Anda di halaman 1dari 18

/LAPORAN PENDAHULUAN

CIDERA KEPALA
A. Anatomi Dan fisiologi

1. Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau kulit, connective
tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea aponeurotika, loose conective
tissue atau jaringan penunjang longgar dan pericranium.
2. Tulang tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii . Tulang tengkorak terdiri
dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital . Kalvaria khususnya
diregio temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis cranii
berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses
akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu : fosa anterior
tempat lobus frontalis, fosa media tempat temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian
bawah batang otak dan serebelum Meningen Selaput meningen menutupi seluruh
permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan yaitu:Duramater Dura mater secara
konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal dan lapisan meningeal .Dura
mater merupakan selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang melekat erat
pada permukaan dalam dari kranium.Karena tidak melekat pada selaput arachnoid di
bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdura) yang terletak antara dura
mater dan arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural.Pada cedera otak,
pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis
superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan
menyebabkan perdarahan subdural.Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke
sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan
perdarahan hebat. Arteri-arteri meninget terletak antara dura mater dan permukaan dalam
dari kranium (ruang epidural).Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan
laserasi pada arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan epidural.Yang paling sering
mengalami cedera adalah arteri Meningea Media yang terletak pada
fosatemporalis(fosamedia).
3. SelaputArakhnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang. Selaput arakhnoid
terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah luar yang meliputi otak.
Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial, disebut spatium subdural dan
dari pia mater oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis.
Perdarahan sub arakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera kepala.
4. Piamater
Piamater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater adarah membrana
vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk kedalam sulci
yang paling dalam.Membrana ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan
epineuriumnya.Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak juga diliputi oleh pia
mater.
5. Otak
Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang dewasa sekitar 14 kg.
Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu; Proensefalon (otak depan) terdiri dari serebrum
dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan rhombensefalon (otak belakang) terdiri
daripons, medulla oblongata dan serebellum.Fisura membagi otak menjadi beberapa
lobus. Lobus frontal berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi
bicara.Lobus parietal berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang.Lobus
temporal mengatur fungsi memori tertentu. Lobus oksipital bertanggungjawab dalam
proses penglihatan. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular
yang berfungsi dalam kesadaran dan kewapadaan.Pada medula oblongata terdapat pusat
kardiorespiratorik. Serebellum bertanggungjawab dalam fungsi koordinasi dan
keseimbangan.Cairan serebrospinalis Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus
khoroideus dengan kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari
ventrikel lateral melalui foramen monro menuju ventrikel III, akuaduktus dari sylvius
menuju ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio
arakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS dapat
menyumbat granulasio arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan CSS dan
menyebabkan kenaikan takanan intrakranial.Angka rata-rata pada kelompok populasi
dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari.
6. Tentorium
Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supratentorial (terdiri dari
fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang infratentorial (berisi fosa kranii
posterior).
7. Perdarahan Otak
Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis.Keempat arteri ini
beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk circulus Willisi.Vena-vena
