Anda di halaman 1dari 13

PRAKTIKUM II

PEMETAAN SUMBER DAYA HAYATI LAUT

PENGUKURAN DAN PENENTUAN TITIK SECARA MANUAL

KELOMPOK VI (ENAM)
ASISTEN: SYAFRIMAN ALI

 MEGGY YOLANDA M L111 16 305


 RAYNI MAYRA SARI L111 16 027
 MAYANG NIZHAR RAJ L111 16 317
 LELY NUR WIJAYA L111 16
 AHMAD SAHLAN RIDWAN L111 16 327
 ARDIN PRATAMA PATIMANG L111 16

LABORATORIUM OSEANOGRAFI FISIKA DAN GEOMORFOLOGI PANTAI


DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HAANUDDIN
MAKASSAR
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Yang Maha Esa, karena
kasih dan anugerah-Nyalah sehingga kami dapat menyelesaikan laporan
praktikum II pemetaan tentang “ pengukuran dan penentuan titik secara
manual “ ini dengan baik.
Laporan ini dibuat untuk memenuhi syarat praktikum mata kuliah
pemetaan sumber daya hayati laut. Laporan ini juga sebagai penambah
wawasan mengenai cara pengukuran dan penentuan titik secara manual.
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah berkontribusi dalam penyusunan laporan ini baik secara
langsung maupun tidak langsung dan dalam bentuk apapun.
Akhir kata, tak ada gading yang tak retak, tak ada manusia yang
luput dari kesalahan. Olehnya, kritik dan saran kami harapkan demi
kesempurnaan laporan ini.

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bentuk permukaan bumi sangat tidak teratur. Ketidakteraturan ini


memerlukan dimensi untuk mempresentasikan ukuran dan
bentuknya. Penggambaran bentuk dan ukuran permukaan bumi pada
sebuah peta dapat memudahkan dalam mengamati keadaan wilayah.
Dalam pembuatan peta yang di kenal dengan istilah pemetaan dapat
di capai dengan melakukan pengukuran pengukuran di atas
permukaan bumi yang mempunyai bentuk titik beraturan. Pengukuran
pengukuran dibagi dalam pengukuran yang mendatar untuk
mendapat hubungan titik-titik yang di ukur di atas permukaan bumi
(pengukuran kerangka dasar horizontal) dan pengukuran tegak guna
mendapat hubungan tegak antara titik titik yang di ukur (pengukuran
kerangka dasar vertikal). Serta pengukuran titik titik detail (Suhendra,
2011).
Pengukuran merupakan kegiatan membandingkan suatu
besaran yang diukur dengan alat ukur yang digunakan sebagai
satuan.Dalam pengukuran hal yang diukur ialah jarak suatu titik yang
satu dengan titik yang lainnya. Jarak dapat diperhitungkan dari segi
fisik dan dapat dipandang dari segi fungsional. Jarak dari segi fisik
atau absolute diukur dengan satuan meter atau satuan lainnya.
Sedangkan jarak fungsional atau jarak relative diukur berdasarkan
pertimbangan berbagai cara melakukan perjalanan yang berkaitan
dengan tingkat kesulitan, waktu dan biaya(Supardjo, 2000).

B. Tujuan praktikum
Tujuan dan kegunaan pada pratikum ialah untuk mengetahui cara
menentukan dan mengukur titik secara manual, menghitung azimuth
suatu titik menggunakan kompas, dan mengetahui cara menghitung
jarak antara titik pusat dengan titik lainnya menggunakan meteran.
C. Ruang lingkup
Ruang lingkup pada praktikum ini meliputi pengukuran jarak
dengan menggunakan meteran serta menghitung sudut yang dibentuk
dari titik pusat ke titik yang telah ditentukan oleh setiap praktikan.
Dimana masing-masing praktikan menentukan 3 (tiga) titik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Single Point
Pada umumnya dalam penggunaan Floating Production Storage dan
Offloading (FPSO) unit sering sekali penggunaan Single Point Mooring (SPM)
disertakan dalam pola pengeboran dengan menggunakan FPSO unit. Single
Point Mooring ini sangat efektif sekali dalam proses penambangan minyak
sehingga sering sekali Single Point Mooring ini digunakan sebagai satu
komponen dalam penambangan minyak bersama denga FPSO unit. Contoh
gambar FPSO unit yang menggunakan Single Point Mooring dalam proses
penambangannya (Dadang, 2012).

