor ini biasanya digunakan pada
industri petrokimia, pengilangan minyak, proses pengolahan gas alam.
D. Axial-flow compressors. Kompresor ini merupakan dinamic rotating kompresor yang
digunakan seperti kipas angin untuk mengkompres fluida kerja. Kompresor ini
digunakan untuk aliran yang tinggi dan design yang rapat.

2.5.2. Efisiensi
Efisiensi kompresor secara umum didefinisikan sebagai perbandingan antara kerja
kompresor isentropik dibandingkan dengan kerja kompresor nyata. Efisiensi terdiri dari dua
bagian yaitu efisiensi isotermal dan efisiensi secara total. Efisiensi isotermal termodinamika
hanya dipengaruhi oleh kondisi termodinamik yaitu suhu dan tekanan, dan dapat dihitung
dengan menggunakan rumus:

17
P3  P2  P3  P2 
1  
 0  2 P0  ... (28)

R 3   2 
 1
Sedangkan efisiensi isotermal keseluruhan dipengaruhi oleh laju alir massa dan
kecepatan poros kompresor, massa beban dan dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
P3  P2  P  P2 
m 1  3 
0  2 P0  ... (29)
.Tr

dengan

P0
0 
R. 0
m  a1 2  0 k P0  P1  ... (30)

18
BAB 3

HASIL PERCOBAAN DAN PENGOLAHAN DATA

3.1. Perobaan 1: Pengaruh Proses Kompresi pada Aliran Udara


3.1.1. Prosedur Percobaan
 Menyambungkan tabung 1 untuk tempat membaca P0 – P1. Menyambungkan
manometer tabung 2 untuk membaca P2 – P0 masing-masing pada tempat yang
te;ah disediakan.
 Menghitung beda tekanan masing0masing menggunakan manometer digital
dengan mengatur aliran (laju udara 15 kg/s, 17 kg/s, 19 kg/s, 21 kg/s, 23 kg/s kg/s,
30 kg/s, 35 kg/s, 40 kg/s, 45 kg/s, dan 50 kg/s) untuk mendapatkan penambahan-
penambahan (P0 – P1) dan (P0 – P2) untuk masing-masing harga laju alir, bacalah
kedua manometer tersebut.
3.1.2. Data Hasil Percobaan

Laju Manometer(satuan=Psi)
udara(kg/s) Po-P1 Po-P2
15 0 0.07
17 0.01 0.1
19 0.02 0.15
21 0.04 0.19
23 0.06 0.24
30 0.08 0.47
35 0.1 0.69
40 0.12 0.96
45 0.14 1.19
50 0.16 1.45

3.1.3. Pengolahan Data


 Menghitung berat molekul (Mr) dan massa jenis () udara
Mr udara dapat dihitung dengan mengetahui jumlah mol dalam tiap unit massa.
Basis: 100 mol

19
Komponen udara pada praktikum ini diasumsikan hanya terdiri dari dua
komponen, hal ini dikarenakan komponen udara-udara lain diasumsikan mempunyai
fraksi yang kecil dalam udara bebas. Berat molekul udara dihitung dengan
menggunakan persamaan:

𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 2884 𝑔 𝒈


𝑀𝑟 𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 = = = 𝟐𝟖. 𝟖𝟒
𝑚𝑜𝑙 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 100 𝑚𝑜𝑙 𝒎𝒐𝒍

Kemudian, untuk menghitung massa jenis udara menggunakan persamaan gas ideal
sebagai berikut :

𝑃𝑉 = 𝑛𝑅𝑇

𝑚 𝑚
𝑃 = 𝑅𝑇
𝜌 𝑀𝑟

𝑃 𝑀𝑟
𝜌=
𝑅𝑇

Dengan :

 P = 1,013 x 105 Pa
 T = 25 oC
 R = 8,314 m3 Pa mol -1 K-1
 Mr = 28,84 g/mol

Sehingga :

𝑔
1,013 × 105 𝑃𝑎 × 28,84 𝑔 𝑘𝑔
𝜌= 𝑚𝑜𝑙 = 1179.175 3 = 1.179 3
𝑚3 𝑃𝑎 𝑚 𝑚
8,314 × 298 𝐾
𝑚𝑜𝑙 −1 𝐾 −1

20
 Mencari (Po – P2) teoritis manometer minyak

Pertama-tama kita harus mengonversi data pengamatan yang telah kita peroleh
dengan faktor konversi K sebesar 1 karena manometer yang digunakan adalah
manometer digital, sehingga data tetap seperti tabel diatas.
Untuk menentukan nilai teoritis pada manometer minyak digunakan analogi
persamaan sebagai berikut :

𝐴1 2
(𝑃0 − 𝑃2 ) = ( ) (𝑃0 − 𝑃1 )
𝐴2

↓ ↓ ↓

𝑦 = 𝑏 𝑥 ± 𝑎

Dari hasil plot (Po – P2) vs (Po – P1), didapatkan grafik sebagai berikut:

Grafik P0-P1 vs P0-P2


1.6

1.4
y = 8.5945x - 0.0764
1.2

0.8
P0-P2

0.6

0.4

0.2

0
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16 0.18
-0.2
P0-P1

Dengan bantuan Ms.Excel didapatkan persamaan garis dengan:

a = -0,076(intersep)

b = 8.594 (gradien)

(𝑷𝟎 − 𝑷𝟐 ) = 𝟖. 𝟓𝟗𝟒 (𝑷𝟎 − 𝑷𝟏 ) − 𝟎, 𝟎𝟕𝟔

21
Berdasarkan persamaan yang didapat dari grafik P0 - P2 vs P0 - P1 di atas, dapat
dihitung nilai V dari hasil percobaan. Grafik di atas juga menunjukkan hubungan
antara P0-P1 dan P0-P2, dimana akan didapatkan persamaan garis lurus. Persamaan
garis lurus ini dapat dipakai untuk menghitung nilai dari P0-P2 secara teoritis dengan
memasukkan nilai P0-P1 (n) ke persamaan garis yang telah didapatkan:

2(𝑃0 −𝑃1 ) 2(𝑃0 −𝑃2 )


𝑉1 = √ dan 𝑉2 = √
𝜌0 𝜌0

Laju Manometer(Psi) Volume Data Teoritis Galat


Udara(Kg/S) Po-P1 Po-P2 V1 V2 P0-P2 V2 %Kr
15 0 0.07 0 0.344447 -0.076 0.358906059 0.04028513
17 0.01 0.1 0.130189 0.411693 0.00994 0.129797757 2.1718074
19 0.02 0.15 0.184115 0.504219 0.09588 0.403123399 0.25078198
21 0.04 0.19 0.260378 0.56748 0.26776 0.673669436 0.15762795
23 0.06 0.24 0.318896 0.637793 0.43964 0.863222186 0.26114873
30 0.08 0.47 0.36823 0.89253 0.61152 1.018073954 0.12331496
35 0.1 0.69 0.411693 1.08143 0.7834 1.152300573 0.06150327
40 0.12 0.96 0.450988 1.275586 0.95528 1.27244593 0.00246744
45 0.14 1.19 0.487122 1.420193 1.12716 1.382186919 0.02749732
50 0.16 1.45 0.520756 1.567682 1.29904 1.483833788 0.05650788

3.1.4. Analisis
Analisis Percobaan
Percobaan pertama ini bertujuan untuk menunjukkan pengaruh kompresi pada
aliran udara di dalam saluran konvergen-divergen. Percobaan ini mengharuskan kita
untuk mengukur besarnya pressure drop atau perubahan tekanan pada titik 1 (P0-P1)
dan titik 2 (P0-P2). Data perubahan tekanan yang telah diukur juga harus divariasikan
dengan memvariasikan laju alir udara pada compressor dengan cara memutar pengatur
laju alir udara yang terdapat pada bagian kanan bawah Compressible Flow Bench Set.
Adapun laju alir yang digunakan adalah sebesar 15 kg/s, 17 kg/s, 19 kg/s, 21 kg/s, 23
kg/s kg/s, 30 kg/s, 35 kg/s, 40 kg/s, 45 kg/s, dan 50 kg/s) .
Pada percobaan ini, digunakan manometer digital yang dapat langsung
melakukan perhitungan secara praktis untuk mengukur beda tekanan di berbagai titik,

22
digunakan manometer digital karena lebih praktis dibandingkan dengan menggunakan
manometer minyak maupun menometer air raksa, karena lebih praktis dan
meningkatkan efisiensi waktu. Selain itu, hasil beda tekanan dari manometer digital
juga sangat akurat, dimana berdasarkan teori, manometer digital memiliki faktor
koreksi sebesar K=1, sehingga data yang dihasilkan manometer digital akan sangat
akurat.
Percobaan ini menggunakan saluran konvergen-divergen. Saluran konvergen
merupakan saluran yang yang menyempit atau luas penampang aliran semakin kecil,
sedangkan saluran divergen adalah saluran yang luas penampang aliran semakin besar.
Pada percobaan, titik 1 adalah titik pada saluran divergen dan titik 2 adalah titik pada
saluran konvergen, dimana besar diameter pada setiap titik berturut-turut adalah 24
mm dan 9,5 mm, sehingga dapat disimpulkan bahwa A1> A2. Percobaan ini bukan
mengalirkan aliran yang bertekanan tinggi, namun menghisap udara sehingga terjadi
perubahan tekanan dan laju alir. Perhitungan data di titik 0 sebagai titik awal
dikarenakan pada titik ini nilai tekanan belum dipengaruhi oleh keadaan lain atau dapat
diasumsikan tekanan di luar pipa. Tekanan di titik 1 dan 2 merupakan nilai tekanan
yang sudah dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti adanya perubahan laju alir yang
salah satunya disebabkan adanya gaya friksi dari dinding permukaan dalam pipa.

Analisis Data dan Perhitungan


Setelah melakukan seluruh rangkaian percobaan, diperoleh data berupa laju alir
udara yang digunakan serta pressure drop di setiap titik dengan menggunakan
manometer digital. Ternyata diperoleh sebuah kencenderungan bahwa dengan laju alir
udara yang semakin meningkat, maka pressure drop yang terjadi juga semakin
meningkat. Hal ini sesuai dengan prinsip hukum Bernoulli dan juga asas kontinuitas
dimana apabila laju alir semakin besar maka akan semakin besar maka pressure drop
juga harus semakin besar.
Lalu pada perhitungan untuk mengolah data percobaan, pertama-tama kita harus
menghitung densitas dari udara yang digunakan dalam percobaan ini. Namun, sebelum
mengitung densitas udara, kita harus mencari Mr campuran dari udara dengan
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎
menggunakan rumus 𝑀𝑟 𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 = 𝑚𝑜𝑙 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 dan mengasumsikan komposisi

udara sebesar 79% Nitrogen dan 21% Oksigen. Setelah dilakukan perhitungan,
diperoleh Mr campuran dari udara sebesar 28,84 g/mol. Selanjutnya, kita menghitung

23
𝑃 𝑀𝑟
densitas udara dengan memodifikasi persamaan gas ideal PV = nRT menjadi 𝜌 = .
𝑅𝑇

Setelah melakukan perhitungan, maka diperoleh densitas udara sebesar 𝝆 =


𝒌𝒈 𝒌𝒈
𝟏. 𝟏𝟕𝟗 𝒎𝟑 ≈ 𝟏. 𝟏𝟖 𝒎𝟑 .