otak tidak mempunyai jaringan otot didalam dindingnya yang sangat tipis dan tidak
mempunyai katup.Vena tersebut keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus
cranialis
1. Defenisi
Cedera kepala adalah suatu gangguan trauma dari otak disertai/tanpa perdarahan
intestinal dalam substansi otak, tanpa diikuti terputusnya kontinuitas dari otak (Nugroho,
2011).
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung
pada kepala (Suriadi dan Yuliani, 2001).
Menurut Brain Injury Assosiation of America (2001), cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan
oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran
yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Cedera kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma
tumpul maupun trauma tajam. Deficit neorologis terjadi karena robekannya subtansia alba,
iskemia, dan pengaruh massa karena hemorogik, serta edema serebral disekitar jaringan
otak (Batticaca, 2008).
Berdasarkan defenisi cedera kepala diatas maka penulis dapat menarik suatu
kesimpulan bahwa cedera kepala adalah suatu cedera yang disebabkan oleh trauma benda
tajam maupun benda tumpul yang menimbulkan perlukaan pada kulit, tengkorak, dan
jaringan otak yang disertai atau tanpa pendarahan.
II. Etiologi
1. Penyebab cedera kepala adalah:
2. kecelakaan lalu lintas,
3. perkelahian,
4. jatuh,
5. cedera olah raga,
6. kecelakaan kerja,
7. cedera kepala terbuka sering disebabkan oleh pisau atau peluru (Corwin, 2000).
III. Klasifikasi
Cedera kepala dapat dilasifikasikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan Mekanisme
a. Trauma Tumpul : adalah trauma yang terjadi akibat kecelakaan kendaraan
bermotor, kecelakaan saat olahraga, kecelakaan saat bekerja, jatuh, maupun cedera
akibat kekerasaan (pukulan).
b. Trauma Tembus : adalah trauma yang terjadi karena tembakan maupun tusukan
benda-benda tajam/runcing.
2. Berdasarkan Beratnya Cidera
The Traumatic Coma Data Bank mengklasifisikan berdasarkan Glasgow Coma Scale (
Mansjoer, dkk, 2000) :
a. Cedera Kepala Ringan/Minor (Kelompok Risiko Rendah) yaitu, GCS 14-15, pasien
sadar dan berorientasi, kehilangan kesadaran atau amnesia < dari 30 menit, tidak ada
intoksikasi alkohol atau obat terlarang, klien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing,
tidak terdapat fraktur tengkorak, kontusio, hematom , tidak ada kriteria cedera sedang
sampai berat.
b. Cedera Kepala Sedang (Kelompok Risiko Sedang) yaitu GCS 9-13 (konfusi, letargi
dan stupor), pasien tampak kebingungan, mengantuk, namun masih bisa mengikuti
perintah sederhana, hilang kesadaran atau amnesia > 30 menit tetapi < 24 jam,
konkusi, amnesia paska trauma, muntah, tanda kemungkinan fraktur kranium (tanda
battle, mata rabun, hemotimpanum, otorhea atau rinorhea cairan serebrospinal).
c. Cedera Kepala Berat (Kelompok Risiko Berat) yaitu GCS 3-8 (koma), penurunan
derajat kesadaran secara progresif, kehilangan kesadaran atau amnesia > 24 jam, tanda
neurologis fokal, cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi cranium.
IV. Patofisiologi
Adanya cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan struktur, misalnya kerusakan
pada parenkim otak, kerusakan pembuluh darah, perdarahan, edema dan gangguan
biokimia otak seperti penurunanadenosis tripospat, perubahan permeabilitas vaskuler.
Patofisiologi cedera kepala dapat terbagi atas dua proses yaitu cedera kepala primer
dan cedera kepala sekunder, cedera kepala primer merupakan suatu proses biomekanik
yang terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan dapat memberi dampak kerusakan
jaringan otat. Pada cedera kepala sekunder terjadi akibat dari cedera kepala primer,
misalnya akibat dari hipoksemia, iskemia dan perdarahan.
Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma misalnya pada epidural hematoma,
berkumpulnya antara periosteun tengkorak dengan durameter, subdura hematoma akibat
berkumpulnya darah pada ruang antara durameter dengan subaraknoid dan intra cerebral,
hematoma adalah berkumpulnya darah didalam jaringan cerebral. Kematian pada penderita
cedera kepala terjadi karena hipotensi karena gangguan autoregulasi, ketika terjadi
autoregulasi menimbulkan perfusi jaringan cerebral dan berakhir pada iskemia jaringan
otak (Tarwoto, 2007).
VI. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik dari cedera kepala tergantung dari berat ringannya cedera kepala, yaitu:
1. Perubahan kesadaran
2. Peningkatan TIK
3. Nyeri kepala karena regangan dura dan pembuluh darah
4. Papil edema yang disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan diskus optikus
5. Muntah seringkali proyektil
6. Terdapat hematoma
7. Kecemasan
8. Sukar untuk dibangunkan

