Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

RUANG KEMUNING I RUMAH SAKIT dr.SOETOMO

“AML Acute Myeloid Leukemia”

Oleh :

Khuswatun Khasanah

14901.04.17021

PRODI PROFESI NERS KEPERAWATAN STIKES

HAFSHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG

PROBOLINGGO

2018
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

RUANG KEMUNING I RUMAH SAKIT dr. SOETOMO

“AML Acute Myeloid Leukemia

Untuk Memenuhi Tugas Profesi

Oleh :

Khuswatun Khasanah

14901.04.17021

Telah diperiksa dan disetujui pada :

Hari :

Tanggal :

Dan dinyatakan memenuhi kompetensi

Mengetahui

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

( ) ( )

Kepala Ruang

( )
AML (Acute Myeloid Leukemia)
1.1 Pengertian AML
Leukemia adalah suatu keadaan di mana terjadi pertumbuhan yang bersifat irreversibel
pada sel induk dari darah. Pertumbuhan dimulai dari mana sel itu berasal. Sel-sel tesebut,
pada berbagai stadium akan berada di aliran darah. Pada kasus Leukemia (kanker darah), sel
darah putih tidak merespon pada tanda/signal yang diberikan. Akhirnya produksi yang
berlebihan tidak terkontrol (abnormal) akan keluar dari sumsum tulang dan dapat ditemukan
di dalam darah perifer atau darah tepi. Jumlah sel darah putih yang abnormal ini bila
berlebihan dapat mengganggu fungsi normal sel lainnya, Seseorang dengan kondisi seperti
ini (Leukemia) akan menunjukkan beberapa gejala seperti; mudah terkena penyakit infeksi,
anemia dan perdarahan (Bakta, 2010). Acute Myeloid Leukemia merupakan suatu bentuk
kelainan sel hematopoetik yang dikarakteristikkan dengan adanya proliferasi berlebihan dari
sel myeloid. Istilah myeloid merupakan tipe sel asal seperti sel-sl myeloid imatur (sel darah
putih selain limfosit, sel darah merah, atau trombosit). Leukemia adalah golongan penyakit
yang ditandai oleh penimbunan sel darah putih abnormal dalam sumsum tulang. Sel
abnormal ini dapat menyebabkan kegagalan sumsum tulang. Leukimia adalah proliferasi sel
darah putih yang masih imatur dalam jaringan pembentuk darah. (Suriadi, & Rita yuliani,
2001 : 175).
Akut Myeloid Leukimia (AML) adalah suatu penyakit yang di tandai dengan
transformaasi neoplastik dan gangguan diferensi sel-sel progenitor dari sel mieloid
(sifat kemiripan dengan sumsum tulang belakang) (Kurniandra, 2007).
Akut Myeloid Leukimia (AML) adalah kegagalan sumsum tulang akibat di
gantinya elemen normal sumsum tulang oleh blas (sel darah yang masih muda)
leukemik (Robbins, 2007).