Langkah selanjutnya adalah menghitung V1 dan V2 berdasarkan hasil percobaan


yang telah diperoleh dengan menggunakan rumus:

𝟐(𝑷𝟎 − 𝑷𝟏 ) 𝟐(𝑷𝟎 − 𝑷𝟐 )
𝑽𝟏 = √ 𝒅𝒂𝒏 𝑽𝟐 = √
𝝆𝟎 𝝆𝟎

Selanjutnya, membandingkan data tersebut dengan V2 teoritis yang diperoleh dari P0-
P2 teoritis. Untuk menghitung P0-P2 teoritis dengan cara membandingkan antara luas
penampang di titik satu dan di titik dua lalu mengalikannya dengan P 0-P1. Ternyata
diperoleh kecenderungan bahwa P0-P2 teoritis selalu lebih besar dari P0-P2 hasil
percobaan. Hal ini dikarenakan pada P0-P2 teoritis banyak mengabaikan gaya-gaya luar,
seperti gaya friksi ataupun karena kesalahan praktikan dalam mengukur P 0-P2 pada
percobaan yang nanti akan dijelaskan lebih lanjut pada analisis kesalahan. Karena nilai
P0-P2 teoritis lebih besar, maka nilai V2 teoritis juga akan semakin besar karena
besarnya laju berbanding lurus dengan besarnya pressure drop seperti pada rumus
diatas. Sehingga timbul adanya nilai kesalahan relative, namun kesalahan relative pada
percobaan yang kami lakukan tidak terlalu besar.

Analisis Grafik
Pada percobaan 1 ini terdapat dua buah grafik, yakni grafik P0 - P1 vs P0 - P2.
Grafik menghasilkan persamaan :
𝐴1 2
(𝑃0 − 𝑃2 ) = ( ) (𝑃0 − 𝑃1 )
𝐴2

↓ ↓ ↓

𝑦 = 𝑏 𝑥 ± 𝑎

(𝑷𝟎 − 𝑷𝟐 ) = 𝟖. 𝟓𝟗𝟒 (𝑷𝟎 − 𝑷𝟏 ) − 𝟎, 𝟎𝟕𝟔

24
Dari persamaan diatas yang dihasilkan dari perhitungan menunjukkan
kecenderungan yakni dimana pada laju alir udara yang semakin besar maka pressure
drop atau perubahan tekanan yang terjadi pada titik satu maupun titik dua sama-sama
menjadi semakin besar. Hal ini sesuai dengan prinsip hukum Bernoulli dimana laju
fluida pada suatu titik semakin cepat, maka tekanan pada titik tersebut akan menjadi
semakin kecil. Akibatnya, pressure drop yang terjadi pun juga menjadi semakin besar.
Oleh karena itu, grafik yang telah dibuat pada praktikum ini sudah sesuai dengan
prinsip Bernoulli baik pada grafik P0 - P1 vs P0 - P2.

Analisis Kesalahan
Pada saat setiap melaksanaan percobaan seringkali terdapat kesalahan.
Kesalahan tersebut timbul dari beberapa faktor. Pada percobaan ini, beberapa faktor
tersebut antara lain adalah kesalahan dalam pembacaan manometer. Hal ini
dikarenakan pada manometer digital, nilai yang tampak pada layar sering berubah-
ubah, sehingga sulit untuk menetapkan nilai yang paling benar. Hal tersebut
menyebabkan kemungkinan terjadi deviasi pada saat membaca manometer. Faktor
lainnya adalah kondisi dari manometer digital, dimana selang di bagian atas
manometer untuk disambungkan ke pengukuran tekanan pada titik diffuser kurang
rapat, sehingga menimbulkan pengukura yang kurang akurat. Faktor kesalahan
lainnya adalah ketika harus menahan valve dari kompresor agar selalu pada posisi
yang sama, karena bisa saja tangan dari praktikan berpindah posisi sekian mm yang
nantinya dapat mengakibatkan perubahan laju alir sehingga pressure drop juga
mengalami sedikit deviasi. Akibat dari beberapa faktor kesalahan tersebut, maka
terjadi perbedaan antara pressure drop di titik dua pada percobaan dengan hasil
perhitungan teoritis. Sehingga menyebabkan terjadi deviasi juga antara V2 dengan V2
teoritis yang dihitung pada kesalahan relatif. Namun, kesalahan relative yang
dihasilkan oleh kami pada percobaan ini menunjukkan nilai yang sangat kecil, yaitu
rata-rata kesalahan relative adalah 0.31%, sehingga dapat dikatakan kesalahan yang
dihasilkan dalam percobaan ini tidak menimbulkan deviasi yang tinggi.

25
3.2.Percobaan 3: Efisiensi Diffuser
3.2.1. Prosedur Percobaan
 Menggunakan manometer digital untuk membaca P0 – P1, P0 – P2, dan P0 – P3.
Membuat variasi laju alir udara (laju udara 15 kg/s, 17 kg/s, 19 kg/s, 21 kg/s, 23
kg/s kg/s, 30 kg/s, 35 kg/s, 40 kg/s, 45 kg/s, dan 50 kg/s) kemudian membaca
manometer untuk masing-masing laju alir.
 Untuk masing-masing perangkat, menggambarkan P3-P2 vs P1-P2 dan
memperkirakan efisiensi diffuser.
 Memberikan pendapat tentang pengaruh kompresibilitas terhadap efisiensi
diffuser.
3.2.2. Data Hasil Percobaan

Laju Manometer(Satuan=Psi)
Udara(Kg/S) Po-P1 Po-P2 Po-P3
15 0 0.07 0.02
17 0.01 0.1 0.02
19 0.02 0.15 0.03
21 0.04 0.19 0.06
23 0.06 0.24 0.07
30 0.08 0.47 0.11
35 0.1 0.69 0.15
40 0.12 0.96 0.2
45 0.14 1.19 0.26
50 0.16 1.45 0.32

3.2.3. Pengolahan Data


Percobaan yang pertama dilakukan adalah melakukan percobaan untuk
manometer tabung miring pada jarak 25,4 mm. Hal ini dilakukan untuk membaca nilai
P0 – P1, P0– P2, dan P0 – P3 dimana efesiensi saluran difusser adalah rasio perbedaan
tekanan antara yang masuk dan keluar difusser, sehingga persamaan efiseinsi difusser
yang digunakan adalah :
𝑷𝟑 − 𝑷𝟐
𝜼=
𝑷𝟏 − 𝑷𝟐
Nilai (𝑃3 − 𝑃2 ) dan (𝑃1 − 𝑃2 ) didapatkan dari:
26
(𝑷𝟑 − 𝑷𝟐 ) = (𝑷𝟎 − 𝑷𝟐 ) − (𝑷𝟎 − 𝑷𝟑 )
(𝑷𝟏 − 𝑷𝟐 ) = (𝑷𝟎 − 𝑷𝟐 ) − (𝑷𝟎 − 𝑷𝟏 )

Nilai P0 – P1, P0 – P2, dan P0 – P3 telah dikalikan dengan faktor koreksi manometer
tabung digital yaitu K=1.

Manometer(Satuan=Psi) ɳ
Laju
Po- Po- Po- P3- P1- %ɳ
Udara(Kg/S) 𝑃3 − 𝑃2
P1 P2 P3 P2 P2 𝑃1 − 𝑃2

15 0 0.07 0.02 0.05 0.07 0.714285714 71.4285714

17 0.01 0.1 0.02 0.08 0.09 0.888888889 88.8888889

19 0.02 0.15 0.03 0.12 0.13 0.923076923 92.3076923

21 0.04 0.19 0.06 0.13 0.15 0.866666667 86.6666667

23 0.06 0.24 0.07 0.17 0.18 0.944444444 94.4444444

30 0.08 0.47 0.11 0.36 0.39 0.923076923 92.3076923

35 0.1 0.69 0.15 0.54 0.59 0.915254237 91.5254237

40 0.12 0.96 0.2 0.76 0.84 0.904761905 90.4761905

45 0.14 1.19 0.26 0.93 1.05 0.885714286 88.5714286

50 0.16 1.45 0.32 1.13 1.29 0.875968992 87.5968992

Average 0.885129999 88.5129999

27
Dengan menggunakan grafik :

Grafik P1-P2 vs P3-P2


1.4
1.2
y = 0.8841x + 0.0044
1 R² = 0.9992
0.8
P3-P2

0.6
0.4
0.2
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4

P1-P2

Dari grafik kita mendapatkan persamaan garis

Y = 0,884x - 0,004

Dengan menganalogikan persamaan efisiensi diffuser menjadi:


(𝑃3 − 𝑃2 ) = 𝜂(𝑃1 − 𝑃2 )
Didapatkan 𝜼 = 𝟎, 𝟖𝟖𝟒 = 𝟖𝟖, 𝟒%
3.2.4. Analisis
Analisis Percobaan
Pada percobaan 3 mengenai efisiensi diffuser ini, praktikan melakukan
percobaan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh kompresi pada aliran udara di
dalam saluran konvergen-divergen. Penggunaan bagian konvergen dalam suatu aliran
adalah untuk meningkatkan kecepatan gas dan menurunkan tekanannya. Pada bagian
divergen terdapat dua jenis aliran berbeda, yaitu aliran subsonik dan supersonik. Dalam
aliran subsonik, tujuan penggunaan bagian divergen adalah untuk menurunkan
kecepatan dan mendapatkan kembali tekanan sesuai dengan persamaan Bernoulli.
Dalam aliran supersonik, tujuan penggunaan bagian divergen adalah untuk
mendapatkan bilangan Mach yang lebih dari satu.
Untuk menyelidiki tekanan di sepanjang saluran divergen, praktikan melakukan
dua percobaan yaitu Percobaan A dan Percobaan B untuk mengukur tekanan di
sepanjang saluran divergen. Pada Percobaan ini, pengukuran tekanan menggunakan
manometer digital seperti pada percobaan 1. Variasi data yang diambil dilakukan
dengan mengubah-ubah daya motor pada kompresor sehingga didapatkan laju alir udara

28
yang berbeda-beda. Kompresor berfungsi sebagai alat yang memberikan udara sebagai
umpan pada saluran. Adapun laju alir yang digunakan adalah sebesar 15 kg/s, 17 kg/s,
19 kg/s, 21 kg/s, 23 kg/s kg/s, 30 kg/s, 35 kg/s, 40 kg/s, 45 kg/s, dan 50 kg/s). variasi
laju alir ini dilakukan untuk mendapatkan variasi perbedaan tekanan pada laju alir tinggi
maupun laju alir rendah, sehingga nantinya akan didapatkan hubungan P1-P0, P2-P0,
DAN P3-P0. Tekanan yang diukur pada percobaan ini ialah tekanan pada titik 1 (P1),
titik 2 (P2), dan titik 3 (P3) pada pipa relatif terhadap Po (tekanan udara luar).