VII. Pemeriksaan penunjang.


1. Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, urine, kimia darah, analisa gas darah.
2. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras: mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan,
determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
3. MRI : digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
4. Cerebral Angiography: menunjukkan anomali sirkulasi cerebral, seperti perubahan
jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
5. X-Ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan, edema), fragmen tulang. Ronsent Tengkorak maupun thorak.
6. CSF, Lumbal Punksi : dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
7. ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernafasan (oksigenasi) jika
terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
8. Kadar Elektrolit:Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrakranial (Musliha, 2010).
VIII. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medik cedera kepala yang utama adalah mencegah terjadinya cedera
otak sekunder. Cedera otak sekunder disebabkan oleh faktor sistemik seperti hipotensi atau
hipoksia atau oleh karena kompresi jaringan otak (Tunner, 2000). Pengatasan nyeri yang
adekuat juga direkomendasikan pada pendertia cedera kepala (Turner, 2000).
Penatalaksanaan umum adalah:
1. Nilai fungsi saluran nafas dan respirasi
2. Stabilisasi vertebrata servikalis pada semua kasus trauma
3. Berikan oksigenasi
4. Awasi tekanan darah
5. Kenali tanda-tanda shock akibat hipovelemik atau neurogenik
6. Atasi shock
7. Awasi kemungkinan munculnya kejang.
Penatalaksanaan lainnya:
1. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan
berat ringannya trauma.
2. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat). Untuk mengurangi vasodilatasi.
3. Pemberian analgetika
4. Pengobatan anti oedema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau glukosa 40 %
atau gliserol 10 %.
5. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin).
6. Makanan atau cairan.

IX. Komplikasi
1. Perdarahan intra cranial
2. Kejang
3. Parese saraf cranial
4. Meningitis atau abses otak
5. Infeksi
6. Edema cerebri
7. Kebocoran cairan serobospinal
ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN

a. Identitas klien

Nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, golongan darah, pendidikan

terakhir, agama, suku, status perkawinan, pekerjaan, TB/BB, alamat

b. Identitas Penanggung jawab

Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, hubungan dengan klien, pendidikan

terakhir, pekerjaan, alamat.

c. Riwayat kesehatan :

Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea / takipnea, sakit kepala,

wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi sekret pada saluran

napas, adanya liquor dari hidung dan telinga dan kejang

d. Riwayat penyakit dahulu

Harus diketahui baik yang berhubungan dengan sistem persarafan maupun

penyakit sistem sistemik lainnya. demikian pula riwayat penyakit keluarga terutama

yang mempunyai penyakit menular.Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien

atau keluarga sebagai data subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat

mempengaruhi prognosa klien.

e. Pemeriksaan fisik

1. Keadaan umum : Lemah

2. Tingkat kesadaran : komposmentis

3. GCS : verbal : 5 psikomotor : 6 mata: 4

4. Tanda-tanda vital : Nadi :92 x/mnt Temp:36,8 0 C RR :22 x/mnt TD :115/70mmHg


5. Kepala dan leher

Inspeksi : luka robek yang sudah dihecting pada regio parietal dextra (+) sepanjang 5

cm tanpa perdarahan aktif, brill hematome (-), battle sign (-), rhinore (-), tampak

otore warna kuning bercampur sedikit darah keluar dari telinga kiri, jejas di daerah

wajah dan leher (-), pupil isokor dengan refleks +/+, anemis (-), deviasi trakea (-)

Palpasi : cephal hematome pada regio parietal dextra (+) dengan nyeri tekan (+),

krepitasi (-), nyeri tekan pada leher (-)

6. Dada

Inspeksi : gerak dada simetris, retraksi otot bantu nafas (-), jejas (-)

Palpasi : bentuk simetris, benjolan (-), krepitasi (-), nyeri tekan (-)

Perkusi : Suara sonor, kanan kiri sama

Auskultasi : Paru-paru : suara nafas vesikuler, ronchi-/-, wheezing -/-

Jantung : S1 S2 tunggal reguler, murmur (-)

7. Payudara dan ketiak

Bentuk simetris, jejas (-), massa/benjolan (-)

8. Abdomen

Distensi (-), jejas (-), hepar tak teraba, bising usus kuat , peristaltik 8-10 x/mnt.