1.2 Klasifikasi AML


Menurut Wakui (2008), FAB telah mengklasifikasikan LMA menjadi 8 subtipe
berdasarkan pada hasil pemeriksaan morfologi sel dan pengecatan sitokimia. Berikut
klasifikasi AML
1) M0 (AML berdiferensiasi minimal)
Merupakan bentuk paling tidak matang dari AML, yang juga disebut sebagai AML
dengan diferensiasi minimal.
2) M1 (AML tanpa maturasi)
Merupakan leukemia mieloblastik klasik yang terjadi hampir seperempat dari kasus
AML. Pada AML jenis ini terdapat gambaran azurophilic granules dan Auer rods. Sel
leukemik dibedakan menjadi 2 tipe, tipe 1 tanpa granula dan tipe 2 dengan granula,
dimana tipe 1 dominan di M1
3) M2 (AML dengan berbagai derajat maturasi
Sel leukemik pada M2 memperlihatkan kematangan yang secara morfologi
berbeda, dengan jumlah granulosit dari promielosit yang berubah menjadi granulosit
matang berjumlah lebih dari 10 %. Jumlah sel leukemik antara 30 – 90 %. Tapi lebih dari
50 % dari jumlah sel-sel sumsum tulang di M2 adalah mielosit dan promielosit.
4) M3 (leukemia promielositik)
Sel leukemia pada M3 kebanyakan adalah promielosit dengan granulasi berat, stain
mieloperoksidase + yang kuat. Nukleus bervariasi dalam bentuk maupun ukuran, kadang-
kadang berlobul . Sitoplasma mengandung granula besar, dan beberapa promielosit
mengandung granula berbentuk seperti debu . Adanya Disseminated Intravaskular
Coagulation ( DIC ) dihubungkan dengan granula-granula abnormal ini
5) M4 (Leukemia mielomonositik)
Terlihat 2 ( dua ) type sel, yakni granulositik dan monositik , serta sel-sel leukemik
lebih dari 30 % dari sel yang bukan eritroit. M4 mirip dengan M1, dibedakan dengan cara
20% dari sel yang bukan eritroit adalah sel pada jalur monositik, dengan tahapan maturasi
yang berbeda-beda.
Jumlah monosit pada darah tepi lebih dari 5000 /uL. Tanda lain dari M4 adalah
peningkatan proporsi dari eosinofil di sumsum tulang, lebih dari 5% darisel yang bukan
eritroit, disebut dengan M4 dengan eoshinophilia. Pasien–pasien dengan AML type M4
mempunyai respon terhadap kemoterapi-induksi standar.
6) M5 (Leukemia monoblastik)
Pada M5 terdapat lebih dari 80% dari sel yang bukan eritroit adalah monoblas,
promonosit, dan monosit. Terbagi menjadi dua, M5a dimana sel monosit dominan adalah
monoblas, sedang pada M5b adalah promonosit dan monosit. M5a jarang terjadi dan hasil
perawatannya cukup baik.
7) M6 (Eritroleukemia)
Sumsum tulang terdiri lebih dari 50% eritroblas dengan derajat berbeda dari
gambaran morfologi Bizzare. Eritroblas ini mempunyai gambaran morfologi abnormal
berupa bentuk multinukleat yang raksasa. Perubahan megaloblastik ini terkait dengan
maturasi yang tidak sejalan antara nukleus dan sitoplasma. M6 disebut Myelodisplastic
Syndrome (MDS) jika sel leukemik kurang dari 30% dari sel yang bukan eritroit. M6
jarang terjadi dan biasanya kambuhan terhadap kemoterapi-induksi standar.
8) M7 (Leukemia megakarioblastik)
Beberapa sel tampak berbentuk promegakariosit/megakariosit.

1.3 Faktor Resiko AML


Penyebab leukemia sampai sekarang belum jelas, tapi beberapa faktor diduga menjadi
penyebab,
antara lain :
1. Genetik
a) Keturunan
Adanya Penyimpangan Kromosom Insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan
kongenital, diantaranya pada sindroma Down, sindroma Bloom,Fanconi’s Anemia,
sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van Creveld, sindroma Kleinfelter,D-Trisomy
syndrome, sindroma von Reckinghausen, dan neurofibromatosis (Wiernik, 1985; Wilson,
1991). Kelainan-kelainan kongenital ini dikaitkan erat dengan adanya perubahan
informasi gen, misal pada kromosom 21 atau C-group Trisomy, atau pola kromosom yang
tidak stabil, seperti pada aneuploidy.
b) Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar identik dimana kasus-
kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama kelahiran. Hal ini berlaku juga pada
keluarga dengan insidensi leukemia yang sangat tinggi (Wiernik,1985).
2. Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan kromosom dapatan,
misal : radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang dihubungkan dengan insiden yang
meningkat pada leukemia akut, khususnya ANLL (Wiernik,1985; Wilson, 1991).
3. Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus menyebabkan
leukemia pada hewan termasuk primata. Penelitian pada manusia menemukan adanya
RNA dependent DNA polimerase pada sel-sel leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel
normal dan enzim ini berasal dari virus tipe C yang merupakan virus RNA yang
menyebabkan leukemia pada hewan. (Wiernik, 1985). Salah satu virus yang terbukti dapat
menyebabkan leukemia pada manusia adalah Human T-Cell Leukemia . Jenis leukemia
yang ditimbulkan adalah Acute T- Cell Leukemia. Virus ini ditemukan oleh Takatsuki dkk
(Kumala, 1999).
4. Bahan Kimia dan Obat-obatan
a) Bahan Kimia
Paparan kromis dari bahan kimia (misal : benzen) dihubungkan dengan peningkatan
insidensi leukemia akut, misal pada tukang sepatu yang sering terpapar benzen.
(Wiernik,1985; Wilson,1991) Selain benzen beberapa bahan lain dihubungkan dengan
resiko tinggi dari AML, antara lain : produk – produk minyak, cat , ethylene oxide,
herbisida, pestisida, dan ladang elektromagnetik (Fauci, et. al, 1998).
b) Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik (misal : alkilator dan inhibitor topoisomere II) dapat
mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan AML. Kloramfenikol,
fenilbutazon,dan methoxypsoralen dilaporkan menyebabkan kegagalan sumsum tulang
yang lambat laun menjadi AML (Fauci, et. al, 1998).
c) Radiasi
Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia (ANLL) ditemukan pada pasien-pasien
anxylosing spondilitis yang mendapat terapi radiasi, dan pada kasus lain seperti
peningkatan insidensi leukemia pada penduduk Jepang yang selamat dari ledakan bom
atom. Peningkatan resiko leukemia ditemui juga pada pasien yang mendapat terapi radiasi
misal : pembesaran thymic, para pekerja yang terekspos radiasi dan para radiologis .