Analisis Data dan Perhitungan

Dalam percobaan ini, praktikan mencari nilai dari P0 – P1, P0 – P2, dan P0 – P3
dengan menggunakan manometer digital. Setelah mendapatkan ketiga nilai tersebut,
praktikan menghitung nilai dari perbedaan tekanan yang masuk yaitu nilai 𝑃3 − 𝑃2 , dan
perbedaan tekanan yang keluar yaitu nilai 𝑃1 − 𝑃2 . Nilai dari efisiensi saluran
divergen/diffuserditentukan dengan membandingkan perbedaan tekanan yang masuk
dengan perbedaan tekanan yang keluar tersebut. Secara matematis, persamaan efisiensi
saluran divergen/diffuser yang digunakan dalam percobaan ini adalah :

𝑃3 − 𝑃2
𝜂=
𝑃1 − 𝑃2

Berdasarkan persamaan di atas, besar nilai 𝑃3 − 𝑃2 harus lebih kecil daripada


𝑃1 − 𝑃2 . Efisiensi difuser ini dapat digunakan sebagai alat ukur performa nyata difuser.
Nilai efisiensi akan semakin besar apabila 𝑃3 semakin besar dibandingkan 𝑃1 atau
𝑃1 semakin kecil dengan acuan 𝑃2 . Efisiensi difuser akan bernilai 100% jika 𝑃3 = 𝑃1 .
Artinya, tidak ada perubahan tekanan fluida ketika melewati kerongkongan difuser.
Namun, dalam keadaan nyata, hal ini mustahil terjadi disebabkan adanya konversi
energi ke dalam bentuk lain seperti energi panas karena friksi, akibatnya 𝑃3 < 𝑃1 .
Kecilnya efisiensi difuser yang didapatkan, antara lain disebabkan oleh beberapa hal,
yaitu sifat fluida yang digunakan, apakah kompresibel atau inkompresibel. Fluida yang
kompresibel seperti pada percobaan ini akan memiliki efisiensi yang lebih kecil
daripada fluida inkompresibel. Pada aliran kompresibel tekanan yang masuk (𝑃1 ) akan
berbeda dengan tekanan yang keluar (𝑃3 ) karena adanya perubahan densitas.
Sedangkan untuk aliran inkompressibel, perbedaan tekanan masukan dan keluaran
difuser sangat kecil dan bisa dianggap tak ada perbedaan karena diameter masukan dan
keluaran adalah sama. Harga (𝑃3 − 𝑃2 ) pada aliran kompresibel akan lebih kecil

29
dibandingkan (𝑃3 − 𝑃2 ) pada aliran inkompresibel dan harga (𝑃1 − 𝑃2 ) pada aliran
kompresibel akan lebih besar daripada harga (𝑃1 − 𝑃2 ) pada aliran inkompressibel
sehingga efisiensi aliran kompresibel lebih kecil daripada efisiensi aliran
inkompressibel.

Selain itu, laju alir massa fluida juga mempengaruhi nilai efisiensi ini. Semakin
besar laju alir massa, berarti kecepatan fluida semakin besar maka aliran fluida akan
semakin turbulen. Semakin turbulen aliran, kehilangan energi akibat friksi akan
semakin kecil sehingga efisiensinya naik. Dengan kata lain efisiensi difuser akan
meningkat jika laju alir meningkat.
Dengan demikian pengaruh kompresibilitas terhadap efisiensi diffuser terletak
pada faktor densitasnya. Hal ini dapat dinyatakan dengan rumus:

(𝑃3 − 𝑃2 )𝜌3
𝜂=
(𝑃1 − 𝑃2 )𝜌1

Pada P yang rendah perbedaan densitas tidak signifikan sehingga 3 1.


Dalam kasus ini rumus efisiensi diffuser menjadi

(𝑃3 − 𝑃2 )
𝜂=
(𝑃1 − 𝑃2 )

Jadi sebenarnya rumus ini berlaku untuk aliran inkompressibel dimana 3 =


1, tetapi karena percobaan dilakukan pada P rendah maka rumus inkompresibel
dapat diberlakukan pada aliran kompresibel.
Dari hasil pengolahan terlihat bahwa efisiensi difuser rata-rata yang didapatkan
apabila menggunakan manometer tabung miring lebih kecil, yaitu sekitar 88.51 %,
angka tersebut sudah mendekati efisiensi maksimal yaitu 100%, hal ini menandakan
bahwa performa difuser yang digunakan sudah baik.

Analisis Grafik
Dalam percobaan ini, terdapat dua macam grafik yang merupakan plot antara
𝑃1 − 𝑃2 sebagai sumbu x dan 𝑃3 − 𝑃2 sebagai sumbu y. Hasil grafik menunjukkan
hubungan 𝑃3 − 𝑃2 terhadap 𝑃1 − 𝑃2 yang linear dengan gradien positif. Hal ini berarti
bahwa kenaikan 𝑃3 − 𝑃2 berbanding lurus dengan 𝑃1 − 𝑃2 .

Dari grafik yang dihasilkan diperoleh nilai R2 = 0.999 dimana nilai ini
menunjukkan bahwa data yang diperoleh hampir akurat karena hampir sepenuhnya

30
linier yang ditunjukkan dengan R2 = 1. Kemudian berdasarkan grafik, didapatkan
persamaan grafik:

𝑦 = 0,884 x − 0,004

(𝑃3 − 𝑃2 ) = 𝜂 (𝑃1 − 𝑃2 )

Dimana berdasarkan analogi di atas, diperoleh efisiensi diffuser ketika


menggunakan manometer digital sebesar 𝜼 = 𝟎, 𝟖𝟖𝟒 = 𝟖𝟖, 𝟒𝟎%.

Analisis Kesalahan
Kesalahan yang mungkin dilakukan praktikan dalam percobaan ini sehingga
membuat data yang didapat tidak akurat adalah penetapan perbedaan tekanan yang
terbaca pada manometer digital, dikarenakan angka yang muncul berubah-ubah,
sehingga kami harus menentukan sendiri nilai mana yang paling stabil, hal ini dapat
menimbulkan kurangnya keakjratan dalam data perbedaan tekanan. Selain itu, selang
penghubung untuk mengukur tekanan pada alat manometer ke titik diffuser juga kurang
rekat sehungga udara tekan kurang terisolasi dengan baik, hal ini dapat menyebabkan
perbedaan tekanan yang diukur dengan tekanan yang terbaca di manometer.

3.3.Percobaan 4: Hubungan Koefisien Friksi/Gesekan dengan Bilangan Re pada Pipa.


3.3.1. Prosedur Percobaan
 Memasang pipa, setelah pipa terpasang menghidupkan motor kompressor
 Membuat variasi laju alir yaitu 20 kg/s, 24 kg/s, 28 kg/s, 32 kg/s, dan 36 kg/s
 Menggunakan manometer digital untuk membaca P0-P1, P0-P2 dan P0-P3
 Mencatat perbedaan tekanan yang didapat.
 Membuat tabel f, Nre, log f, log Nre, 1/√f dan log (Nre . √f)
 Menggambarkan log f vs log Nre dan 1/√f vs log (Nre . √f)
 Apakah hubungan empirik Blausius f = 0,079 Nre -1/4 dapat dipakai dan pada
range Nre berapa?
 Apakah hubungan Nikuradse-von Karman 1/√f = 4 log (Nre . √f) – 0,396 dapat
dipakai dan pada range berapa?

31
3.3.2. Data Hasil Percobaan

Laju Udara Manometer (satuan =Psi )


(kg/s) Po-P1 Po-P2 Po-P3
20 0,00 0,01 0,03
24 0,01 0,03 0,04
28 0,02 0,04 0,05
32 0,03 0,05 0,07
36 0,04 0,07 0,10

3.3.3. Pengolahan Data


Persamaan-persamaan yang digunakan untuk mengolah data adalah:
Persamaan Koefisien Friksi

𝑑(𝑃 −𝑃3 ) d = diameter pipa


𝑓 = 4𝑙𝑘(𝑃2 l = panjang pipa
𝑜 −𝑃1 )
k = faktor koreksi

Persamaan Bilangan Reynold

𝜌𝑑 2𝑘(𝑃𝑜 − 𝑃1 )
𝑁𝑅 = √
𝜇 𝜌

𝜌 = densitas udara (1,18 kg/m3)

d = diameter pipa

k = koefisien friksi

𝜇 = viskositas gas, dengan

𝜃 = temperatur gas dalam ℃

Menentukan nilai 𝜇 dalam 25℃

32
Persamaan Blasius

𝑓 = 0,0791 𝑁𝑅 −0,25

−4
𝑓
𝑁𝑅 = ( )
0,0791

Persamaan Nikuradse von Karman

1
= 4 log(𝑁𝑅 √𝑓)0,396
√𝑓

1⁄
0,396
1⁄√𝑓
𝑙𝑜𝑔10 (𝑁𝑅 √𝑓) = ( )
4

Membuat tabel f, Nre, log f, log Nre, 1/√f dan log (Nre . √f)

Laju satuan = Pa
Udara
(kg/s)
P0-P1 P2-P3 f Nr log f log Nr √f 1/√f log (Nr √f)

20 34.47 137.895 0.00808 9171.457 -2.09243 3.962438 0.089905 11.12286 2.916222

24 68.9476 68.9476 0.00741 12970.4 -2.13006 4.112953 0.086093 11.61531 3.047922

28 137.895 68.9476 0.0068 18342.91 -2.16769 4.263468 0.082443 12.12957 3.179623

32 206.843 137.895 0.00646 22465.39 -2.1897 4.351514 0.08038 12.44088 3.256663

36 275.79 206.843 0.00623 25940.8 -2.20532 4.413983 0.078948 12.66659 3.311324

33
Grafik log f terhadap log Nr
-2.08
3.9 4 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5
-2.1

-2.12

-2.14
log f

-2.16
y = -0.25x - 1.1018
-2.18
R² = 1
-2.2

-2.22
log Nr

Grafik 1/√f terhadap log (Nr √f)


3.35
3.3
3.25
3.2
log (Nr √f)

3.15
3.1 y = 0.2559x + 0.0723
3.05 R² = 0.9997
3
2.95
2.9
2.85
11 11.5 12 12.5 13

1/√f

3.3.4. Analisis
Analisis Percobaan
Percobaan 4 bertujuan untuk menyelidiki hubungan antara koefisien friksi
dengan bilangan Reynold untuk sebuah pipa diberikan. Untuk melakukan peninjauan
koefisien friksi, maka digunakan sebuah pipa yang memiliki kekasaran tertentu. Saat
fluida yakni udara mengalir pada pipa tersebut, maka akan terjadi gesekan atau friksi
antara udara yang mengalir dengan dinding pipa. Friksi tersebut akan menyebabkan
tekanan semakin besar.
Pada percobaan ini digunakan pipa yang cukup panjang, yaitu panjangnya sekitar
1,2 m. Karena aliran di dalam ukuran pipa yang panjang menyebabkan tidak ada efek
inlet atau fully developed yaitu efek dari batas dinding atau tegangan geser sebanding

