Obat didefinisikan sebagai senyawa yang digunakan untuk mencegah, mengobati,
mendiagnosis penyakit/gangguan, atau menimbulkan suatu kondisi tertentu, misalnya membuat seseorang infertile, atau melumpuhkan otot rangka selama pembedahan. (Ganiswara, 2007). Dalam farmakologi terfokus pada dua subdisiplin, yaitu farmakodinamik dan farmakokinetik. farmakokinetik atau kinetika obat adalah nasib obat dalam tubuh atau efek tubuh terhadap obat. Farmakokinetik mencakup 4 proses, yakni proses absorpsi (A), distribusi (D), metabolism (M), dan ekskresi (E). Farmakodinamik menyangkut pengaruh obat terhadap sel hidup, organ atau makhluk, secara keseluruhan erat berhubungan dengan fisiologi, biokimia dan patologi. Obat farmakodinamik bekerja mengingkatkan atau menghambat fungsi suatu organ (Ganiswara, 2007). Efek terapeutik obat dan efek toksik obat adalah hasil dari interaksi obat tersebut dengan molekul di dalam tubuh pasien. Sebagian besar obat bekerja melalui penggabungan dengan makromolekul khusus c=dengan cara mengubah aktivitas biokimia dan biofisika makromolekul, hal ini dikenal dengan istilah reseptor (Katzung, 1989). Obat biasanya diberikan dalam dosis biasa atau dosis rata-rata, yang cocok untuk sebagian besar pasien. Untuk pasien lainnya, dosis biasa ini terlalu besar sehingga menimbulkan efek toksik atau terlalu kecil sehingga tidak efektif (Ganiswara, 2007). Kebanyakan obat diubah di dalam hati, kadang-kadang dalam ginjal dan lain-lain. Kalau fungsi hati tidak baik maka obat yang biasanya diubah dalam hati tidak mengalami perubahan atau hanya sebagian yang diubah. Hal tersebut menyebabkan efek obat berlangsung lebih lama dan obat menjadi lebih toksik (Lamidi, 1995). Respon tterhadap dosis obat yang rendah biasanya meningkat sebanding langsung dengan dosis. Namun, dengan mengingkatnya dosis peningkatan respon menurun. Pada akhirnya, tercapailah dosis yang tidak dapat meningkatkan respon lagi. Pada sistem ideal atau sistem in vitro hubungan antara konsentrasi obat dan efek obat digambarkan dengan kurva hiperbolik (Widjojo, 2009). Indeks terapeutik suatu obat adalah rasio dari dosis yang menghasilkan toksisitas dengan dosis yang menghasilkan suatu respon yang efektif dan diinginkan secara klinik dalam suatu populasi individu (Katzung, 1989). 𝐿𝐷50 𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑎𝑝𝑒𝑢𝑡𝑖𝑘 = 𝐸𝐷50 (Ganiswara, 2007). Jadi indeks terapeutik merupakan suatu ukuran keamanan obat, karena nilai yang besar menunjukkan bahwa terdapat suatu batas yang luas/lebar diantara dosis-dosis yang efektif dan dosis-dosis yang toksik. Indeks terapeutik ditentukan dengan mengukur frekuensi respons yang diinginkan dan respons toksik pada berbagai dosis obat (Katzung, 1989). Warafin, suatu obat dengan indeks terapeutik yang kecil. Pada saat dosis warafin ditingkatkan, terjadi suatu respon toksik, yaitu kadar anti koagulan yang tinggi yang menyebabkan pendarahan. Variasi respon penderita mudah terjadi dengan obat yang mempunyai indeks terapeutik yang sempit, karena konsentrasi efektif hampir sama dengan konsentrasi toksik (Aulia, 2009). Suatu obat dengan indeks terapeutik yang besar. Penisilin aman diberikan dalam dosis tinggi jauh melebihi dosis minimal yang dibutuhkan untuk mendapatkan respon yang diinginkan (Katzung, 1989). DAFTAR PUSTAKA Aulia. 2009. Pengantar Farmakologi. Available at http://auliedz.com//category/farmakologi/ [diakses pada tanggal 10 Mei 2016]. Ganiswara, S.G. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5 Bagian Farmakologi. Jakarta: FK UI. Katzung, B. 1989 Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 3. Jakarta : EGC. Lamidi, Sofyan. 1995 Farmakologi Umum I. Jakarta: EGC. Widjojo, P. 2009. Farmakologi dan Terapeutik. Available at http://eprints.undip.ac.id/7476/1/FARMAKOLOGI_&_TERAPEUTIK_1_FK_UNDI P_SEMIV.pdf [diakses pada tanggal 10 Mei 2016].