1.4 Patofisiologi
terlampir
1.5 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala klinis AML tidak spesifik dan biasanya terkait dengan infiltrasi
leukemik ke sumsum tulang dengan hasil akhir sitopenia. Pada pasien dapat dijumpai lelah,
perdarahan, atau infeksi dan demam karena penurunan sel darah merah, trombosit, atau sel
darah putih. Gejala umumnya adalah pucat, lelah, dan sesak napas saat beraktivitas dapat pula
dijumpai nyeri tulang atau sendi, pembengkakan abdomen, ruam kulit, gejala saraf pusat
seperti kejang, muntah, kesemutan, penglihatan kabur. Hiperleukositosis (> 100.000 sel darah
putih/ mm3 ) dapat menyebabkan gejala leukostasis, misalnya disfungsi atau perdarahan
okuler dan serebrovaskular yang termasuk kegawatdaruratan medis, walaupun jarang.
Menurut Safitri (2010), Gejala leukemia akut biasanya terjadi setelah beberapa minggu
dan dapat dibedakan menjadi 3 tipe yaitu
1) Gejala kegagalan sumsum tulang
Gejala kegagalan sumsum tulang merupakan keluhan umum yang paling sering.leukemia
menekan fungsi sumsun tulang sehingga menyebabkan kombinasi dari anemia,leucopenia
dan trombositopenia. Gejala yang khas adalah lelah dan sesak nafas (akibat darianemia),
infeksi bakteri (akibat dari leucopenia) dan perdarahan (akibat dari trombositopenia atau
terkadang akibat dari koagulasi intravaskuler diseminata). Pemeriksaan fisik juga sering
ditemukan kulit pucat, memar, dan perdarahan serta demam sebagai tanda infeksi.
Perdahan biasanya terjadi dalam bentuk purpura atau ptekie yang sering dijumpai di
eksermitas bawah atau berupa epitaksis, perdarahan gusi, dan retina.
2) Gejala sistemik
Gejala sistemik yang ditemukan dapat berupa malaise, penurunan berat badan,
berkeringat, dan penurunan nafsu makan, serta kelainan metabolic seperti hiperkalsemia
(sangat jarang).
3) Gejala local
Gejala local yang terkadang ditemukan berupa tanda infiltrasi leukemia sel blast di kulit,
gusi atau sistem saraf pusat. Infiltrasi sel-sel blast dikulit akan menyebabkan leukemia
yaitu berupa benjolan yang tidak berpigmen dan tanpa rasa sakit. Infiltrasi sel-sel blast di
jaringan lunak akan menyebabkan nodul dibawah kulit. Infiltrasi sel-sel blast di dalam
tulang akan menimbulkan nyeri tulang yang spontan atau dnegan stimulasi ringan.
Infiltrasi sel-sel blast kedalam gusi akan menyebabkan pembengkakan pada gusi. Selain
itu dapat terjadi hepatomegali dan splenomegali akibat infiltrasi sel-sel blast dihati dan
limpa.