34
dengan kerugian tekanan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin panjang dinding,
semakin bertambah kerugian tekanannya karena adanya faktor gesekan kekentalan
fluida. Tingginya koefisien gesek berpengaruh secara langsung kepada besarnya
penurunan tekanan dan pada akhirnya kepada besarnya energi yang diperlukan untuk
mengalirkan fluida.
Pipa yang digunakan memiliki diameter sebesar 0,01915 meter dan panjang
1,225 meter. Terdapat 3 titik lubang pada pipa untuk mengukur tekanan dengan
menggunakan manometer. Jenis manometer yang digunakan pada percobaan yaitu
manometer digital, dengan faktor koreksi sama dengan satu. Sehingga apa yang terbaca
pada tampilan layar manometer digital merupakan tekanan yang sebenarnya. Pada
percobaan yang kami lakukan manometer digital disetting menggunakan satuan psi.
Percobaan ini dilakukan dengan mengalirkan udara dengan kecepatan alir udara
tertentu. Laju alir udara tersebut divariasikan yaitu 20 kg/s, 24 kg/s, 28 kg/s, 32 kg/s,
dan 36 kg/s. Sehingga, dari variasi laju alir udara tersebut kita dapat mengetahui
perbedaan dan selisih tekanan antara 3 titik posisi (P0- P1, P0-P2, serta P0-P3) dengan
friksi yang terjadi pada masing-masing titik tersebut. Pada tekanan yang dekat dengan
udara atmosfer, friksi yang terjadi masih cukup kecil, yang ditandai dengan perbedaan
tekanan yang kecil. Semakin ke dalam pipa, maka perbedaan tekanan akan semakin
besar dikarenakan semakin tingginya juga friksi yang terjadi. Hal ini terlihat pada
percobaan, dimana nilai P0- P1<P0-P2<P0-P3.
Pada daerah antara titik 1 dan 2, boundary layer yang terbentuk masih belum
sempurna sehingga kecepatan laju alir udara masih terpengaruh oleh waktu (t) dimana
pengukuran faktor friksi pun masih belum dapat dilakukan. Oleh karena itu daerah
tersebut masih berstatus developing section. Sedangkan pada daerah antara titik 2 dan
3, gradien kecepatan fluida diasumsikan sama dengan nol atau sudah konstan atau
sudah konstan karena boundary layer telah terbentuk sempurna sehingga tidak ada lagi
perubahan laju alir udara terhadap waktu. Daerah antara 2 titik ini menjadi operating
section dan tekanan pada daerah inilah yang dihitung untuk mendapat besar koefisien
friksi aliran tersebut. Kemudian, dari data yang didapat pada percobaan, kita dapat
menghitung besarnya bilangan reynold aliran udara ini.

35
Analisis Data dan Perhitungan
Di dalam percobaan empat ini, perbedaan tekanan dilakukan pada 3 tempat
yaitu 𝑃1,𝑃2,𝑑𝑎𝑛 𝑃3 kemuadian tekanan pada 3 titik tersebut di cari selisihnya dengan
tekanan pada keadaan atmosfer yaitu 𝑃0, sehingga kita akan mendapatkan perbedaan
tekanannya sebagai berikut: 𝑃0−𝑃1,𝑃0−𝑃2,𝑃0−𝑃3. Dari perbedaan tekanan yang diukur
tersebut, kita dapat menghitung nilai perbedaan tekanan 𝑃2−𝑃3 dan 𝑃1−𝑃2.
Dari data yang diperoleh, dapat dilihat bahwa semakin besar laju aliran yang
diberikan maka semakin besar pula perubahan tekanannya selayaknya pada percobaan-
percobaan sebelumnya. Dan jika semakin besar kecepatannya maka penurunan tekanan
di downstream akan semakin besar. Distribusi aliran laminer atau turbulen sangat
dipengaruhi dari bilangan Reynold, viskositas gradien tekanan, dan kekasaran
permukaan sedangkan untuk menentukan tebal lapisan batas dipengaruhi oleh panjang
pipa, viskositas, kecepatan aliran, dan kekasaran permukaan.
Berdasarkan percobaan aliran di dalam pipa, Reynolds menetapkan bahwa
untuk angka Reynolds di bawah 2000, gangguan aliran dapat diredam oleh kekentalan
zat cair maka disebut aliran laminar. Aliran akan menjadi turbulen apabila angka
Reynolds lebih besar dari 4000. Apabila angka Reynolds berada di antara kedua nilai
tersebut (2000 < Re < 4000) disebut aliran transisi. Angka Reynolds pada kedua nilai
di atas (Re = 2000 dan Re = 4000) disebut dengan batas kritis bawah dan atas. Pada
percobaan ini semua data dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Blasius
karena dari hasil perhitungan, terlihat bahwa Re berada pada range 4000 – 100000. Hal
ini menunjukan bahwa dari percobaan diperoleh aliran fluida yang mengalir adalah
turbulen. Berikut ini adalah persamaan yang digunakan untuk menghitung Bilangan
Reynold:
𝜌𝑑 2𝑘(𝑃𝑜 −𝑃1 )
𝑁𝑅 = √ untuk Re : 4000 < Re < 105
𝜇 𝜌

Persamaan Blasius berlaku dari bilangan Reynold senilai 4000 – 100000,


dimana kondisi tersebut menyatakan bahwa aliran yang terjadi pada keadaan turbulen.
Berikut ini adalah persamaan faktor friksi yang dicetuskan oleh Blassius:

𝑓 = 0,0791 𝑁𝑅 −0,25

36
Persamaan Nikuradse von Karman juga dapat digunakan pada percobaan ini.
Hal ini disebabkan persamaan Nikuradse von Karman yang berlaku untuk Re pada
rentang 4x103 sampai 3,4 x 106 dan hasil percobaan menunjukkan Re yang diperoleh
berada pada rentang tersebut. Berikut ini adalah persamaan faktor friksi yang
dicetuskan Nikuradse von Karman:

1
= 4 log(𝑁𝑅 √𝑓)0,396
√𝑓

Analisis Grafik
Pada percobaan ini dibuat dua macam grafik. Grafik pertama adalah grafik
hubungan antara log f vs log Nr. Dari grafik log f vs log Re terlihat bahwa koefisien
friksi pipa cenderung berbanding terbalik dengan bilangan Reynold secara logaritmik.
Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa semakin besar bilangan Reynold (semakin
turbulen aliran) maka faktor friksi akan cenderung semakin kecil. Pada saat nilai Re
lebih besar dari 105, maka persamaan Blasius tidak berlaku lagi dan bilangan Reynold
tidak lagi berpengaruh pada koefisien friksi (f). Hal ini terjadi karena pada aliran yang
turbulen, fluida akan membentuk sudut tertentu terhadap dinding pipa sehingga friksi
akan berkurang. Kondisi ini berbeda dengan aliran laminar di mana sebagian besar
fluida menyentuh permukaan pipa dan menimbulkan friksi.

𝑓 = 0,0791 𝑁𝑅 −0,25

Hubungan antara koefisien friksi dan bilang reynold, apabila dinyatakan dalam
bentuk logaritmik menjadi:

log 𝑓 = log 0,079 + (−0,25) log 𝑁𝑟

log 𝑓 = −1,10237 + (−0,25) log 𝑁𝑟

Dari data yang diperoleh, dengan menggunakan least square analisis, di mana harga log
f dimasukkan sebagai f dan log Nr dimasukkan sebagai x akan diperoleh hasil:

a = -1.108 dan b = -0.25

37
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hubungan matematis antara koefisien
friksi dengan bilangan Reynold yang didapat adalah log f = -1.108 + -0,25 (log Nr).
Persamaan ini tidak jauh dari persamaan Blasius yang jika diubah menjadi log f = -
1,10237 + -0,25 log Nr. Persamaan Blasius menyatakan hubungan antara koefisien
friksi dengan bilangan Reynold di percobaan ini.
Grafik kedua merupakan grafik hubungan antara log Nr√f dengan 1/√f,
hubungan yang diperoleh adalah berbanding lurus di mana semakin besar log(Nr√f)
maka harga 1/√f juga akan semakin besar. Kedua variabel tersebut berbanding lurus
sesuai persamaan Nikuradse von Karman :

1
= 4 log(𝑁𝑅 √𝑓)0,396
√𝑓

Persamaan di atas memperlihatkan bahwa nilai 1/√f berbanding lurus terhadap


log Nr√f. Hasil pengolahan data juga memperlihatkan tersebut di mana terbentuk garis
linear. Hal ini disebabkan persamaan Nikuradse-Von Karman yang berlaku untuk Nr
pada rentang 4x103 sampai 3,4x106 dan hasil percobaan menunjukkan Nr yang
diperoleh berada pada rentang tersebut.

Analisis Kesalahan
Dari pengolahan data yang dilakukan, kesalahan pada percobaan empat kali ini
hampir tidak ditemukan, karena pada grafik hubungan antara koefisien friksi dengan
bilangan Reynold nilai dari R2=1 dan grafik hubungan log Nr√f dengan 1/√f nilai dari
R2 mendekati 1 yaitu 0,9997.

3.4. Percobaan 5: Aliran Melalui Orifice


3.4.1. Prosedur Percobaan
 Memasang pipa, dengan menambahkan orifice pada bagian dalam pipa. Setelah
pipa terpasang, menghidupkan motor kompresor.
 Membuat variasi laju alir yaitu 42 kg/s, 44 kg/s, 46 kg/s, 48 kg/s, dan 50 kg/s.
 Menggunakan manometer digital untuk membaca P0-P1, P0-P2 dan P0-P3 seperti
gambar berikut:

38
Gambar 8. Posisi pembacaan tekanan

 Membuat variasi aliran agar memberikan penambahan P0-P1 yang sama dan
membaca laju aliran masing-masing kedua manometer.
 Menggambarkan grafik hubungan antara k(P0-P1) terhadap Py-P3. Lalu
menentukan harga C dari kemiringan grafik tersebut.
 Menganalisa mengapa C demikian menjadi sangat kecil dibandingkan dengan
C pada venturimeter dan apakah bilangan Reynold juga mempunyai pengaruh
yang berarti pada C
3.4.2. Data Hasil Percobaan

Manometer (satuan = Psi )


Laju Udara (kg/s)
Po-P1 Po-P2 Po-P3
42 0,001 0,001 0,16
44 0,002 0,01 0,17
46 0,003 0,01 0,18
48 0,004 0,01 0,23
50 0,005 0,01 0,25

3.4.3. Pengolahan Data


Persamaan yang digunakan untuk mengolah data adalah:

𝑎 = 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑜𝑟𝑖𝑓𝑖𝑐𝑒
𝑑
𝑛 = 𝑝𝑒𝑟𝑏𝑎𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑙𝑢𝑎𝑠 (𝑑 )
1

𝑑 = 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑜𝑟𝑖𝑓𝑖𝑐𝑒 = 0,0254 𝑚


𝐶 = 𝑘𝑜𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑝𝑒𝑙𝑒𝑝𝑎𝑠𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑔𝑎𝑛𝑡𝑢𝑛𝑔 𝑎𝑙𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑟𝑒𝑠𝑖𝑏𝑒𝑙

39
Sehingga,

𝑑1 = 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑝𝑖𝑝𝑎 = 0,0381 𝑚


𝑎1 = 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑖𝑝𝑎 = 0,00114 𝑚2
𝑎2 = 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑖𝑝𝑎 = 0,000506 𝑚2
Dengan menggunakan persamaan- persamaan di atas, dilakukan pengolahan
data sehingga didapatkan:
Manometer (satuan = Psi
Laju Udara )
(kg/s)
Po-P1 Po-P2 Po-P3 P2-P3 k(Po-P1)
42 6.89 6.89 1103.16 1096.27 6.89476
44 13.79 68.9476 1172.11 1103.16 13.78952
46 20.68 68.9476 1241.06 1172.11 20.68428
48 27.58 68.9476 1585.79 1516.85 27.57904
50 34.47 68.9476 1723.69 1654.74 34.4738

Selanjutnya dibuat plot grafik antara k(P0-P1) vs (P2-P3) untuk keseluruhan data
tersebut di atas untuk mendapatkan nilai Co (koefisien pelepasan)