9. Genetalia

Bentuk normal, jejas (-), hematome (-)

10. Integumen

Warna kulit sawo matang, kebersihan cukup, kelainan pada kulit (-).
11. Ekremitas

 Atas

Pada daerah siku dan lengan bawah nampak luka lecet sepanjang ± 3 cm

tanpa perdarahan aktif, ROM bebas/normal, krepitasi (-), sianosis (-) ,akral

hangat, kekuatan motorik 555 │ 555

555 │ 555

 Bawah

Jejas(-), ROM bebas/normal, krepitasi (-), sianosis (-) ,akral hangat, kekuatan

motorik 555 │ 555

555 │ 555

12. Pemeriksaan neurologis

 Status mental dan emosi : Klien terlihat cukup tenang walaupun merasa

masih trauma dengan kecelakaan yang dialami.

 Pengkajian saraf kranial : Pemeriksaan saraf kranial I s/d XII masih dalam

batas normal.

 Pemeriksaan Refleks :Refleks fisiologis (+), refleks patologis (-).


f. Pengkajian Kegawatdaruratan :
1. Primary Survey
a. Airway dan cervical control
Hal pertama yang dinilai adalah kelancaran airway. Meliputi pemeriksaan adanya
obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah,
fraktur mandibula atau maksila, fraktur larinks atau trachea. Dalam hal ini dapat
dilakukan “chin lift” atau “jaw thrust”. Selama memeriksa dan memperbaiki jalan
nafas, harus diperhatikan bahwa tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi dari
leher.
b. Breathing dan ventilation
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas yang
terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan karbon
dioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik meliputi:fungsi yang baik dari paru, dinding
dada dan diafragma.
c. Circulation dan hemorrhage control
1) Volume darah dan Curah jantung
Kaji perdarahan klien. Suatu keadaan hipotensi harus dianggap disebabkan
oleh hipovelemia. 3 observasi yang dalam hitungan detik dapat memberikan
informasi mengenai keadaan hemodinamik yaitu kesadaran, warna kulit dan nadi.
2) Kontrol Perdarahan
d. Disability
Penilaian neurologis secara cepat yaitu tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil.

e. Exposure dan Environment control


Dilakukan pemeriksaan fisik head toe toe untuk memeriksa jejas.
2. Secondary Survey
a. Fokus assessment
b. Head to toe assessment
II. Diagnosa keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral b.d edema serebral, peningkatan TIK
b. Pola nafas tidak efektif b.d gangguan/kerusakan pusat pernafasan di medula
oblongata/cedera jaringan otak
c. Nyeri akut b.d agen injuri fisik
d. Trauma, tindakan invasife, immunosupresif, kerusakan jaringan faktor resiko infeksi
e. Defisit self care b/d kelemahan fisik, penurunan kesadaran.
III. Intervensi keperawatan
NO DIAGNOSA NOC NIC
KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan Monitoring tekanan intrakranium:
perfusi jaringan asuhan a. Kaji, observasi, evaluasi tanda-tanda
cerebral b.d edema keperawatan …. penurunan perfusi serebral: gangguan
serebral, jam klien mental, pingsan, reaksi pupil, penglihatan
peningkatan TIK menunjukan status kabur, nyeri kepala, gerakan bola mata.
sirkulasi dan tissue b. Hindari tindakan valsava manufer
perfusion cerebral (suction lama, mengedan, batuk terus
membaik dengan menerus).
KH: c. Berikan oksigen sesuai instruksi dokter
-TD dalam rentangd. Lakukan tindakan bedrest total
normal (120/80e. Posisikan pasien kepala lebih tinggi dari
mmHg) badan (30-40 derajat)
-Tidak ada tandaf. Minimalkan stimulasi dari luar.
peningkatan TIK g. Monitor Vital Sign serta tingkat
-Klien mampu kesadaran
bicara dengan jelas, h. Monitor tanda-tanda TIK
menunjukkan i. Batasi gerakan leher dan kepala
konsentrasi, j. Kolaborasi pemberian obat-obatan untuk
perhatian dan meningkatkan volume intravaskuler
orientasi baik sesuai perintah dokter.
-Fungsi sensori
motorik cranial
utuh : kesadaran
membaik (GCS 15,
tidak ada gerakan
involunter)
2. Pola nafas tidak Setelah dilakukana. Kaji status pernafasan klien
efektif b.d asuhan b. Kaji penyebab ketidakefektifan pola
gangguan/kerusakan keperawatan …. nafas
pusat pernafasan di jam klienc. Beri posisi head up 35-45 derajat
medula menunjukan polad. Monitor perubahan tingkat kesadaran,
oblongata/cedera nafas yang efektif status mental, dan peningkatan TIK
jaringan otak dengan KH: e. Beri oksigen sesuai anjuran medik
-Pernafasan 16-f. Kolaborasi dokter untuk terapi, tindakan
20x/menit, teratur dan pemeriksaan
-suara nafas bersih
-pernafasan
vesikuler
-saturasi O2: ≥ 95%
3. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan Manajemen nyeri :
injuri fisik Asuhan a. Kaji nyeri secara komprehensif (lokasi,
keperawatan …. karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
Jam tingkat dan faktor presipitasi).
kenyamanan klienb. Observasi reaksi nonverbal dari
meningkat, nyeri ketidaknyamanan.
terkontrol dg KH: c. Gunakan teknik komunikasi terapeutik
-Klien melaporkan untuk mengetahui pengalaman nyeri klien
nyeri berkurang dg sebelumnya.
scala nyeri 2-3 d. Kontrol faktor lingkungan yang
-Ekspresi wajah mempengaruhi nyeri seperti suhu
tenang ruangan, pencahayaan, kebisingan.
-klien dapate. Kurangi faktor presipitasi nyeri.
istirahat dan tidur f. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
-v/s dbn (farmakologis/non farmakologis).
g. Ajarkan teknik non farmakologis
(relaksasi, distraksi dll) untuk mengatasi
nyeri..
h. Kolaborasi untuk pemberian analgetik
i. Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
4. Trauma, tindakan Setelah dilakukan Konrol infeksi :
invasife, asuhan a. Bersihkan lingkungan setelah dipakai
immunosupresif, keperawatan jam pasien lain.
kerusakan jaringan infeksi terdeteksib. Batasi pengunjung bila perlu.
faktor resiko infeksi dg KH: c. Lakukan cuci tangan sebelum dan
-Tdk ada tanda- sesudah tindakan keperawatan.
tanda infeksi d. Gunakan baju, masker dan sarung tangan
-Suhu normal ( 36- sebagai alat pelindung.
37 c ) e. Pertahankan lingkungan yang aseptik
selama pemasangan alat.
f. Lakukan perawatan luka, drainage,
dresing infus dan dan kateter setiap hari,
jika ada.
g. Berikan antibiotik sesuai program.