1.6 Pemeriksaan Diagnostik


Menurut (Safitri, 2010), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penyakit AML
meliputi
1) Pemeriksaan darah lengkap bertujun untuk mengetahui perubahan pada jumlah dari
masing-masing komponen darah yang ada. Dari pemeriksaan ini akan didaptkan
gambaran adanya anemia, trombositopenia, leukositosis ataupun kadar leukosit yang
normal
2) Immunophenotyping
Pemeriksaan ini menggunakan flow cytomtry, sering untuk menentukan tipe sel leukemia
berdasarkan antigen permukaan. Kriteria yang digunakan adalah >20% sel leukemik
mengekspresikan penanda (untuk sebagian besar penanda).
3) Sitogenetika
Abnormalitas kromosom terdeteksi pada sekitar 55% pasien AML dewasa. Pemriksaan
sitogenetika menggambarkan abnormalitas kromosom seperti translokasi, inverse, dan
delesi.
4) Biopsy sumsum tulang dilakukan ketika ditemuakan adanya kelainan hasil pemeriksaan
darah lengkap yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan pada jumlah
sel balst.
5) Lumbal fungsi bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya penyebaran penyakit ke cairan
serebrospinal
6) Pemeriksaan radiologi seperti X-ray dan CT scan digunakan untuk penegakan diagnosis
dan mengetahui ada tidaknya infiltrasi ke organ lain.

1.7 Penatalaksanaan
Perbaiki keadaan umum yaitu : anemia diberikan tranfusi darah dengan PCR (Packed red
cell) atau darah lengkap. Trombositopeni yang mengancam diatasi dengan transfusi konsetrat
trombosit. Apabila ada infeksi diberikan antibiotika yang adekuat. Terapi spesifik seperti
terapi leukemia pada umumnya dimulai dengan tahap induksi dengan : Doxorubicin 40
mg/mm2 berat badan hari 1-5. Dilanjutkan denagan Ara C 100 mg IV, tiap 12 jam hari 1-7.
Untuk pasien usia di atas 50 tahun dosis dikurangi dengan Adriamycin hanya 3 hari dan Ara
C 5 hari. Obat pengganti adriamycin adalah Farmorubicin. Dilakukan evaluasi klinis dan
hematologis. Pemeriksaan sumsum tulang pada akhir mimggu ketiga. Apabila tidak terjadi
remisi atau remisi hanya bersifat parsial maka terapi harus diganti dengan regimen lain.
Apabila terjadi remisi lengkap (klinis dan hematologis) maka dimulai tahap konsolidasi.
Pada tahap ini diberikan doxorubicin 40 mg/mm 2 hari 1-2 dan Ara C 1-5. Refimen ini
diberikan 2 kali dengan interval 4 minggu. Apabila keadaan memungkinkan maka diberikan
cangkok sumsum tulang pada saat terjadi remisi lengkap.
Terapi standar adalah kemoterapi induksi dengan regimen sitarabin dan daunorubisin
dengan protokol sitarabin 100 mg/m2 diberikan secara infus kontinyu selama 7 hari dan
daunorubisin 45-60 mg/m2/hari iv selama 3 hari. Sekitar 30-40% pasien mengalami remisi
komplit dengan terapi sitarabin dan dounorubisin yang diberikan sebagai obat tunggal,
sedangkan bila diberikan sebagai obat kombinasi remisi komplit dicapai oleh lebih dari 60%
pasien.

1.8 Komplikasi
Akibat proliferasi mieloid yang neoplastik, maka produksi elemen darah yang laintertekan
karena terjadi kompetisi nutrisi untuk proses metabolisme (terjadigranulositopenia,
trombositopenia). Sel-sel leukemia juga menginvasi tulang disekelilingnya yang
menyebabkan nyeri tulang. Proliferasi sel leukemia dalam organmengakibatkan pembesaran
limpa atau hepar. Kegagalan sumsum tulang merupakan hipofungsi sumsum tulang primer
sehingga terjadi penurunan produksi semua unsur sel hemopoietik (pansitopeni). Kegagalan
susmsum tulang merupakan ketidaksanggupan sumsum tulang membentuk sel-sel darah.
Kegagalan tersebut disebabkan kerusakan primer sistem sel mengakibatkan anemia,
leukopenia dan trombositopenia
a. Kelelahan (fatigue). Jika leukosit yang abnormal menekan sel-sel darah merah, maka
anemia dapat terjadi. Kelelahan merupakan akibat dari kedaan anemia tersebut. Proses
terapi LGK juga dapat meyebabkan penurunan jumlah sel darah merah.
b. Pendarahan (bleeding). Penurunan jumlah trombosit dalam darah (trombositopenia)
pada keadaan LGK dapat mengganggu proses hemostasis. Keadaan ini dapat
menyebabkan pasien mengalami epistaksis, pendarahan dari gusi, ptechiae, dan
hematom.
c. Rasa sakit (pain). Rasa sakit pada LGK dapat timbul dari tulang atau sendi. Keadaan ini
disebabkan oleh ekspansi sum-sum tulang dengan leukosit abnormal yang berkembang
pesat.
d. Pembesaran Limpa (splenomegali). Kelebihan sel-sel darah yang diproduksi saat
keadaan LGK sebagian berakumulasi di limpa. Hal ini menyebabkan limpa bertambah
besar, bahkan beresiko untuk pecah.
e. Stroke atau clotting yang berlebihan (excess clotting). Beberapa pasien dengan kasus
LGK memproduksi trombosit secara berlebihan. Jika tidak dikendalikan, kadar
trombosit yang berlebihan dalam darah (trombositosis) dapat menyebabkan clot yang
abnormal dan mengakibatkan stroke.