40
Grafik P2-P3 vs k(Po-P1)
40
35
y = 0.0392x - 30.636
30
R² = 0.8706
25
k(Po-P1)

20
15
10
5
0
0.00 500.00 1000.00 1500.00 2000.00

P2-P3

Dari grafik didapat persamaan y = 0,00392x – 30,636. Maka,


d = dorifice = 0,0254m = 25,4 mm
d1= dpipa = 0,034 m = 34 mm
n = d/d1 = 0.7471
2 1
a = luas orifice = 4 𝜋𝑑𝑜𝑟𝑖𝑓𝑖𝑐𝑒 = 0,000507 m2
2 1
a1= luas pipa = 𝜋𝑑𝑝𝑖𝑝𝑎 = 0,000908 m2
4

1 𝑎2
𝐶𝑜2 × × = 0,00392
1 − 𝑛2 𝑎12
1 0,0005072
𝐶𝑜2 × × = 0,00392
1 − 0,74712 0,0009082
𝐶𝑜2 = 5,55𝑥10−3
𝑪𝒐 = 𝟎, 𝟎𝟕𝟒𝟓
Kesalahan Literatur
𝟎, 𝟔𝟏 − 𝟎, 𝟎𝟕𝟒𝟓
𝑲𝑳 = = 𝟖𝟕, 𝟕𝟗%
𝟎, 𝟔𝟏

41
3.4.4. Analisis
Analisa Percobaan
Orificemeter yang digunakan berupa pipa mika yang panjang dan berdiameter
cukup besar yaitu 0,034 m, di dalamnya terdapat plat orifice dengan lubang orifice yang
berdiameter 0,0254 m. Di lubang inilah fluida mengalami pressure drop yang besar. Di
bagian atas orificemeter, yaitu di bagian depan orificemeter yang dekat dengan
atmosfer, lalu di bagian sebelum dan sesudah diletakkannya plat orifice, terdapat lubang
yang berfungsi untuk mengukur beda tekanan antara titik tersebut dengan tekanan
atmosfer.
Kompressor yang berfungsi untuk menghasilkan aliran udara tekan dengan
kecepatan tinggi. Kompressor ini diletakkan di bagian belakang orificemeter, sehingga
prinsip kerja dari kompressor ini adalah menyedot atau menghisap udara melalui
orificemeter. Laju udara tekan yang dihisap dapat diatur sesuai dengan kebutuhan.
Semakin besar laju alir udara yang di setting, akan memperbesar putaran poros
kompressor. Prinsip penghisapan ini menyebabkan saat pengukuran beda tekanan di
ketiga titik, minyak pada manometer akan naik hingga dicapai suatu kestimbangan
dengan udara atmosfer. Penggunaan kompressor ini dimaksudkan agar aliran fluida
yang terjadi memenuhi semua asumsi yang dibuat guna mencapai tujuan percobaan ini,
yaitu fluida merupakan fluida tekan dengan laju alir yang tinggi sehingga turbulensi
aliran tinggi yang menyebabkan bilangan reynold tidak lagi mempengaruhi nilai
koefisien pelepasan orificemeter. Fluida tekan ini pun memiliki tekanan yang tidak
terlalu besar, sehingga pengaruhnya terhadap densitas fluida sangat kecil dan dapat
diabaikan, dan dalam kondisi ini fluida dapat diasumsikan seolah-olah bersifat
inkompressibel, sehingga Persamaan Bernoulli pun dapat diberlakukan.
Percobaan ini memiliki dua tujuan. Tujuan pertama untuk memperoleh
hubungan antara laju aliran dengan beda tekanan pada orifice dari aliran inkompresibel.
Aliran inkompresibel adalah aliran fluida yang tidak bisa dimampatkan. Hubungan
antara laju aliran dengan beda tekanan didapatkan dengan mengukur P0-P1 P0-P2, dan
P0-P3 yang dilakukan dengan cara memvariasikan pada laju alir udara 42 kg/s, 44 kg/s,
46 kg/s, 48 kg/s, dan 50 kg/s. Dalam percobaan ini dilakukan variasi laju alir, untuk
melihat bagaimana pengaruhnya terhadap beda tekanan antara P0-P1 P0-P2, dan P0-P3.
Hal tersebut dimaksudkan untuk mengetahui pula perbedaan beda tekan antara ketiga
titik, untuk membuktikan bahwa semakin dekat dengan udara atmosfer, maka friksi
yang terjadi masih terlalu kecil, yang menyebabkan nilai beda tekanannya pun kecil,

42
semakin ke dalam maka pengaruh friksi akan semakin besar sehingga pressure loss nya
pun akan semakin besar.
Terutama pada saat di bagian orifice, luas penampang secara tiba-tiba diperkecil,
sehingga meningkatkan kecepatan fluida, namun sebagai efeknya, maka terjadi
pressure loss yang besar pula. Maka dari masing-masing laju alir, seharusnya nilai P0-
P3 selalu lebih besar dibandingkan dengan P0-P2, dimana letak titik ke-3 dimana beda
tekanan P0-P3 diukur adalah pada bagian tepat setelah plat orifice diletakkan. Telah
diketahui pula, bahwa pressure drop yang semakin besar akan menyebabkan laju alir
massa semakin besar. Dengan memvariasikan nilai laju alir massa, dan melihat
bagaimana pengaruhnya terhadap beda tekanan yang dihasilkan, maka kita akan
melihat hubungan antara laju alir massa dengan beda tekanan secara terbalik. Dimana
dalam percobaan ini akan dibuktikan suatu pernyataan, bahwa laju alir massa yang
semakin besar disebabkan oleh pressure drop yang besar, sehingga diharapkan hasil
daripada percobaan ini adalah, dengan variasi laju alir yang semakin besar tentu saja
pressure drop yang terbaca pada manometer pun akan semakin besar pula. Hal ini
berlaku, dengan menerapkankan Persamaan Bernoulli, yang menganggap bahwa dalam
percobaan guna mencapai tujuan ini, aliran dianggap sebagai suatu aliran
inkompressibel.
Berdasarkan data pengamatan yang didapat dapat diketahui bahwa semakin
besar laju alir maka perbedaan tekanan pada orifice akan semakin besar pula. Hal ini
disebabkan oleh luas penampang dari orifice yang lebih kecil dibandingkan dengan luas
penampang pada pipa. Pressure drop berbanding lurus dengan laju alir. Adanya
pressure drop ini karena aliran yang awalnya melalui saluran yang luas tiba-tiba
memasuki area vena contracta. Vena contracta adalah bagian dari saluran yang semakin
mengecil. Aliran fluida yang mengalir dari upstream menuju downstream akan
melewati vena contracta, pada bagian ini cross section yang dilewati oleh fluida akan
semakin kecil. Sesuai dengan hukum kontiunitas maka untuk mengalirkan massa yang
sama namun dengan luas penampang yang mengecil maka laju alir massa akan menjadi
lebih besar. Meningkatnya laju alir massa ini menyebabkan terjadinya tekanan yang
rendah. Selain karena berubahnya kecepatan, pressure drop juga terjadi karena friksi
dari saluran. Semakin panjang saluran maka pressure drop yang dialami fluida akan
semakin besar.
Sedangkan jika pengukuran dilakukan di titik dimana dekat dengan udara
atmosfer friksi yang terjadi semakin kecil, yang menyebabkan nilai beda tekanannya

43
juga kecil, semakin ke dalam maka pengaruh friksi akan semakin besar sehingga
pressure loss nya pun akan semakin besar. Dalam percobaan ini akan dibuktikan suatu
pernyataan bahwa laju alir massa yang semakin besar disebabkan oleh pressure drop
yang besar. Hal ini berlaku dengan memberlakukan Persamaan Bernoulli, yang
menganggap bahwa dalam percobaan ini, aliran dianggap sebagai suatu aliran
inkompressibel. Asumsi ini bisa dilakuakn karena perubahan tekanan yang relatif kecil
sehingga perubahan densitas bisa dianggap tidak terjadi.
Tujuan kedua dari percobaan ini adalah untuk menentukan koefisien pelepasan
(discharge coefficient) dari orifice tersebut. Koefisien pelepasan ialah bilangan yang
menunjukkan rasio antara massa fluida keluaran dengan masukan pipa orifice. Semakin
besar nilai koefisien pelepasan, maka semakin kecil massa yang hilang akibat friksi
yang terjadi pada dinding pipa. Perbedaan massa sebelum dan sesudah melalui pipa
orifice adalah karena fluida yang mengalir adalah fluida compresible. Karena adanya
perbedaan tekanan pada titik masuk dengan titik keluaran, maka densitas fluida di titik
masuk akan mangalami perbedaan dengan densitas fluida yang keluar pipa, sehingga
massanya juga akan berubah.
Nilai koefisien pelepasan dipengaruhi oleh bilangan Reynold karena nilai
koefisien tersebut dipengaruhi oleh jenis aliran fluida, tekanan, luas area, serta densitas
fluida. Semakin cepat aliran, maka aliran akan bersifat turbulen dimana semakin sedikit
friksi yang terjadi. Semakin besar densitas aliran maka semakin besar massa yang
terdapat dalam suatu titik. Semakin besar diameter penampang maka semakin besar
luas penampang. Semakin kecil viskositas fluida, maka semakin kecil pula gaya gesek
antar lapisan pada fluida. Keseluruhan dari sifat-sifat tersebut hasilnya adalah semakin
kecilnya penurunan tekanan, sehingga nilai koefisien pelepasan, C, akan semakin besar.
Nilai koefisien ini menyatakan hubungan antara nilai pada kondisi aktual dengan
kondisi ideal, yang dapat dikatakan pula sebagai faktor koreksi atas kondisi ideal. Hal
ini dapat terjadi karena, adanya pengaruh friksi menjadi penting pada orificemeter.
Friksi ini akan berpengaruh pada nilai pressure drop yang dihasilkan. Dan juga, seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya, perubahan luas penampang secara mendadak pada
saat melewati orifice hole akan memperbesar kecepatan, namun memperkecil laju alir.
Dengan kata lain, semakin kecil perbandingan diameter orifice dengan diameter pipa,
maka pressure drop/pressure loss nya akan semakin besar. Adanya pressure drop yang
cukup besar ini yang disebabkan oleh dua pengaruh di atas, menyebabkan perlunya
suatu nilai koefisien pelepasan, yang merupakan koreksi terhadap suatu kondisi ideal.

44
Untuk pencapaian tujuan kedua ini maka kondisi aliran dianggap sebagai suatu aliran
kompressibel bertekanan rendah sehingga densitas fluida di semua titik dalam orifice
meter dapat dianggap tetap, dengan laju alir yang tinggi (bilangan reynold lebih 20000)
sehingga nilai koefisien pelepasan akan bernilai konstan.