Gambar 1. Proses PenambanganMenggunakan Single Point Mooring


(Dadang, 2012)

B. Azimuth
Azimuth ialah besar sudut antara utara magnetis (nol derajat) dengan
titik/sasaran yang kita tuju, azimuth juga sering disebut sudut kompas,
perhitungan searah jarum jam. Ada tiga macam zimuth yaitu (Purwaamijaya,
2008) :
Azimuth Sebenarnya, yaitu besar sudut yang dibentuk antara utara sebenarnya
dengan titik sasaran;
1. Azimuth Magnetis, yaitu sudut yang dibentuk antara utara kompas dengan
titik sasaran.
2. Azimuth Peta, yaitu besar sudut yang dibentuk antara utara peta dengan
titik sasaran.
Back Azimuth adalah besar sudut kebalikan/kebelakang dari azimuth. Cara
menghitungnya adalah bila sudut azimuth lebih dari 180 derajat maka sudut
azimuth dikurangi 180 derajat, bila sudut azimuth kurang dari 180 derajat maka
sudut azimuth dikurangi 180 derajat, bila sudut azimuth = 180 derajat maka back
azimuthnya adalah 0 derajat atau 360 derajat. Azimuth adalah suatu sudut yang
dimulai dari salah satu ujung jarum magnet dan diakhiri pada ujung objektif garis
bidik yang besamya sama dengan angka pembacaan. Azimuth suatu garis
adalah sudut antara garis meridian dari garis tersebut, diukur searah dengan
jarum jam, biasanya dari titik antara garis meridian (dapat pula dari arah selatan).
Besarnya sudut azimuth antara 0 – 360 derajat(Purwaamijaya, 2008).
Arah orientasi merupakan salah satu unsure utama dalam proses
pengukuran untuk membuat peta, khususnya peta umum. Pada umumnya setiap
peta merniliki arah utama yang ditunjukkan ke arah atas (utara). Terdapat 3 (tiga)
arah utara yang sering digunakan dalam suatu peta (Purwaamijaya, 2008):
1. Utara magnetis, yaitu utara yang menunjukkan kutub magnetis.
2. Utara sebenarnya (utara geografis), atau utara arah meridian.
3. Utara grid, yaitu utara yang berupa garistegak lurus pada garis horizontal di
peta.
Ketiga macam arah utara itu dapat berbeda pada setiap tempat. Perbedaan
ketiga arah utara ini perlu diketahui sehingga tidak terjadi kesalahan dalam
pembacaan arah pada peta. Arah utara magnetis merupakan arah utara yang
paling mudah ditetapkan, yaitu dengan pertolongan kompas magnetik.
Perbedaan sudut antara utara magnetis dengan arah dari suatu obyek ke tempat
obyek lain searah jarum jam disebut sudut arah atau sering disebut azimuth
magnetis. Pada peta yang dibuat dengan menggunakan kompas maka perlu
diberikan penjelasan bahwa utara yang digunakan adalah utara magnetis
(Purwaamijaya, 2008).
Contoh:
Azimuth Magnetis AB (Az, AB) = 70°
Azimuth Magnetis AC (Az, AC) = 310°
Gambar 2. Pembagian Kuadrant Azimuth

Azimuth dapat diperoleh dengan cara arcus tangent dari pembagian selisih absis
terhadap selisih ordinat. Besarnya sudut azimuth tersebut berrgantung dari nilai
positif atau negatifnya selisih absis atau ordinat (Purwaamijaya, 2008) :
1. jika selisih absis bernilai positif dan selisih ordinatnya bernilai positif maka
azimuth berada di kuadran I yang nilainya sama dengan sudut tersebut.
2. Jika selisih absis bernilai positif dan selisih ordinat bernilai negatif maka
azimuth berada di kuadran II yang nilainya sama dengan 180 dikurangi sudut
tersebut.
3. Jika selisih absis bernilai negatif dan selisih ordinat bernilai negatif maka
azimuth berada di kuadran III yang nilainya sama dengan 180 ditambah
sudut tersebut.
4. Jika selisih absis berniali negatife dan selisih ordinat bernilai positif maka
azimuth berada di kuadran IV yang nilainya sama dengan 360 dikurangi
besar sudut tersebut.
Azimuth dapat diperoleh dengan cara arcus tangen dari pembagian selisih
absis terhadap selisih ordinat. Besarnya sudut jurusan atau azimuth tersebut
bergantung pada nilai positif atau negatifnya selisih absis atau ordinat. Jika
selisih absis bernilai positif dan selisih ordinat bernilai positif maka azimuth
berada di kuadran satu yang nilainya sama dengan besar sudut tersebut. Jika
selisih absis bernilai positif dan selisih ordinat bernilai negatif maka azimuth
berada di kuadran dua yang nilainya sama dengan 180° dikurang besar sudut
tersebut. Jika selisih absis bernilai negatif dan selisih ordinat bernilai negatif
maka azimuth berada di kuadran tiga yang nilai sudutnya sama dengan 180°
ditambah besar sudut tersebut. dan jika selisih absis bernilai negatif dan selisih
ordinat bernilai positif maka azimuth berada di kuadran empat yang nilai
sudutnya sama dengan 360° dikurang besar sudut tersebut(Purwaamijaya,
2008).
Selain dari jarak informasi yang lain yang dapat diketahui dari dua buah titik
yang sudah diketahui koordinatnya yaitu Azimuth atau sudut jurusan. Maka sudut
jurusan AB yang didapat dari titik A (Xa,Ya) dan B (Xb,Yb) dapat dicari dengan
persamaan sebagai berikut (Purwaamijaya, 2008):