ASUHAN KEPERAWATAN TEORI


AKUT MYELOID LEUKIMA (AML)
2.1 Pengkajian
1) identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,
suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register serta diagnosa medis.
2) Keluhan utama klien adalah tanda-tanda perdarahan pada kulit seperti ptekie, tanda-
tanda infeksi seperti demam, mengisil, serta tanda-tanda anemia seperti kelelahan dan
pucat.
3) Riwayat penyakit sekarang
Biasanya klien tampak lemah dan pucat, mengeluh lelah, dan sesak. Selain itu disertai
juga dengan demam dan mengigil, penurunan nafs makan dan penurunan berat badan
4) riwayat penyakit dahulu
adanya riwayat penyakit dengan gangguan pada kromosom atau pernah mengalami
kemoterapi atau terapi radiasi.
5) riwayat kesehatan keluarga
Adanya keluarga yang pernah menderita leukemia atau keganasa lain sebelumnya.
6) Hasil pemeriksaan
a. Aktivitas biasanya kelelahan, malaise, ketidakmampuan untuk melakukan aktvitas
biasanya dengan ditandai kelelahan otot, peningkatan kebutuhantidur, dan
somnolen
b. Sirkulasi gejalanya adalah palpitasi yang ditandai dengan takikardi, membaran
mukosa pucat, dan tanda perdarahan serebral
c. Eliminasi dengan gejala diare nyeri tekan perianal, darah merah terang pada tisu,
feses hitam, darah pada urin, dan penurunan haluaran urin.
d. Integritas ego dengan gejala perasaan tidak berdaya atau tidak ada harapan
ditandai dengan depresi menarik diri, ansietas, takut, marah.
e. Nutrisi dan cairan dengan gejala kehilangan nafsu makan, anoreksia, muntah, dan
penurunan berat badan ditandai dengan distensi abdominal, penurunanbunyi usus,
splenomegali, dan hepatomegali.
f. Neuro sensori dengan gejala penurunan koordinasi, perubahan alam perasaan,
kacau, kurang konsentrasi dan ditandai dengan otot mudah terangsang, aktivitas
kejang
g. Nyeri atau kenyamanan dengan gejala nyeri abdomen, sakit kepala, nyeri tulang
atau sendi dan ditandai dengan perilaku berhati-hati dan focus pada diri sendiri.
h. Pernafasan dengan gejala nafas pendek dengan kerja minimal ditandai dispnue,
takipnue, batuk, dan ronkhi
i. Keamanan dengan gejala saat ini atau dahulu , jatuh, gangguan penglihatan,
perdarahan spontan yang tidak terkontrol dengan trauma minimal dan ditandai
dengan demam, infeksi, pembesaran nodul, purpura, dan perdarahan pada gusi.

2.2 Diagnosa keperawatan


1) intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan secara umum, penurunan
cadangan energy, dan ketidakseimbangan antara suplai serta kebutuhan oksigen
2) ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
dan muntah
3) resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahanan sekunder : gangguan
dalam kematangan sel darah putih, peningkatan jumlah limfosit imatur
4) kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan masukan cairan akibat
mual, anoreksia
5) gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia
6) kurang pengetahuan berhubungan dengan penyakit, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurang terpanjan pada sumber dan salah satu
intreprestasi informasi.