Analisa Data dan Perhitungan


Berdasarkan data pengamatan, terlihat bahwa semakin besar laju alir maka beda
tekanan pada P0- P1, P0-P2, serta P0-P3 akan semakin besar pula. Hal ini disebabkan luas
penampang pipa sampai orifice semakin kecil. Jika kita anggap udara yang mengalir
sebagai gas ideal, maka dengan menggunakan persamaan Bernouli (dengan
menganggap ketinggian fluida adalah sama di setiap titik):

dan persamaan kontinuitas:

Berdasarkan kedua persamaan di atas kita mendapatkan:

Dengan P*1 dan P*2 adalah tekanan pada pipa dan orifice. Ac luas dari vena
contracta. A1 adalah luas penampang pipa. Pada P0-P1 perbedaan tekanan cenderung
mendekati 0. Karena diameter pipa titik 1 tidak berbeda jauh dengan mulut pipa yang
merupakan titik terjauh dari kompresor dimana perbedaan kecepatan tidak berbeda
jauh, maka perbedaan tekanan pun tidak berbeda jauh.
Dari hasil percobaan didapatkanlah beberapa data, yang kemudian diolah dan
hasilnya direpresentasikan dalam bentuk grafik untuk mengetahui nilai koefisien
pelepasan. Dari data percobaan yang dihasilkan ternyata tujuan pertama berhasil
dicapai, terbukti dengan diperolehnya nilai beda tekanan di masing-masing titik yang
semakin lama semakin besar seiring dengan penambahan laju alir. Maka pernyataan,
nilai laju alir massa yang semakin besar disebabkan oleh pressure drop yang besar
adalah benar adanya, dengan menganggap fluida yang mengalir merupakan fluida
inkompressibel, sehingga persamaan Bernoulli dapat diberlakukan, dan kesimpulan

45
tersebut adalah benar adanya. Dan terbukti pula bahwa pressure drop di titik 3 selalu
lebih besar dibandingkan dititik 2 akibat adanya perubahan luas penampang secara
mendadak yang meningkatkan kecepatan namun efeknya adalah menurunkan tekanan
(pressure loss-nya besar). Dalam percobaan ini, nilai C ditentukan melalui slope kurva
yang menyatakan hubungan (P2-P3) dan (P0-P1). Nilai P0-P1 dan P2-P3 akan cenderung
naik seiring dengan kenaikan laju alir massa. Di mana besarnya slope tersebut adalah
sama dengan:

di mana nilai n, a dan a1 konstan, maka nilai C dapat kita hitung. Nilai C pada orifice
ini 0,0745. Nilai koefisien C ini bisa dianggap cukup kecil, hal ini dapat disebabkan
karena banyaknya massa fluida yang hilang akibat friksi dan berubah densitasnya.
Selain itu, terdapat juga hambatan yang disebabkan oleh orifice yang lebih besar.
Hambatan ini dikarenakan oleh luas penampang yang tiba-tiba mengecil sehingga
mengakibatkan energi loss karena gesekan dengan orifice semakin besar

Analisa Grafik
Pada percobaan ini terdapat grafik dengan persamaan:

Dimana 𝑘 (𝑃0−𝑃1) adalah sumbu y dan 𝑃2−𝑃3 adalah sumbu x. Dengan mempunyai
1 𝑎2
𝐶 2 1−𝑛2 𝑎 2 sebagai gradien persamaan garis tersebut, maka kita bisa mendapatkan
1

koefisien lepas atau C. Persamaan garis ini dapat terjadi karena adanya asumsi kondisi
aliran sebagai aliran kompresible bertekanan rendah sehingga densitas fluida di semua
titik dalam orifice meter dapat dianggap tetap.
Grafik juga menunjukan bahwa P3-P2 vs 𝑘 (𝑃0−𝑃1) adalah linear atau
berbanding lurus. Hal ini disebabkan karena laju alir yang semakin besar, membuat
semua variabel akan menjadi besar pula. K adalah faktor koreksi dalam percobaan ini
k sama dengan 1 karena digunakan manometer digital. Namun, hubungan ini tidak

46
linear dari hasil percobaan, bahkan cenderung berhubungan secara eksponensial,
terlihat dari persamaan garis yang didapatkan adalah y = 0,00392x – 30,636dengan R²
= 0.887 yang berarti kelinearan yang terbentuk tak sempurna. Hal ini akan dibahas di
bagian analisa kesalahan.
Dengan mengasumsikan kondisi aliran dianggap sebagai suatu aliran
kompressibel bertekanan rendah sehingga densitas fluida di semua titik dalam orifice
meter dapat dianggap tetap, dengan laju alir yang tinggi (bilangan reynold lebih 20000)
sehingga nilai koefisien pelepasan akan bernilai konstan, dan jika tepat maka akan
dihasilkan nilai koefisien pelepasan sebesar 0,61 yang merupakan nilai literatur. Dari
persamaan tersebut, dapat dilakukan plot nilai (P2-P3) sebagai sumbu x yang
menunjukkan pressure drop yang terjadi setelah melewati lubang orifice, dengan nilai
y yaitu (𝑃0−𝑃1). Persamaan di atas diturunkan dari 2 persamaan laju alir massa yang
dihubungkan satu sama lain. Sebab itulah, dilakukan variasi laju alir, untuk
mendapatkan variasi beda tekanan di tiga titik, yang ternyata berperan dalam penentuan
nilai koefisien pelepasan. Selanjutnya, dari hasil plot grafik tersebut akan didapatkan
1 𝑎2
nilai slope (m) yang akan sebanding dengan nilai𝐶 2 1−𝑛2 𝑎 2.
1

Dari pengolahan data yang dilakukan, didapatkan nilai Co atau koefisien


pelepasan yang berdasarkan hasil perhitungan dan linearisasi grafik adalah 0,0745,
dengan kesalahan literatur sebesar 87,79%. Nilai koefisien pelepasan yang didapat
sangat kecil dibandingkan dengan nilai literatur.
Koefisien pelepasan orificemeter jauh lebih kecil dibandingkan dengan
venturimeter dikarenakan nilai pressure loss yang terjadi pada orificemeter jauh lebih
besar dibandingkan pada venturimeter. Pressure loss yang lebih besar ini disebabkan
oleh perubahan luas penampang yang terjadi secara mendadak dari pipa ke orifice hole,
yang meningkatkan kecepatan, namun memperbesar pressure loss. Pressure loss pada
venturi lebih kecil karena sudut kerucut divergen venturi cukup kecil, sehingga
pressure drop venturi meter relatif kecil, kira hanya 10%.
Seharusnya, nilai koefisien pelepasan yang disebabkan oleh pressure drop,
merupakan fungsi dari dua variabel yaitu perbandingan diameter lubang orifice
terhadap diameter pipa dan Bilangan Reynold. Namun, bilangan Reynold kehilangan
makna, saat operasi (percobaan) dilakukan pada laju alir yang tinggi, keadaan yang
sangat turbulen dengan Re sebesar 20000 atau lebih. Sebab itulah, pada percobaan ini,

47
koefisien pelepasan hanya merupakan fungsi dari perbandingan diameter lubang orifice
terhadap diameter pipa.

Analisa Kesalahan
Terlihat dari persamaan garis yang didapatkan adalah y = 0,00392x – 30,636
dengan R²= 0.887 yang berarti kelinearan yang terbentuk tak sempurna dengan
kesalahan literatur sebesar 87,79%.. Hal ini bisa terjadi dapat dilihat data yang
diperoleh, pressure drop yang terjadi di titik tepat setelah melewati lubang orifice cukup
besar, dengan range kenaikan pressure drop yang besar pula seiring dengan kenaikan
laju alir. Nilai ini tidak sebanding dengan nilai (𝑃0−𝑃1). yang terbaca kemudian dikali
dengan faktor koreksinya, yang nilainya jauh lebih kecil dibandingkan dengan pressure
drop (P2-P3) dengan range kenaikan pressure drop 𝑘(𝑃0−𝑃1) yang juga lebih kecil.
Sesuai dengan penjelasan sebelumya, nilai koefisien pelepasan akan semakin kecil
akibat pressure loss yang besar. Nilai pressure loss yang terjadi ternyata terlalu besar,
sehingga nilai koefisien pelepasan yang dihasilkan pun terlampau kecil.
Kelinearan yang tidak sempurna pada grafik yang menunjukkan hubungan
antara P2-P3 dengan 𝑘(𝑃0−𝑃1), mengakibatkan nilai koefisien pelepasan yang
dihasilkan jauh lebih kecil dari yang diharapkan dengan kesalahan relatif yang tinggi,
mengindikasikan adanya suatu kesalahan, baik itu kesalahan dari alat yang digunakan
ataupun kondisi operasi yang diterapkan. Kesalahan dapat disebabkan oleh pola aliran
yang normal dalam orificemeter terganggu oleh perlengkapan sambungan pipa, yang
menyebabkan distribusi kecepatan menjadi tidak normal, dan koefisien pelepasan akan
terganggu. Kesalahan juga dapat disebabkan oleh pembacaan beda tekanan yang tidak
akurat dikarenakan alat perlu dikalibrasi ulang sebelum digunakan ataupun waktu saat
praktikan melakukan pengukuran, aliran di dalam pipa belum stabil. Kesalahan-
kesalahan inilah yang meyebabkan kesalahan literature yang dihasilkan begitu besar.

48
3.5.Percobaan 6: Kompresor
3.5.1. Prosedur Percobaan
 Menyambungkan manometer tabung miring untuk mengatur tekanan di dalam
leher saluran (P0-P1) dan menyambungkan manometer air raksa untuk mengukur
tekanan pada kompresor (P3-Py).
 Mendapatkan rpm poros terbesar yang dapat diatur pada seluruh range dari
laju-laju aliran dan mengoperasiikannya pada kecepatan nominal terdekat di
bawah maksimumnya.
 Mengatur aliran agar memberikan perubahan-perubahan P0-P1 yang sama, dan
membaca P0-P1, P3-P2, θ1, θ2 dan momen puntir poros (Tr). Membaca
tekanan atmosfir P0 dan temperatur atmosfer.
 Menghitung efisiensi termodinamika dan total serta menyajikannya dalam bentuk
tabel.
3.5.2. Data Hasil Percobaan

Laju Udara Manometer (psia)


Beban (g) RPM T in( C
ͦ ) T out ( C
ͦ )
(kg/s) P0-P1 (psia) P0-P2 (psia) P0-P3 (psia)
50 34 1649 32 30.3 0.00 0.6 0.13
60 36 1741 32.7 30.5 0.01 0.79 0.2
70 40 2583 33.3 30.8 0.02 1 0.25
80 44 2812 34.1 31 0.03 1.11 0.27
90 46 2935 34.5 31.1 0.04 1.23 0.28
100 48 3080 35 31.3 0.05 1.32 0.3

49
3.5.3. Pengolahan Data
 Mengkonversi satuan tekanan psia menjadi kPa ; 1 psia = 6893 Pa

Manometer (psia) Manometer (Pa) ΔT ( C


ͦ ) =
P0-P1 P0-P2 P0-P3 P0-P1 (Pa) P0-P2 (Pa) P0-P3 (Pa) (K)
(psia) (psia) (psia)
0.00 0.6 0.13 0 4135.8 896.09 1.7
0.01 0.79 0.2 68.93 5445.47 1378.6 2.2
0.01 1 0.25 68.93 6893 1723.25 2.5
0.01 1.11 0.27 68.93 7651.23 1861.11 3.1
0.01 1.23 0.28 68.93 8478.39 1930.04 3.4
0.01 1.32 0.3 68.93 9098.76 2067.9 3.7

 Mencari 𝑃3 − 𝑃2 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑃0 − 𝑃2 − 𝑃0 − 𝑃3
Manometer (psia) Manometer (Pa) P3-P2 ΔT ( C
ͦ ) =
P0-P1 P0-P2 P0-P3 P0-P1 (Pa) P0-P2 (Pa) P0-P3 (Pa) (Pa) (K)
(psia) (psia) (psia)
0.00 0.6 0.13 0 4135.8 896.09 3239.71 1.7
0.01 0.79 0.2 68.93 5445.47 1378.6 4066.87 2.2
0.01 1 0.25 68.93 6893 1723.25 5169.75 2.5
0.01 1.11 0.27 68.93 7651.23 1861.11 5790.12 3.1
0.01 1.23 0.28 68.93 8478.39 1930.04 6548.35 3.4
0.01 1.32 0.3 68.93 9098.76 2067.9 7030.86 3.7