Setelah alat ukur B.T.M diukur, sehingga bagian-bagian yang penting berada
di dalam keadaan yang baik dan sebelum alat ukur apakah yang dibaca pada
lingkaran mendatar dan pada lingkaran tegak. Pada lingkaran tegak diukur sudut-
sudut miring yang besarnya sama dengan pembacaan pada skala lingkaran
tegak dengan menggunakan nonius. Pada lingkaran mendatar tidaklah ada
nonius untuk melakukan pembacaan pada skala lingkaran mendatar. Dilakukan
pada ujung utara lingkaran jarum magnet yang berada di cos D bersama-sama
dengan skala lingkaran mendatar. Yang dibaca pada lingkaran mendatar adalah
suatu sudut yang dinamakan azimuth yaitu suatu sudut yang dimulai dari 7 Jarak,
Azimuth dan Pengikatan ke Muka 195 salah satu ujung jarum magnet da diakhiri
pada ujung objektif garis bidik dan besarnya sama dengan angka pembacaan.
Menurut ketentuan di atas azimuth harus dimulai dari salah satu ujung magnet
sedangkan dua ujung dan sudut azimuth dapat diputar dari kiri kekanan atau dari
kanan ke kiri, maka didapatlah 2x2 = 4macam azimuth yang biasa disebut
bearing. (Purwaamijaya, 2008).

C. Konversi Menit ke Detik


Sistem besaran sudut seksagesimal disajikan dalam besaran derajat, menit
dan sekon. Janganlah satuan sudut sekon disebut detik, karena detik lebih
baikdigunakan untuk satuan waktu (Purwaamijaya, 2008).
Cara seksagesimal membagi lingkaran dalam 360 bagian yang dinamakan
derajat, sehingga satu kuadran ada 90 derajat. Satu derajat dibagi dalam 60
menit dan satu menit dibagi lagi dalam 60 sekon. Dengan kata lain, satu derajat
(1o) sama dengan enam puluh menit (60’), satu menit (1’) sama dengan enam
puluh sekon (60”), dengan demikian satu derajat (1o) sama dengan tiga ribu
enam ratus sekon (3600”). Atau dituliskan sebagai berikut (Purwaamijaya, 2008):
1o = 60’ 1’ = 60” 1o = 3600”

D. Arah Mata Angin


Arah mata angin atau sering disebut sebagai mata angin dalam bahasa
Inggris disebut sebagai cardinal directions atau cardinal points. Mata angin
mempunyai pengertian sebagai panduan untuk menentukan arah. Cara
menyatakan jumlah arah mata angin berbeda-beda, ada yang menyatakan dalam
empat arah mata angin, delapan arah mata angin, 16 (enam belas) arah mata
angin, hingga 32 arah mata angin. Pada 16 arah mata angin, selain disebutkan
dengan namanya, ke-16 arah mata angin pun dapat disebutkan dengan besaran
derajat yang membentuk sebuah lingkaran dengan 3600 yang dimulai dengan 00
pada titik utara dan diakhiri dengan 3600 pada titik utara lagi (RABUN, 2014).
Sewaktu siaga para pramuka telah dikenalkan dengan 8 arah mata angin
yang meliputi Utara (00 atau 3600); Timur Laut (450) Timur (900); Tenggara
(1350); Selatan (1800); Barat Daya (2250); Barat (2700); dan Barat Laut (3150).
Untuk keterampilan para pramuka penggalang dikenalkan dengan 16 arah mata
angin. K-16 arah mata angin beserta besar derajatnya yang harus diketahui oleh
para pramuka penggalang untuk dapat menyelesaikan Syarat Kecakapan Umum
Penggalang Ramu dan Penggalang Rakita adalah sebagai berikut (RABUN,
2014).

Gambar 3. Arah Mata Angin


BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Waktu & tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada hari jumat, 22 September 2017
pukul 16.00-18.00 WITA. Bertempat di halaman depan Fakultas Ilmu Kelutan
dan Perikanan Universitas Hasanuddin Makassar.

