Anda di halaman 1dari 4

1.

Ujian Hakiki
Sebagian orang tatkala berada di hadapan orang lain maka ia mampu dengan mudahnya
meninggalkan kemaksiatan, bahkan ia mampu untuk menegakkan amar ma’ruf dan nahi
mungkar. Ia mampu melaksanakan …

By Ari Wahyudi, Ssi. 11 October 2010


0 2214 6

Sebagian orang tatkala berada di hadapan orang lain maka ia mampu dengan mudahnya
meninggalkan kemaksiatan, bahkan ia mampu untuk menegakkan amar ma’ruf dan nahi
mungkar. Ia mampu melaksanakan itu semua meskipun ia berada di tengah-tengah kondisi
masyarakat yang tenggelam dalam lautan kemaksiatan. Ini adalah suatu kemuliaan karena ia bisa
menghadapi ujian dengan baik sehingga terhindar dari kemaksiatan. Namun ingat sesungguhnya
bukan ini ujian yang sebenarnya.

Allah telah melarang para hambanya untuk bermaksiat kepadanya baik secara terang-terangan
atau tatkala ia bersendirian tatkala tidak ada orang lain yang melihatnya. Seseorang yang
mencegah dirinya dari melakukan kemaksiatan dihadapan khalayak tentunya berbeda dengan
orang yang mencegah dirinya dari melakukan kemaksiatan tatkala ia bersendirian. Sesungguhnya
ujian yang hakiki adalah ujian yang dihadapi seorang hamba tatkala ia sedang bersendirian
kemudian tersedia dihadapannya sarana dan prasarana serta kemudahan baginya untuk
melakukan kemaksiatan, apakah ia mampu mencegah dirinya dari kemaksiatan tersebut??. Inilah
ujian yang hakiki, ujian yang sangat berat, beruntunglah bagi mereka yang bisa selamat dari
ujian ini.

Ketahuliah…, orang yang mampu menghindarkan dirinya dari kemaksiatan tatkala dihadapan
orang lain namun ia terjerumus dalam kemaksiatan tatkala ia sedang bersendirian merupakan
orang yang tercela.

Rasulullah shallallahu wa’alaihi wa sallam pernah bersabda,

‫أللفين أقواما من أمتي يأتون يوم القيامة بحسنات أمثال جبال تهامة فيجعلها هللا هباء منثورا فقالوا يا رسول هللا صفهم لنا لكي ال‬
‫نكون منهم ونحن ال نعلم فقال أما إنهم من إخوانكم ولكنهم أقوام إذا خلوا بمحارم هللا انتهكوها‬

“Sungguh aku mengetahui sebuah kaum dari umatku yang datang pada hari kiamat dengan
membawa kebaikan yang banyak seperti[1] bukit Tihamah kemudian Allah menjadikannya
seperti debu yang beterbangan.” Maka mereka -sahabat- bertanya, “Wahai Rasulullah,
berikanlah ciri mereka kepada kami agar kami tidak termasuk golongan mereka dalam keadaan
tidak sadar.” Maka beliau menjawab, “Adapun, mereka itu adalah saudara-saudara kalian,
akan tetapi mereka adalah orang-orang yang apabila bersepi-sepi dengan apa yang diharamkan
Allah maka mereka pun menerjangnya.”
Allah telah menguji orang-orang yahudi dengan ikan. Allah Ta’ala berfirman,

} ‫ش َّرعا ً وي ْوم ال ي ْس ِبتُون ال تأْتِي ِه ْم‬


ُ ‫ت ِإذْ تأْتِي ِه ْم ِحيتانُ ُه ْم ي ْوم س ْبتِ ِه ْم‬ َّ ‫اضرة ْالبحْ ِر ِإذْ ي ْعد ُون فِي ال‬
ِ ‫س ْب‬ ْ ‫واسْأ ْل ُه ْم ع ِن ْالق ْري ِة الَّتِي كان‬
ِ ‫تح‬
163:‫سقُون| (ألعراف‬ ُ ‫)كذ ِلك ن ْبلُو ُه ْم ِبما كانُوا ي ْف‬

“Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka
melanggar aturan pada hari Sabtu, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada
disekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari bukan Sabtu, ikan-ikan itu
tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami mencoba mereka disebabkan mereka berlaku
fasik”. (QS. 7:163)

Lihatlah…Allah memudahkan bagi mereka sebab-sebab untuk melakukan kemaksiatan. Namun


mereka (orang-orang Yahudi) tersebut tidak sabar dengan ujian Allah padahal mereka yakin
bahwa Allah mengawasi gerak-gerik mereka, oleh karena itu mereka tidak melanggar perintah
Allah secara langsung tetapi mereka melakukan hilah yang akhirnya Allah merubah mereka
menjadi kera-kera yang hina.