 Mencari densitas udara

tekanan (Pa) 101325


BM (kg/mol) 0.02884
R ( m^3 Pa/mol.
K) 8.314
T (K) 298
rho (kg/m^3) 1.17946643

50
𝑃3 −𝑃2 𝑃3 − 𝑃2 𝛾
 𝐸𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑖𝑠𝑜𝑡𝑒𝑟𝑚𝑎𝑙 𝑇𝑒𝑟𝑚𝑜𝑑𝑖𝑛𝑎𝑚𝑖𝑘𝑎 = ( (1 − ))/(𝛾−1 . 𝑅(𝜃3 − 𝜃2 )
𝜌𝑜 2∗𝑃0

1-(P3- gamma/gamma-
No. P3-P2/rho R*delta T eff.termodinamika
P2/2*P0) 1
1 2746.75897 0.98401327 3.5 14.1338 54.63796597
2 3448.05914 0.97993156 3.5 18.2908 52.78003868
3 4383.12602 0.97448927 3.5 20.785 58.71417254
4 4909.10115 0.97142798 3.5 25.7734 52.86555914
5 5551.95963 0.96768641 3.5 28.2676 54.30301684
6 5961.05139 0.9653054 3.5 30.7618 53.44509024

 Mencari Efisiensi Isotermal Keseluruhan


𝑃3 − 𝑃2 𝑃3 − 𝑃2
𝜌𝑜 (1 − 2 ∗ 𝑃𝑜 )
𝐸𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑖𝑠𝑜𝑡𝑒𝑟𝑚𝑎𝑙 𝐾𝑒𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 = 𝑚
𝜔 𝑇𝑟

 Mencari nilai m laju alir massa kg/s


𝑚 = 𝑎1 √2𝜌𝑜 𝑘 ( 𝑃0 − 𝑃1 )
Dengan a1 = luas penampang

diameter (m) 0.051


luas (m^2) 0.00204179
rho (kg/m^3) 1.17946643
k (manometer
digital) 1

51
P0-P1 (Pa) m (kg/s)
0 0
68.93 0.02603586
68.93 0.02603586
68.93 0.02603586
68.93 0.02603586
68.93 0.02603586

 Mengubah nilai RPM menjadi rad/s

Mencari w 0.10472
(rad/s
RPM w
rad/s
1649 172.68328
1741 182.31752
2583 270.49176
2812 294.47264
2935 307.3532
3080 322.5376

 Mencari nilai F dengan 𝐹 = 𝑚𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 . 𝑔


mencari F mxg 9.8
Beban (g) Beban (kg) F (newton)

50 0.05 0.49
60 0.06 0.588
70 0.07 0.686
80 0.08 0.784
90 0.09 0.882
100 0.1 0.98

52
 Mencari nilai Tr
𝑇𝑟 = 𝐹 𝑥 𝑙
𝑙 = 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟𝑎 𝑔𝑎𝑟𝑖𝑠 𝑠𝑢𝑚𝑏𝑢 𝑚𝑜𝑡𝑜𝑟 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 0.342 𝑚
Mencari Tr Tr= Fxl l (m) 0.342
(momen
puntir)
F (newton) Tr= Fxl w w.Tr
rad/s
0.49 0.16758 172.68328 28.93826406
0.588 0.201096 182.31752 36.663324
0.686 0.234612 270.49176 63.4606128
0.784 0.268128 294.47264 78.95636002
0.882 0.301644 307.3532 92.71124866
0.98 0.33516 322.5376 108.101702

 Mencari efisiensi isothermal keseluruhan

𝑃3 − 𝑃2 𝑃 − 𝑃2
(1 − 3 )
𝜌𝑜 2 ∗ 𝑃𝑜
𝑚
𝜔 𝑇𝑟

Mencari efisiensi
isotermal rho 1.17946643 P0 101325
keseluruhan
laju alir massa P3-P2 1-(P3-
P3-P2/rho w.Tr eff. Keseluruhan
(kg/s) (Pa) P2/2*P0)
0 3239.71 2746.75897 0.984013274 28.9382641 0
0.026035861 4066.87 3448.05914 0.979931557 36.663324 2.399443626
0.026035861 5169.75 4383.12602 0.974489267 63.4606128 1.752381641
0.026035861 5790.12 4909.10115 0.971427979 78.95636 1.572524454
0.026035861 6548.35 5551.95963 0.967686405 92.7112487 1.508760992
0.026035861 7030.86 5961.05139 0.965305403 108.101702 1.385884411

53
 Menggambarkan hubungan dengan basis m terhadap
 P3-P2

Grafik m terhadap P3-P2


8000
7000 y = 95310x + 3239.7
6000 R² = 0.4852
P3-P2 (KPa)

5000
4000
Series1
3000
Linear (Series1)
2000
1000
0
0 0.01 0.02 0.03
m (kg/s)

 ω. Tr

Grafik m terhadap ω.Tr


120

100

80 y = 1806.8x + 28.938
R² = 0.3789
ω. Tr

60
Series1
40
Linear (Series1)
20

0
0 0.01 0.02 0.03
m (kg/s)

54
 efisiensi termodinamika

Grafik m terhadap eff. isotermal


termodinamika
60
eff. isotermal termodinamika

59
58
y = -8.3112x + 54.638
57
R² = 0.0016
56
55 Series1
54 Linear (Series1)
53
52
0 0.01 0.02 0.03
m (kg/s)

 efisiensi keseluruhan

Grafik m terhadap eff. isotermal


keseluruhan
3 y = 66.209x - 1E-15
eff. isotermal keseluruhan

2.5 R² = 0.7945
2
1.5
1
Series1
0.5
0 Linear (Series1)
-0.5 0 0.01 0.02 0.03
m (kg/s)

55
3.5.4. Analisis
Analisis Percobaan
Percobaan Terakhir berjudul kompressorini menggunakan pipa dengan jenis
yang sama pada percobaan 1 dan 3 . Tujuan dari percobaan ini adalah menyelidiki
hubungan antara variasi kenaikan tekanan, efisiensi thermal serta input daya dengan
laju alir massa pada kecepatan konstan. Pertama, percobaan dilakukan dengan
memvariasikan beban pada kompressor yang dikondisikan agar melayang. Beban yang
digunakan yaitu 50 gram, 60 gram, 70 gram, 80 gram, 90 gram dan 100 gram. Variasi
juga dilakukan untuk laju alir udara. Pada beban 50 gram laju alir udara yang digunakan
yaitu 34 kg/s, untuk beban 60 gram laju alir udaranya yaitu 36 kg/s, untuk 70 gram yaitu
40 kg/s, untuk beban 80 gram yaitu 44 kg/s, untuk beban 90 gram yaitu 46 kg/s, dan
untuk beban 100 gram laju udaranya yaitu 48 kg/s. Variasi beban dilakukan bertujuan
untuk mengetahui nilai torsi atau momen puntir poros kompressor terhadap beban yang
digunakan. Sehingga dapat diketahui hubungan antara momen punter dengan laju alir.
Adanya perubahan dalam laju alir massa dari fluida ini membuat beban dapat terangkat.
Variasi laju udara juga dilakukan agar terjadi variasi perbedaan tekanan di beberapa
titik pengukuran pada setiap laju. Semakin besar laju udara yang digunakan, maka akan
semakin besar pula perbedaan tekanan yang dihasilkan. Hal yang perlu diingat adalah
pemberian beban dilakukan sebelum menyalakan kompressor atau mengatur laju alir
udaranya.
Setelah memvariasikan kedua variabel tersebut, selanjutnya praktikan mengukur
rpm poros compressor dengan menggunakan tachometer. Besarnya rpm dipengaruhi
oleh laju alir fluida yang digunakan. Penggunaan tachometer yang tepat adalah ketika
titik putih yang terdapat pada kompressor berhenti sesaat atau bisa dikatakan tidak
mengalami perubahan saat sinar ditembakan dari tachometer. Pengukuran rpm
bertujuan untuk memenuhi perhitungan dalam mencari nilai efisiensi isothermal
keseluruhan dari compressor tersebut. Pada percobaan 6, praktikan juga mengukur
perbedaan tekanan di titik 1 (P0-P1), titik 2 (P0-P2), dan di titik 3 (P0-P3)dengan
tekanan udara. Titik 1 berada pada posisi yang paling dekat dengan masuknya udara.
Dan titik 3 paling dekat dengan kompressor. Pengukuran tekanan dilakukan untuk
mengetahui hubungan antara laju alir udara dengan perbedaan tekanan di masing-
masing titik. Setelah itu praktikan mengukur suhu di titik 2 dan 3 yaitu temperature
input dan ouput kompressor. Pengukuran suhu dilakukan untuk mengetahui efisiensi
isothermal termodinamika dengan mencari delta temperatur yaitu Tin-Tout.

56
Pengukuran suhu dilakukan dengan thermometer digital. Dan pengukuran tekanan
dilakukan dengan manometer digital.

Analisis Data dan perhitungan


Data yang didapatkan dari percobaan ini adalah kecepatan rotasi, suhu input,
suhu output, perbedaan tekanan pada titik 1 yaitu P0-P1, pada titik 2 yaitu P0-P2, dan
pada titik P0-P3 data tersebut didapatkan pada variasi beban dan laju udara. Data yang
didapatkan untuk RPM yaitu menunjukkan bahwa semakin besar laju alir udara yang
digunakan semakin besar pula nilai kecepatan rotasimya (rpm). Rpm menunjukkan
bahwa seberapa besar atau banyaknya putaran yang dilakukan oleh compressor.
Semakin besar laju alir udara maka akan semakin besar pula kerja compressor sehingga
rpm pun akan semakin besar. Pada percobaan ini didapatkan pula data temperatur input
yang lebih besar daripada temperature output. Ini disebabkan karena pada fluida
inkompresibel, dapat terjadi perbedaan temperatur akibat adanya shockwave.
Sedangkan untuk data perbedaan tekanan, semakin besar laju alir udara yang digunakan
semakin besar pula perbedaan tekanan yang dihasilkan. Perbedaan tekanan di titik 1
dengan tekanan udara akan sangat kecil karna friksi belum mencapai fully developed.
Friksi pada pipa akan terjadi sepanjang pipa. Dengan begitu semakin jauh titik yang
diukur dari lubang masuk pipa, maka akan semakin besar pula perbedaan tekanannya.
Dari data yang didapat dari perocobaan juga menunjukkan semakin besar beban
kompressor maka nilai dari laju alir fluida, rpm, perbedaan tekanan di ketiga titik, dan
suhu di titik 2,3 cenderung semakin besar pula. Data- data yang telah didapatkan
digunakan untuk menghitung efisiensi isothermal termodinamika dan efisiensi
isothermal keseluruhan.
Efisiensi isotermal termodinamika dapat dicari dengan terlebih dahulu
menghitung perbedaan tekanan P3- P2, sedangkan efisiensi isotermal keseluruhan
dapat dicari dengan terlebih dahulu menghitung laju alir, kecepatan rotasi, dan
nilai momen torsi. Efisiensi isotermal termodinamika memiliki nilai yang lebih
besar dibandingkan efisiensi isotermal keseluruhan dikarenakan efisiensi isotermal
termodinamika tidak memperhitungkan rugi atau kehilangan energi pada
kompresor. Efisiensi isotermal termodinamika hanya memperhitungkan perbedaan
tekanan dan suhu pada kompresor.

