Riya..!
Minggu, 23 September 2012 17:38:54 WIB
Kategori : Risalah : Tazkiyah Nufus
WASPADALAH TERHADAP PERANGKAP RIYA..!
Oleh
Syaikh Husain bin Audah Al-Awayisyah
Jika salah satu dari dua syarat ini rusak, perbuatan yang baik tidak masuk
kategori amal shalih dan tidak akan diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Pernyataan ini ditunjukkan oleh firman Allah Ta’ala.
صا ِل احا َو ََل يُ ْش ِر ْك بِ ِعبَادَةِ َربِ ِه أ َ َحداا َ فَ َم ْن َكانَ يَ ْر ُجو ِلقَا َء َربِ ِه فَ ْليَ ْع َم ْل
َ ع َم اًل
Dalam ayat ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan agar amal yang
dikerjakan ialah amalan shalih, yaitu amal perbuatan yang sesuai dengan
aturan syari’at. Selanjutnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan
orang yang menjalankannya supaya mengikhlaskan amalan itu kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala semata, tidak mencari pahala atau pamrih dari selain-
Nya dengan amalan itu.
Al-Hafiz Ibnu Katsir berkata dalam tafsirnya ; “Dua perkara ini merupakan
rukun diterimanya suatu amalan. Yaitu, amalan itu harus murni untuk Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan benar sesuai dengan petunjuk Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Keterangan serupa juga diriwayatkan Al-Qadhi
Iyadh rahimahullah dan lainnya” [Tafsir surah Al-Kahfi].
“Sesungguhnya semua amalan ini terjadi dengan niat, dan setiap orang
mendapatkan apa yang dia niatkan” [4]
Dan dalam amal itu harus mengikhlaskan niat untuk Allah Ta’ala berdasarkan
firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
ِصينَ لَهُ الدِينَ ُحنَفَا َء َويُقِي ُموا الص ًَلة َ َويُؤْ تُوا الزكَاة َ ۚ َو َٰذَلِكَ ِدينُ ْالقَيِ َم ِة
ِ َو َما أُمِ ُروا إَِل ِليَ ْعبُد ُوا َّللاَ ُم ْخل
“Katakanlah : ‘Jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atas
kamu melahirkannya, pasti Allah mengetahui” [Ali-Imran/3 : 29]
ف ْال َجن ِة يَ ْو َم ْال ِقيَا َم ِة يَ ْعنِي ِري َح َها َ ْع َرضاا مِ ْن الدُّ ْنيَا لَ ْم يَ ِجد
َ ع ْر َ يب بِ ِه َ َِم ْن تَعَل َم ع ِْل اما مِ ما يُ ْبتَغَى بِ ِه َوجْ هُ َّللا
ِ عز َو َجل ََل يَتَعَل ُمهُ إَِل ِلي
َ ُص
Dari Abu Dzar, dia berkata : Ditanyakan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam : “Beritakan kepadaku tentang seseorang yang melakukan amalan
kebaikan dan orang-orang memujinya padanya!” Beliau bersabda : “itu
adalah kabar gembira yang segera bagi seorang mukmin” [HR Muslim, no.
2642, Pent)
2. Giatnya Seorang Hamba Melakukan Ibadah Pada Saat Dilihat Oleh Orang-
Orang Yang Beribadah
Al-Maqdisi rahimahullah berkata : Terkadang seseorang bermalam bersama
orang-orang yang melaksanakan shalat tahajjud, lalu mereka semua
melakukan shalat di sebahagian besar waktu malamnya, sedangkan
kebiasaan orang itu melakukan shalat malam satu jam, sehingga ia pun
menyesuaikan dengan mereka. Atau mereka berpuasa, lalu ia pun berpuasa.
Seandainya bukan karena orang-orang itu, semangat tersebut tidak muncul.
Mungkin ada seseorang yang menyangka bahwa (perbuatan) itu merupakan
riya’, padahal tidak mutlak demikian. Bahkan padanya terdapat perincian,
bahwasanya setiap mukmin menyukai beribadah kepada Allah Ta’ala, tetapi
terkadang banyak kendala yang menghalanginya. Dan kelalaian telah
menyeretnya, sehingga dengan menyaksikan orang lain itu, maka
kemungkinan menjadi faktor yang menyebabkan hilangnya kelalaian
tersebut, kemudian ia dapat menguji urusannya itu, dengan cara
menggambarkan orang-orang lain itu berada di suatu tempat yang dia dapat
melihat mereka, namun mereka tidak dapat melihatnya. Jika dia melihat
jiwanya ringan melakukan ibadah, maka itu untuk Allah. Jika jiwanya merasa
berat, maka keringanan jiwanya di hadapan orang banyak itu merupakan
riya’. Bandingkan (perkara lainnya) dengan ini” [7]
Aku katakan :
Kemalasan seseorang ketika sendirian datang masuk dalam konteks sabda
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
سنَةا قَا َل إِن َّللاَ َجمِ ي ٌل َ ََل يَ ْد ُخ ُل ْال َجنةَ َم ْن َكانَ فِي قَ ْلبِ ِه مِ ثْقَا ُل ذَرةٍ مِ ْن ِكب ٍْر قَا َل َر ُج ٌل إِن الر ُج َل يُحِ بُّ أ َ ْن يَ ُكونَ ث َ ْوبُهُ َح
َ سناا َونَ ْعلُهُ َح
اس ُ
ِ ق َوغ َْمط الن ِ يُحِ بُّ ْال َج َما َل ال ِكب ُْر بَط ُر ال َح
ْ َ ْ
“Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada kesombongan
seberat biji sawi”. Seorang laki-laki bertanya : “Ada seseorang suka bajunya
bagus dan sandalnya bagus (apakah termasuk kesombongan?)”. Beliau
menjawab : “Sesungguhnya Allah Maha Indah dan menyukai keindahan
kesombongan adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia” [HR
Muslim no. 2749, Pent]
ُمِلتْ ع
َ ُعلَ ْي ِه فَيَقُو َل يَا فُ ًَلن ْ ُع َم اًل ثُم ي
َ ص ِب َح َوقَ ْد
َ ُست ََرهُ َّللا ْ ُك ُّل أُمتِي ُمعَافاى ِإَل ْال ُم َجاه ِِرينَ َو ِإن
َ مِن ْال ُم َجاه ََرةِ أ َ ْن يَ ْع َم َل الر ُج ُل ِباللي ِْل
ُ ص ِب ُح يَ ْكش
َ ِِف ِستْ َر َّللا
ُع ْنه ِ َْالب
ْ ُار َحةَ َكذَا َو َكذَا َوقَ ْد بَاتَ يَ ْست ُ ُرهُ َربُّهُ َوي
“Semua umatku akan diampuni (atau : tidak boleh dighibah) kecuali orang
yang melakukan kemaksiatan dengan terang-terangan. Dan sesungguhnya
termasuk melakukan kemaksiatan dengan terang-terangan, yaitu seseorang
yang melakukan perbuatan (kemaksiatan) pada waktu malam dan Allah telah
menutupinya (yakni, tidak ada orang yang mengetahuinya, Pent), lalu ketika
pagi dia mengatakan : “Hai Fulan, kemarin aku melakukan ini dan itu”,
padahal pada waktu malam Allah telah menutupinya, namun ketika masuk
waktu pagi dia membuka tirai Allah terhadapnya” [HR Al-Bukhari, no. 6069,
Muslim no. 2990, Pent]