Proteksi terhadap infeksi


a. Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal.
b. Monitor hitung granulosit dan WBC.
c. Monitor kerentanan terhadap infeksi.
d. Pertahankan teknik aseptik untuk setiap
tindakan.
e. Inspeksi kulit dan mebran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase.
f. Inspeksi kondisi luka, insisi bedah.
5. Defisit self care b/d Setelah dilakukan Bantuan perawatan diri
kelemahan fisik, askep … jam kliena. Monitor kemampuan pasien terhadap
penurunan dan keluarga dapat perawatan diri yang mandiri
kesadaran. merawat diri :b. Monitor kebutuhan akan personal
dengan kritria : hygiene, berpakaian, toileting dan makan,
-kebutuhan klien berhias
sehari-hari c. Beri bantuan sampai klien mempunyai
terpenuhi (makan, kemapuan untuk merawat diri
berpakaian, d. Bantu klien dalam memenuhi
toileting, berhias, kebutuhannya sehari-hari.
hygiene, orale. Anjurkan klien untuk melakukan
higiene) aktivitas sehari-hari sesuai
-klien bersih dan kemampuannya
tidak bau. f. Pertahankan aktivitas perawatan diri
secara rutin
g. Dorong untuk melakukan secara mandiri
tapi beri bantuan ketika klien tidak
mampu melakukannya.
h. Anjurkan keluarga untuk ikutserta dalam
memenuhi ADL klien
Daftar pustaka
 Arif Muttaqin, 2008, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan, Jakarta : Salema Medika
 Batticaca Fransisca B, 2008, Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan, Jakarta : Salemba Medika
 Pierce A. Grace & Neil R. Borley, 2006, Ilmu Bedah, Jakarta : Erlangga
 Lecture Notes, 2005, Neurologi, Lionel Ginsberg : Erlangga

Anda mungkin juga menyukai