Anda di halaman 1dari 5

AKUNTABILITAS SEBAGAI SEBUAH PRINSIP DALAM PENGELOLAAN

KEUANGAN PURA SEBAGAI ORGANISASI KEAGAMAAN:


SEBUAH ESSAY PARADIGMA SPIRITUALITAS

Digunakan untuk Menyelesaikan Tugas Ujian Tengah Semester


Mata Kuliah Akuntansi Multiparadigma

PENGEMBANGAN DIRI

OLEH:
I PUTU EDI DARMAWAN
176020300111026

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
AKUNTABILITAS SEBAGAI SEBUAH PRINSIP DALAM PENGELOLAAN
KEUANGAN PURA SEBAGAI ORGANISASI
KEAGAMAAN

Pura merupakan sebutan dari sebuah tempat pelaksanaan berbagai macam


kegiatan keagamaan umat Hindu di Indonesia. Kata pura sesungguhnya berasal dari
akhiran Bahasa Sanskerta (-pur, -puri, -puram, -pore), yang artinya adalah kota, kota
berbenteng, atau kota dengan Menara atau istana, (http://id.wikipedia.org). Pulau Bali
merupakan salah pulau yang ada di Indonesia dengan istilah pulau seribu pura, karena
mayoritas penduduk Pulau Bali adalah beragama Hindu. Namun, pura juga terdapat di
pulau-pulau lain yang ada di Indonesia selain Bali. Pura merupakan salah satu
organisasi keagamaan. Secara etimologis “organisasi keagamaan dapat diartikan
sebagai organisasi yang fokus gerakannya terkait agama tertentu, yang menyangkut
juga permasalahan ibadah atau menjalankan segala kewajiban Tuhan terkait agama
atau kepercayaan tertentu.
Pura memiliki organisasi keagamaan yang mengatur anggaran atau pengelolaan
keuangan baik pada kegiatan upacara keagamaan maupun pembangunan pura itu
sendiri. Pembangunan dan pelaksanaan upacara keagamaan sangat dipengaruhi oleh
sumber dana dan jumlah besaran dana. Sumber dana yang ada di pura umumnya berasal
dari ‘dana punia’ dan ‘sesari’ (merupakan, sumbangan masyarakat secara sukarela),
‘piturunan’ (merupakan, sumbangan masyarakat yang diwajibkan), dan bantuan dari
pemerintah. Jumlah dana yang ada di pura bukanlah jumlah yang sedikit bahkan sampai
milyaran rupiah. Karena jumlah dana yang sangat besar dan sumber pendanaan berasal
dari pihak eksternal baik masyarakat maupun pemerintah, maka perlu untuk tetap
menjaga hubungan baik dan kepercayaan pihak eksternal tersebut.
Akuntansi diharapkan dapat mendorong perubahan sosial, merubah paradigma
dan pola pikir masyarakat. Laporan keuangan atau bentuk laporan lainnya yang
berhubungan dengan posisi keuangan perlu menjadi perhatian dan perlu dilaporkan
kepada publik agar tidak meresahkan dan menimbulkan kecurigaan antara pengurus
dan masyarakat. Untuk mewujudkan pengelolaan/penatalayanan keuangan yang baik

2
harus didukung dengan dua prinsip utama, yaitu transparansi dan akuntabilitas. Randa
(2011), mengatakan bahwa akuntabilitas bagi setiap organisasi baik organisasi privat,
maupun organisasi publik non pemerintah temasuk gereja (dalam hal ini pura) sangat
dibutuhkan, karena setiap organisasi mempunyai keterkaitan dengan pihak internal dan
eksternal organisasi. Prinsip ini akan menjadi pegangan bagi pengelola keuangan
dalam penjabaran tindakan dan langkah-langkah yang dilakukan baik dalam kegiatan
penyusunan anggaran, penyelenggaraan administrasi/ pembukuan, penerimaan/
penggunaan dana maupun dalam pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan dan
harta benda. Semua pihak yang berkepentingan termasuk umat berhak mengetahui,
mengawasi, dan mengkritisi semua hal yang menyangkut dengan anggaran.
Pura merupakan salah satu bentuk organisasi nirlaba dan dapat menggunakan
PSAK Nomor 45 sebagai bentuk pertanggungjawaban dalam pengelolaan keuangan.
Pura melaksanakan berbagai macam kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas spiritual serta moral manusia. Pura memiliki kontribusi besar dalam
membangun iman manusia dan meningkatkan ketakwaan manusia kepada Tuhan Yang
Maha Esa. Guna menjalankan fungsinya sebagai sarana ibadah, pura harus
menyediakan prasarana serta infrastruktur yang mendukung terciptanya ibadah yang
khusyuk.
Tuntutan akuntabilitas yang memadai dalam organisasi pura bukanlah hal yang
mudah. Sering kali pengurus organisasi pura tidak memiliki keterampilan khusus
dalam bidang akuntansi maupun keuangan. Umat pura mengharapkan pengurus pura
yang dapat mengelola keuangan pura secara layak. Dalam akuntansi, akuntabilitas
lebih ditekankan pada “value” yang tercetak pada laporan keuangan, namun organisasi
non-profit (pura), akuntabilitas bukan hanya sebatas value pada pemberian seseorang,
melainkan lebih kepada value (nilai) secara spiritual yang diwujudkan melalui
keikhlasan dan rasa syukur dalam memberi sesuatu.