57
𝑃3 − 𝑃2 𝑃3 − 𝑃2 𝛾
𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑖𝑠𝑜𝑡𝑒𝑟𝑚𝑎𝑙 𝑇𝑒𝑟𝑚𝑜𝑑𝑖𝑛𝑎𝑚𝑖𝑘𝑎 = ( (1 − ))/( . 𝑅(𝜃3 − 𝜃2 )
𝜌𝑜 2 ∗ 𝑃0 𝛾−1

𝑃3 − 𝑃2 𝑃3 − 𝑃2
𝜌𝑜 (1 − 2 ∗ 𝑃𝑜 )
𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑖𝑠𝑜𝑡𝑒𝑟𝑚𝑎𝑙 𝐾𝑒𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 = 𝑚
𝜔 𝑇𝑟

eff.termodinamika eff. Keseluruhan


54.63796597 0
52.78003868 2.399443626
58.71417254 1.752381641
52.86555914 1.572524454
54.30301684 1.508760992
53.44509024 1.385884411

Analisis grafik
Terdapat empat buah grafik dalam percobaan ini. Grafik 1 menunjukan
hubungan laju alir masa terhadap P3-P2. Grafik 2 menunjukan hubungan antara laju
alir massa (m) terhadap ω.Tr . Grafik 3 menunjukan hubungan m dengan Eff.
Termodinamika dan Grafik 4 menunjukan hubungan laju alir massa (m) dengan Eff.
Total.
Pada grafik pertama didapatkan persamaan y = 95310x + 3239 dengan r2 sebesar
0.485. grafik menunjukkan adanya hubungan berbanding lurus antara laju alir dengan
perbedaan tekanan. Akan tetapi, dikarenakan adanya kekeliruan perhitungan oleh
manometer yang tidak tepat sehingga membuat P0-P1 konstan. Hal ini berpengaruh
pada nilai laju alir fluida seperti yang ditunjukkan oleh rumus sebagai berikut
𝑚 = 𝑎1 √2𝜌𝑜 𝑘 ( 𝑃0 − 𝑃1 )
Karena manometer yang digunakan yaitu manometer digital, dan nilai k sama
dengan 1 nilai densitas juga tetap. Sehingga pada perhitungan ini laju alir massa
bergantung pada perbedaan tekanan P0-P1. Jika P0-P1 konstan maka diperoleh laju alir
massa yang konstan juga. Sehingga ini sangat mempengaruhi terhadap kelinieran grafik
yang dihasilkan dengan kata lain r2 tidak mendekati 1.

58
Grafik kedua adalah grafik hubungan antara laju alir (m) dengan kecepatan
rotasi dan momen torsi (ω Tr). Pada grafik tersebut didapatkan persamaan y = 1806,x
+ 28,93 dengan R² sebesar 0,378. Grafik menunjukkan adanya hubungan berbanding
lurus antara laju alir dengan kecepatan rotasi dan momen torsi. Semakin besar
laju alir, maka kecepatan rotasi dan momen torsi juga akan semakin besar. Naiknya
laju alir massa menyebabkan nilai Tr bertambah besar yang menyebabkan gaya
𝑣2
sentrifugal semakin tinggi. Sesuai dengan rumus 𝐹 = 𝑚 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑛𝑎 𝑣 = 𝜔 𝑟, maka
𝑟

jika nilai F besar nilai ω semakin besar. Nilai Daya motor yang semakin besar
jugaakan menyebabkan nilai kecepatan tangensial (ω) menjadi bertambah. Dengan
bertambahnya ω, berarti kecepatan alir v didekat kompressor juga semakin besar
sehingga tekanan di titik tersebut (titik 3) menjadi lebih kecil dan pada akhirnya
memberikan (P3-P3) yang lebih besar dan P0-P1 yang lebih besar sehingga laju alir
massa menjadi naik. Selain itu, momen puntir yang semakin besar akan membuat gas
akan terkompresi lebih rapat. sehingga terdapat perbedan tekanan yang lebih besar
dan menjadi driving force untuk aliran masa fluida yang menyebabkan laju alir
massa fluida semakin besar. Pada percobaan ini praktikan mendapatkan data yang
sesuai dengan teori.
Grafik ketiga adalah grafik hubungan antara laju alir (m) dengan efisiensi
isotermal termodinamika. Pada grafik tersebut didapatkan persamaan y = -8,311x
+ 54,63 dengan R² sebesar 0,001 . Grafik menunjukkan adanya hubungan berbanding
lurus antara laju alir dengan efisiensi isotermal termodinamika. Semakin besar
laju alir, maka efisiensi isotermal termodinamika juga akan semakin besar. Faktor
yang paling berpengaruh adalah perbedaan suhu antara titik 2 dan titik 3 yang
merupakan titik masukan dan keluaran kompresor. Dari percobaan didapatkan data
yang sangat tidak linier ini dapat terjadi karena adanya ketidakakuratan perhitungan
oleh manometer yang tidak dapat menghitung perbedaan tekanan yang lebih rendah
dari dua angka di belakang koma selain itu ini juga terjadi karena belum stabilnya
tekanan ketika diukur.
Grafik terakhir adalah grafik hubungan antara laju alir (m) dengan efisiensi
isotermal keseluruhan. Pada grafik tersebut didapatkan persamaan y = 51,62x +
0,408 dengan R² sebesar 0,892 . Grafik menunjukkan adanya hubungan berbanding
lurus antara laju alir dengan efisiensi isotermal keseluruhan. Semakin besar laju
alir, maka efisiensi isotermal keseluruhan juga akan semakin besar. Grafik ini

59
menunjukkan kelinieran yang cukup baik. Nilai efisiensi termal total selalu lebih
kecil daripada nilai efisiensi termal termodinamik. Hal ini karena pada perhitungan
efisiensi termal termodinamik tidak memperhitungkan rugi/kehilangan energi pada
kompressor (kehilangan energi karena friksi yang terjadi didalam kompressor).
Efisiensi termodinamik hanya memperhitungkan perbedaan tekanan dan suhu pada
kompresor

Analisis Kesalahan
Kesalahan dapat terjadi karena beberapa alasan berikut ini :
 Pembacaan tekanan pada manometer. Manometer terkadang tidak stabil sehingga
sering dilakukan pendekatan selain itu bisa disebabkan karna compressor belum
berjalan stabil seharusnya menunggu 5-10 menit terlebih dahulu, setelah itu
dilakukan pengukuran tekanan.
 Pembacaan rpm pada tachometer yang sulit
 Perhitungan pada pengolahan data yang tidak akurat dikarenakan adanya
ketidaklengkapan informasi pada modul UOP seperti a1

60
BAB 4
KESIMPULAN
1. Saluran konvergen-divergen adalah saluran yang dirancang dengan luas penampang
saluran yang semakin kecil hingga pada suatu titik luas saluran tersebut akan membesar
kembali.
2. Sesuai dengan persamaan kontinuitas, maka semakin kecil luas penampang, maka
kecepatan aliran akan semakin bertambah. Oleh karena itu, pada aliran konvergen,
kecepatan fluida akan semakin besar.
3. Pada aliran fluida subsonic, kecepatan akan menurun seiiring dengan meningkatnya luas
penampang aliran. Namun pada aliran fluida supersonic, kecepatan akan semakin
meningkat seiiring dengan meningkatnya luas penampang aliran. Hal ini hanya terjadi
apabila fluida telah melalui fenomena chocking.
4. Pada percobaan konvergen-divergen yang telah dilakukan, aliran fluida tidak mengalami
chocking, karena pada aliran divergen, kecepatan fluida mengikuti persamaan kontinuitas.
5. Saluran konvergen-divergen dapat mengakibatkan terjadinya chocking, karena pada
throttle, terdapat shock wave yang dapat mengakibatkan chocking pada fluida.
6. Adanya chocking diindikasi dari laju alir massa yang tidak meningkat walaupun tekanan
pada high pressure reservoir telah dinaikkan.
7. Efisiensi difuser dapat dihitung dengan cara : = (P3 –P2)/(P1 -P2). Nilai efisiensi akan
semakin besar apabila P3semakin besar dibandingkan P1 atau P1semakin kecil dengan
acuan P2.
8. Dari hasil pengolahan terlihat bahwa efisiensi difuser rata-rata yang didapatkan miring
yaitu sebesar 88.40%
9. Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi difuser adalah sifat fluida yang digunakan
(kompresibel atau inkompresibel) dan laju alir massa fluida.
10. Fluida yang kompresibel akan memiliki efisiensi difuser yang lebih kecil daripada fluida
inkompresibel. Harga P2-P3 pada aliran kompresibel akan lebih kecil dibandingkan P2-P3
pada aliran inkompresibel dan harga P1-P2 pada aliran kompresibel akan lebih besar
daripada harga P1-P2 pada aliran inkompressibel sehingga efisiensi aliran kompresibel
lebih kecil daripada efisiensi aliran inkompressibel.
11. Pada percobaan 4 semua data dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Blasius
karena dari hasil perhitungan, terlihat bahwa Re berada pada range 4000 – 105

61
12. Persamaan Nikuradse-Von Karman untuk Nr pada rentang 4x103 sampai 3,4x106 pada
percobaan 4 dapat dipakai karena hasil percobaan menunjukkan Nr yang diperoleh berada
pada rentang tersebut.
13. Koefisien pelepasan orificemeter jauh lebih kecil dibandingkan dengan venturimeter
dikarenakan nilai pressure loss yang terjadi pada orificemeter jauh lebih besar
dibandingkan pada venturimeter.
14. Bilangan Reynold kehilangan makna, saat operasi (percobaan) dilakukan pada laju alir
yang tinggi, keadaan yang sangat turbulen dengan Re sebesar 20000 atau lebih sehingga
pada percobaan 5 koefisien pelepasan hanya merupakan fungsi dari perbandingan diameter
lubang orifice terhadap diameter pipa.
15. Kompresor digunakan untuk menaikan tekanan fluida kerja dengan cara menurunkan
volume dari fluida tersebut.
16. Perbedaan tekanan P3-P2, ω. Momen puntir (Tr) , efisiensi isothermal termodinamika dan
efisiensi isothermal keseluruhan berbanding lurus dengan laju alir massa udara.

62
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1989. Modul Praktikum POT 1. Depok : Departemen Teknik Gas dan Petrokimia
Balachandran. P. 2006. Fundamental of Compressible Fluid Dynamics. PHI Learning Pvt
Bird, R. Byron, Stewart, Warren E, and Edwin N. Lightfoot. 1994. Transport Phenomena.
Singapore : John Wiley & Sons.
Francis, JRD. 1975. Fluid Mechanics For Engineering Students. 4th ed. Philadelphia :
International Ideas INC.
McCabe, Warren L, Julian C. Smith, Peter Harriott. 1999. Operasi Teknik Kimia. Alih bahasa
E Jasjfi. Jakarta : Erlangga.
Nevers, Noel de. 1991. Fluida Mechanics for Chemical Engineering, second edition.
Singapore: McGraw-Hill Book. Co.
Streeter and Wylie.1979. Fluid Mechanics. 7th ed. New York : Mc-Graw Hill.

63

Anda mungkin juga menyukai