B. Alat & bahan


Alat yang digunakan dalam praktikum ini ialah waterpass dan
theodolite untuk menentukan tinggi tanah dengan sudut mendatar dan sudut
tegak, statif berfungsi sebagai penyangga waterpass dengan ketiga kakinya
dapat menyangga penempatan alat yang pada masing-masing ujungnya
runcing, agar masuk ke dalam tanah, Rambu ukur fungsinya yaitu untuk
mengukur diatas sifat datar dalam mempermudah mengukur beda tinggi antar
garis bidik dengan permukaan tanah dan kompas yang berfungsi sebagai alat
untuk menentukan azimuth kompas
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu baterai
digunakan untuk menambah energi pada alat theodolite, Alat tulis berfungsi
untuk mencatat data pada saat pengambilan titik-titik kontur.

C. Prosedur kerja
Adapun prosedur kerja pada praktikum ini ialah menyiapkan alat yang
akan digunakan. Kemudian memasang sebuah patok yang menjadi titik
pusat pengkuran. Setlah memasang patok titik pusat, kemudian
memasang patok yang lainnya dengan arah dan jarak yang berbeda-beda
sebagai titik-titik pengukuran, lalu mengukur jarak dari titik pusat ke titik
yang telah ditentukan sebelumnya. Setelah mengukur jarak, kemudian
mengukur azimut setiap titik menggunakan kompas. Mencatat hasil
pengururan jarak dan azimutnya Mengulang prosedur ke-4 sampai 6
sebanyak 11 kali.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 1. Hasil pengukuran dengan menggunakan kompas dan meteran.


NAMA TITIK JARAK DERAJAT
Ardhin Pratama 1 3,40 m 24o
Patimang 2 6,63 m 72o
Ahmad Sahlan 3 5,95 m 97o
Ridwan 4 3,42 m 113o
Mayang Nizhar 5 6,15 m 165o
Raj 6 7, 54 m 203o
7 4,81 m 214o
Rayni Mayra Sari
8 7,44 m 235o
9 7,60 m 240o
Lely Nur Wijaya
10 5,70 m 284o
11 6,60 m 324o
Meggy Yolanda M
12 12,44 m 338o

B. Pembahasan
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan, kita dapat melihat perbandingan
antara arah sudut setiap titik dengan menggunakan kompas dan meteran untuk
menunjukkan jarak yang ditentukan dari titik pusat. Setiap praktikan mengukur 2
titik pusat dengan jarak yang bebeda dan kita dapat melihat setiap jarak juga
menghasilkan sudut yang berbeda misalnya jarak 7,60 m sudutnya 240o, dan
jarak 4,81 m sudutnya 214o, berarti semakin jauh jarak titik yang ditentukan dari
arah utara semakin besar sudut yang terbentuk.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah di lakukan kita dapat
menentukan dan mengetahui cara penentuan titik dengan pengukuran jarak
dan derajat menggunakan alat ukur meteran dan kompas. Oleh karena itu
semakin jauh jarak titik yang ditentukan dari arah utara semakin besar pula
sudut yang terbentuk.
B. Saran
Alat yang digunakan saat praktikum lebih diperbanyak agar para praktikan
tidak harus saling menunggu kelompok lain untuk bergantian menggunakan alat
praktikum.
DAFTAR PUSTAKA

Dadang,Helmi.2012.SinglePointMooring.https://helmidadang.wordpress.com/201
2/12/29/single-point-mooring/(Diakses Pada Jumat, 22 September 2017 )

Purwaamijaya, I. M. (2008). Teknik Survei dan Pemetaan Jilid 2. Jakarta:


Direktorat Pembinaan Sekolah
MenengahKejuruan.(http://mirror.unpad.ac.id/bse/Kurikulum_2006/11_SMK/kelas
11_smk_teknik- survei-dan-pemetaan_iskandar.pdf) Diakses tanggal 22
September 2017.

RABUN, F. (2014). Pola 16 Arah Mata Angin.


Makassar.(https://www.scribd.com/doc/284436421/16-Arah-Mata-Angin-Dan-
Besar- Derajatnya) Diakses tanggal 25 September 2017

Suhendra, 2011. Studi Perbandingan Hasil Pengukuran Alat Teodolit Digital Dan
Manual : Studi Kasus Pemetaan Situasi Kampus Kijang. Vol. 2 no.
2(http://researchdashboard.binus.ac.id/uploads/paper/document/publication/Proc
eeding/ComTech/Vol.%2002%20No.%202%20Desember%202011/42%20TS_A
ndryan%20S%20%20STUDI%20PERBANDINGAN%20HASIL%20PENGUKURA
N%20teodolit-Ok.pdf) Diaskses tanggal 10 Oktober 2017

Supardjo, 2000. Penentuan Azimut Matahari Dalam Pemetaan Topografi Di


Rirang Kalimatan Barat. Prosiding Seminar Pranata Nuklir dadTeknis Litkayasa,
ISBN, 979– 8769-10-
4(http://www.batan.go.id/peraturan/download/70666706142PERKA_NOMOR_2_
TH_2017-07022017075652.pdf ) Diaskses tanggal 10 Oktober 2017

Anda mungkin juga menyukai