3
Akuntabilitas Sebagai Prinsip dalam Organisasi Pura
Akuntabilitas dapat diartikan sebagai kewajiban pihak pemegang amanah
(agent) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan
mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan kepada pihak pemberi amanah
(principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban
tersebut, Mardiasmoro (2002). Ruang lingkup akuntabilitas dalam akuntansi
keagamaan antara lain meliputi akuntabilitas kepada Tuhan, akuntabilitas kepada
manusia, dan akuntabilitas kepada alam.
Akuntabilitas menjadi motivasi bagi individu untuk melakukan pekerjaan yang
diamanahkan dengan tujuan agar tercapai visi seperti yang diharapkan. Selain itu,
bentuk kegiatan berupa pencatatan, pelaporan, dan pengawasan harus dijalankan secara
disiplin dalam organisasi pura, karena penerapan akuntabilitas dapat meningkatkan
kepercayaan publik, dengan keseimbangan pelaksanaan di suatu organisasi akan
menjadi kegiatan yang berjalan dengan baik.
Faktor pendukung penerapan akuntabilitas pada organisasi profit maupun non-
profit berawal dari sikap jujur dan terbuka terhadap pengelolaan segala aktivitas.
Karena informasi merupakan konsumsi publik dalam mengvaluasi apa yang dianggap
perlu untuk diperbaiki dan mengkritik apa yang dianggap tidak sesuai dan tidak sejalan
dengan harapan.
Sebuah pertanggungjawaban dalam lingkungan pura sudah menjadi sebuah
keharusan. Mengingat bahwa pertanggungjawaban bukan hanya kepada umat pura
melainkan juga kepada tuhan. Maka apa yang kita lakukan dalam bentuk rasa syukur
berupa pemberian maupun kehidupan dan ketulusan hati memberi harus seiring dengan
maksud dan tujuannya. Walaupun sering kali semua yang berhubungan dengan punia
atau persembahan dipandang dengan beribu anggapan, inilah yang merupakan
kewajiban kita untuk mempertanggungjawabkan apa yang menjadi presepsi masing-
masing tentang nilai yang terdapat dalam akuntabilitas.
Maka, dari uraian penjelasan di atas akuntabilitas perlu menjadi sebuah prinsip
dalam organisasi keagamaan dalam hal ini pura, terutama dalam hal pengelolaan

4
anggaran yang terdapat dalam organisasi ini. Akuntabilitas yang ditekankan bukan
hanya mengenai pandangan mainstream akuntansi saja, melainkan pada dimensi
spritualitas, seperti akuntabilitas kepada Tuhan, akuntabilitas kepada manusia, dan
akuntabilitas kepada alam.

DAFTAR PUSTAKA
Darmada, D. K., Atmadja A. T., dan Sinarwati N. K. 2016. Kearifan Lokal Pade
Gelahang dalam Mewujudkan Integrasi Akuntabilitas Pengelolaan Organisasi
Subak. Jurnal Akuntansi Multiparadigma. Vol. 7, No. 1, Hal. 51-60.
Mardiasmoro. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Andi: Yogyakarta.
Randa, Fransiskus, et al. 2011. Studi Etnografi: Akuntabilitas Spiritual Pada Organisasi
Gereja Katolik Yang Terinkulturasi Budaya Lokal. Jurnal Akuntansi
Multiparadigma. Vol. 2, No. 1. Hal. 35-51.
Sholih, Ahwan. 2016. IIAI (Indonesia Integrity Accounting Institution): Alternatif
Cerdas Penggerak Implementasi Transparansi dan Akuntabilitas Pelaporan
Keuangan Sebagai Upaya Pencehagan Creative Accounting. [online] tersedia
di: http://mantapdotcom.blogspot.co.id/2016/10/contoh-essay-tentang-
akuntansi-terbaru.html (diakses pada tanggal 27 oktober 2017).
Siskawati, Eka, Ferdawati, dan Firman Surya. 2016. Bagaimana Mesjid dan
Masyarakat Saling Memakmurkan? Pemaknaan Akuntabilitas Mesjid. Jurnal
Akuntansi Multiparadigma. Vol. 7. No. 1. Hal. 70-80.
http://id.wikipedia.org/wiki/pura (diakses pada tanggal 27 oktober 2017).

Anda mungkin juga menyukai