Allahpun telah menguji para sahabat Nabi, Allah Ta’ala berfirman,

ِ ‫َّللاُ م ْن يخافُهُ ِب ْالغ ْي‬


} ٌ‫ب فم ِن اعْتدى ب ْعد ذ ِلك فلهُ عذاب‬ َّ ‫ص ْي ِد تنالُهُ أ ْيدِي ُك ْم و ِرما ُح ُك ْم ِلي ْعلم‬ َّ ‫يا أيُّها الَّذِين آمنُوا لي ْبلُو َّن ُك ُم‬
َّ ‫َّللاُ ِبش ْيءٍ ِمن ال‬
94:‫)أ ِلي ٌم| (المائدة‬

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan sesuatu dari
binatang buruan yang mudah didapat oleh tangan dan tombakmu supaya Allah mengetahui
orang yang takut kepada-Nya, biarpun ia tidak dapat melihat-Nya. Barangsiapa yang
melanggar batas sesudah itu, maka baginya azab yang pedih” (QS. Al-Maidah : 94)

Dari Muqotil bin Hayyan, bahwasanya ayat ini turun tatkala umroh Hudaibiyah, tatkala itu
muncul banyak sekali zebra, burung, dan hewan-hewan buruan yang lain di tengah perjalanan
para sahabat (yang sedang dalam keadaan berihram umroh), mereka tidak pernah menjumpai
yang seperti ini sebelumnya, namun Allah melarang mereka untuk berburu hewan-hewan
tersebut.[2] Sampai-sampai saking terlalu jinaknya hewan-hewan tersebut maka mereka bisa
mengambil langsung hewan-hewan buruan yang kecil dengan tangan-tangan mereka, adapun
hewan-hewan buruan yang besar maka mereka bisa dengan mudah menombaknya[3]

َّ ‫ } لي ْبلُونَّ ُك ُم‬Allah menta’kid (menekankan) dengan sumpah[4] untuk menunjukan


Dalam ayat ini | ُ‫َّللا‬
bahwa apa yang sedang mereka hadapi berupa jinaknya hewan-hewan buruan, tidaklah Allah
menjadikan hewan-hewan tersebut jinak kecuali karena untuk menguji mereka.[5]

Adapun nakiroh pada kalimat | ٍ‫ } ِبش ْيء‬menunjukan bahwa cobaan yang Allah turunkan pada
mereka bukanlah cobaan yang sangat mengerikan yang menyebabkan terbunuhnya nyawa dan
rusaknya harta benda, namun cobaan yang Allah berikan kepada para sahabat pada ayat ini
adalah semisal cobaan yang Allah berikan kepada penduduk negeri Ailah (orang-orang yahudi)
berupa ikan-ikan yang banyak mengapung di permukaan laut namun Allah melarang mereka
untuk menangkapnya[6]. Dan faedah dari cobaan yang tergolong “ringan” ini adalah untuk
mengingatkan mereka bahwa barangsiapa yang tidak bisa tegar menghadapi seperti cobaan ini
maka bagaimana ia bisa tegar jika menghadapi cobaan yang sangat berat. Oleh karena itu huruf |
‫ } ِمن‬dalam ayat ini | ‫ص ْي ِد‬
َّ ‫ } ِمن ال‬ini jelas adalah bayaniah dan bukan tab’idhiyah.[7]

Jika seorang hamba merasakan bahwa dirinya dimudahkan untuk melakukan kemaksiatan, jalan-
jalan menuju kemaksiatan terbuka lapang baginya maka ketahuilah bahwa ia sedang diuji oleh
Allah. Ingatlah bahwa Allah yang sedang mengujinya juga sedang mengawasinya, maka takutlah
ia kepada Allah. Inilah ujian yang hakiki, dan Allah akan memberikan ganjaran yang besar
baginya karena kekuatan imannya. Barangsiapa yang meninggalkan kemaksiatan padahal sangat
mudah baginya untuk melakukannya maka ketahuilah bahwa itu adalah kabar gembira baginya
karena hal itu merupakan indikasi imannya yang kuat. Barangsiapa yang bermaksiat kepada
Allah dalam keadaan bersendirian maka ketahuliah bahwa imannya ternyata lemah, dan
hendaknya ia takut kepada adzab yang Allah janjikan kepada orang-orang yang melanggar
perintahNya.