2.3 Rencana Asuhan Keperawatan


1) diagnose keperawatan intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan secara
umum, penurunan cadangan energy, dan ketidakseimbangan antara suplai serta
kebutuhan oksigen
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama … jam, terdapat perbaikan dalam klien
beraktivitas
NOC : Activity tolerance
- jarakberjalan
- kelelahan
- kemampuan melakukan aktiviats sehari-hari
- nyeri sendi atau otot
NIC : Energy Management
 Kaji keterbatasan fisik klien
 Monitor intake nutrisi
 Monitor respon kardiorespiratori saat beraktivitas (takikardi, disritmia, dispnea,
diaphoresis, tekanan hemodinamik, RR)
 Monitor pola tidur klien dan jumlah jam tidur
 Batasi aktivitas fisik yang berlebihan
 Gunakan latihan ROM aktif/pasif untuk mengembalikan kekuatan otot
2) ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
dan muntah
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….. jam klien menunjukan status
nutrisi adekuat
Kriteria Hasil :
- BB stabil tidak terjadi mal nutrisi
- tingkat energi adekuat
- Asupan nutrisi adekuat
NIC : Nutrition Management
 Monitor makanan / cairan tertelan dan menghitung asupan kalori harian, yang
sesuai
 Kolaborasi dengan ahli diet, jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan gizi yang sesuai
 Menjamin ketersediaan diet terapi progresif
NIC : Nutrition Teraphy
 Menanyakan apakah pasien memiliki alergi makanan
 Timbang pasien di Interval yang tepat, mendorong asupan kalori yang tepat untuk
tipe tubuh dan gaya hidup
 Pastikan diet yang mencakup makanan tinggi kandungan serat untuk mencegah
konstipasi
 Memonitor asupan direkam untuk kandungan gizi dan kalori
 Memberikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi
Zat kimia, radiasi, obat-obatan, Eritrosit menurun
dan keturunan
Hipoksia
Sel neopalsma berproliferasi di
dalam sumsum tulang Lemah, lelah,
pucat Intoleransi aktifitas
Gangguan citra Kerusakan sumsum tulang
tubuh
Hamatopoesis terhambat
Penurunan curah Trombosit Leukosit
Alopecia trombosit, leukosit, eritrosit
jantung menurun menurun
normal menurun leukosit
Merusak folikel imatur
Kontraktiitas otot Faktor Daya tahan
rambut
jantung pembekuan tubuh menurun
Akumulasi sel-sel muda di
Zat-zat kimia sumsum darah menurun
Payah jantung resiko infeksi
kemoterapi Infiltasi ke organ-organ lain Resiko
Takikardi perdarahan

Sendi Tulang Lambung


Paru-paru
Usus
Peradagan Peradangan Peradangan pada
Kerusakan pembuluh kapiler paru
mukosa lambung Peradangan pada
Kerusakan sendi Keruakan
dinding usus Eksudasi cairan
tulang Erosi dinding
Nyeri sendi lambung Penyumbatan Edema paru
Nyeri tulang
Hati Kelenjar limfa usus parsial Pancreas
Perdarahan Gusi
Dispnue, takipnue
menahun
Peradangan gastrointestinal
Peradangan Perandangan Peradangan
Gangguan difusi gas
Penyerapan
Adanya perdarahan
Hepatomegali Limfadenitis Kerusakan jaringan, terbentuk Periodonitis
nutrisi terganggu Gangguan pertukaran gas
muntahan jaringan parut
Menekan rongga Benjolan pada kulit Perdarahan
Ketidakseimban
lambung Pembesaran pancreas
Nyeri gan nutrisi
Mual dan muntah kurang dariMenekan lambung
kebutuhan tubuh
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
DAFTAR PUSTAKA
Bakta, I made. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC, 2010
Behrman, Kliegman, Arvin. 2008. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Ed. 15. Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Desen, Wan. Buku Ajar Onkologi Klinis Ed. 2. Balai penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia : Jakarta. 2008
Hoffbrand, A. V, J. E. Pettit, P.A.H Moss. Kapita Selekta Hematologi edisi 4.Jakarta:
EGC, 2006
Permono B, Ugrasena IDG. Leukemia Akut dalam Buku Ajar Hematologi-Onkologi
Anak. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2008
Sudoyo, Aru W., Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K, Siti
Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Ed. IV. Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta, 2006.
Supandiman, Iman. Prof. dr. DSPD. H. Hematologi Klinik Ed. 2. Penerbit Alumni :
Bandung. 2007.
Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2008

Anda mungkin juga menyukai