ِ ‫َّللاُ م ْن يخافُهُ ِب ْالغ ْي‬


Oleh karena itu di akhir ayat Allah berfirman | ‫ب‬ َّ ‫} ِلي ْعلم‬, inilah hikmah dari ujian
yang Allah berikan kepada para sahabat yang sebagian mereka bisa saja mengambil hewan-
hewan buruan tersebut dengan mudahnya baik secara terang-terangan maupun secara sembunyi-
sembunyi. Dengan ujian ini akan nampak siapakah dari hamba-hamba Allah yang takut dan
bertakwa kepada Allah baik secara terang-terangan maupun tatkala bersendirian.

Hal ini sebagaimana firman Allah

ِ ‫(إِ َّن الَّذِين ي ْخش ْون ربَّ ُه ْم بِ ْالغ ْي‬


ٌ ِ‫ب ل ُه ْم م ْغ ِفرة ٌ وأجْ ٌر كب‬
}12:‫ير| (الملك‬

“Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Rabbnya Yang tidak tampak oleh mereka,
mereka akan memperoleh ampunan dan pahala yang besar”. (QS. 67:12)[8]

Ujian yang diberikan oleh Allah agar terbedakan hamba Allah yang karena keimanannya yang
kuat maka takut kepada adzab Allah di akhirat yang meyakini bahwasanya Allah senantiasa
mengawasinya meskipun ia tidak melihatNya, agar terbedakan dari hamba yang lemah imannya
sehingga berani melanggar perintah Allah…[9], sehingga Allah memberinya ganjaran yang
besar. Adapun menampakan rasa takut kepada Allah dihadapan khalayak maka bisa jadi ia
melakukannya karena takut kepada Allah maka ia tidak mendapatkan ganjaran…[10].

Penulis: Ustadz Firanda Andirja Abidin, Lc. (mahasiswa S2 Universitas Islam Madinah)

Artikel www.muslim.or.id

____

Catatan Kaki

[1] HR Ibnu Majah II/1418 no 4245 dan At-Thobroni dalam Al-Mu’jam Ash-Shogir I/396 no
662 (dan ini adalah lafalnya) dan Al-Mu’jam Al-Awshoth V/46 no 4632. Dishahihkan oleh
Syaikh Al-Albani dalam shahih Sunan Ibnu Majah, dan As-Shahihah II/32 no 505

[2] Ad-Dur Al-Mantsur, karya As-Suyuthi (3/185)


[3] Tafsir Ibnu Katsir (2/98)

[4] Karena huruf lam dalam ayat ini adalh Al-Lam Al-Waqi’ah lijawabil qosam

[5] Tafsir Abi As-Sa’ud (3/78)

[6] Lihat juga Fathul Qodir (2/77), At-Tafsir Al-Kabir (12/71)

[7] Tafsir Abi As-Sa’ud (3/78), Tafsir As-Sa’di (1/244), karena jika kita mengatakan bahwa ‫ِمن‬
dalam ayat ini adalah tab’idhyah (sebagaimana hal ini adalah pendapat yang dinukil oleh Ibnu
Katsir dalam tafsirnya (2/98)) maka sesuatu yang ringan yang difahami dari kalimat ٍ‫ِبش ْيء‬
bukanlah jika dibandingkan dengan cobaan-cobaan yang berat namun jika dibandingkan dengan
seluruh hewan

[8] Tafsir Ibnu Katsir (2/99)

[9] Tafsir Abi As-Saud (3/78)

[10] Tafsir As-Sa’di (1/244)

Sumber: https://muslim.or.id/4722-ujian-hakiki.html

Anda mungkin juga menyukai